Anda di halaman 1dari 128

ANATOMI,

PEMERIKSAAN FISIK
DAN KELAINANKELAINAN
PADA HIDUNG

OLEH :
BRILLIANTINE C. LIBORANG
DIAH KARUNIAWATI
FRITSKA REPASSY

Hidung
Hidung bagian luar
Hidung bagian dalam (rongga
hidung)

ANATOMI

Pneumatisasi tulang kepala


4 pasang sinus paranasal
Sinus maxila
Sinus terbesar
Volume 6-8 mls/d 15 ml
Dasar berdekatan akar gigi
rahang atas (P1 &P2)
Sinus frontal
Asimetris
Ukuran t2,8 cm;l2,4cm;d2cm
Dipisahkan oleh tulang relatif
tipis dari orbita &fosa serebri
anterior.
Sinus etmoid
Bentuk piramid
Ukuran p45cm;la0,5cm;lp1,5cm;
t2,4cm
Superior :lamina kribosa
Lateral :lamina paparisea
Posterior : sinus sfenoid
Sinus sfenoid
Posterior dari sinus etmoid

Kompleks osteomeatal
Cellah pada dinding lateral hidung
dibatasi oleh konka media & lamina
papirasea
Unit fungsional
Tempat ventilasi & drenase dari sinus
yang letaknya di anterior yaitu
sinus maksila, etmoid anterior dan sinus
frontal

Potongan
oblik

letak

Pleksus
Kiesselbach
Letak superfisial
Anastomose
cabang
A,
sfenopalatina
A. etmoid
anterior
A. labialis
superior
A. palatina

PERSARAFAN HIDUNG

Sensoris
Vasomotor atau
otonom
Simpatis
Parasimpatis

Mucosa repirasi
Epitel bertingkat semu silindris bersilia &
sel goblet
mukosa olfaktoria (O) & mukosa respiratoris (r),
mukosa olfaktoria lebih tebal dengan epitel yang lebih
tinggi
Panah menunjukan konka nasalis superior

Epitel bertingkat semu silindris


tingggi tanpa sel goblet

Fungsi Hidung

Fungsi Respirasi
Fungsi penghidu
Fungsi Fonetik
Fungsi statik & mekanik
Refleks nasal

PEMERIKSAAN HIDUNG

Anamnesis

Identitas
1. Nama

Keluhan utama :
1. Sumbatan hidung

2. Umur

2. Sekret hidung

3. Jenis Kelamin

3. Bersin

4. Alamat

4. Nyeri

5. Pekerjaan
6. Agama
7. Suku

daerah

muka

dan kepala
5. Perdarahan

dari

hidung
6. Gangguan penghidu

Pemeriksaan Fisik
Posisi
Pasien
Pemeriksa/Dokter

dan

- Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan


dgn

sedikit

menyerong,

kedua

lutut

pemeriksa dirapatkan dan ditempatkan


berdampingan dgn kaki pasien.

- Pada anak kecil yg belum koperatif selain


diperlukan fiksasi kepala anak dipangku
oleh orang tuanya pada saat dilakukan
pemeriksaan kedua tangan dipeluk
oleh orang tua kaki anak difiksasi
diantara kedua paha orang tua.

Alat dan Bahan

1.
2.
3.
4.

Head Lamp
5. Pinset hidung/bayonet
Spekulum hidung
6. Aplikator
Spatula lidah
7. Lampu Spirtus
Kaca Rinoskopi uk 2-4

Inspeksi Hidung

Deformitas

Deviasi septum nasi

Kelainan

bentuk

hidung

/anomali kongenital
-

Udemhidung&sinus
paranasalis

Produksi sekret

Tanda tanda trauma

Palpasi Hidung & Sinus


Paranasal

1. Palpasi Dorsum Nasi Krepitasi


2. Palpasi Ala Nasi furunkel vestibulum (bila nyeri)
3. Palpasi regio frontalis : sinus frontalis, sinus maksilaris

Rinoskopi Anterior

Tahap Pemeriksaan RA

Rinoskopi Posterior

Dasar rongga hidung


Konka dan meatus nasi
Deviasi septum atau
perforasi
Warna membran
mukosa hidung (normal
berwarna merah pudar,
lembab, dan
mempunyai permukaan
halus dan bersih).
Tanda-tanda
peradangan,
pembengkakan atau
infeksi
Eksudat atau sekret
Massa tumor /polip

- Nares posterior (koana)


- Post nasal drip
- Dengan memutar kaca
lebih ke - lateral konka
superior, konka media,
konka inferior
- Nasopharing muara
tuba, -torus tubariur,
fossa rossen muller

Rinoskopi Posterior

Rinoskopi Anterior

Yang dinilai dari pem. RA & RP

Video Pemeriksaan Hidung

Transiluminasi sinus
Sinus Maksilaris
-Dilakukan dalam kamar gelap
-Pasien diminta untuk membuka mulut. Masukkan
lampu dlm rongga mulut lalu pasien diminta
menutup mulut. Sinar lampu akan menembus
rongga sinus maksilaterlihat dipipibandingkan
kanan dan kirisinus yang berisi cairan tampak
suram/gelap.
-Bermakna bila ada perbedaan kanan dan kiri
Sinus Frontalis
-Ujung lampu ditekan pada epikantes, di bawah
tulang dahi.
*Transluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih
meragukan. Dasar dan bentuk kedua sinus
seringkali tidak sama.

SINUS FRONTAL

SINUS MAKSILA

Tes Penciuman sederhana


Alat dan Bahan :
1. Alkohol prep pad (standart 70% isopropyl
alcohol pad)
2. Penggaris
Prosedur :
1. Tes dilakukan pd ruangan tertutup (tidak berAC/kipas angin, tanpa
parfum ruangan)
2. Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan
3. Alcohol pad dibuka dan pasien di minta u/ mengenali bau
4. Pasien diminta menutup kedua matapad secara perlahan di naikkan
sampai dari posisi setinggi umbilikus hingga hidung dgn inhalasi
normal
5. Hitung jarak (cm) dari pertama kali terdeteksi alcohol pad sampai
hidung

Interpretasi :
1. Normosmia : terdeteksi pada jarak >10 cm
2. Hiposmia : terdeteksi pada jarak 5-10 cm
3. Hiposmia berat : terdeteksi pada jarak <5 cm
4. Anosmia : tidak terdeteksi sama sekali

NB : Bila didapatkan hasil anosmia, pemeriksaan dikonfirmasi


dengan test ammonia untuk menentukan apakah pasien benarbenar anosmia atau hanya pura-pura

Tes Ammonia
Alat dan bahan :
Ammonia
Prosedur :
1. Pemeriksa dan pasien duduk saling berhadapan
2. Ammonia secara cepat ditempat di depan hidung pasien
3. Dinilai apakah pasien merasakan efek menyengat dan stimulus
lakrimal atau tidak
Interpretasi :
1. Anosmia
murni
:
terdapat
efek
menyengat dan stimulus lakrimal
2. Anosmia malingering : menyangkal
adanya efek menyengat dan stimulus
lakrimal

KELAINANKELAINAN
PADA HIDUNG

POLIP
HIDUNG

POLIP HIDUNG

Inflamasi kronik

Tidak diketahui

PATOFISIOLOGI
Disfungsi saraf
otonom

Genetik

Teori Bernstein

TEORI

Teori
vasomotor

MAKROSKOPIS
massa bertangkai
permukaan licin,
bulat atau lonjong,
warna putih keabu-abuan, agak

bening, lobular,
tunggal atau multipel,
tidak sensitif

MIKROSKOPIS
Epitel bertingkat semu bersilia
Submukosa sembab
Sel terdiri dari : limfosit, sel

plasma, eosinofil, neutrofil,


makrofag
Mukosa mengandung sel

goblet

DIAGNOSIS

ANAMNESIS

DIAGNOSIS

ANAMNESIS

PEMERIKSAAN
FISIK

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Deformitas hidung luar


(hidung tampak mekar)
Rinoskopi anterior : massa
berwarna pucat berasal dari
meatus medius dan mudah
digerakkan.

Stadium Polip
Menurut Mackay dan Lund (1997) :

Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan
Tujuan :
Menghilangkan keluhan
Mencegah komplikasi
Mencegah rekurensi polip

Pemberian Kortikosteroid polipektomi medikamentosa


Terapi bedah ekstraksi polip (polipektomi), BSEF

RINITIS

RINITIS ALERGI
DEFINISI :
Penyakit inflamasi yg disebabkan oleh reaksi alergi pd
pasien atopi yg sebelumnya sudah tersensitisasi dgn
alergen yg sama serta dilepaskannya suatu mediator
kimia ketika terjadi paparan ulangan dgn alergen spesifik
tsb.

Menurut WHO ARIA 2001:


Kelainan pd hidung dgn gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yg diperantarai oleh IgE.

PATOFISIOLOGI
Terdiri dari 2 tahap :
Tahap sensitisasi
Reaksi alergi, terdiri dari 2 fase :
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) sejak

kontak alergen sampai 1 jam setelahnya


Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang

berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam


setelah pemaparan dan berlangsung 24-48 jam

RINITIS ALERGI

HISTAMIN

mersg reseptor H1 pd saraf vidianus


bersin

mersg serabut halus C tak bermielin gatal

Mersg sel goblet , kelenjar, peningkatan


permeabilitas

kapiler

hipersekresi

( rinore )
vasodilatasi hidung tersumbat ( RAFC )

Rinore : ACh, PGD2, LTC4, Subs.P, VIP

Hidung tersumbat (RAFL ) : histamin, PGD2,

Classification according to ARIA (2001)

ARIA = Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (J Allergy Clin


Immunol 2001; 108: S147-S334)

DIAGNOSIS
Anamnesis

Gejala rinitis alergi :


bersin-bersin (> 5 kali/serangan)
rinore (ingus bening encer)
hidung tersumbat (menetap/berganti-ganti)
gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau
telinga
mata gatal, berair atau kemerahan
hiposmia/anosmia
sekret belakang hidung/post nasal drip atau
batuk kronik
adakah variasi diurnal
frekuensi serangan, beratnya penyakit, lama
sakit (intermiten atau persisten), usia timbulnya
gejala,
pengaruh terhadap kualitas hidup : ggn. aktifitas
dan tidur
Gejala penyakit penyerta : sakit kepala, nyeri

ANAMNESIS
Cari kemungkinan alergen penyebab
Keterangan mengenai tempat tinggal,
lingkungan sekolah & pekerjaan serta
kesenangan / hobi penderita
Riwayat

pengobatan

respon

perbaikan & efek samping ), kepatuhan


Riwayat atopi pasien dan keluarga :
asma

bronkial,

dermatitis

urtikaria, alergi makanan

atopik,

PEMERIKSAAN FISIK
Anak-anak : Allergic shiner, Allergic
Salute, Allergic Crease, Allergic
Facies

Rinoskopi anterior

Mukosa edema, basah,


pucat-kebiruan disertai
adanya
banyak,

sekret

yang

bening

dan

encer

konka
hipertrofi

inferior

Tanda dermatitis atopi


Cari kemungkinan

Rinosinusitis

komplikasi : sinusitis,
polip, otitis media efusi

OME

Polip hidung

PEMERIKSAAN PENUNJANG

In vivo :
Tes kulit :
Tes cukit/tusuk (Prick test), Multi test, Intradermal,
SET (skin end point titration)
In vitro :
IgE total, IgE spesifik
Sitologi hidung : eosinofil > 5 sel/LPB
DPL : eosinofil me
Tes Provokasi : tdk sesuai klinis dan hsl tes cukit, tdk rutin,
penelitian
Radiologis (Foto SPN, CT-Scan, MRI) :
Tidak untuk diagnosis rinitis alergi
Indikasi : Untuk mencari komplikasi sinusitis/polip, tidak
ada respon terhadap terapi, direncanakan tindakan
operatif

PRICK TEST

Banyak dipakai sederhana,


mudah,

murah,

sensitivitas

tinggi, cepat, cukup aman

Tes pilihan dan primer untuk


diagnostik dan riset

Membuktikan telah terjadi fase


sensitisasi

Tes

(+)

hipersensitivitas

ada
tipe

reaksi
I

atau

telah terdapat kompleks Sel


Mast IgE pada epikutan

PENATALAKSANAAN
CARA :
Penghindaran allergen (avoidance) dan eliminasi
Edukasi
Medikamentosa/farmakoterapi
Imunoterapi
Pembedahan

(jika

perlu)

untuk

mengatasi

hipertrofi konka, komplikasi rinosinusitis dan polip


hidung

TERAPI MEDIKAMENTOSA
Antihistamin

Antagonis yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada


reseptor H-1

Mengurangi gejala bersin, rinore, gatal

Kombinasi Antihistamin-Dekongestan

Banyak digunakan

Loratadin/feksofenadin/setirisin + pseudoefedrin 120 mg

Ipratropium Bromida

Topikal, antikolinergik

Efektif mengatasi rinore yang refrakter terhadap kortikosteroid


topikal/antihistamin

ARIA Guidelines: Recommendations


for Management of Allergic Rhinitis

Moderate
severe
intermittent
Mild
intermittent

Mild
persistent

Moderate
severe
persistent

Intra-nasal steroid
Local cromone
Leukotriene receptor antagonists

Second-generation nonsedating H1 antihistamine


Intranasal decongestant (<10 days) or oral decongestant
Allergen and irritant avoidance
Immunotherapy
ARIA = Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma.
Bousquet et al. J Allergy Clin Immunol. 2001;108 (5 suppl):S147.

TERAPI MEDIKAMENTOSA

Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal
Pilihan pertama untuk rinitis alergi persisten sedangberat efek antiinflamasi jangka panjang
Budesonide, beklometason, fluticason,mometason
furoat, triamcinolon acetonide
Dosis dws : 1 x II semprot/hr, anak 1 x I semprot /hr
Kortikosteroid oral
Jangan gunakan sebagai pengobatan lini I
Terapi jangka pendek (3 5 hr). Dosis tinggi, tapp of
Pada rinitis alergi berat yang refrakter

TERAPI LAINNYA
Imunoterapi:
Respon (-) terhadap terapi medikamentosa
Penghindaran alergen tidak dapat dilakukan
Terdapat efek samping dari pemakaian obat
sublingual, suntikan
Operatif : konkotomi pada konka hipertrofi
berat dan kauterisasi sudah tidak menolong,
sinusitis & polip nasi

TERAPI LAINNYA

RINITIS VASOMOTOR
DEFINISI
Suatu keadaan idiopatik yg didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan
pajanan obat.
ETIOLOGI : belum diketahui
PATOFISIOLOGI : belum diketahui, beberapa hipotesis :
-

Neurogenik

Neuropeptida

Nitrik oksida

Trauma

RINITIS VASOMOTOR
GEJALA KLINIK
Gejala mirip rinitis alergi, namun yg dominan
adalah hidung tersumbat bergantian kiri dan
kanan, rinorea yg mukoid atau serosa.
Gejala memburuk pd pagi hari wkt bangun
tidur karena adanya perubahan suhu, udara
lembab, asap rokok, dsb.

RINITIS VASOMOTOR
DIAGNOSIS
- Menyingkirkan

rinitis

alergi,

infeksi,

okupasi,

hormonal, dan akibat obat


- Mencari faktor yg mempengaruhi timbulnya gejala
- Pemeriksaan rinoskopi anterior : edema mukosa
hidung, konka berwarna merah gelap/merah tua
atau pucat, permukaan konka licin atau berbenjolbenjol, terdapat sekret
- Pemeriksaan lab : menyingkirkan rinitis alergi

RINITIS VASOMOTOR
PENATALAKSANAAN
- Menghindari stimulus/faktor pencetus
- Pengobatan simtomatis
- Operasi : bedah beku, elektrokauter, konkotomi
parsial konka inferior
- Neurektomi n. vidianus

RINITIS HIPERTROFI
DEFINISI
Perubahan mukosa hidung pd konka

inferior yg

mengalami hipertrofi karena proses inflamasi kronis yg


disebabkan olehinfeksi bakteri primer atau sekunder.

GEJALA
Sumbatan hidung, mulut kering, nyeri kepala, gg.
Tidur, sekret banyak & mukopurulen.

RINITIS HIPERTROFI
PEMERIKSAAN FISIK
Konka

yg

hipertrofi

terutama

konka

inferior,

permukaannya berbenjol-benjol, sekret mukosa purulen.

TERAPI
- Mengatasi faktor-faktor penyebab
- Terapi simtomatis kaustik konka dgn zat kimia (nitras

argenti atau trikloroasetat), elektrokauterisasi


- Bila tidak menolong luksasi konka, frakturisasi konka

multipel, konkoplasti, konkotomi parsial

RINITIS ATROFI
DEFINISI
Infeksi hidung kronik yg ditandai oleh atrofi
progresif pd mukosa an tulang konka.
ETIOLOGI
Infeksi kuman spesifik (klebsiella, stafilokokus,
streptokokus, pseudomonas aeruginosa)
Defisiensi FE
Defisiensi vit. A
Sinusitis kronik
Kelainan hormonal
Peny. kolagen

RINITIS ATROFI
GEJALA & TANDA KLINIS

Napas berbau, ingus kental berwarna hijau, gg. Penghidu,


sakit kepala, hidung tersumbat

Pemeriksaan fisik rongga hidung sgt lapang, konka


inferior & media menjadi hipotrofi atau atrofi, sekret purulen
& krusta berwarna hijau

Pemeriksaan penunjang histopatologik, mikrobiologi &


uji resistensi, CT scan sinus paranasal.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan konservatif antibiotik spektrum luas atau


sesuai dgn uji resistensi kuman, obat cuci hidung

Pengobatan operatif BSEF

EPISTAKSI
S

Epistaksis :
keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal
atau sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan
bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.

ETIOLOGI
FAKTOR LOKAL

FAKTOR SISTEMIK

TRAUMA

HIPERTENSI

NEOPLASMA

GGN. PEMBEKUAN DARAH

Deviasi Septum

Obat-obatan

Reaksi inflamasi lokal:

Osler-Weber-Rendu

alergi, infeksi, polip, iritasi

Lainnya: alkoholisme, demam

Benda asing

tifoid, demam rematik, ggn.


kardiovaskuler

10% Kasus IDIOPATIK

SUMBER PERDARAHAN

Epistaksis anterior
Pleksus Kisselbach di
septum bag. anterior,
a. etmoidalis anterior
Perdarahan
ringan,
seringkali
berulang
dan dapat berhenti
sendiri

Epistaksis posterior
A.
etmoidalis
posterior,
a.
sfenopalatina
Perdarahan
lebih
hebat,
jarang
berhenti sendiri

ANAMNESIS

Lama perdarahan & perdarahan terakhir


Jumlah & frekuensi perdarahan
Lokasi perdarahan
Kecenderungan perdarahan
Riw. Perdarahan sebelumnya
Riw. Trauma
Riw. Kelainan perdarahan dlm keluarga
Riw. Peny. Lain
Riw. Penggunaan obat-obatan

DIAGNOSIS
Rinoskopi anterior/posterior
Endoskopi hidung
Pemeriksaan laboratorium
Recurrent/berat
Pencitraan
rutin

TATALAKSANA
Prinsip :
Hentikan perdarahan
Nilai kehilangan darah
Cari faktor penyebab
Cegah berulangnya perdarahan

TATALAKSANA
Posisi pasien
Tenangkan pasien
Tatalaksana perdarahan
Nilai nadi, tekanan darah, nafas
Jaga hemodinamik
AB cegah sinusitis jk tampon >24 jam
Oksigen intermiten pasien dgn tampon
bilateral
Telusuri & koreksi penyebab dasar

Penatalaksanaan

Perdarahan Septum Ringan


Asal dari pleksus Kiesselbach
Banyak pada anak
Berhenti spontan
Cara sederhana
Duduk
Tenang
Pijit hidung
10 menit

IDENTIFIKASI
SUMBER PERDARAHAN
Sumber perdarahan TIDAK TAMPAK
Bekuan darah bersihkan

HISAP dgn pompa

penghisap
Tampon kapas adrenalin 1/10.000 + lidokain 2

% VASOKONSTRIKSI
Berhenti

sementara

LOKALISIR

sumber

perdarahan
TIDAK

BERHASIL

tersedia)

NASOENDOSKOPI

(jk

MENGHENTIKAN
PERDARAHAN
Pilihan Utama: KAUTERISASI
Perak Nitrat 30-50%
Albothyl
Kauter elektrik
Daerah yang dikauter
Pleksus Kiesselbach
Mukosa sumber perdarahan
Mukosa area for. sfenopalatina
Arteri sfenopalatina

Teknik Kauterisasi
Pleksus Kiesselbach

Kauter / ligasi A.
Sfenopalatina
Kauterisasi / Ligasi
Ujung terdistal suplai
pembuluh drh rongga
hidung
Menurunkan tekanan
&

aliran

arteri

drh

&

mel

cabang

anastomosis
Teknik lebih mudah

Epistaksis tdk berhenti


NE tdk tersedia --> Bagan Alir
E p is ta k s is A k tif
P e m e r ik s a a n K lin is
RA & RP
N a s o e n d o s k o p i jik a te r s e d ia
ID E N T IF IK A S I S U M B E R P E R D A R A H A N
H E N T IK A N P E R D A R A H A N
K a u te r is a s i S u m b e r P e r d a r a h a n
T id a k B e r h a s il

B e r h a s il

T a m p o n H id u n g
(a n te r io r , p o s te r io r , a n te r o -p o s te r io r )

A B T o p ik a l, v a s e lin
(N a s e p tin c r e a m )
N asehat
T in d a k a n S e le s a i

Tampon
anterior
Tampon gulung / kapas
vaselin-betadin / BIPP
Murah
Abrasi/laserasi mukosa waktu
memasang & mengangkat
Tidak nyaman

Merocel (kapas
spons)

Tampon Posterior
Buat tampon
posterior

Masukkan katerer dr
hidung ke mulut

Tampon Posterior
Ikat tampon dan
tarik

Letakkan tampon di
nasofaring

Tampon Posterior

Tampon Posterior
Kateter foley
Balon isi udara /air
Fiksasi dgn tampon
anterior
Tekanan tdk merata
menutup koana

BAGAN ALIR PENATALAKSANAAN


EPISTAKSIS
RESUSITASI
(Jika Diperlukan)

E p is ta k s is A k tif
P e m e r ik s a a n K lin is
RA & RP
N a s o e n d o s k o p i jik a te r s e d ia
ID E N T IF IK A S I S U M B E R P E R D A R A H A N
H E N T IK A N P E R D A R A H A N
K a u te r is a s i S u m b e r P e r d a r a h a n

T id a k B e r h a s il

B e r h a s il

T a m p o n H id u n g
(a n te r io r , p o s te r io r , a n te r o -p o s te r io r )

A B T o p ik a l, v a s e lin
(N a s e p tin c r e a m )
N asehat
T in d a k a n S e le s a i

BAGAN ALIR PENATALAKSANAAN


EPISTAKSIS
T a m p o n H id u n g
(a n te r io r , p o s te r io r , a n te r o -p o s te r io r )
Angkat Tam pon
D e k o n g e s ta n T o p ik a l D g n / T a n p a
K a u te r is a s i
P e r d a r a h a n K e m b a li
P e r tim b a n g k a n T r a n s fu s i

TERAPI KAUSA

T a m p o n K e m b a li

In te r v e n s i B e d a h
L ig a s i A r te r i
S M R / S e p to p la s ti
A n g io g r a fi/E m b o lis a s i

T id a k A d a P e r d a r a h a n
T in d a k a n S e le s a i

KOMPLIKASI
Aspirasi darah ke dalam sal. Napas bawah
Syok,
anemia,
gagal ginjal
Hipotensi,
hipoksia,
iskemia serebri, insufisiensi koroner, infark miokard
infeksi

TERAPI KAUSA
Sesuai dengan ETIOLOGI
Mencegah REKURENSI
Antibiotik
Kontrol hipertensi
Rujukan dini ke Hematologi
Terapi bedah spesifik: SMR /
septoplasti, dermoplasti, ekstirpasi
tumor

SINUSITIS

DEFINISI
Inflamasi mukosa sinus paranasal
Dipicu rinitis rinosinusitis

ETIOLOGI & FAKTOR PREDISPOSISI


ISPA akibat virus, rinitis, polip hidung, deviasi
septum, hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio
meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, diskinesia silia, fibrosis kistik.
Pada anak hipertrofi adenoid
Faktor lain : polusi lingkungan, udara dingin dan

PATOFISIOLOGI

PATOFISIOLOGI

KLASIFIKASI
Menurut Konsensus 2004 :

Bakteri utama
Streptococ
cus
pneumonia

H.
influenza

Moraxella
catarrhalis

GEJALA
GEJALA MAYOR

GEJALA MINOR

DIAGNOSIS

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik
RA, RP, naso-endoskopi pus di meatus medius
(sinusitis maksila, etmoid anterior, dan frontal) atau di
meatus superior (sinusitis etmoid posterior & sfenoid)
Mukosa edema dan hiperemis, pembengkakan dan
kemerahan di daerah kantus medius

Pemeriksaan Penunjang
foto polos, CT scan, transiluminasi sinus yg sakit,
pemeriksaan mikrobiologik & tes resistensi, sinuskopi

KOMPLIKASI
Kelainan orbita edema palpebra, selulitis
orbita,

abses

subperiosteal,

abses

orbita,

trombosis sinus kavernosus


Kelainan

intrakranial

ekstradural/subdural,

meningitis,

abses

otak,

abses

trombosis

sinus kavernosus
Osteomielitis, abses subperiosteal
Kelainan paru bronkitis kronik, bronkiektasis

TERAPI
Prinsip : membuka sumbatan di KOM
Penatalaksanaan :
Antibiotik dan dekongestan sinusitis akut bakterial
AB gol. Penisilin, jika resisten amosisilin-klavulanat
atau sefalosporin generasi ke-2
Sinusitis kronik AB untuk kuman gram negatif &
anaerob
Terapi lain : analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal,
pencucian rongga hidung dgn NaCl atau pemanasan
(diatermi)
Alergi berat : antihistamin generasi ke-2, imunoterapi
Tindakan operasi BSEF

SINUSITIS JAMUR
DEFINISI
Infeksi jamur pada sinus paranasal

ETIOLOGI
Jamur paling sering : Aspergillus, Candida

PREDISPOSISI
Diabetes mellitus, neutropenia, peny. AIDS,
perawatan lama di RS

Sinusitis
jamur

invasif

Akut
fulminan

mukosa biru
kehitaman,
mukosa konka
atau septum
nekrotik,

Kronik
indolen

Gejala seperti
sinusitis
bakterial, sekret
hidung kental
dgn bercak
kehitaman

Non
invasif

Gejala :Rinore
purulen, post nasal
drip, napas bau,
massa jamur di kavum
nasi

SINUSITIS JAMUR
Terapi :
Jamur invasif :
pembedahan,

debrideman,

anti

jamur

sistemik, pengobatan peny. Dasar


Obat

standar

amfoterisin

B,

bisa

ditambah rifampisin atau flusitosin


Misetoma : terapi bedah, tidak diperlukan
anti jamur sistemik

GANGGUAN
PENGHIDU

Hiposmia : daya penghidu berkurang


Etiologi : obstruksi hidung, diabetes, gagal ginjal, gagal
hati, pemakaian obat
Anosmia : daya penghidu hilang
Etiologi : trauma daerah frontal atau oksipital, infeksi
virus, tumor, proses degenerasi
Parosmia : sensasi penghidu berubah
Etiologi : trauma
Kakosmia : halusinasi bau
Etiologi : epilepsi unsinatus, trauma lobus temporal,
kelainan psikologik

PEMERIKSAAN
Anamnesis
Lama keluhan, dirasakan terus menerus atau
hilang timbul, apakah unilateral
Baunya yang bagaimana
Adakah penyakit atau trauma sebelumnya
Adakah

pemakaian

obat-obatan

sebelumnya,

macam obat, lama pemakaian


Adakah kelainan sensoris lain seperti pengecapan
dan penglihatan

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior & posterior adakah kelainan
anatomi, perubahan mukosa hidung, tanda-tanda
infeksi, tumor.
Pemeriksaan Penunjang
Pasien dicoba untuk menghidu alkohol, kopi,
minyak wangi, skatol, amoniak
Pemeriksaan foto sinus paranasal
Pemeriksaan laboratorium : gula darah,
pemeriksaan reduksi urin, dll.

Sniffin
Sticks

Interpretasi dan Tindakan


Selanjutnya
Hiposmia akibat rinitis, sinusitis, polip nasi,
tumor hidung obati penyakitnya
Hiposmia/anosmia akibat obat-obatan
hentikan pemakaian obat-obatannya
Hiposmia/anosmia akibat kerusakan n.
olfaktorius & faktor usia lanjut tidak dapat
diobati
Tumor n. olfaktorius pembedahan

Interpretasi dan Tindakan


Selanjutnya
Gg. Penghidu akibat trauma mungkin
sembuh, jika setelah 3 bulan tidk
membaik prognosis buruk
Kakosmia akibat kelainan psikologik
rujuk ke psikiater

KARSINOMA
NASOFARIN
G

EPIDEMIOLOGI DAN
ETIOLOGI
Tumor ganas daerah kepala dan leher terbanyak
di Indonesia
60%

tumor

ganas

kepala&

leher

Ca

nasofaring
Banyak terjadi pada laki-laki
Faktor predisposisi :
virus Epstein-Barr, genetik, ras mongoloid,
jenis

kelamin,

letak

geografis,

pekerjaan,

Gejala & Tanda


Epistaksis
ringan,
sumbatan
hidung, ingus
campur darah,
post nasal drip,
lesi hiperplastik
nasofaring
(pembesaran
adenoid, nodul
dan mukosistis)

Tinitus, rasa
tidak nyaman
di telinga, rasa
nyeri di telinga,
gg.
pendengaran
Diplopia,
sindrom
Jackson,

Benjolan di
leher

sindrom
unilateral,
destruksi
tulang

DIAGNOSIS
Rhinoskopi posterior
Nasofaring direct/indirect
Biopsi

Neurooftalmologi

FNAB KGB

Ro Thorax

Titer IgA anti :

USG Abdomen, Liver

VCA: sangat sensitif,


kurang spesifik
EA: sangat kurang
tinggi

Evaluasi gigi geligi


Audiometri

CT Scan/ MRI

sensitif,

DPL

spesifitas

Scinthigraphy
Bone scan

HISTOPATOLOGI
Menurut WHO, ada 3 bentuk karsinoma
nasofaring :

Limfoepitelioma,
sel transisional,
sel spindle, sel
clear, anaplastik,
dll.

Staging
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM
menurut UICC (2002)

T : tumor primer
T1 : tumor terbatas di nasofaring
T2 : tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau fossa
hidung
T2a tanpa perluasan ke parafaring
T2b dengan perluasan ke parafaring
T3 : tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 : tumor dengan perluasan intracranial dan/atau keterlibatan
saraf
cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbit

N : pembesaran kelenjar getah bening regional


Nx : tidak jelas adanya keterlibatan kelenjar getah benih (KGB)
N0 : tidak ada keterlibatan KGB
N1 : metastasis pada KGB ipsilateral tunggal, 6 cm atau kurang di
atas fossa supraklabikula
N2 : metastasis bilateral KGB, 6 cm atau kurangm di atas fossa
supraklavikula
N3a
: > 6 cm
N3b
: pada fossa supraklavikula

M : metastasis jauh
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh

PENATALAKSANAAN

Pembedahan diseksi leher radikal benjolan


di leher yg tidak menghilang pd penyinaran
selesai

FOLLOW UP
Pemeriksaan klinis, CT Scan ulang 2-3
bulan setelah radioterapi

Tiap 3 bulan(2 tahun pertama) tiap 6


bulan(2 tahun berikutnya) setiap
tahun (10 tahun pascaterapi)

PERAWATAN PALIATIF
Menghilangkan rasa nyeri obat
Mengontrol gejala
Memperpanjang hidup
Menomorsatukan kualitas hidup

PROGNOSIS
5-years survival rate dengan hanya

diradioterapi:
stadium I (85-95%)
stadium II (70-80%)
stadium III & stadium IV (24-80%)

Tipe WHO: tipe 1 (kurang radiosensitif),

tipe 2 & 3 (radiosensitif)

PROGNOSIS
Faktor yang memperburuk:
stadium lanjut
> 40 tahun
laki-laki
ras Cina
ada pembesaran kelenjar leher
lumpuh saraf otak
tulang tengkorak yang rusak
metastasis jauh

TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai