Anda di halaman 1dari 99

ASAS-ASAS

DALAM PERJANJIAN TERAPETIK


Asas konsensual.
Asas beriktikat baik (utmost of good
faith).
Asas bebas.
Asas tidak melanggar hukum.

ASAS KONSENSUAL
Setiap perjanjian harus disepakati oleh para
pihak.
Tidak ada satupun perjanjian dapat terjadi
bilamana ada satu pihak yang tidak bersetuju.
Dengan asas ini maka Dr boleh menolak
pesakit yang datang dengan alasan apapun,
kecuali pesakit dalam kondisi emergensi. (ini
yang membedakan dengan ETIKA)
Morris & Moritz: He may arbritrarily refuse to
accept any person as a patient, even though
no other physician is avalable.

PERNYATAAN SETUJU
PESAKIT:
Dapat menyampaikan secara:
a.eksplisit (diucapkan secara lisan);
b.implisit (mendaftar, beli karcis, tilpon, dll).
RUMAH SAKIT:
Dapat menyampaikan secara:
a.eksplisit (diucapkan oleh staf RS);
b.implisit (menerima pendaftaran, menjuali
karcis, menetapkan tgl periksa, menyanggupi lewat tilpon, dll).

ASAS IKTIKAD BAIK


Asas iktikad baik merupakan asas
paling utama dalam setiap perjanjian,
termasuk perjanjian terapetik.
Dengan asas ini maka tidak ada satu
pihakpun, baik healthcare provider atau
health care receiver, yang boleh
memanfaatkan superioritas yang dimiliki
untuk menekan atau memperdaya pihak
lainnya.

ASAS BEBAS
Para pihak bebas menentukan bentuk

serta isi kesepakatan, sepanjang tidak


mengenai hal-hal yang dilarang oleh UU.
ASAS KEPATUTAN / KEBIASAAN
Para pihak selain tunduk pada apa yang
telah disepakati, juga harus tunduk pada
UU, kepatutan / kepantasan, dan
kebiasaan yang berlaku di dunia medis.

ASAS LEGAL
Asas ini mensyaratkan agar hal-hal yang
disepakati tidak merupakan hal-hal yang
dilarang oleh undang-undang.
Contoh:
Jika pasien meminta diaborsi dan dokter
setuju, maka hubungan seperti itu tidak
dapat dikatagorikan sebagai perjanjian
terapetik, tetapi persekongkolan JAHAT !

AWAL
PERJANJIAN TERAPETIK
Karena menganut asas konsensual
maka awal terjadinya perjanjian terapetik
adalah:
Sejak Dokter atau RS menyatakan
persetujuannya untuk mengobati pasien,
bukan sejak saat pesakit memasuki
tempat praktek Dr atau RS sebagaimana
disangka oleh banyak orang.

AKHIR
PERJANJIAN TERAPETIK
1. Pasien sembuh dari penyakit / keluhan
yang menyebabkan ia pergi ke Dr / RS.
2. Pasien tdk lagi memerlukan penanganan.
3. Pasien memberhentikan Dr atau pasien
pulang paksa RS.
4. Pasien dan Dr sama-sama sepakat untuk
mengakhiri perjanjian terapetik.
5. Pasien meninggal dunia.
6. Dr meninggal dunia.

POLA HUBUNGAN TERAPETIK


DOKTER

PASIEN

DOKTER

WALI

RS

PASIEN

RS

WALI

hubungan karena perjanjian terapetik

DOKTER

PASIEN
PERIKATAN

KEWAJIBAN

HAK

Memberikan prestasi, berupa:


1. Tindakan diagnosis:
a. tindakan diagnosis A
b. tindakan diagnosis B
2. Tindakan terapetik:
a. tindakan terapetik X
b. tindakan terapetik Y

KEWAJIBAN
HAK

Tiap-tiap tindakan yang


ada risikonya harus
dilengkapi INFORMED
CONSENT sendiri-sendiri

perjanjian terapetik

RUMAH SAKIT

PASIEN
PERIKATAN

KEWAJIBAN

HAK

Hubungan karena
hukum/UU

KEWAJIBAN

HAK

DOKTER
Memberikan prestasi, berupa:
1. Tindakan diagnosis:
a. tindakan diagnosis A
b. tindakan diagnosis B
2. Tindakan terapetik:
a. tindakan terapetik X
b. tindakan terapetik Y

Tiap-tiap tindakan yang


ada risikonya harus
dilengkapi INFORMED
CONSENT sendiri-sendiri

JENIS PERIKATAN
Tiap-tiap perjanjian akan menghasilkan
perikatan, berupa:
a.resultaat verbintenis (perikatan hasil),
atau
b.inspanning verbintenis (perikatan
upaya).
Dalam perjanjian terapetik maka perikatan yang
terjadi adalah inspanning verbintenis, sehingga
prestasi yang harus diberikan oleh dokter hanyalah
upaya (inspanning), bukan kesembuhan.

PRESTASI
Prestasi yang harus diberikan oleh
Dr adalah melakukan upaya yang benar
sesuai standar (standard of care).
KONTRA PRESTASI
Kontra-prestasi yang harus diberikan
pasien adalah berupa materi sesuai yg
disepakati atau kelaziman, kecuali Dr
merelakannya (kontrak cuma-cuma).
Jika Dr memilih kontrak cuma-cuma, kewajiban Dr
tidak berkurang sedikitpun, bahkan ia bisa digugat).

PEMUTUSAN SEPIHAK
Perjanjian terapetik dapat diputuskan
atas kesepakatan bersama.
Sesuai asas kepatutan dan kebiasaan,
pemutusan sepihak oleh pasien dapat
dibenarkan kapan saja.
Alasannya karena perjanjian terapetik
dijalin diatas dasar kepercayaan.
Pemutusan sepihak oleh dokter tidak
dibenarkan sama-sekali, kecuali ada
alasan patut (mis: pasien tdk kooperatif).

HAK-HAK PASIEN
Hak-hak pasien adalah:
a. Hak primer: memperoleh upaya kesehatan
yang benar dan layak / patut.
b. Hak sekunder:
- mengakses & memperoleh informasi;
- mengkoreksi isi rekam medis;
- memberikan atau menolak memberikan
informed consent;
- dirahasiakan informasi mediknya;
- melepaskan sifat kerahasiaan
mediknya;
- mendapatkan surat ketarangan, dll.

WANPRESTASI
Para pihak dapat dikatakan ingkar janji (wanprestasi) manakala tidak menyelesaikan apa
yang menjadi kewajibannya.
Jika terjadi wanprestasi maka pihak yang
dirugikan dapat menggugat pihak lain untuk
membayar ganti rugi.
KEJADIAN TAK DIHARAPKAN
Jika terjadi kejadian tak diharapkan (adverse
outcome) maka pasien dapat menggugat Dr
membayar ganti rugi hanya apabila ada unsur
KESALAHAN atau KELALAIAN !!!

KEJADIAN TAK DIHARAPKAN


Intentional

fault compensation
(oleh Dr / RS)

Recklessness

fault compensation
(oleh Dr / RS)

Negligence

fault compensation
(oleh Dr / RS)

Misadventure

no fault (risiko)
Dr bayar
TIDAK

kompensasi?

MALPRAKTEK (1)
Merupakan istilah yang:
o Sifatnya umum.
o Tidak selalu berkonotasi hukum (bisa juga etik).
o Tidak dikenal dalam perundang-undangan di Ind.
o Berasal dari kata mal (salah) dan kata praktek
(pelaksanaan, tindakan, atau amalan) sehingga
makna harfiyahnya adalah pelaksanaan atau
tindakan yang salah.
o Hanya digunakan di bidang profesi sehingga
makna terminologiknya adalah tindakan/amalan
yang salah dalam rangka mengamalkan sesuatu
profesi (disebut PROFESSIONAL MISCONDUCT).

MALPRAKTEK (2)
1. Di negara Common Law, malpraktek medik masuk wilayah
hukum tort (civil wrong made against a person or properties).
2. Dikatagorikan tort karena adanya professional relationship.
3. Tort diklasifikasi menjadi 2, yaitu tort karena:
a. Negligence (kurang berhati-hati), sehingga disebut unintentional tort.
b. Intensional (sengaja), sehingga disebut intentional tort.
4. Malpraktek di negara Common Law dibatasi hanya pada
unintentional tort dan Dr tidak dipidana karenanya.
Pidana dibatasi hanya pada intentional tort (mis: eutanasia).
5. Kecenderungan internasional akhir-akhir ini mulai ada upaya
mempidanakan unintentional tort meskipun jumlahnya masih
amat sedikit sekali, disamping banyak ditentang para ahli.

MALPRAKTEK (3)
medis yang bersifat negligence maka seringkali disebut
professional negligence !!!
Definisi yuridis di negara bagian California sbb :
Professional negligence = suatu tindakan commission atau
omission yang dilakukan oleh health care provider ketika
menangani pasien, dimana commission atau omission tsb
telah menimbulkan personal injury or wrongful death dan
tindakan tsb harus berada dalam lingkup tanggung-jawab
dokter yang lisensinya masih berlaku atau tidak sedang
dikenai sanksi oleh the licencing agency / licensed hospital.
Kecenderungan penegak hukum di Indonesia lebih suka
menggunakan pasal karet (Psl 359 & 360 KUHP) untuk
menjerat dokter dalam perkara pidana meski ada professional relationship !!!

MALPRAKTEK (4)
Pasal 359 dan 360 KUHP menuntut terjadinya

wrongful death atau personal injury (luka-luka).


(Karena menuntut akibat buruk maka delik kedua
pasal tersebut merupakan delik materiel).
Tetapi kebijakan pidana dlm UUPK yg berkaitan

dengan layanan dibawah standar digolongkan


sebagai delik formil karena tidak menuntut akibat?
Di negara-negara Common Law, pemikiran

memasukkan unintentional tort menjadi tindak


pidana (medical manslaughter) dianggap tidak
rasional. Oleh karena itu kasusnya sangat sedikit.

UNSUR CIVIL MALPRACTICE


1. Duty:
Adanya kewajiban yang harus dilakukan Dr.
2. Dereliction of duty:
Dr tidak melaksanakan kewajiban tsb dengan
baik (gagal menggunakan ilmu & ketrampilam yg
layak).
3. Damage:
Pasien mengalami cidera atau meninggal dunia.
4. Direct causation:
Kecideraan tsb merupakan akibat langsung dari
tindakan Dr yg tidak benar sebagaimana dimaksud

PEMBUKTIAN PIDANA
Membuktikan kedua unsur pidana:
a. Actus reus (perbuatan tercela).
b. Mens rea (sikap batin yg salah).
PEMBUKTIAN PERDATA
1. Secara Langsung:
membuktikan unsur-unsur tort:
a. D(uty).
b. D(ereliction of duty).
c. D(amage).
d. D(irect causation between
damage and dereliction of duty)
2. Secara Tak Langsung:
menggunakan doktrin Res Ipsa
Loquitor (mis: gunting dalam perut).

TANGGUNGJAWAB HUKUM
Tanggung-gugat Perdata (Civil Liability):
Bisa personal:
jika Dr sebagai independent contractor.
Dapat dialihkan ke ordinate (mis: RS):
jika Dr merupakan employee physician (atas
dasar doctrine of vicarious liability).
Bisa ditanggung bersama employer (mis: RS):
jika Dr sbg mitra (joint liability).

Tanggung-jawab Pidana (Criminal Responsibility):

Individual (bukan lembaga).


Personal (hanya pada Dr yang melakukan).

TANGGUNG-JAWAB HUKUM DI RS
Terdiri atas:
1. Professional Liability:
a. diagnosis (harus sesuai standar yg berlaku).
b. treatment (harus sesuai standar yg berlaku).
c. prognosis (harus teliti, akurat dan jujur).
2. Corporate Liability:
a. menyediakan tempat & lingkungan yg aman.
b. menyediakan perlengkapan, material dan alat
medis yang aman.
c. menyediakan sistem dan cara kerja yg aman.
d. menyediakan staf yang berkompeten.

TANGGUNG RENTENG
Dibawah doktrin tanggungrenteng, RS
(meski sebagai artificial entity tidak melakukan kesalahan) namun bisa bertanggung
gugat atas kesalahan atau kelalaian subordinatenya.
Agar dapat diterapkan ajaran tanggungrenteng harus dipenuhi syarat:
a. harus ada direct relationship.
b. tindakan Dr harus masih berada dalam
kewenangannya (clinical privileges).

KONSEP TANGGUNG RENTENG


Konsep tanggung-renteng didasarkan atas pemikiran sbb:
1. Untuk memastikan adanya pihak tergugat yang
mampu membayar gantirugi (solvent defendant
atau deeper pocket) seandainya Dr sub-ordinate
melakukan kesalahan atau kelalaian.
2. Untuk memberikan umpan balik kepada pihak
RS agar memiliki rasa tanggung-jawab yang lebih besar lagi dalam mengelola dan mengontrol
subordinatenya.

KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.

Hubungan terapetik = hubungan kontraktual.


Para pihaknya adalah pasien dengan Dr /RS.
Diawali kesepakatan para pihak.
Diakhiri kesembuhan, Dr diberhentikan oleh
pasien, atau pasien / Dr meninggal dunia.
5. Sebelum berakhir maka pemutusan sepihak oleh
pihak pasien dibenarkan, tetapi oleh Dr tidak
(kecuali ada alasan yang patut).
6. Perikatan yg timbul berupa inspanings sehingga
prestasi Dr berupa upaya dan kontraprestasi
pasien membayar jasa (kecuali cuma-cuma).
7. Tanggung-gugat Dr dipengaruhi oleh bentuk
hubungan antara Dr dgn RS.

HUBUNGAN DR - RS
1. Sebagai Employee (Dr tetap).
2. Sebagai Mitra.
3. Sebagai Independent Contractor.
TANGGUNGGUGAT DI RS
Terdiri dari:
1. Corporate Liability (Tanggunggugat
Lembaga / Korporasi).
2. Professional Liability (Tanggunggugat
Dokter / Individu).

DOKTER EMPLOYEE
a. Kepanjangan tangan dari RS (extended
arm).
b. Dibayar penuh meski dalam satu bulan
tidak punya pasien.
c. Bila melakukan kesalahan atau kelalaian
yang berkaitan dengan clinical privilege,
maka tangunggugatnya dialihkan kpd RS.
d. Jika kesalahan atau kelalaian berkaitan
dg tindakan medis diluar clinical privilege,
maka tanggunggugatnya dipikul sendiri.

KONSEP
VICARIOUS LIABILITY
a. Dibawah doktrin vicarious liability, RS
dapat bertanggunggugat atas kesalahan
atau kelalaian yang dibuat subordinate.
b. Agar bisa diberlakukan doktrin vicarious
liability maka:
- harus ada direct relationship.
- tindakan Dr harus termasuk dlm clinical
privilege yang sah.

TANGGUNG-RENTENG
Didasarkan atas pemikiran sbb:
1. Untuk memberikan jaminan bahwa pasien
yang dirugikan pasti dapat menemukan
tergugat yang mampu membayar gantirugi
(solvent defendant).
2. Untuk memberikan umpan balik kepada
RS, sebagai ordinate, agar lebih memiliki
rasa tanggungjawab dalam mengawasi
subordinate.

VICARIOUS LIABILITY
(TANGGUNG-RENTENG)

Dokter yg bisa mengalihkan tanggunggugat


kepada pihak RS adalah:
1.Dr organik (employee).
2.Dr relawan (volunteer).
3.Dr tamu (visiting doctor).
4.Dr pinjaman (borrowed physicians).

DOKTER MITRA
a. Kedudukan setingkat dengan RS.
b. Dibayar berdasarkan jumlah kasus yang
ditangani, yg rinciannya didasarkan pada
pada PKS atau Peraturan RS.
c. Bila melakukan kesalahan atau kelalaian
yang berkaitan dengan clinical privilege,
tangunggugatnya ditanggung bersama.
d. Jika kesalahan atau kelalaian berkaitan dg
tindakan medis diluar clinical privilege,
maka tanggunggugatnya dipikul sendiri.

DOKTER
INDEPENDENT CONTRACTOR
a. Kedudukan setingkat dengan RS.
b. Berdasarkan PKS/Peraturan RS diizinkan
menggunakan fasilitas RS (termasuk
perawat) dengan cara menyewa.
c. Bila melakukan kesalahan / kelalaian untuk
tindakan medis macam apapun
maka tanggunggugatnya dipikul sendiri.
d. Di Indonesia model ini tidak lazim.

CORPORATE LIABILITY
RS dianggap subjek hukum (artificial intity
atau recht persoon) yang dapat melakukan
perbuatan hukum melalui stafnya.
Jika RS (melalui stafnya) tidak melakukan
langkah-langkah manajerial yg pantas atas
bidang-bidang yg menjadi tanggungjawabnya
maka RS bertanggunggugat atas kerugian
yang dialami pasien.
Tanggunggugat tersebut disebut Corporate
Liability.

BIDANG
TANGGUNGJAWAB RS
Meliputi:
1. Peralatan, perbekalan, obat-obatan dan
makanan.
2. Lingkungan RS.
3. Prosedur-prosedur keselamatan.
4. Seleksi, retensi dan pemberian clinical
privilege kepada staf medis.
5. Supervisi terhadap layanan kepada pasien.

KATA KUNCI
BANYAK ORANG MENGIRA,
BAHWA INFORMED CONSENT MERUPAKAN PERJANJIAN
TERAPETIK.
SALAH BESAR, SEBAB INFORMED CONSENT
MERUPAKAN PERNYATAAN SEPIHAK YANG BERKAITAN
DENGAN TINDAKAN MEDIS YANG MENGANDUNG RISIKO.
BANYAK PULA ORANG MENGIRA,
BAHWA PERNYATAAN KESANGGUPAN MEMBAYAR BIAYA
JUGA MERUPAKAN INFORMED CONSENT.
SALAH BESAR, KARENA KESANGGUPAN MEMBAYAR
BIAYA MERUPAKAN PERNYATAAN SEPIHAK MENYUSUL
DILAKUKANNYA TINDAKAN MEDIS.

INFORMED CONSENT
Bukan PERJANJIAN TERAPETIK, tetapi
PERNYATAAN SEPIHAK, sebagai
akibat
terjadinya perjanjian terapetik;
Hanya diberikan oleh orang tertentu saja,
yaitu:
- Pasien sendiri (for patient with capacity
to consent); atau
- Orang yang berhak mewakili (for
patient

PERJANJIAN TERAPETIK
Merupakan pernyataan dua pihak, yaitu pihak
pasien dan pihak Dr / RS.
Terjadinya perjanjian terapetik dengan Dr
(dalam praktek pribadinya) diawali
kesediaan Dr menangani saat pasien
datang berobat,
yang ditandai dengan menerima pendaftaran.
Terjadinya perjanjian terapetik dengan RS
diawali kesediaan RS menangani ketika
pasien datang berobat, yg ditandai dengan
menerima pendaftaran atau menjuali karcis

PERNYATAAN
MENANGGUNG BIAYA
o Bukan Informed Consent.
o Bisa diberikan oleh siapa saja yang
bersedia menanggung biaya, yaitu:
Pasien sendiri;
Keluarganya;
Perusahaan atau majikannya;
Perusahaan Asuransi kesehatan;
Sahabat, tetangga atau dermawan.

HUBUNGAN TERAPETIK
Terjadi karena dua alasan, yaitu:
1.Karena perjanjian terapetik antara Dr (sbg
pribadi) dengan pasien.
2.Karena hukum / UU, yaitu:
a. bila Dr bekerja di RS (sbg sub-ordinat
atau mitra) shg Dr harus melaksanakan
kewajiban RS mengelola pasien RS;
b. bila Dr melihat orang dalam keadaan
emergensi sehingga ia wajib melakukan
Good Samaritan (lihat Psl 531 KUHP).

GOOD SAMARITAN
Adalah tindakan menolong seseorang dgn
sukarela atas dasar kemanusiaan seperti yg
dilakukan oleh seorang Samaria (yang baik)
ketika melihat korban tergeletak dirampok.
GOOD SAMARITAN LAW
Adalah UU di Amerika yang memberikan
kekebalan dari tuntutan hukum kepada dokter
yang melakukan pertolongan emergensi diluar
RS bila terjadi kelalaian, sepanjang bukan
merupakan gross negligent (ceroboh).

hubungan karena perjanjian terapetik

DOKTER

PASIEN
PERIKATAN

KEWAJIBAN

HAK

KEWAJIBAN
HAK

Melakukan tindakan medis, berupa:


1. Tindakan diagnosis:
a. tindakan diagnosis A
Tiap-tiap tindakan yang
b. tindakan diagnosis B
ada risikonya harus
2. Tindakan terapetik:
dilengkapi INFORMED
a. tindakan terapetik X
CONSENT sendiri-sendiri
b. tindakan terapetik Y

perjanjian terapetik

RUMAH SAKIT

PASIEN
PERIKATAN

KEWAJIBAN

HAK

Hubungan karena
hukum/UU

KEWAJIBAN

HAK

DOKTER
Melakukan tindakan medis, berupa:
1. Tindakan diagnosis:
a. tindakan diagnosis A
Tiap-tiap tindakan yang
b. tindakan diagnosis B
ada risikonya harus
2. Tindakan terapetik:
dilengkapi INFORMED
a. tindakan terapetik X
CONSENT sendiri-sendiri
b. tindakan terapetik Y

DEFINISI (1)
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut.
(Permenkes)

DEFINISI (2)
Persetujuan pasien atau yang mewakilinya
atas rencana tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi setelah menerima informasi
yg cukup untuk dapat membuat persetujuan.
(Konsil Kedokteran Indonesia)

DEFINISI (3)
Pernyataan oleh PASIEN, atau dalam hal pasien
tidak berkompeten*), oleh ORANG YANG BERHAK
MEWAKILI, yang isinya berupa persetujuan kepada
Dr untuk melakukan tindakan medik sesudah pasien
atau orang yang berhak tersebut diberi informasi
secukupnya **) mengenai rencana tindakan medik
yang akan dilakukan Dr.
(Sofwan Dahlan)
*) Tidak berkompeten: belum dewasa (21 th) atau
belum pernah nikah atau tidak sehat akal.
**) Informasi sekucupnya: kualitas dan kuantitas
informasi cukup adekuat bagi pasien untuk dasar
membuat keputusan (setuju atau tidak setuju).

PENJELASAN
Dari ketiga definisi tadi maka yang benar
dari sudut legal drafting adalah definisi ketiga,
sebab mampu memberikan pemahaman
bahwa:
1.Pemegang hak utama untuk memberikan
persetujuan ialah pasien.
2.Hak keluarga untuk mewakili pasien bukan
bersifat alternatif, tetapi kondisional,
yaitu manakala pasien tidak berkompeten.
3.Jika pasien sudah dewasa dan sehat akal
maka keluarga samasekali tidak

BAGAIMANA
TINJAUAN
TEORITISNYA ???

SEJARAH
Diawali munculnya doktrin a man is the master
of his own body, oleh hakim Cardozo yg mengadili
kasus Nateson v. Kline.
Lalu muncul common law (putusan pengadilan) di
negara dgn Common Law System karena tidak ada
statute law (UU produk Legislatif) yg bisa dijadikan
acuan hakim dlm memutus perkara, seperti:
1. Kasus Schloendorf v. the Society of NY Hospital;
2. Kasus Mohr;
4. Kasus Gerti;

3. Kasus Forientino v. Wegner;


5. Kasus-kasus lainnya.

Disini, isu IC mulai dikenal sejak IDI mengeluarkan


Pernyataan IDI ttg Informed Consent yg kemudian
dilembagakan dalam statute law (yaitu UUPK).

KASUS SCHLOENDORFF
Dr disalahkan mengangkat rahim sedangkan IC yg
diberikan oleh pasien hanyalah tindakan diagnostik
dg ether utk memastikan kalau-kalau tumor ganas.
KASUS MOHR
Dr beralih mengoperasi telinga kanan krn ternyata
(setelah pasien dibius) ia melihat telinga kanan jauh
lebih parah dari telinga yang telah mendapatkan IC.
KASUS GERTI
Dr dipersalahkan di pengadilan tingkat pertama
sebab ia memotong kaki Gerti (10 th) yg tidak
disetujui orangtuanya, tetapi MA membebaskan Dr
atas dasar keselamatan anak jauh lebih penting d/p
keberatan orangtuanya (pertimbangan filosofis).

KASUS FORIENTINO
Dr dipersalahkan karena ia tidak memberikan
informasi bahwa tindakan ECT memiliki risiko, yaitu
dapat mengakibatkan rahang pasien patah atau
lidah terpotong, meski pasien telah memberikan izin
ECT.
Jadi informed consent diberikan tanpa didahului
informasi yang cukup (termasuk risikonya) sehingga
Informed consent yang telah diberikan dianggap
tidak sah demi hukum (domino effect).

LATAR BELAKANG
1.
2.
3.
4.

Tindakan medik penuh uncertainty.


Hasilnya tdk bisa diperhitungkan sec. matematik.
Hampir semua tindakan medik memiliki risiko.
Tindakan medik tertentu bahkan disertai akibat
ikutan yg tidak menyenangkan (kasus Schloendorff).
5. Semua potential risks (jika benar-benar terjadi)
atau semua akibat ikutan (yang pasti terjadi) akan
dirasakan sendiri oleh pasien, bukan orang lain.
6. Risiko dan akibat ikutan tersebut biasanya sulit
atau bahkan mustahil untuk dipulihkan kembali.
7. Semakin kuatnya pola hidup konsumerisme yang
prinsipnya He who pays the piper calls the tune.

LANDASAN FILOSOFIS
Informed consent diperlukan karena:
1.Tuntutan dari patients autonomy.
2.Melindungi status pasien sebagai human being.
3.Mencegah pemaksaan dan tipu daya.
4.Mendorong self-criticism dokter.
5.Membantu proses rasional dalam pembuatan
keputusan (process rational decision-making).
6.Mengedukasi masyarakat.
Informed consent akan menjadi sangat penting:
1.Manakala tindakan medis mengalami kegagalan.
2.Merupakan penghormatan terhadap hak asasi
manusia (dignity and rights of each human being).

LANDASAN ETIKA
Etika menghendaki agar setiap Dr dalam
menjalankan profesinya senantiasa memperhatikan
empat prinsip dasar moral, yakni:
1.Beneficence (to do good).
2.Non-maleficence (to do no harm).
3.Justice (as a fairness or as distributive justice).
4.Autonomy (the right to make decisions about ones
health care).
Jadi informed consent bukan sekedar isu hukum, ttp
juga isu moral dan etika sebab berkaitan erat dengan
prinsip autonomy (hak pasien membuat keputusan).

LANDASAN HUKUM
Berbeda dari negara common law, informed
consent disini diatur dalam Statute Law:
1. UU No. 36 Th. 2009 ttg Kesehatan:
2. UU No. 29 Th. 2004 ttg Praktik Kedokteran.
3. UU No. 44 Th. 2009 ttg Rumah Sakit
4. PP ttg Tenaga Kesehatan.
5. Permenkes Persetujuan Tindakan Medik.
6.Permenkes No. 1419 / Menkes / PER /
2005 ttg Penyelenggaraan Praktik Dr & Drg.

KEBIJAKAN UUPK
1. Bersifat non-selective (semua tindakan medik).
2. Harus didahului penjelasan yang cukup sebagai
landasan bagi pasien dlm mengambil keputusan.
3. Dapat diberikan tertulis atau lisan (ucapan atau
anggukan kepala?).
anggukan itu body language!
4. Untuk tindakan medik berisiko tinggi, persetujuan
harus diberikan secara tertulis.
5. Dalam keadaan emergensi tidak perlu informed
consent, sesudah sadar wajib diberitahu dan
diminta persetujuannya???
ini lucu kan???.
6. Ditandatangani oleh yang berhak.

KONSEKUENSI HUKUM
Bila tindakan medik tidak disertai informed
consent, konsekuensi hukumnya:
1. Merupakan bukti adanya unsur pidana,
yaitu perbuatan tercela (actus reus) dan
sikap batin yang salah (mens rea).
2. Merupakan bukti adanya unsur tindakan
melawan hukum sehingga Dr bisa digugat.
3. Merupakan bukti adanya tindakan Dr yang
tidak patuh thd Hukum Disiplin, sehingga
Dr dapat diadili oleh MKDKI.

TINDAKAN MEDIK
YANG MEMERLUKAN IC (1)
1.Operasi invasive, baik mayor atau minor.
2.Semua bentuk tindakan medik yang punya
risiko lebih besar.
3.Semua bentuk terapi radiologi.
4.Terapi kejang listrik (ECT).
5.Semua tindakan medik eksperimental.
6.Semua tindakan medik yang menurut UU
diharuskan disertai informed consent.
(Roach, Chernoff dan Esley, 2000)

TINDAKAN MEDIK
YANG MEMERLUKAN IC (2)
1. Operasi invasive, major dan minor, baik melalui
incisi atau melalui liang-liang tubuh (natural body
opening).
2. Semua tindakan medik yang memakai anesthesia.
3. Tindakan medik non-operatif yg punya risiko lebih
besar atau yang berisiko merubah struktur tubuh.
4. Tindakan medik yg menggunakan cobalt & x-ray.
5. Terapi kejang listrik (ECT).
6. Terapi yang masih bersifat eksperimental.
7. Semua bentuk tindakan medik yang memerlukan
penjelasan spesifik.
(Mancini M.R, Gale A.T)

INFORMED CONSENT
PENELITIAN
Pada penelitian dgn perlakuan (eksperimental),
informed consent sangat diperlukan sebab:
1. Keamanannya bagi subjek belum dapat dijamin
sepenuhnya;
2. Kemamfaatannya terhadap subjek juga belum
dapat diandalkan; dan
3. Risiko-risikonya belum dapat dikenali seluruhnya.
Jadi dalam setiap penelitian, asas yang lebih dulu
dipertimbangkan adalah asas nonmaleficence, baru
kemudian asas beneficence.

BAGAIMANA
JIKA pasien dalam keadaan EMERGENSI?
APAKAH
INFOMED CONSENT tetap perlu mengingat
pelaksanaan informed consent memerlukan
komunikasi sehingga dibutuhkan:
a. waktu relatif lama; dan
b. tingkat kesadaran compos mentis ???
PADAHAL
TINDAKAN emergency perlu dilakukan
cepat untuk mencegah kematian dan

DEFINISI EMERGENSI
1. DIANGGAP EMERGENCY:
setiap kondisi yang menurut pendapat pasien,
keluarga atau orang-orang yg membawa pasien
ke RS -------- bahwa pasien --------- memerlukan
penanganan segera.
(versi pihak pasien)
2. TRUE EMERGENCY:
setiap kondisi yang setelah diperiksa secara
klinis, memang memerlukan penanganan segera
(immediate medical attention), guna mencegah
pasien dari kematian / kecacatan.
(versi Dr)
(American Hospital Association)

EMTALA

(EMERGENCY MEDICAL TREATMENT AND ACTIVE

LABOR ACT)

(A). Suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gejala berat dan
akut (meliputi rasa sakit luar biasa), yang kalau tidak
ditangani segera akan dapat mengakibatkan:
(i) kesehatan pasien mengalami bahaya serius
(termasuk wanita hamil atau bayi yg dikandungnya);
(ii) kerusakan organ atau tubuh yang serius; atau
(iii) kegagalan organ atau bagian tubuh yang serius; atau
(B). Suatu kondisi wanita hamil yg telah mengalami kontraksi,
tetapi:
(i). tidak memiliki waktu yang cukup untuk membawanya
ke rumah sakit; atau
(ii). transportasi wanita itu ke RS dapat membahayakan
diri wanita itu atau bayinya.

TANGGUNGJAWAB DOKTER
TERHADAP PENDERITA EMERGENSI
Dokter diwajibkan oleh UU utk menolong seseorang
yang berada dalam kondisi emergensi jika :
a.bentuk pertolongannya masih berada dlm kontek
profesinya.
b.pasien berada dalam jarak dekat dengan dokter.
c.dokter mengetahui bahwa ada kebutuhan akan
bantuan emergensi atau ada pasien dgn
kondisi
d.

serius.
dokter dinilai layak memberikan bantuan serta
memiliki peralatan yang diperlukan.
(Gorton, 2000)

BENTUK KEWAJIBAN
1. Diluar RS:
- melakukan Good Samaritan (stabilisasi
dan transfer ke RS).
2. Di Puskesmas:
- stabilisasi.
- transfer ke RS (jika sudah transferable).
3. Di RS dg Initial Emergency Care:
- stabilisasi.
- transfer ke RS (jika sudah transferable).
4. Di RS dg Definitive Emergency Care:
- emergency treatment paripurna.

INFORMED CONSENT
PADA PASIEN EMERGENSI
1. Jika keadaan pasien masih memungkinkan maka
informed consent tetap penting, tetapi bukan prioritas.
2.Meski penting, namun pelaksanaannya tidak boleh menjadi
penghambat atau penghalang dilakukannya tindakan
pertolongan penyelamatan (emergency care).
3.Permenkes, UUPK dan UURS menyatakan bahwa dalam
kondisi emergensi tidak diperlukan informed consent.
4.Berbagai yurisprudensi di negara maju menunjukkan hal
yang sama, bahwa tindakan emergency care dapat
dilakukan tanpa informed consent.
5.Kasus Mohidin (Sukabumi), hakim membenarkan dokter
mencopot mata pasien untuk menyelamatkan mata yang
masih sehat tanpa informed consent (karena cacat dalam
prosedur) atas dasar teori sympatico optalmia.

EMERGENCY CARE
PADA ANAK TANPA IC ORANG TUA
Jika orangtua tak setuju, tindakan medik pada
anak dapat dilakukan dgn syarat:
1. Tindakan tsb merupakan tindakan terapetik,
bukan tindakan eksperimental.
2. Tanpa tindakan tsb anak akan mati.
3. Tindakan medik tsb memberikan harapan
atau peluang pada anak yang bersangkutan
untuk hidup normal, sehat dan bermanfaat.

PENOLAKAN
MEMBERIKAN INFORMED CONSENT
Jika pasien sudah dewasa dan sehat akal:
o Pasien bertanggungjawab sendiri atas
kejadian buruk yang akan terjadi kelak.
Jika penolakan oleh orangtua dari pasien tak
maka penolakan tsb dapat dipersoalkan dari
sisi, apakah:
o Keputusannya merupakan keputusan yg
bertanggungjawab?
o Telah menggunakan standar yang benar?
o Berhak mewakili kepentingan anaknya?

MATERI INFORMASI
YANG WAJIB DISAMPAIKAN
1. Alasan perlunya tindakan medik.
2. Sifat tindakan medik tsb (eksperimen atau
non-eksperimen).
3. Tujuan tindakan medik, yaitu diagnostik
atau terapetik.
4. Risiko dari tindakan medik.
5. Akibat ikutan yang tidak menyenangkan.
6. Ada tidaknya tindakan medik alternatif.
7.Akibat yg mungkin terjadi di kemudian hari
jika pasien menolak tindakan medik.

PEMBERIAN INFORMASI
Cukup lisan agar ada komunikasi dua arah.
Boleh ditambah dengan information sheets
sebagai pelengkap.
Jika informasi tdk cukup atau tdk diberikan
samasekali maka persetujuan yang telah
diberikan tidak syah demi hukum.
Pada pasien dengan Dont tell me, doctor

KEWAJIBAN
MEMBERIKAN INFORMASI
1.Berada di tangan Dr yang hendak melakukan
tindakan medik sebab ia yang tahu persis kondisi
pasien dan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
medik yang akan dilakukannya.
2. Kewajiban tsb amat riskan apabila didelegasikan
kepada Dr lain, perawat atau bidan; tetapi bila hal
itu dilakukan dan terjadi kesalahan pemberian
informasi maka tanggungjawabnya tetap pada Dr
yang melakukan tindakan medik.
3.Di negara maju, tanggungjawab memberikan
informasi merupakan tanggungjawab yang tidak
boleh didelegasikan (non-delegable duty).

HAK MEMBERIKAN CONSENT


1.Pasien dewasa & sehat akal
pasien ybs.
2.Pasien anak-anak
keluarga / walinya.
3.Pasien tak sehat akal
keluarga / wali / kurator.
4.Pasien nikah
pasien yang bersangkutan,
kecuali utk tindakan medik ttt (mis: sterilisasi KB).
Tindakan yang perlu persetujuan pasangan:
1.Tindakan medik yang punya pengaruh kepada
pasien beserta pasangannya sbg satu kesatuan.
2.Tindakan medik tsb non terapetik, bukan terapetik.
3.Pengaruh dari tindakan medik tsb irreversible.
Sterilisasi KB, harus ada persetujuan suami.
Sterilisasi terapetik (Ca Cervix), hanya oleh pasien!!!

CARA MEMBERIKAN IC
1. Secara terucap (oral consent).
2. Secara tertulis (written consent).
3. Secara tersirat (implied consent).
Yang paling aman adalah written consent, sebab
ada bukti dokumen yang tidak dapat dipungkiri.
Jika diberikan terucap / tersirat sebenarnya tetap
sah, hanya saja, demi keamanannya perlu:
1.Dibatasi hanya pada tindakan yg risikonya kecil.
2.Perlu ada saksi (mis: perawat) utk jaga-jaga bila
kelak dipungkiri.
3.Dicatat dlm rekam medis, bahwa pasien memberikan persetujuan terucap/tersirat dg saksi .....

SYARAT PERNYATAAN
1. Subjek hukum: kompeten.
2.Kualitas pernyataan:
a. voluntary: sukarela tanpa disertai
unsur
3 F (force, fraud dan fear).
b. unequivocal: disampaikan secara jelas,
tegas dan tanpa keraguan.
c. conscious: dalam kondisi psikologis
yang
penuh kesadaran (compos mentis).
d. naturally: sesuai kewajaran sehingga

HAKEKAT INFORMED CONSENT


1. Bagi pasien, merupakan media menentukan sikap
atas tindakan Dr yang mengandung risiko / akibat
ikutan.
2. Bagi Dr, merupakan sarana memperoleh legitimasi
atas tindakannya yang bersifat offensive touching.
3. Dari sisi hukum merupakan transfer of liability dari
Dr kpd pasien atas terjadinya risiko / akibat ikutan.
4. Bukan merupakan sarana yg dapat membebaskan
Dr dari tanggungjawab malpraktek.
Masalah malpraktek merupakan masalah lain yg
sangat erat kaitannya dgn tindakan medik dibawah
standar.

ASPEK HUKUM
Meliputi:
1. Aspek kepemilikan.
2. Aspek dari data/informasi dalam
dokumen rekam medis.
3. Aspek pemanfaatan data dan
informasi dalam dokumen rekam
medis.

ASPEK KEPEMILIKAN
UU di Indonesia membagi kepemilikan sbb:
Berkas milik health care-provider.
Isi dokumen milik health-care receiver.
UU di Negara Lain adalah sbb:
Rekam Medis milik health-care provider.
Isi rekam medis tidak pernah disebut-sebut
ttg siapa pemiliknya, namun karena isinya
ttg pasien maka kepada pasien diberikan dpt
hak-hak tertentu. (lihat selanjutnya)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

HAK-HAK TERTENTU PASIEN


Hak atas rahasia seluruh isi dokumen.
Hak melepaskan sifat kerahasiaan dari isi
dokumen.
Hak menentukan kepada siapa isi dokumen
boleh diberikan, baik siapa saja ataupun
orang tertentu (selektif).
Hak akses (dengan didampingi Dr).
Hak koreksi atas isi dari dokumen.
Hak mendapatkan foto-kopi dokumen.
Hak memanfaatkan isinya secara wajar.

ASPEK KEPEMILIKAN

UU di Indonesia:
o Berkas milik health care-provider.
o Isi dokumen milik health-care receiver.
UU di Negara Lain:
o Rekam Medis milik health-care provider.
o Isi rekam medis tdk pernah disebut-sebut
siapa pemiliknya, namun karena isinya
tentang pasien maka kepada pasien ybs
diberikan hak-hak tertentu. (lihat selanjutnya)

HAK-HAK TERTENTU PASIEN


Meliputi:
o Hak atas rahasia seluruh isi RM.
o Hak melepaskan sifat kerahasiaan isi RM.
o Hak menentukan kepada siapa isi RM
boleh diberikan, baik siapa saja ataupun
orang tertentu (selektif).
o Hak akses RM (dengan didampingi dokter).
o
Hak koreksi atas isi RM yang tidak benar.
o
Hak mendapatkan foto-kopi RM.
o
Hak memanfaatkan isi RM secara wajar.

MENGAPA
DOKUMEN REKAM MEDIS
MILIK
HEALTH CARE PROVIDER
???

ALASANNYA
Dokumen medis milik health-care provider,
mengingat dokumen tersebut:
1.Dibuat, utamanya untuk memenuhi
kebutuhan dari health-care provider.
2.Dibuat dgn menggunakan bahan-bahan
milik health-care provider.
3.Dibuat oleh staf milik rumah sakit.
4.Adanya doktrin patient pays the treatment,
not the record.

ASPEK ISI DOKUMEN


Isi dokumen rekam medis, meliputi pula
dokumen keperawatan, merupakan rahasia.
Kerahasiaan tersebut didasarkan pada:
1. Sumpah Profesional.
2. Kode Etik Profesi.
3. Peraturan perundang-undangan.
Atas dasar itu, health-care provider memiliki
kewajiban menjaga kerahasiaan RM.
Tetapi kerahasiaan tersebut tidak mutlak dan
dapat dibuka berdasarkan kondisi tertentu !!!

PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
UUPK No. 29 TH 2004:
Rekam medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiannya oleh dokter atau dokter gigi dan
pimpinan sarana kesehatan. (Pasal 47 ayat (2)
UURS No. 44 TH 2009:
Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban:
a. .............................................
h. menyelenggarakan RM; (Psl 29 ayat (1)

PP No. 10 Th 1966:
Pasal 1:
Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu
yang diketahui selama melakukan pekerjaan
di lapangan kedokteran.
Pasal 2:
Pengetahuan tersebut harus dirahasiakan
oleh orang-orang tersebut pada Pasal 3,
kecuali apabila sesuatu peraturan lain yang
sederajat atau yang lebih tinggi menentukan
lain.

ASPEK PEMANFAATAN
Pada awalnya, rekam medis dibuat
untuk memenuhi kepentingan health
care provider.
Namun dalam perkembangannya juga
dapat dimanfaatkan oleh:
1. Pihak pasien.
2. Pihak ketiga (individu atau lembaga).
3. Pihak penegak hukum.

PEMANFAATAN OLEH PASIEN


Jika yang memanfaatkan pasien sendiri,
maka masalah hukumnya hampir tidak ada.
Penyampaian kpd pasien dapat dilakukan:
1. Secara lisan; atau
2.Secara tertulis, dalam bentuk:
a. Resume medis;
b. Laporan medis (medical report); atau
c. Fotokopi (keseluruhan atau sebagian
sesuai permintaan pasien)
ini sesuai asas
kepatutan/kepantasan

PEMANFAATAN
OLEH PIHAK KETIGA
Jika yang memanfaatkan pihak ketiga maka
harus hati-hati dengan masalah hukumnya.
Penyampaian kepada pihak ketiga bisa
dilakukan jika memenuhi dua syarat, yaitu:
a. ada permohonan tertulis (written request)
dari pemohon; dan dilampiri
b.izin tertulis (written consent) dari pasien,
bahwa ia tdk berkeberatan informasi dari
RM-nya disampaikan kepada pemohon.
Contoh pemohon: Perusahaan Asuransi.

PEMANFAATAN
OLEH PENEGAK HUKUM
Harus dilihat dulu jenis perkaranya, yaitu:
1. Perdata; atau
2. Pidana.
Jika perdata maka pasien memang berhak
meminta data medis dari rekam medisnya.
Jika pidana, hanya hakim ketua sidang yang
berhak meminta isi RM dibuka di sidang.
Polisi, jaksa dan pengacara tidak berhak menyita
berkas RM, tetapi dengan izin pasien mereka boleh
meminta isi RM pasien (bukan menyita berkas RM).

SANKSI PIDANA
Dr, perawat / bidan dapat dipidana jika:
a. tidak membuat rekam medis/keperawatan.
b.memalsukan isi rekam medis /keperawatan.
c.membocorkan isi rekam medis /
keperawatan kepada pihak ketiga.
SANKSI ADMINISTRATIF
RS yang tidak menyelenggarakan RM dapat
dikenai sanksi administratif berupa:
a.teguran;
b.teguran tertulis; atau
c.denda dan pencabutan Izin Rumah Sakit.

SANKSI PERDATA
Jika Dr, perawat atau bidan membocorkan
isi dokumen medis atau keperawatan maka
selain bisa dipidana juga bisa digugat untuk
membayar ganti rugi atas terjadinya:
a.kerugian materiel (nyata); dan
b.kerugian immateriel (mis: rasa malu atau
kecewa).

SANKSI DISIPLIN
Khusus untuk dokter dapat diadili
serta dikenai sanksi administratif oleh
MKDKI jika:
a.tidak membuat RM;
b.tidak menyimpan RM; dan
c.membocorkan isi RM.
Sanksi ini tetap dapat diterapkan meski ybs
telah menerima sanksi pidana dan

Anda mungkin juga menyukai