Anda di halaman 1dari 18

TEORI DAN PRAKTEK PERAGAAN

MANASIK HAJI

Kementerian Agama R.I.


Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

BEBERAPA HAL YANG PERLU DITEKANKAN


TERKAIT DENGAN MATERI MANASIK HAJI
1. Ibadah haji itu mudah :
a.

Memahami syarat, rukun dan wajib haji;

b.

Memperhatikan tempat dan waktu (miqat makani dan


miqat zamani);

c.

Pelaksanaanya dalam bentuk gerakan fisik, di tempattempat tertentu dan berpindah-pindah.

( )




( )

2. Membentuk jamaah mandiri :


a. Mandiri dalam pelaksanaan kegiatan yang
bersifat umum
b. Mandiri
dalam
kesehatannya

menjaga/memelihara

c. Mandiri dalam kegiatan ibadah dan manasik


3. Berakhlak
haji mulia (akhlakul karimah) selama berhaji :
a. Saling menghormati, tolong menolong, sabar,
mengedepankan sikap husnudzon kepada
orang lain
b. Menjauhkan/menghindari perbuatan
(porno), fasik dan berbantahan (jidal)

Rafas




:
:
!
:


.

)





(

4. Menghormati perbedaan pendapat (khilafiah) dalam


hal :
a.

Pelaksanaan salat di Masjidil Haram, Masjid Nabawi,


dan lain-lain

b.

Pelaksanaan manasik haji, antara lain :


1). Masalah miqat di Jeddah dan di atas pesawat
2). Kadar lamanya mabit di Muzdalifah dan Mina
3). Mabit di perluasan Mina

5. Shalat di pondokan karena sulit menuju ke Masjidil


Haram setiap waktu :
a.

Selama masih dalam batas Tanah Haram Makkah,


pahala salat sama dengan salat di Masjidil Haram

b.

Bagi jamaah yang sedang sakit, atau yang fisiknya


lemah tidak memaksakan harus salat di Masjidil Haram
setiap waktu

6. Umrah berulang kali :


a.

Pendapat jumhur ulama (mayoritas) memperbolehkan


umrah berulang kali dengan memperhatikan kesehatan
fisik.

b.

Jika dilakukan sebelum wukuf beresiko timbulnya


kelelahan jamaah dan pada saat pelaksanaan wukuf
tidak maksimal

7. Tidak perlu mengulang Thawaf Wada :


a.

Jika masih ada yang harus diurus/diselesaikan dengan


menunggu waktu yang cukup lama di pondokan

b.

Karena Tawaf Wada dilakukan malam hari dan tidak


memungkinkan keluar dari Makkah kecuali besok
siang

1. Ihram Haji / Umrah


Menurut ketentuan Manasik, niat ihram wajib dilaksanakan
di Miqat. Jika melewati Miqat tanpa niat Ihram maka harus
menempuh cara :
a. Kembali ke Miqat semula yang telah dilaluinya
b. Berihram di tempat ia teringat, tidak perlu kembali
ke Miqat tetapi wajib membayar dam.
c. Mengambil Miqat Haji yang lebih dekat.
Jika kembali ke Miqat setelah niat ihram maka menurut
Imam Malik sah ihramnya dan tidak dikenakan dam asalkan
belum melaksanakan salah satu kegiatan ibadah umrah
atau haji.

2. Bacaan Talbiyah
Menurut Abu Hanifah, Talbiyah termasuk rukun dalam Ihram,
sedangkan Imam Malik menyatakan bahwa Talbiyah termasuk
wajib, sementara Imam Syafii dan Ahmad bin Hambal
menyatakan sunat, bagi yang meninggalkan bacaan Talbiyah
tidak dikenakan denda apapun.
(Al Mughni Fifiqhil Hajj).

3. Thawaf Ifadhah
a. Menurut Imam Syafii dan Ahmad bin Hambal waktu awal
Thawaf Ifadah adalah lewat tengah malam Nahr tanggal 10
Dzulhijjah, sedangkan akhir waktu Thawaf Ifadah tidak
terbatas dan tidak ada ikhtilaf dikalangan para ulama.
b. Menurut Imam Hanafi dimulai setelah terbit fajar pada hari
Nahr.
c. Menurut Imam Malik dimulai sesudah terbit matahari pada
hari Nahr.

4. Thawaf Ifadhah bagi Wanita Haid/Nifas


Jika akan segera pulang ke tanah air maka :
- Segera bersuci atau mandi dan membalut kemaluannya,
lalu melaksanakan thawaf sekalipun setelah thawat darah
keluar lagi.
- Menurut Ibnu Qayyim dan Ibnu Taimiyah yang
bersangkutan tidak dikenakan dam tetapi mazhab Hanafi
berpendapat wajib membayar dalam 1 unta atau 7 ekor
kambing dan dalam riwayat lain cukup membayar 1 ekor
kambing.

5. Shalat Sunah Thawaf


Jika tidak mungkin dilaksanakan di belakang Maqam Ibrahim
dapat dilaksanakan dimana saja di Masjidil Haram atau di
tanah Haram bahkan bagi yang lupa dapat melaksanakan di
tanah air sebagai qadha.
(Al-Mughni Fifighil Haji Wal Umrah hal. 204).

6. Sai
a. Syarat Sahnya Sai
- Didahului dengan Tawaf
- Dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Marwah
- Memotong/memutus setiap perjalanan antara Safa dan
Marwah
- Menyempurnakan tujuh kali perjalanan
- Dilaksanakan di tempat Sai.
b. Muwalat dalam Sai tidak disyarakatkan menurut
pendapat mazhab Maliki, Syafii, Hanafi dan Hambali.

c. Menurut mazhab Hanafi jamaah haji yang melaksanakan


Sai hanya empat perjalanan atau tidak melaksanakan
Sai hajinya sah tapi wajib membayar dam.
Tetapi kalau hanya melaksanakan satu perjalanan, dua
perjalanan atau tiga perjalanan maka wajib membayar fidyah
setiap perjalanan satu So. Karena Sai menurut mazhab
Hanafi termasuk Wajib Haji bukan Rukun Haji.

7. Thawaf Wada
a. Yang diwajibkan Tawaf Wada adalah :
- Setiap orang/jamaah yang akan kembali ke tanah air
(mazhab Syafii).
- Orang yang tinggalnya diluar Miqat setiap akan
meninggalkan tanah haram harus Tawaf Wada
(mazhab Hanafi).
- Bagi orang yang akan keluar dari tanah haram sunat
melaksanakan
Tawaf
Wada termasuk jamaah
haji/umrah (mazhab Maliki).

b. Waktu Pelaksanaan Tawaf Wada :


- Setelah selesai seluruh rangkaian kegiatan haji dan
hendak meninggalkan Makkah.
- Menurut Abu Hanifah seseorang yang telah Tawaf Wada
kemudian tinggal di Makkah selama satu bulan atau lebih
maka Tawafnya sah dan tidak perlu mengulang lagi.
(Al-Mughni fi Fighil Hajj wal Umrah hal. 173 176 ).

8. Wukuf di Arafah
a. Wukuf termasuk salah satu rukun Haji, tanpa Wukuf Hajinya
tidak sah.
b. Waktu Wukuf :
-

Menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam SyafiI wukuf


dimulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah
sampai dengan terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
Menurut Ahmad bin Hambal, dimulai sejak terbit fajar
tanggal 9 Dzulhijjah sampai dengan tanggal 10 Dzulhijah.

c. Kadar Lamanya Wukuf


- Menurut mazhab Makili, mendapati sebagian siang dan
sebagian malam adalah rukun.
- Menurut mazhab Syafii, mendapati sebagaian siang dan
sebagian malam adalah sunat (Al Fiqh Alal Madzahibil
Arbaah).
- Menurut Mazhab Hanafi dan Hambali wajib mendapati
sebagian siang dan sebagian malam
d.

Wukufnya seseorang yang sedang pingsan atau ayan tidak


sah menurut Imam Syafii dan Imam Ahmad, sedang
menurut Abu Hanifah dan Imam Malik sah Wukufnya.

9. Mabit
a. Mabit di Muzdalifah dan Mina menurut Imam Malik, Syafii
dan Ahmad bin Hambal hukumnya wajib. Sedangkan
menurut Abu Hanifah hukumnya sunat.
b. Waktu Mabit di Muzdalifah dimulai setelah Maghrib sampai
terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah.

c. Kadar lamanya Mabit di Muzdalifah :


-

Antara salat Maghrib dan Isya serta istirahat sejenak


walaupun keluar dari Muzdalifah sebelum lewat tengah
malam (Mazhab Maliki).

Sesaat sebelum lewat tengah malam dan keluar dari


Muzdalifah harus setelah lewat tengah malam (mazhab
Syafii dan Hambali).

- Keluar dari Muzdalifah harus setelah salat Subuh


tanggal 10 Dzulhijah (mazhab Hanafi).
- Keluar dari Muzdalifah harus setelah salat Subuh tanggal
10 Dzulhijah (mazhab Hanafi).
d. Waktu Mabit di Mina dimulai waktu Maghrib sampai
dengan terbit fajar. Akan tetapi kadar lamanya mabit wajib
mendapatkan
sebagian
besar
waktu
malam
(Mudhamullail) berbeda dengan mabit di Muzdalifah yang
cukup sesaat. (Fiqih Alalmadzahibil Arbaah hal. 665).

e. Yang termasuk udzur syari (tidak mabit) dan tidak


dikenakan membayar dam adalah orang yang menjaga /
mengurus orang sakit, orang yang sedang sakit, orang
yang khawatir akan jatuh sakit dan orang yang menjaga
harta karena takut hilang.
(Al Majmujidil 8 hal. 247).
f. Mabit diperkemahan perluasan Mina hukumnya sah seperti
di Mina sebagaimana pendapat para ulama Makkah
(Abdullah Bin Baz dan Shaleh Atsimain) dan para ulama
lainnya karena darurat dan kemahnya bersambung ( Al
Fatawa lilhajji wal umrah).

10. Melontar Jumrah


a. Waktu Melontar Jumrah Aqobah :
1) Lewat tengah malam tanggal 10 Dzulhijah dimulai sampai
dengan terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijah (mazhab
Syafii dan Hambali).
2) Setelah terbit fajar sampai dengan akhir hari Tasyriq
tanggal 13 Dzulhijah (Abu Hanifah dan Imam Malik)

b. Waktu melontar jumrah Ula, Wushto dan Aqobah pada


hari Tasyriq :
1) Jumhur ulama mengatakan waktu melontar jumrah
hari-hari Tasyriq dimulai setelah tergelicir matahari.
2) Menurut Atho dan Thawas (ulama dari golongan
thabiin) melontar jumrah hari-hari Tasyriq dimulai
sebelum Zawal.
3) Abu Hanifah membolehkan melontar jumrah hari
Nafar tanggal 12 dan 13 sebelum matahari tergelincir.
4) Imam Rofii dan Imam Asnawi dalam mazhab Syafii
membolehkan melontar jumrah hari-hari Tasyriq
sebelum tergelincir matahari dan dapat dimulai sejak
terbit fajar (Bahsul Masail NU 1988).

11. Mencukur/Menggunting Rambut


a.
b.

Mazhab Syafii, boleh mendahulukan mencukur /


menggunting rambut sebelum melontar dan tidak
dikenakan Dam.
Sedangkan Imam Malik dan Imam Ahmad menyatakan
wajib membayar Dam jika mendahului mencukur sebelum
melontar jumrah.

c. Pelaksanaan mencukur/menggunting rambut :


- Mazhab Hanafi dan Maliki wajib dilaksanakan pada
hari Nahar/Tasyriq di Tanah Haram kalau tidak
dikenakan Dam.
- Mazhab Syafii dan Hambali pelaksanaan cukur/gunting
rambut tidak dikaitkan dengan waktu dan tempat.
(Al Mughni Fifiqhil Haji wal Umrah, 295 296).

12. Nafar Awal dan Nafar Tsani


a. Nafar Awal
1) Dilaksanakan pada tanggal 12 Dzulhijah setelah melontar
jumrah dan sebelum terbenam matahari harus
meninggalkan Mina (jumhur ulama).
2) Menurut Abu Hanifah, setelah melontar jumrah tanggal
12 Dzulhijah boleh meninggalkan Mina sebelum fajar
tanggal 13 Dzulhijah.
3)

Menurut Thawus boleh melontar dan meninggalkan


Mina tanggal 12 Dzulhijah sebelum Zawal.

b. Nafar Tsani
Meninggalkan Mina tanggal 13 Dzulhijah setelah melontar
jumrah dan akhir melontar jumrah tanggal 13 Dzulhijah
sampai dengan terbenam matahari.

13. Balasan Haji Mabrur


Berdasarkan hadist Nabi riwayat Bukhari dan Muslim bahwa
balasan haji Mabrur adalah surga :

Anda mungkin juga menyukai