Anda di halaman 1dari 36

Oleh : David Chandra Wijaya

20160420044

adalah pemberian darah atau komponen darah dari satu


individu (donor) ke individu yang lain (resipien) (Haroen,
2009).
dapat menjadi penyelamat nyawa atau bisa berbahaya
dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi
Jadi tranfusi darah hendaknya dilakukan sesuai indikasi yang
jelas dan tepat sehingga diperoleh manfaat yang jauh lebih
besar dibandingkan resikonya.

Dapat dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan


sumber darah / komponen darah, yaitu:

Berdasarkan tujuan tersebut diatas saat ini transfusi darah


cenderung untuk menggunakan komponen darah yang
disesuaikan dengan kebutuhan penderita (Boediwarsono, 2007).

Dibagi menjadi 2:
-AHTR (acute hemolityc Transfusion Reaction) Terjadi detruksi
eritrosit yang sangat cepat (< 24 jam)
-DHTR (delayed hemolityc Transfusion Reaction) gejala timbul 321 hari setelah transfusi (demam, Hematokrti menurun, bilirubin
naik)

Penyebab kesalahan dalam identifikasi sampel darah resipien


atau dalam pencocokan sampel darah resipien dan donor
(crossmatch).
Insidensi Sering terjadi pada saat transfusi whole blood (WB)
atau packed red cell (PRC). Angka kejadian diperkirakan 1 : 250
000 - 600 000
Proses hemolitik dibantu oleh reaksi komplemen sampai
terbentuknya C5b6789 (membrane attack complex). Ikatan
antigen-antibodi mengaktifasi reseptor Fc dari sel sitotoksik / sel
K yg menghasilkan perforin mengakibatkan lisis dari eritrosit

Manajemen :
-Curiga terjadi reaksi hemolitik hentikan
transfusi segera lakukan hidrasi dg larutan
salin normal (3000 ml/m2/hari)
-Pantau TTV
-Antihistamin
(difenhidramin)
dan
kortikosteroid
(prednisolon)

untuk
mengatasi gejala
-Jika ada tanda DIC / perdarahan akut siap
transfusi FFP, kriopresipitat/ trombosit
-Darah harus di cek ulang dg slip darah dan
identitas pasien

Reaksi Anafilaksis jarang terjadi (kurang lebih 1 dari 150,000


transfusi). Reaksi ini berat dan terjadi setelah hanya beberapa
mililiter darah ditranfusi
Karena adanya defisiensi anti-IgA yang menerima tranfusi darah
yang berisi IgA.
Prevalensi defisiensi IgA diperkirakan 1:600-800 pada populasi
yang umum.
Reaksi ini diatasi dengan pemberian epinefrin, cairan,
kortikosteroid, H1, dan H2 bloker. Pasien dengan defisiensi IgA
perlu menerima Washed Packed Red Cells, deglycerolized frozen
red cells, atau IgA-Free blood Unit.
Manajemen: hentikan transfusi sampai gejala menghilang
selama 30 menit. Untuk menghilangkan gejala berikan
antihistamin, misalnya chlorpheniramine 10 mg. Berikan
chlorpheniramine sebelum transfusi berikutnya dilakukan.

Tandanya meliputi hipotensi, bronkospasme, periorbital dan laryngeal


edema, mual & muntah, erythema, urtikaria, konjunctivitis, dyspnoea,
nyeri dada, dan nyeri abdomen.

Terjadi pada 0,5-3% pasien yang diberikan transfusi, umunya


yang sudah dengan multiple transfuse.
Gambaran khas menggigil lalu diikuti panas tanpa adanya
hemolisis
Terjadi umumnya dalam beberapa jam setetalah transfusi.
Sensitisasi leukosit atau platelet secara khas manifestasinya
adalah reaksi febris.

Reaksi Urtikaria ditandai oleh eritema, penyakit gatal


bintik merah dan bengkak, dan menimbulkan rasa gatal
tanpa demam.
Pada umumnya ( 1% tentang transfusi) dan dipikirkan
berkaitan dengan sensitisasi pasien terhadap transfusi
protein plasma. Reaksi urtikaria dapat diatasi dengan obat
antihistamin ( H, dan mungkin H2 blockers) dan steroid.

Sindrom acute lung injury (Transfusion-Related Acute Lung


Injury [TRALI]) merupakan komplikasi yang jarang
terjadi(<1:10,000).
Ini berkaitan dengan transfusi antileukositik atau anti-HLA
antibodi yang saling berhubungan dan menyebabkan sel
darah putih pasien teragregasi di sirkulasi pulmoner.
Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute
Respiratory distress syndrome (ARDS), tetapi dapat
sembuh dalam 12-48 jam dengan terapi suportif .
Manajemen: atasi distres pernapasan dengan ventilator,
dan berikan steroid.

Transfusi eritrosit atau plasma dapat menyebabkan


kelebihan cairan di dalam sirkulasi
Pada anemia berat terjadi ekspansi volume sehingga
volume cairan tetap normal, maka pada anemia dg gagal
jantung, transfusi harus hati-hati edema paru
Pada orang tua transfusi diberikan dg ritme 2 ml
darah/kgBB/jam

Infeksi Virus :
Hepatitis A-B-C
90% tentang kasus ini hepatitis C virus, 10-20%
berkembang menjadi cirrhosis
HIV
Cytomegalovirus
Infeksi Bakteri
Infeksi Parasit malaria, chagas disease, toxoplasmosis

Transfusi Autologus
Darah dikumpulkan 4-5 minggu sblm operasi.
Syarat : Hematokrit sekitar 34% / Hb sekitar 11
gr/dl
Intraoperative Cell Salvage
biasanya dilakukan pada bedah jantung, vaskular,
dan bedah tulang.
Darah di aspirasi intraoperative bersamaan dg
antikoagulan tampung di reservoir SDM
dikonsentrasikan dan dicuci ditransfusikan lagi.
Indikasi u/ kehilangan darah > 1000-1500 ml
KI : pencemarah dr luka yg kotor dan tumor
malignansi

Agen untuk menurunkan kehilangan darah :


Asam traneksamat untuk pasien trauma dg perdatahan,
mencetuskan kaskade pmbekuan. Baik bila diberikan 1 jam
post trauma
Agen untuk meningkatkan Produksi darah:
Eritropoietin pengobatan anemia karena penyakit kronis
Pemberian Fe

Tujuan
resusitasi
pasien
syok

mengembalikan perfusi dan transport oksigen


yg adekuat.
Terapi piliham utama cairan kristaloid
perbandingan 3:1 u/ setiap unit kehilangan
SDM
Kristaloid lebih sering digunakan dr pada harus
transfusi komponen darah murah, tidak
perlu crossmatch, tidak menularkan penyakit
Dipertimbangkan untuk transfusi bila dg terapi
cairan tidak adekuat

Indikasi paling umum untuk transfusi darah pada pasien yang


menjalani pembedahan adalah pemulihan volume darah
sirkulasi.
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood
Volume = taksiran volume darah) menimbulkan gejala hipotensi,
takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini
akan menurun pada seseorang yang akan mengalami
pembiusan (anestesi) gejala-gejala tersebut seringkali
tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.

Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:


1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan
kadar hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar
hemoglobin 3gr%, monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan
cairan secukupnya sehingga diuresis 1 ml/kgBB/jam.

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan


dengan larutan kristaloid, pemberian transfusi darah tetap
harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:

Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit)


sebelum pembedahan
Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi.
Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin
dan hematokrit.
Usia penderita

Transfusi masif : penggantian sejumlah darah


yang hilang atau lebih banyak dari total volume
darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70
ml/kg, anak/bayi: 80-90 ml/kg).
Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat
bukan disebabkan oleh banyaknya volume darah
yang ditransfusikan, tetapi karena trauma awal,
kerusakan jaringan dan organ akibat perdarahan
dan hipovolemia.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai