Anda di halaman 1dari 48

Refleksi Kasus

Januari, 2017

INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA)

OLEH :
NUR FARIDAH / N 111 14 045
PEMBIMBING LAPANGAN :
dr.MEITY SALATAN

BAB I : PENDAHULUAN
A.

Latar belakang

Usaha
peningkatan
kesehatan
masyarakat
pada
kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan
telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah
kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh
masyarakat.

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat


terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas
dan infeksi akut, saluran pernapasan bagian bawah.

BAB I : PENDAHULUAN

Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29


episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05
episode per anak/tahun di negara maju.
Berdasarkan data SP2TP di Puskesmas Kawatuna tahun 2015,
ISPA perlu diperhatikan lebih serius karena menempati
urutan pertama pola penyakit rawat jalan. Tahun 2016 kasus
penyakit ISPA mengalami peningkatan terutama pada
golongan umur >5 tahun dan mengalami penurunan bayi dan
balita golongan umur < 5 tahun

BAB II : KASUS
Identitas Pasien
Nama

: An.H
Kelamin
: Perempuan
Usia
: 2 Tahun
Alamat
: Jl. Bulu Masomba Ds. Kawatuna
Agama
: Islam
Tanggal pemeriksaan : 16 Januari 2017

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Batuk berlendir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Puskesmas Kawatuna bersama
orang tuanya dengan keluhan batuk berlendir yang
dialami sejak 2 hari yang lalu, lendir berwarna putih, yang
disertai pilek. Pasien tidak mengalami sesak napas, mual
ataupun muntah.Menurut ibu pasien nafsu makan
menurun dan pasien malas minum. BAK normal dan BAB
biasa.

RIWAYAT SOSIAL DAN


LINGKUNGAN
Pasien

tinggal dengan anggota keluarga > 10 orang


dan 4 kepala keluarga :
1. Ayah umur 50 tahun, ibu 40 tahun, kakak
perempuan ke-1 umur 16 tahun, kakak
peremmpuan ke-2 umur 8 tahun, dan adik
perempuan umur 2 bulan.
2. Kakek umur 70 tahun dan nenek umur 68
tahun.
3. Saudara kandung orang tua pasien ada 3
orang dan 2 telah berumah tangga serta
memiliki anak.

Rumah tinggal pasien terdiri dari satu ruang tamu, satu


ruang keluarga, dan tiga kamar tidur, serta satu dapur,
tempat cuci piring, dua kamar mandi. Luas rumah pasien
11 x 8 meter, jarak rumah pasien dengan rumah
tetangga cukup berjauhan kira kira 3 meter. Sinar
matahari sulit dapat masuk ke dalam rumah pasien
dikarenakan bagian depan rumah pasien terdapat
bangunan rumah kecil.

Ventilasi atap rumah pasien kurang baik. Lantai rumah


terbuat dari semen, dinding rumah pasien berupa beton.
Keadaan rumah pasien bagian ruang tamu cukup rapi
sementara ruang keluarga sampai dapur cukup
berantakan karena kondisi barang cukup padat dan
kurang bersih

Sumber air minum berasal dari air PAM yang di


masak.Kamar mandi menggunakan ember sebagai
penampung air, jamban, dan timba di dalamnya. Lantai
kamar mandi terbuat dari semen, terdapat bak dimana
dinding terbuat dari semen dan tegel. Tembok kamar
mandi terbuat dari beton dan pintu kamar mandi terbuat
dari kayu yang mulai rusak. Kamar mandi hanya
digunakan oleh keluarga.

Pasien makan 3x sehari dengan lauk seadanya, namu


terkadang pasien makan tidak teratur dan menjadi
malas makan terutama saat sakit. Pasien hanya
minum ASI sampai umur 1 tahun dikarenakan
kondisi pasien yang malas untuk menyusui dan jarak
usia pasien dengan adik pasien yang berjarak hanya
1 tahun 8 bulan. Ayah, kakek dan om pasien
merupakan seorang perokok aktif, mereka sering
merokok dimana saja saat berada dalam rumah

Untuk

mencuci piring dan alat dapur biasanya


digunakan air PAM.
Keluarga pasien mengaku pasien jarang mencuci
tangan dengan sabun setelah BAB, serta jarang
mencuci tangan dengan sabun ketika akan makan.
Tidak terdapat tempat sampah dirumah. Sampah
dibuang pada tempat sampah dihalaman depan
rumah dan dibakar saat tempat sampah penuh.
Pendidikan
orangtua pasien: bapak SMA,
sedangkan ibu SMP.

Gambar 1. Rumah tampak depan

Gambar 2. Tampak atap rumah

Gambar 3. Tampak samping kanan rumah dan terdapat


kandang ayam

Gambar 4. Rumah tampak samping kiri dengan jendela yang


jarang di buka lebar.

Gambar 5. Rumah tampak halaman belakang dan terdapat tempat


untuk memasak

Gambar 6. Tampak 2 kamar mandi yang terpisah dengan rumah

Gambar 7. Tampak halaman belakang rumah dan bekas kandang


kambing

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:

Ibu, kakak, dan sepupu pasien yang tinggal serumah mengalami


keluhan yang sama.

Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya tidak pernah memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan lainnya dan untuk keluhannya, dan tidak
mengkomsumsi obat atau ramuan apapun.

Riwayat alergi
- Makanan
- Obat

: tidak ada
: tidak ada

Riwayat kehamilan dan persalinan

Riwayat antenatal

Ibu rutin melakukan pemeriksaan selama kehamilan.

Riwayat natal
Pasien lahir normal dengan kondisi cukup bulan di rumah
dibantu oleh bidan dengan berat badan lahir 2600 gram.

Riwayat neonatal
Tidak ada kelainan.

Asupan makanan
ASI sejak lahir sampai usia 1 tahun.

Riwayat imunisasi
Ibu pasien rutin membawa pasien untuk melakukan imunisasi.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran/ GCS : Compos mentis/ E4V5M6


Tanda vital

Tekanan darah

Nadi

Respirasi

Suhu

: tidak dilakukan pemeriksaan

: 96 x/menit, regular, isi tegangan cukup


: 25x/ menit

: 380C

Pemeriksaan fisik umum


Kepala-leher

Kepala : simetris, deformitas (-)

Mata

Wajah : sianosis (-), flushing (-)

Telinga : deformitas (-)

Hidung : deformitas (-)

: anemis -/-, ikterus -/-, mata cekung -/-

Mulut : sianosis bibir (-), stomatitis (-), pembesaran tonsil


(-)
Leher : pembesaran KGB (-), Tekanan vena jugularis :
meninggi (-)

Pemeriksaan fisik umum


Toraks-kardiovaskuler

Inspeksi : kelainan bentuk (-), Tarikan sela iga (retraksi


subcostal) (-), simetris (+)
Auskultasi : S1 S2 tunggal, teratur, Murmur (-), gallop (-),
vesikuler +/+, ronki-/-, Wheezing : -/-.

Pemeriksaan fisik umum


Abdomen

Inspeksi

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi

: distensi (-)
: timpani

Palpasi
: turgor normal, nyeri tekan (-) pada
epigastrium, hepar dan lien tidak teraba.

Pemeriksaan fisik umum


Uro-genital

Tidak dievaluasi

Anal-perianal

Tidak dievaluasi

Ekstermitas atas-aksilla

Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+), pembesaran KGB aksila


(-)/(-)

Ekstremitas bawah

Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+)

DIAGNOSA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA) Non Pneumonia

PENATALAKSANAAN

MEDIKAMENTOSA
Ambroxol 3
CTM 3
Dexametasone 3
Vitamin C 3
Paracetamol drops 3 x 0.7 cc

Puyer batuk diberikan 3


x 1 pulv selama 3 hari

PENATALAKSANAAN
NON MEDIKAMENTOSA

Menganjurkan ibu untuk


menurukan demam anak

melakukan kompres untuk membantu

Memberikan perasan jeruk nipis dicampur kecap/madu untuk membantu


mengurangi batuk
Meminta ibu untuk menjaga anak yang sedang sakit jangan berdekatan
dengan saudaranya yang sehat karena sifat penyakit ini menular.
Memberikan makanan bergizi
meningkatkan daya tahan tubuh.

kepada

anak

untuk

membantu

Mengurai minum yang dingin, dan memperbanyak minum air putih


ataupun sari buah untuk membantu mengencerkan dahak.

Istirahat yang cukup.

Meminta orang tua untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah.

Menganjurkan orang tua dan keluarga yang lain untuk berhenti merokok,
jika sulit sebaiknya merokok di luar rumah dan jauh dari jangkauan anak.
Jika kondisi anak tidak mengalami perubahan sembuh setelah komsumsi
obat sebaiknya di bawah kembali ke Puskesmas untuk pemeriksaan lebih
lanjut.

BAB III : PEMBAHASAN

ISPA

Akut

<14 hari

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan


hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan
tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumonia

BAB III : PEMBAHASAN

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA


membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu
pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia
dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu
pneumonia berat dan pneumonia tidak berat

BAB III : PEMBAHASAN

Sumber : WHO, 2008

BAB III : PEMBAHASAN


Berdasarkan klasifikasi penyakit sesuai usia pasien
berumur 2 tahuan atau < 5 tahun dimana keluhan
pasien batuk berlendir, pilek dan respirasi pasien
25x/menit atau dalam batas normal maka dapat
digolongkan sebagai ISPA bukan pneumonia dengan
gambaran klinis tidak ditemukan adanya napas cepat
dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam.
Pasien
ini diberikan terapi simptomatik, yaitu
pemberian
paracetamol,
ambroksol,
CTM,
dexametason dan vitamin C.

BAB III : PEMBAHASAN

Sumber : WHO, 2008

BAB III : PEMBAHASAN

Pada pasien anak ISPA yang berlanjut menjadi


pneumonia sering terjadi terutama apabila terdapat
gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygiene. Untuk itu penting
menginformasikan tanda-tanda bahaya yang harus
diperhatikan ibu dengan bahasa yang mudah
dipahami

BAB III : PEMBAHASAN


Pada kasus ini, pasien tidak memerlukan rawat inap,
sehingga ibu pasien perlu diberikan edukasi mengenai halhal yang dapat dilakukan untuk menunjang kesembuhan :
1. Mengatasi demam
2. Mengatasi Batuk
3. Pemberian makanan dan minuman
4. Kebersihan tangan
5. Lain-lain

ASPEK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Menurut Orang (person)

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak.


Daya ahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa
karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat.
Berdasarkan data SP2TP di Puskesmas Kawatuna tahun 2015,
ISPA perlu diperhatikan lebih serius karena menempati urutan
pertama pola penyakit rawat jalan. Kasus penyakit ISPA pada
golongan umur > 5 tahun sebanyak 65, 6% sedangkan penyakit
ISPA pada bayi sebanyak 11,2% dan balita 23,2%.

BAB III : PEMBAHASAN


Menurut Waktu (time)

Berdasarkan data SP2TP di Puskesmas Kawatuna tahun 2015,


Tahun 2012 kasus penyakit ISPA pada bayi 11,14% (359 kasus)
dan pada balita 28,99% (934 kasus). Untuk tahun 2013 kasus
penyakit ISPA mengalamu peningkatan dimana penyakit ISPA
pada bayi 12,94% (391 kasus) dan balita 26,74% (805 kasus) dan
usia > 5 tahun 60,32% (1823 kasus). Sementara pada tahun 2014
kasus penyakit ISPA mengalami peningkatan terutama pada
usia > 5 tahun sebanyak 66,75% ( 2064 kasus), bayi 9.44% (292
kasus) dan balita 23.80% (736 kasus).

BAB III : PEMBAHASAN


Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara


agent atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu
atau host dan faktor lingkungan yang mendukung (environment).

BAB III : PEMBAHASAN


Faktor host (diri)

Usia
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya
ISPA. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita
akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa.
Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran
klinik yang lebih berat dan jelek. Hal tersebut sesuai dengan
kasus ini dimana pasien adalah pasien anak berusia 2 tahun.

BAB III : PEMBAHASAN


Status gizi

Pada kasus pasien dengan usia 2 tahun berdasarkan ukuran


berat badan balita tidak sesuai dengan kondisi pasien yang
sangat sulit makan dan minum, dalam kondisi sakit nafsu
makan pasien semakin menurun sehingga sistem ketahanan
tubuh melemah dengan kondisi gizi yang buruk, keadaan ini
dalam
mempermudah
terjadinya
infeksi
serta
dapat
memperberat.

BAB III : PEMBAHASAN


Faktor lingkungan

Rumah
Tampak kondisi komponen rumah pasien dengan ventilasi yang
kurang baik dan tidak cukup segar untuk kehidupan serta
pencahayaan rumah yang kurang. Sementara untuk sarana air
bersih dari PAM tetapi kondisi dapur pasien yang cukup padat
dan kurang teratur, pembuangan sampah yang terletak di
halaman depan rumah tanpa ada tempah sampah dalam rumah.

BAB III : PEMBAHASAN

Kepadatan hunian
Data yang diperoleh dimana rumah yang berukuran 11 x 8 m
dengan jumlah kamar 3 dan penghuni rumah > 10 orang dengan
kondisi 4 kepala keluarga cukup padat dapat menjadi faktor
resiko terkena ISPA karena kurangnya oksigen didalam ruangan
sehingga dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun
terutama untuk penghuni anak-anak

BAB III : PEMBAHASAN

Penggunaan Anti Nyamuk Bakar


Pada kasus ini menurut orang tua didalam rumah masih
menggunakan obat nyamuk bakar tetapi kadang-kadang tidak
menggunakannya dan menggunakan kelambuh. Anti nyamuk
bakar yang menghasilkan asap dan bau tidak sedap
menyebabkan pencemaran lingkungan.

BAB III : PEMBAHASAN

Bahan Bakar Untuk Memasak


Kondisi rumah pasien dimana dibagian belakang tepatnya
disamping kanan pintu belakang terdapat tempat untuk
memasak air yang menggunakan kayu bakar sehingga dapat
menghasil asap dan saat memasak jarang menutup pintu
belakang untuk mencegah asap masuk ke dalam rumah.

Status sosial ekonomi


Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosiol
ekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan masyarakat dimana pasien ini tinggal di daerah
dengan penduduk padat dan tergolong ekonomi lemah.

BAB III : PEMBAHASAN

Kebiasaan merokok
Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita dan umur muda
disebabkan karena mereka masih tinggal serumah dengan
orangtua ataupun saudaranya yang merokok dalam rumah Di
tempat tinggal pasien 2 anggota keluarga, yaitu ayah dan
pamannya adalah perokok aktif sehingga pasien lebih mudah
terserang ISPA.

BAB III : PEMBAHASAN


Pencegahan Penyakit ISPA :

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) 9


Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat
kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (spesific
protection) terhadap penyakit tertentu.

Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Dalam penanggulangan ISPA dilakukan
pengobatan dan diagnosis sedini mungkin

dengan

upaya

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan
pneumonia agar tidak menjadi lebih parah (pneumonia) dan
mengakibatkan kecacatan (pneumonia berat) dan berakhir
dengan kematian.

BAB IV : KESIMPULAN
Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil
laporan kasus tentang penyakit ISPA di Puskesmas Kawatuna.
Beberapa kesimpulan dari laporan kasus ini yaitu angka
kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Kawatuna masih
tinggi

sebagai

terbanyak.

peringkat

pertama

dari

sepuluh

penyakit

DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan RI. 2012, Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Jakarta.
Organisasi Kesehatan Dunia. 2008. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang cenderung menjadi
Epidemi dan Pademi, Pencegahan dan pengendalian infeksi diFasilitas Pelayanan Kesehatan,
Jenewa.
Deasy, JoAnn and Werner, Karen. Acute Respiratory Tract Infections ; When Are Antibiotics
Indicated? [serial online]. 2009. [cited 16 Januari 2017]. Available from: www.jaapa.com.
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L. 2009. Drug Information
Handbook, 17th, edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists Association.
Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. [cited 16
Januari 2017]. Available from : http://library.usu.ac.id/
Chahaya Indra, Nurmaini S. 2004. Faktor-faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan Yang
Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita di Perumnas Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan,
Kabupaten Deli Sedang. [cited 16 Januari 2017].
Afrida L. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kecamatan Medan Petisah
Kota Medan. Fakultas Kesehatan Masyarkat Universitas Sumatera Utara, Medan. [cited 16 Januari
2017].
Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. 2008. Pola Pengobatan Infeksi Saluran Napas Akut Usia Bawah
Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara
Tahun 2004. [serial online]. [cited 16 Januari 2017]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id
Organisasi Kesehatan Dunia. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jenewa.
Profil Puskesmas Kawatuna Tahun 2015 .

Anda mungkin juga menyukai