Anda di halaman 1dari 33

KELOMPOK 4

GARRY L. SAHALESSY 120211030


DWIKI FAHREZI ABDUL HALIM 13021101011
BILLY O. KERMITE 13021101016
CHANDRA Y. TUYUWALE13021101034
FERNANDO 13021101041
RISKI YENDRAWAN PUTRA 13021101105

BAB 5. KARAKTER BANJIR DI

INDONESIA

Materi Yang Akan Dibahas :


Gambaran Umum Indonesia
Kejadian Indonesia Secara
Geologis
WS, DAS, CAT dan Non-CAT
Pulau Siklus Hidrologi & Curah
Hujan
Beberapa Kota & Sungai Besar

5.1.
Indonesia

Gambaran

Umum

Tabel 5-1. Luas daratan, perairan dan total Indonesia

Batas wilayah Indonesia searah


penjuru mata angin, yaitu: (http
://en.wi kipedia.org/wiki/Indonesia):

Utara
: Negara Malaysia dengan
batas
sepanjang 1.782 km,
Singapura, Filipina, dan Laut Cina
Selatan.

Selatan : Negara Australia, Negara


Timor Leste, dan Samudra Hindia.

Barat
Timur

: Samudera Hindia.

: Negara Papua Nugini dengan


batas
sepanjang 820 km, Negara
Timor Leste, dan Samudra Pasifik.

Gambar 5-1. Peta Indonesia (Google Earth,


September 2012)

Tabel 5-2. Luas pulau dan prosentase terhadap total

5.2.

Dampak Kejadian Indonesia Secara Geologis Dan


Keberadaan Gunung Api
Kondisi Indonesia saat ini merupakan akibat dari kejadian
Indonesia secara (sejarah) geologis pada masa lalu hingga
sekarang. banyak faktor namun dapat dibuat hipotesis bahwa
akibat (atau berdasarkan) kejadian Indonesia secara geologis dan
adanya gunung api menimbulkan beberapa dampak yang dapat
diketahui saat ini, diantaranya meliputi:
Adanya patahan (fault) di seluruh Indonesia seperti
ditunjukkan
dalam Gambar 5-20.
Adanya daerah CAT dan Non-CAT
Ada arah aliran sungai mengikuti patahan
Ada sungai yang terus berubah-ubah
Adanya perbedaan karakter sungai dalam daerah CAT dan
sungai dalam daerah Non-CAT.

Adanya perbedaan karakter DAS dan sistem jaringan sungainya baik pulau- pulau besar
dengan luas lebih besar dari 100.000 km2
(seperti Pulau-Pulau Sumatra, jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua), pulau-pulau dengan luas dan pulau-pulau dengan luas
lebih kecil dari 100.000 km2 namun lebih besar dari 2.000 km2 (seperti Pulau-Pulau
Halmahera, Seram, Flores) maupun pulau-pulau kecil dengan luas lebih kecil dari 2.000
km2 (seperti Pulau-Pulau Batam, Ambon, Tarakan) seperti uraian dalam Sub-Bab 5.5.

Gambar 5-20. Patahan (fault)


yang ada di Indonesia
(Pusat Lingkungan
Geologi, 2007)

5.3.
CAT

WS, DAS, CAT Dan Non-

Berdasarkan Peraturan Menteri PU Nomor: 11 A/PRT/M/2006 Tentang


Kriteria Dan Penetapan Wilayah Sungai, ada perubahan yaitu yang semula ada
90 Satuan Wilayah Sungai (SWS) menjadi 133 Wilayah Sungai (WS).
Pembagian wilayah sungai juga diikuti dengan kewenangan pengelolanya.
Berdasarkan UU No 7 Tahun 2004 dan PP No 42 Tahun 2007, telah terbit
Keputusan Presiden No.
12 Tahun 2012 Tentang Penetapan Wilayah Sungai yang baru merevisi
Peraturan Menteri PU Nomor: 11 A/PRT/M/2006. Ruang Darat Indonesia
dibagi menjadi 131 Wilayah Sungai (WS) dengan perincian:

Lintas Negara (LN)


5 WS
Lintas Provinsi (LP)
29 WS
Strategis Nasional (SN) 29 WS
Lintas Kabupaten/Kota (LK) 53 WS
Dalam Kabupaten Kota (DK) 15 WS

Total 131 WS

Jumlah DAS semula 5590 (Direktorat Sungai,


1994), berdasarkan KepPres No. 12 Tahun
2012 berubah menjadi 7983 dengan perincian
seperti dalam Tabel 5-3 dan Gambar 5-23.

Tabel 5-3. Jumlah DAS per pulau (KepPres


No. 12 tahun 2012)
No. Pulau
1 Sumatera
2 Jawa

3 Kalimantan
4 Sulawesi

Rangking
terbanyak
5

1.262

257
1.514

9
1

5 Bali

392

6 NTB

771

7 NTT

8 Kep. Maluku
9 Papua

Jumlah
DAS
1.053

1.272

1.163

299
Total

7.983

Gambar 5-23. Jumlah DAS tiap pulau (KepPres No.


12 Tahun 2012

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 26 Tahun 2011 Tentang Penetapan Cekungan Air Tanah
(CAT), Ruang Darat Indonesia dibagi menjadi Cekungan Air Tanah (CAT) berjumlah 421 dan
Bukan/Non CAT atau CAT tidak potensial dengan perincian sebagai berikut (KepPres No. 26
Tahun 2011):
Luas CAT :
907,615 km2
(atau 47,2% luas daratan)
Luas Non-CAT : 1,014,985 km2 (atau 52,8% luas daratan)
Luas daratan : 1,922,600 km2 (100%)
Perincian CAT ditunjukkan dalam Tabel 5-4.
Tabel 5-4. Jenis, jumlah dan luas CAT
No. CAT
Jumlah Luas km2
1 Lintas Negara
4
147.405
2 Lintas Provinsi
36
324.302
3 Lintas Kab/Kota
176
349.673
4 Dalam Kab/Kota
205
86.235
5 Total
421
907.615
Daerah CAT mempunyai akuifer bebas dan akuifer tertekan serta ada aliran air tanah
(groundwater flow) yang menjadi base flow bila mencapai sungai. Sebaliknya daerah Non-CAT
karena tidak ada groundwater flow maka tidak ada base flow. Oleh karena itu daerah CAT dan
Non-CAT mempunyai pengaruh signifikan kepada fluvial system (DAS dan sistem sungainya).

Gambaran karakteristik sungai (DAS, jaringan sungai,


WS, CAT dan Non- CAT)

5.4. Pulau, Siklus Hidrologi Dan


Curah Hujan

Indonesia sebagai negara


kepulauan sampai saat ini
tercatat memiliki
17508 pulau besar dan kecil dan
6000 diantaranya tidak
berpenghuni. Luas pulau di atas
2.000 km2 dalam wilayah
administrasi Indonesia
ditunjukkan dalam Tabel 5-5.

Dari Tabel 5-5 dapat diketahui bahwa dari total pulau sebesar 17508 buah
dapat disimpulkan bahwa:
Pulau dengan luas > 100.000 km2 berjumlah 5, yaitu: Kalimantan,
Sumatra,
Papua, Sulawesi dan Jawa atau (5/17508 = 0,03 % terhadap total pulau)
Pulau dengan luas > 10.000 km2 tapi < 100.000 km2 ada 8 buah atau
(0,05%)
Pulau dengan luas > 2.000 km2 sampai < 10.000 km2 ada 18 buah atau
(0,1%)
Pulau dengan luas > 2.000 km2 ada 31 buah (dari 5 + 8 + 18) atau
(0,18%)
Pulau dengan luas pulau < 2.000km2 sebanyak 17477 atau 99,82%
dari
seluruh pulau di Indonesia (dengan asumsi bahwa jumlah total pulau
di
Indonesia 17508).
Pulau-pulau tersebut yang merupakan bagian dari ruang darat Indonesia.

Siklus Hidrologi
Dalam siklus hidrologi
secara global diketahui
bahwa curah hujan yang
turun selama setahun di
ruang darat mempunyai
keseimbangan global
tertutup. Salah satu
referensi menyebutkan
bahwa (Chow et al., 1988):
Curah hujan
100% = total evaporasi
daratan 61%
(evapotranspirasi ditambah
evaporasi lainnya) + total
aliran permukaan 38% + 1
% aliran air tanah
(groundwater flow). Secara
global siklus hidrologi

Tabel 5-6 dapat dilihat keseimbangan siklus hidrologi dalam bentuk angka seperti
berikut:
Hujan di darat (100) = total evaporasi darat (61) + surface outflow (38)
+groundwater outflow (1) atau 100 = 61 + 38 + 1.
Hujan di darat (100) = total evaporasi dari darat (61) + uap di darat dari laut
(39) atau = 100 = 61 +39.
Uap air ke darat dari laut (39) = surface outflow (38) + groundwater outflow (1)
atau 39 = 38 + 1.
Evaporasi dari laut (424) = hujan di laut (385) + uap di darat dari laut (39) atau
424 = 385 + 39.
Total evaporasi = semua evaporasi darat (dari waduk, sungai, situ-situ) + total
evapotranspirasi dari tanaman atau vegetasi.
Evaporasi dari laut yang besarnya adalah 505 ribu km3 per tahun, hanya 9%
yang kembali ke darat berupa uap di darat dari laut. Dengan kata lain 91 %
evaporasi dari laut kembali ke laut melalui hujan di laut.
Pengkontribusi terbesar banyaknya hujan di darat adalah total evaporasi di
darat (sebesar 61 %) yaitu jumlah dari semua evaporasi ditambah dengan
evapotranspirasi. Dengan kata lain keberadaan vegetasi di darat khususnya dalam
bentuk hutan adalah sangat penting.
Kontribusi aliran permukaan (surface outflow) ke laut untuk daerah CAT

Seperti telah disebutkan bahwa keseimbangan siklus hidrologi global itu relatif.
Pengertian relatif ini adalah karena dari beberapa referensi angka- angka dalam
Gambar 5-27 danTabel 5-6 berbeda. Namun kisaran besarannya mempunyai orde
yang sama
Tabel 5-7. Keseimbangan tahunan global dari berbagai sumber dengan satuan hujan di
darat = 100

Curah Hujan Pulau


tinggi curah hujan tahunan pulau di Indonesia ditunjukkan dalam
Gambar 5-31.

Gambar 5-31. Curah hujan tahunan (milimeter) pulau di Indonesia

Kalimantan sampai Papua dapat dilihat bahwa curah hujan Kalimantan tinggi,
Sulawesi turun dan Kep. Maluku naik dan yang paling tinggi adalah Papua. .
Membandingkan Pulau Sulawesi dan Kep. Maluku dapat dilihat bahwa
walau secara keseluruhan luas Kep. Maluku lebih kecil daripada luas Pulau
Sulawesi, curah hujan tahunannya lebih tinggi dibandingkan dengan curah
hujan Pulau Sulawesi. Hal ini karena Kep. Maluku diapit oleh Pulau Papua di
bagian Timur dan Pulau Sulawesi di bagian Barat. Di samping itu dalam siklus
hidrologi tertutup waktu tinggal (residence time) air di udara (atmosfir) adalah
8,16 hari (Chow dkk., 1988; Maidment, 1993). Sehingga tatkala ada hujan di
Papua atau di Sulawesi ada kesempatan untuk hujan tersebut bergerak ke arah
Maluku dengan waktu tempuh sesuai waktu tinggal air yaitu 8,16 hari.
Demikian pula untuk Pulau Bali, walau luasnya lebih kecil daripada PulauPulau Timor dan Sumba (NTT) dan Sumbawa (NTB) namun curah hujannya lebih
tinggi. Hal ini karena di bagian Barat Pulau Bali ada Pulau Jawa dengan jarak
yang relatif dekat. Dengan demikian secara hipotesis dapat dikatakan bahwa ada
kontribusi penting besaran luas ruang darat (atau luas pulau) terhadap besaran
curah hujan.

Gambar 5-31 menunjukkan bahwa luas daratan menjadi


penting terkait dengan sumber air hujan. Kontribusi sumber air
hujan dari total evaporasi daratan yang mencapai 61%
mengindikasikan bahwa keberadaan hutan yang lebat dan
memadai untuk menjaga siklus hidrologi normal menjadi
sangat penting. Penebangan hutan yang tidak terkendali
terutama oleh illegal logging akan menyebabkan berkurangnya
curah hujan. Kesadaran semua pihak untuk menjaga
keberadaan hutan akan memberi dampak postif terhadap
keberadaan sumber daya air.
Tanah (top soil) dikatakan subur setidaknya harus memenuhi
syarat komponen seperti berikut (Singers & Munns, 1987):
Mineral merupakan hasil pelapukan dari batuan.
Material organik dari tanaman dan mikro organism.

Karakter Banjir Pulau


Gambaran Teknis Sungai dan Pulau

Gambar 5-40. DAS di Indonesia menurut KepPres


No. 12 Tahun 2012

Lima pulau besar dengan luas > 100.000 km2 memiliki sungai
dengan luas DAS bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar.
Contoh sungai dengan luas DASnya yang besar di pulau-pulau besar
tersebut adalah sebagai berikut:
Sumatra: S. Singkil, S. Asahan, S. Aek Barumun, S. Rokan, S. Siak,
S. Kampar, S. Inderagiri, S. Batanghari, S. Musi, S. Tulang Bawang,
S. Banyuasin, S. Seputih, S. Mesuji
Kalimantan: S. Kapuas, S. Kahayan, S. Barito, S. Mahakam,
S.Kayan, S. Sesayap, S. Katingan, S. Berau, S. Mentaya, S.
Kotawaringin, S. Seruyan, S. Pawan, S. Sambas, S. Jelai, S. Sebangan
Jawa: S. Ciujung, S. Cisadane, S. Citarum, S. Cimanuk, S. Pemali,
S. Serayu, S. S. Progo, S. Serang, S. Bengawan Solo, S. Brantas.
Sulawesi: S. Bila Walanae, S. Sadang, S. Karama, S. Lariang, S.
Larona, S. Lasolo, S. Bongka, S. Randangan, S. Paguyaman, S.
Bolango Bone, S. Lombagin.
Papua: Kamundan, S. Sebyar, S. Omba, S. Wapoga Mimika, S.
Mamberamo, S. Tami, S. Apauvar, S. Noordwest, S. Einlanden, S.

Pulau Sulawesi dan Karakter Banjirnya


Gunung berapi di Sulawesi hanya ada beberapa di Sulawesi Utara,
diantaranya: G. Ambang, G. Soputan, G. Sempu, G. Lokon-Empung, G. Mahawu,
G. Klabat dan G. Tongkoko (Google Earth). Daerah Non-CAT sangat dominan
yaitu sebesar 80% dari seluruh Sulawesi sedangkan Daerah CAT hanya 20 %
yang umumnya di daerah pantai.
Data gempa mulai Tahun 1970 sampai sekarang berdasarkan data dari UGS
menunjukkan Sulawesi sering terjadi gempa dan hanya di Sulawesi Selatan
sedikit gempa yang terjadi. Gempa-gempa ini jelas mempengaruhi kondisi DAS
dan sungai di Sulawesi.
Luas DAS di Sulawesi sangat bervariasi dari yang paling kecil sampai yang
paling besar. Jumlah DAS Sulawesi paling banyak di Indonesia. Morfologi DAS
juga berbeda. Kondisi geologi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi
Tengah, Gorontalo dan Sulawesi dipengaruhi oleh lengkung magma (magmatic
arc) berbeda dengan kondisi geologi di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara
dipengaruhi oleh zona subduksi (Katili, 1974). Sungai-sungai dengan luas DAS
yang kecil juga bervariasi sistem alirannya terutama pada waktu banjir.

5.5. Beberapa Kota Dan Sungai Besar


Sungai Rokan
Sungai Rokan berada di Pegunungan Bukit Barisan mempunyai
morfologi berbentuk U atau V. Di bagian hulu dijumpai bentuk
sungai selampit/kepang (braided) dengan kemiringan memanjang
sungai cukup besar. Di bagian tengah dengan kemiringan semakin
kecil namun penampang lebih lebar di bandingkan dengan yang di
bagian hulu. Di bagian hilir kemiringan semakin landai dengan
alur berkelok-kelok (meandering).
Oleh karena kemiringannya yang cukup landai dan letaknya
relatif rendah terhadap permukaan laut, maka pengaruh pasang
surut (terjadi arus balik atau back water) jauh masuk ke
pedalaman sampai kurang lebih 180 km dari pantai (Surapada,
2004; Proyek Pengendalian Banjir Dan Pengamanan Pantai Riau,
2004). Data Sungai Rokan dapat dilihat tabel dan gambar berikut

Mulai Oktober 2004 sampai


Desember daerah yang terlanda
banjir meliputi 2 (dua) Kabupaten
yaitu Kab. Rokan Hulu dan
Kabupaten Rokan Hilir. Debit banjir
mencapai 1.144 m3/dt, lama
genangan lebih dari 30 hari dengan
tinggi genangan antara 0,5 2 m.
Wilayah yang tergenang meliputi 58
desa dengan 11 kecamatan. Total
lahan pertanian/perkebunan yang
tergenang mencapai 6.629 ha
(Dinas Kimpraswil Riau, 2004).

Sungai Indragiri
Total DAS Indragiri sampai muara adalah 16.268 km2 dengan perincian
7.459 km2 berada di Provinsi Sumatra Barat dan 8.809 km2 di Provinsi
Riau (Surapada, 2004; CTI Eng. & Nippon Koei, 1995). Gambaran
DAS indragiri ditunjukkan berikut ini.

Pada Bulan November sampai Desember 2004 telah terjadi banjir di


beberapa wilayah sepanjang Sungai Indragiri. Kecamatan yang tergenang
6 buah dengan tinggi genangan satu hingga dua meter dan lama genangan ada
yang mencapai lebih dari satu bulan seperti ditunjukkan dalam Gambar 5-55.
Kondisi kemarau dan musim hujan sungai ini ditunjukkan dalam Gambar 5-56.

SEKIAN DAN TERIMA


KASIH

Anda mungkin juga menyukai