PEMERIKSAAN FISIK
DAN KELAINANKELAINAN
PADA HIDUNG
OLEH :
BRILLIANTINE C. LIBORANG
DIAH KARUNIAWATI
FRITSKA REPASSY
Hidung
Hidung bagian luar
Hidung bagian dalam (rongga
hidung)
ANATOMI
Kompleks osteomeatal
Cellah pada dinding lateral hidung
dibatasi oleh konka media & lamina
papirasea
Unit fungsional
Tempat ventilasi & drenase dari sinus
yang letaknya di anterior yaitu
sinus maksila, etmoid anterior dan sinus
frontal
Potongan
oblik
letak
Pleksus
Kiesselbach
Letak superfisial
Anastomose
cabang
A,
sfenopalatina
A. etmoid
anterior
A. labialis
superior
A. palatina
PERSARAFAN HIDUNG
Sensoris
Vasomotor atau
otonom
Simpatis
Parasimpatis
Mucosa repirasi
Epitel bertingkat semu silindris bersilia &
sel goblet
mukosa olfaktoria (O) & mukosa respiratoris (r),
mukosa olfaktoria lebih tebal dengan epitel yang lebih
tinggi
Panah menunjukan konka nasalis superior
Fungsi Hidung
Fungsi Respirasi
Fungsi penghidu
Fungsi Fonetik
Fungsi statik & mekanik
Refleks nasal
PEMERIKSAAN HIDUNG
Anamnesis
Identitas
1. Nama
Keluhan utama :
1. Sumbatan hidung
2. Umur
2. Sekret hidung
3. Jenis Kelamin
3. Bersin
4. Alamat
4. Nyeri
5. Pekerjaan
6. Agama
7. Suku
daerah
muka
dan kepala
5. Perdarahan
dari
hidung
6. Gangguan penghidu
Pemeriksaan Fisik
Posisi
Pasien
Pemeriksa/Dokter
dan
sedikit
menyerong,
kedua
lutut
1.
2.
3.
4.
Head Lamp
5. Pinset hidung/bayonet
Spekulum hidung
6. Aplikator
Spatula lidah
7. Lampu Spirtus
Kaca Rinoskopi uk 2-4
Inspeksi Hidung
Deformitas
Kelainan
bentuk
hidung
/anomali kongenital
-
Udemhidung&sinus
paranasalis
Produksi sekret
Rinoskopi Anterior
Tahap Pemeriksaan RA
Rinoskopi Posterior
Rinoskopi Posterior
Rinoskopi Anterior
Transiluminasi sinus
Sinus Maksilaris
-Dilakukan dalam kamar gelap
-Pasien diminta untuk membuka mulut. Masukkan
lampu dlm rongga mulut lalu pasien diminta
menutup mulut. Sinar lampu akan menembus
rongga sinus maksilaterlihat dipipibandingkan
kanan dan kirisinus yang berisi cairan tampak
suram/gelap.
-Bermakna bila ada perbedaan kanan dan kiri
Sinus Frontalis
-Ujung lampu ditekan pada epikantes, di bawah
tulang dahi.
*Transluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih
meragukan. Dasar dan bentuk kedua sinus
seringkali tidak sama.
SINUS FRONTAL
SINUS MAKSILA
Interpretasi :
1. Normosmia : terdeteksi pada jarak >10 cm
2. Hiposmia : terdeteksi pada jarak 5-10 cm
3. Hiposmia berat : terdeteksi pada jarak <5 cm
4. Anosmia : tidak terdeteksi sama sekali
Tes Ammonia
Alat dan bahan :
Ammonia
Prosedur :
1. Pemeriksa dan pasien duduk saling berhadapan
2. Ammonia secara cepat ditempat di depan hidung pasien
3. Dinilai apakah pasien merasakan efek menyengat dan stimulus
lakrimal atau tidak
Interpretasi :
1. Anosmia
murni
:
terdapat
efek
menyengat dan stimulus lakrimal
2. Anosmia malingering : menyangkal
adanya efek menyengat dan stimulus
lakrimal
KELAINANKELAINAN
PADA HIDUNG
POLIP
HIDUNG
POLIP HIDUNG
Inflamasi kronik
Tidak diketahui
PATOFISIOLOGI
Disfungsi saraf
otonom
Genetik
Teori Bernstein
TEORI
Teori
vasomotor
MAKROSKOPIS
massa bertangkai
permukaan licin,
bulat atau lonjong,
warna putih keabu-abuan, agak
bening, lobular,
tunggal atau multipel,
tidak sensitif
MIKROSKOPIS
Epitel bertingkat semu bersilia
Submukosa sembab
Sel terdiri dari : limfosit, sel
goblet
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN
FISIK
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Stadium Polip
Menurut Mackay dan Lund (1997) :
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Tujuan :
Menghilangkan keluhan
Mencegah komplikasi
Mencegah rekurensi polip
RINITIS
RINITIS ALERGI
DEFINISI :
Penyakit inflamasi yg disebabkan oleh reaksi alergi pd
pasien atopi yg sebelumnya sudah tersensitisasi dgn
alergen yg sama serta dilepaskannya suatu mediator
kimia ketika terjadi paparan ulangan dgn alergen spesifik
tsb.
PATOFISIOLOGI
Terdiri dari 2 tahap :
Tahap sensitisasi
Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) sejak
RINITIS ALERGI
HISTAMIN
kapiler
hipersekresi
( rinore )
vasodilatasi hidung tersumbat ( RAFC )
DIAGNOSIS
Anamnesis
ANAMNESIS
Cari kemungkinan alergen penyebab
Keterangan mengenai tempat tinggal,
lingkungan sekolah & pekerjaan serta
kesenangan / hobi penderita
Riwayat
pengobatan
respon
bronkial,
dermatitis
atopik,
PEMERIKSAAN FISIK
Anak-anak : Allergic shiner, Allergic
Salute, Allergic Crease, Allergic
Facies
Rinoskopi anterior
sekret
yang
bening
dan
encer
konka
hipertrofi
inferior
Rinosinusitis
komplikasi : sinusitis,
polip, otitis media efusi
OME
Polip hidung
PEMERIKSAAN PENUNJANG
In vivo :
Tes kulit :
Tes cukit/tusuk (Prick test), Multi test, Intradermal,
SET (skin end point titration)
In vitro :
IgE total, IgE spesifik
Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPB
DPL : eosinofil me
Tes Provokasi : tdk sesuai klinis dan hsl tes cukit, tdk rutin,
penelitian
Radiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :
Tidak untuk diagnosis rinitis alergi
Indikasi : Untuk mencari komplikasi sinusitis/polip, tidak
ada respon terhadap terapi, direncanakan tindakan
operatif
PRICK TEST
murah,
sensitivitas
Tes
(+)
hipersensitivitas
ada
tipe
reaksi
I
atau
PENATALAKSANAAN
CARA :
Penghindaran allergen (avoidance) dan eliminasi
Edukasi
Medikamentosa/farmakoterapi
Imunoterapi
Pembedahan
(jika
perlu)
untuk
mengatasi
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Antihistamin
Kombinasi Antihistamin-Dekongestan
Banyak digunakan
Ipratropium Bromida
Topikal, antikolinergik
Moderate
severe
intermittent
Mild
intermittent
Mild
persistent
Moderate
severe
persistent
Intra-nasal steroid
Local cromone
Leukotriene receptor antagonists
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal
Pilihan pertama untuk rinitis alergi persisten sedangberat efek antiinflamasi jangka panjang
Budesonide, beklometason, fluticason,mometason
furoat, triamcinolon acetonide
Dosis dws : 1 x II semprot/hr, anak 1 x I semprot /hr
Kortikosteroid oral
Jangan gunakan sebagai pengobatan lini I
Terapi jangka pendek (3 5 hr). Dosis tinggi, tapp of
Pada rinitis alergi berat yang refrakter
TERAPI LAINNYA
Imunoterapi:
Respon (-) terhadap terapi medikamentosa
Penghindaran alergen tidak dapat dilakukan
Terdapat efek samping dari pemakaian obat
sublingual, suntikan
Operatif : konkotomi pada konka hipertrofi
berat dan kauterisasi sudah tidak menolong,
sinusitis & polip nasi
TERAPI LAINNYA
RINITIS VASOMOTOR
DEFINISI
Suatu keadaan idiopatik yg didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan
pajanan obat.
ETIOLOGI : belum diketahui
PATOFISIOLOGI : belum diketahui, beberapa hipotesis :
-
Neurogenik
Neuropeptida
Nitrik oksida
Trauma
RINITIS VASOMOTOR
GEJALA KLINIK
Gejala mirip rinitis alergi, namun yg dominan
adalah hidung tersumbat bergantian kiri dan
kanan, rinorea yg mukoid atau serosa.
Gejala memburuk pd pagi hari wkt bangun
tidur karena adanya perubahan suhu, udara
lembab, asap rokok, dsb.
RINITIS VASOMOTOR
DIAGNOSIS
- Menyingkirkan
rinitis
alergi,
infeksi,
okupasi,
RINITIS VASOMOTOR
PENATALAKSANAAN
- Menghindari stimulus/faktor pencetus
- Pengobatan simtomatis
- Operasi : bedah beku, elektrokauter, konkotomi
parsial konka inferior
- Neurektomi n. vidianus
RINITIS HIPERTROFI
DEFINISI
Perubahan mukosa hidung pd konka
inferior yg
GEJALA
Sumbatan hidung, mulut kering, nyeri kepala, gg.
Tidur, sekret banyak & mukopurulen.
RINITIS HIPERTROFI
PEMERIKSAAN FISIK
Konka
yg
hipertrofi
terutama
konka
inferior,
TERAPI
- Mengatasi faktor-faktor penyebab
- Terapi simtomatis kaustik konka dgn zat kimia (nitras
RINITIS ATROFI
DEFINISI
Infeksi hidung kronik yg ditandai oleh atrofi
progresif pd mukosa an tulang konka.
ETIOLOGI
Infeksi kuman spesifik (klebsiella, stafilokokus,
streptokokus, pseudomonas aeruginosa)
Defisiensi FE
Defisiensi vit. A
Sinusitis kronik
Kelainan hormonal
Peny. kolagen
RINITIS ATROFI
GEJALA & TANDA KLINIS
PENATALAKSANAAN
EPISTAKSI
S
Epistaksis :
keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal
atau sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan
bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
ETIOLOGI
FAKTOR LOKAL
FAKTOR SISTEMIK
TRAUMA
HIPERTENSI
NEOPLASMA
Deviasi Septum
Obat-obatan
Osler-Weber-Rendu
Benda asing
SUMBER PERDARAHAN
Epistaksis anterior
Pleksus Kisselbach di
septum bag. anterior,
a. etmoidalis anterior
Perdarahan
ringan,
seringkali
berulang
dan dapat berhenti
sendiri
Epistaksis posterior
A.
etmoidalis
posterior,
a.
sfenopalatina
Perdarahan
lebih
hebat,
jarang
berhenti sendiri
ANAMNESIS
DIAGNOSIS
Rinoskopi anterior/posterior
Endoskopi hidung
Pemeriksaan laboratorium
Recurrent/berat
Pencitraan
rutin
TATALAKSANA
Prinsip :
Hentikan perdarahan
Nilai kehilangan darah
Cari faktor penyebab
Cegah berulangnya perdarahan
TATALAKSANA
Posisi pasien
Tenangkan pasien
Tatalaksana perdarahan
Nilai nadi, tekanan darah, nafas
Jaga hemodinamik
AB cegah sinusitis jk tampon >24 jam
Oksigen intermiten pasien dgn tampon
bilateral
Telusuri & koreksi penyebab dasar
Penatalaksanaan
IDENTIFIKASI
SUMBER PERDARAHAN
Sumber perdarahan TIDAK TAMPAK
Bekuan darah bersihkan
penghisap
Tampon kapas adrenalin 1/10.000 + lidokain 2
% VASOKONSTRIKSI
Berhenti
sementara
LOKALISIR
sumber
perdarahan
TIDAK
BERHASIL
tersedia)
NASOENDOSKOPI
(jk
MENGHENTIKAN
PERDARAHAN
Pilihan Utama: KAUTERISASI
Perak Nitrat 30-50%
Albothyl
Kauter elektrik
Daerah yang dikauter
Pleksus Kiesselbach
Mukosa sumber perdarahan
Mukosa area for. sfenopalatina
Arteri sfenopalatina
Teknik Kauterisasi
Pleksus Kiesselbach
Kauter / ligasi A.
Sfenopalatina
Kauterisasi / Ligasi
Ujung terdistal suplai
pembuluh drh rongga
hidung
Menurunkan tekanan
&
aliran
arteri
drh
&
mel
cabang
anastomosis
Teknik lebih mudah
B e r h a s il
T a m p o n H id u n g
(a n te r io r , p o s te r io r , a n te r o -p o s te r io r )
A B T o p ik a l, v a s e lin
(N a s e p tin c r e a m )
N asehat
T in d a k a n S e le s a i
Tampon
anterior
Tampon gulung / kapas
vaselin-betadin / BIPP
Murah
Abrasi/laserasi mukosa waktu
memasang & mengangkat
Tidak nyaman
Merocel (kapas
spons)
Tampon Posterior
Buat tampon
posterior
Masukkan katerer dr
hidung ke mulut
Tampon Posterior
Ikat tampon dan
tarik
Letakkan tampon di
nasofaring
Tampon Posterior
Tampon Posterior
Kateter foley
Balon isi udara /air
Fiksasi dgn tampon
anterior
Tekanan tdk merata
menutup koana
E p is ta k s is A k tif
P e m e r ik s a a n K lin is
RA & RP
N a s o e n d o s k o p i jik a te r s e d ia
ID E N T IF IK A S I S U M B E R P E R D A R A H A N
H E N T IK A N P E R D A R A H A N
K a u te r is a s i S u m b e r P e r d a r a h a n
T id a k B e r h a s il
B e r h a s il
T a m p o n H id u n g
(a n te r io r , p o s te r io r , a n te r o -p o s te r io r )
A B T o p ik a l, v a s e lin
(N a s e p tin c r e a m )
N asehat
T in d a k a n S e le s a i
TERAPI KAUSA
T a m p o n K e m b a li
In te r v e n s i B e d a h
L ig a s i A r te r i
S M R / S e p to p la s ti
A n g io g r a fi/E m b o lis a s i
T id a k A d a P e r d a r a h a n
T in d a k a n S e le s a i
KOMPLIKASI
Aspirasi darah ke dalam sal. Napas bawah
Syok,
anemia,
gagal ginjal
Hipotensi,
hipoksia,
iskemia serebri, insufisiensi koroner, infark miokard
infeksi
TERAPI KAUSA
Sesuai dengan ETIOLOGI
Mencegah REKURENSI
Antibiotik
Kontrol hipertensi
Rujukan dini ke Hematologi
Terapi bedah spesifik: SMR /
septoplasti, dermoplasti, ekstirpasi
tumor
SINUSITIS
DEFINISI
Inflamasi mukosa sinus paranasal
Dipicu rinitis rinosinusitis
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI
Menurut Konsensus 2004 :
Bakteri utama
Streptococ
cus
pneumonia
H.
influenza
Moraxella
catarrhalis
GEJALA
GEJALA MAYOR
GEJALA MINOR
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
RA, RP, naso-endoskopi pus di meatus medius
(sinusitis maksila, etmoid anterior, dan frontal) atau di
meatus superior (sinusitis etmoid posterior & sfenoid)
Mukosa edema dan hiperemis, pembengkakan dan
kemerahan di daerah kantus medius
Pemeriksaan Penunjang
foto polos, CT scan, transiluminasi sinus yg sakit,
pemeriksaan mikrobiologik & tes resistensi, sinuskopi
KOMPLIKASI
Kelainan orbita edema palpebra, selulitis
orbita,
abses
subperiosteal,
abses
orbita,
intrakranial
ekstradural/subdural,
meningitis,
abses
otak,
abses
trombosis
sinus kavernosus
Osteomielitis, abses subperiosteal
Kelainan paru bronkitis kronik, bronkiektasis
TERAPI
Prinsip : membuka sumbatan di KOM
Penatalaksanaan :
Antibiotik dan dekongestan sinusitis akut bakterial
AB gol. Penisilin, jika resisten amosisilin-klavulanat
atau sefalosporin generasi ke-2
Sinusitis kronik AB untuk kuman gram negatif &
anaerob
Terapi lain : analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal,
pencucian rongga hidung dgn NaCl atau pemanasan
(diatermi)
Alergi berat : antihistamin generasi ke-2, imunoterapi
Tindakan operasi BSEF
SINUSITIS JAMUR
DEFINISI
Infeksi jamur pada sinus paranasal
ETIOLOGI
Jamur paling sering : Aspergillus, Candida
PREDISPOSISI
Diabetes mellitus, neutropenia, peny. AIDS,
perawatan lama di RS
Sinusitis
jamur
invasif
Akut
fulminan
mukosa biru
kehitaman,
mukosa konka
atau septum
nekrotik,
Kronik
indolen
Gejala seperti
sinusitis
bakterial, sekret
hidung kental
dgn bercak
kehitaman
Non
invasif
Gejala :Rinore
purulen, post nasal
drip, napas bau,
massa jamur di kavum
nasi
SINUSITIS JAMUR
Terapi :
Jamur invasif :
pembedahan,
debrideman,
anti
jamur
standar
amfoterisin
B,
bisa
GANGGUAN
PENGHIDU
PEMERIKSAAN
Anamnesis
Lama keluhan, dirasakan terus menerus atau
hilang timbul, apakah unilateral
Baunya yang bagaimana
Adakah penyakit atau trauma sebelumnya
Adakah
pemakaian
obat-obatan
sebelumnya,
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior & posterior adakah kelainan
anatomi, perubahan mukosa hidung, tanda-tanda
infeksi, tumor.
Pemeriksaan Penunjang
Pasien dicoba untuk menghidu alkohol, kopi,
minyak wangi, skatol, amoniak
Pemeriksaan foto sinus paranasal
Pemeriksaan laboratorium : gula darah,
pemeriksaan reduksi urin, dll.
Sniffin
Sticks
KARSINOMA
NASOFARIN
G
EPIDEMIOLOGI DAN
ETIOLOGI
Tumor ganas daerah kepala dan leher terbanyak
di Indonesia
60%
tumor
ganas
kepala&
leher
Ca
nasofaring
Banyak terjadi pada laki-laki
Faktor predisposisi :
virus Epstein-Barr, genetik, ras mongoloid,
jenis
kelamin,
letak
geografis,
pekerjaan,
Tinitus, rasa
tidak nyaman
di telinga, rasa
nyeri di telinga,
gg.
pendengaran
Diplopia,
sindrom
Jackson,
Benjolan di
leher
sindrom
unilateral,
destruksi
tulang
DIAGNOSIS
Rhinoskopi posterior
Nasofaring direct/indirect
Biopsi
Neurooftalmologi
FNAB KGB
Ro Thorax
CT Scan/ MRI
sensitif,
DPL
spesifitas
Scinthigraphy
Bone scan
HISTOPATOLOGI
Menurut WHO, ada 3 bentuk karsinoma
nasofaring :
Limfoepitelioma,
sel transisional,
sel spindle, sel
clear, anaplastik,
dll.
Staging
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM
menurut UICC (2002)
T : tumor primer
T1 : tumor terbatas di nasofaring
T2 : tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau fossa
hidung
T2a tanpa perluasan ke parafaring
T2b dengan perluasan ke parafaring
T3 : tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 : tumor dengan perluasan intracranial dan/atau keterlibatan
saraf
cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbit
M : metastasis jauh
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh
PENATALAKSANAAN
FOLLOW UP
Pemeriksaan klinis, CT Scan ulang 2-3
bulan setelah radioterapi
PERAWATAN PALIATIF
Menghilangkan rasa nyeri obat
Mengontrol gejala
Memperpanjang hidup
Menomorsatukan kualitas hidup
PROGNOSIS
5-years survival rate dengan hanya
diradioterapi:
stadium I (85-95%)
stadium II (70-80%)
stadium III & stadium IV (24-80%)
PROGNOSIS
Faktor yang memperburuk:
stadium lanjut
> 40 tahun
laki-laki
ras Cina
ada pembesaran kelenjar leher
lumpuh saraf otak
tulang tengkorak yang rusak
metastasis jauh
TERIMA
KASIH