Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

DIABETES MELLITUS
Dipresentasikan oleh :
Nuraini Sidik
1102011200

PEMBIMBING :
D R . T E D DY E R VA N O , S P P D K E M D ( K )
K E P E A N I T E R A A N K L I N I K I L M U P E N YA K I T D A L A M R S U D P S . R E B O
PERIODE

18 JULI 2016 25 SEPTEMBER 2016

Pendahuluan
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa didalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara adekuat. Diabetes melitus suatu kelompok penyakit metabolik dengan
kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam 4.

Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.

Epidemiologi
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24.417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi
Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14
jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes
Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak
terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita
dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat
pendidikan dan status sosial rendah.

Klasifikasi
Diabetes mellitus tipe
1
Diabetes mellitus tipe
2

Diabetes tipe lain

Diabetes gestational

disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang


terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas
disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan
baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan
meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa
tidak ada atau kurang
Defek genetik pada fungsisel beta : MODY (Maturity
Onset Diabetic of Young)
Defek genetik pada kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endrokrinopati
infeksi

Faktor resiko
TIDAK DAPAT DIMODIFIKASI

DAPAT DI MODIFIKASI

1.

Riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus

1. Berat badan lebih

2.

Umur. Risiko untuk menderita prediabetes


meningkat seiring dengan meningkatnya
usia.

2. Kurang aktifitas fisik

3.

Riwayat pernah menderita Diabetes


Mellitus gestasional

4.

Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang


dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB
rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding bayi yang lahir dengan BB
normal.

3. Hipertensi
4. Dislipidemia
5. Diet tak sehat. Diet dengan tinggi gula
dan rendah serat akan meningkatkan
risiko menderita prediabetes dan DM
tipe 2
.Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
.Penderita polycictic ovary syndrome (PCOS)
.Penderita sindroma metabolik 6 .

Etiologi
Diabetes Tipe 2
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi
relatif insulin.

Patofisiologi
DM 1

Lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan
tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada
pembawaantigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat
disposisi genetik.
Terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel
beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas.

DM 2

Ketidak seimbangan antara suplai dan pengeluaran energi


meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah.
Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot
dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang
memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat.
Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetik yang
menurunkan sensitifitas insulin.

Lippincott Williams & Wilkins, editor. Pathophysiology made incredibly easy!


5th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins Health;
2013. 535 hal.

Resiko Diabetes Mellitus


Sindrom metabolik menurut National Cholesterol Edication Program Adult
Treatment Panel III (NCEP ATP III) ditegakkan dengan adanya minimal tigal
dari kriteria berikut :
Lingkar pinggang 90 cm untuk laki-laki atau 80 cm untuk perempuan
(ras Asia selain jepang).
Trigliserida plasma 150mg/dl atau sedang mengkonsumsi obat penurun
kolesterol (kriteria Asia Pasifik)
HDL plasma <40 mg/dl pada laki-laki atau <50 mg/dl pada perempuan
Tekanan darah 130/85 mmHg atau sedang mengkonsumsi obat hipertensi
Glukosa darah puasa 100 mg/dl

Diagnosis
. Keluhan klasik (manifestasi klinis): poliuria, polidipsia, polifagia, danp enurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Langkah-langkah
penegakkan
diagnosisdiabetes melitus, TGT,
dan GDPT

Penatalaksanaan
meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.

1. EDUKASI

2. tERAPI GIZI MEDIS


4 PILAR
PENATALAKSAAN
DM

3. LATIHAN JASMANI

4. INTERVENSI
FARMAKOLOGIS

1. Edukasi
Memperbaiki pola hidup sehat, Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus 2.
2. Terapi Nutrisi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
(perhatikan : keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin 2.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan . Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah.

4. Terapi Farmakologis (Obat hipoglikemik oral)

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan


ditingkatkan secara bertahap sesuai respons
kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis optimal

Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan

Glinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama


makan suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal
makan 2.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan
dan atau sebelum makan.

Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai
ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis
optimal

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

EFEK SAMPING INSULIN

DASAR PEMIKIRIAN INSULIN

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.


Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin 2.

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi


prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi
insulin yang fisiologis.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi


Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum mencapai target,
maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan
untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin
kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan
subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2
kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

Insulin basal juga dapat dikombinasikan denga OHO untuk menurunkan glukosa darah prandial
seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat
penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu,
yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian 2.
Cara Penyuntikan Insulin :
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik
tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Komplikasi

A. Penyulit akut
1. Ketoasidosis Diabetik
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi
glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun
dengan hasil akhir hiperglikemia.

A. Gejala Klinis :
Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana
beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.
Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai dan ini
mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian
besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan
menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.
Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung dapat
terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis
metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain dengan
penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma 1.

B. Pemeriksaan Laboratorium :
Glukosa
Glukosa serum biasanya > 250
mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan
derajat kehilangan cairan
ekstraseluler. Kehilangan cairan yang
berat menyebabkan aliran darah
ginjal berkurang dan menurunnya
ekskresi glukosa. Diuresis osmotik
akibat hiperglikemia menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit,
dehidrasi, dan hiperosmolaritas
(umumnya sampai 340 mOsm/kg) 2.

Keton
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton.
Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30
mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 34 kali dari kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak
berperan dalam terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat
menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1
(KAD berat) 2.

Asidosis.
Asidosis metabolik ditandai dengan kadar
bikarbonat serum di bawah 15 mEq/l dan pH
arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama
disebabkan oleh penumpukan
betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam
serum 2.
Elektrolit
Kadar natrium serum dapat rendah, normal,
atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan
masuknya cairan intraseluler ke ruang
ekstraseluler. Hal ini menyebabkan
hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan
hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat
juga menyebabkan menurunnya kadar natrium
serum.

Lain lain
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit sering
meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat
dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi.

KRITERIA DIAGNOSIS
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat
tanda dan gejala seperti pada kriteria berikut ini :
Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya,
kesadaran menurun, napas cepat dan dalam
(kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya :
infeksi akut, infark miokard akut, stroke, dan
sebagainya.

Penatalaksanaan :
Prinsip pengobatan KAD dan KHH meliputi :
-Koreksi terhadap :
oDehidrasi
oHiperglikemi
oGangguan keseimbangan elektrolit

Laboratorium :

-Pengenalan dan pengobatan terhadap faktor pencetus

- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).

-Follow up yang ketat

- asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).

- ketosis (ketonuria dan ketonemia) 6.

2. Koma Hiperosmolar Non


Ketotik
Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang
berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda
atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi
KAD, sedangkan pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis
tetapi tidak dapat mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia .
Kriteria diagnosis Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah :
Hiperglikemia > 600 mg%
Osmolalitas serum > 350 mOsm/ kg
pH > 7,3
Bikarbonat serum > 15 mEq/L
Anioan gap normal

Pemeriksaan Penunjang Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik :


Pemeriksaan laboratorium Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik sangat
membantu untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetic. Kadar glukosa
darah > 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan yang perlu
diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar blood urea
nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum > 17,4
mEq/l. (Wahyu, 2012) Bila pemeriksaan osmolalitas serum belum dapat
dilakukan, maka dapat dipergunakan formula :

Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau GDS < 80
mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium
simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan gemetar dada berdebardebar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan
kesadaran dengan atau tanpa kejang 8.
TERAPI
Stadium permulaan ( sadar )
Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes ) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau


tidak sadar dan curiga hipoglikemia );

1) Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak


2 flakon (=50 mL)bolus intra vena ,
2) Diberikan cairan dekstrosa 10 % per
infuse ,6 jam perkolf
3) Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau
memungkinkan dengan glukometer ;
Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa
40% 50 % ml IV
Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa
40 % 25 % mL IV

4) periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%


bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
bila GDs 100 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
bila GDs > 200 mg/dL pertimbangan menurunkan kecepatam drip dekstrosa
10 %

5) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut turut


,pemantauan GDs setiap 2 jam ,dengan protocol sesuai
diatas ,bila GDs >200 mg/dL pertimbangkan mengganti
infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %
6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturutturut ,pemantauan GDs setiap 4 jam ,dengan protocol
sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %
7) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturutturut ,slinding scale setiap 6 jam :
GD ---- RI
( mg/dL ) (unit, subkutan )

<200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
8) bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin seperti ; adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM
( bila penyebabnya insulin )
9) bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4
jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6
jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam ,cari penyebab lain penurunan
kesadaran

b. Penyulit kronis
1. Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis
A. Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa. Kapiler membentuk
kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi
dan berkelok-kelok. dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah
bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam
retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan penglihatan.

Pada retinopati diabetik proliferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang
neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar.

merangsang

b. Nefropati diabetik
Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit
pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi
proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat
glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product
yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan
mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi
peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan
inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati
dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney
disease 3.

c. Neuropati diabetik
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya
sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan
lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada
setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan
monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun 2 .

2. Makrongiopati
Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk
merekayangmempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengangejala
tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul 2.

alhamdulilah

Anda mungkin juga menyukai