Anda di halaman 1dari 94

SIMPANG LALULINTAS (INTERSECTION)

1. Simpang tanpa isyarat lampu lalulintas


(Unsignalised Intersection)
2. Simpang dengan isyarat lampu lalulintas
(Signalised Intersection)

TIPE SIMPANG LALULINTAS


1. Menurut bentuknya:
a. Simpang dengan tiga lengan

1
b. Simpang dengan empat lengan

c. Simpang dengan multi lengan

2
d. Tipe Rotary (Bundaran)

2. Menurut strukturnya:
a. Simpang pada bidang yang sama
Simpang ini merupakan simpang yang paling
umum/banyak dijumpai, baik di daerah perkotaan ataupun
di daerah luar kota. Simpang ini merupakan pertemuan
dua jaln (atau lebih) yang terletak pada bidang yang sama
3
b. Simpang pada bidang yang berlainan (Crade Separated
Intersection)
Simpang ini merupakan pertemuan tak sebidang antara
jalan dengan lalulintas tinggi dengan jalan dengan
lalulintas tinggi/rendah. Dibuat tak sebidang dengan
maksud untuk mengurangi konflik sehingga jalan dengan
lalulintas tinggi tetap mempunyai kapasitas yang tinggi.

Ada 2 (dua) macam struktur pada simpang ini:


1) Struktur simpangnya dengan interchage
2) Struktur simpangnya tanpa interchage

4
3. Menurut pengoperasiannya

a. Simpang tanpa kanalisasi


Simpang tanpa kanalisasi dipakai pada minor road
volume lalulintasnya relatif rendah. Namun demikian
pada daerah perkotaan biasanya tetap kita jumpai
simpang tanpa kanalisasi walau volume lalulintasnya
telah tinggi. Pada umumnya untuk mengatasi masalah
ini digunakan isyarat lalulintas. Bisa dengan isyarat
lampu atau tanda STOP.

5
b. Simpang dengan kanalisasi
Simpang dengan kanalisasi adalah salah satu cara untuk
mengurangi konflik, yaitu dengan memisahkan gerakan
lalulintas sehingga tidak saling mengganggu. Pemisahan
ini bisa dilakukan dengan pulau lalulintas, balok
pengaman/pemisah lajur dsb.

6
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SIMPANG

Beberapa Prinsip Dasar:

1. Lebar dari lajur


Pada umumnya di daerah simpang lebar lajur jalan di buat
sedikit lebih sempit. Hal ini untuk mengatasi masalah
kecepatan, sehingga kendaraan yang melintasi simpang
diharapkan dapat mengurangi kecepatannya saat memasuki
simpang, untuk alasan keselamatan.

Standar internasional untuk lebar lajur yang dipakai


umumnya:
Untuk lajur lurus 3.0 3.25 m
Untuk lajur belok 2.75 3.00 m 7
2. Perlunya fasilitas untuk belok kiri atau belok kanan
Fasilitas ini tergantung beberapa faktor, misalnya : kondisi
lalulintas setempat, bentuk simpang, adanya pejalan kaki
dan tipe dari sistem kontrolnya.
Fasilitas belok kiri pada umumnya diperlukan, walau
mungkin lalulintas belok kiri tidak terlalu besar. Sedangkan
fasilitas untuk belok kanan pada umumnya diperlukan jika
volume lalulintas belok kanan cukup tinggi.

3. Jumlah lajur
Jumlah dari lajur jalan pada simpang harus ditentukan
sesuai volume lalulintas. Jumlah lajur yang memasuki
simpang harus seimbang dengan jumlah lajur yang ke luar
dari simpang.
8
4. Kanalisasi
Kanalisasi diperlukan untuk memisahkan gerakan
laulintas sehingga masing-masing arus lalulintas tidak
saling mengganggu. Kanalisasi dapat dilakukan
dengan pemisahan fisik atau dengan marka yang jelas.
Maksud dari kanalisasi adalah untuk mengurangi
konflik sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan
keselamatan.

5. Isyarat Lalulintas
Isyarat lalulintas harus diberikan secara tepat dimana
diperlukan, baik isyarat dengan lampu atau isyarat
dengan tanda STOP.
9
10
Beberapa prinsip dasar untuk pemasangan isyarat lalulintas al:

a. Isyarat lalulintas tidak boleh dipasang pada laulintas dengan


kecepatan tinggi, lebih dari 100 km/jam

b. Isyarat lalulintas untuk kecepatan tinggi (misalnya 70


km/jam) cara pengontrolan isyarat lalulintas harus
mempertimbangkan karakteristik lalulintas misalnya
kecepatan dan headway. Juga perlu dipertimbangkan adanya
rambu-rambu peringatan

c. Rambu STOP (dan atau YIELD) harus dipasang pada minor


road

11
Standar untuk pemasangan isyarat lampu lalulintas
Lebar jalan Vol puncak/jam Vol puncak/jam
Major road Minor road Major road Minor road
<10 m <10 m 750 350
800 270
1200 190
<10 m >10 m 750 420
800 320
1200 220
>10 m <10 m 900 350
1000 270
1400 190
1800 140
>10 m >10 m 900 420
1000 320
1400 220
1800 160 12
6. Kecepatan Rencana
Pada prinsipnya kecepatan rencana untuk simpang
dapat dengan jalan pendekatnya, namun pada umumnya
kecepatan rencana di simpang dipakai satu kelas lebih
rendah dari jalan pendekatnya.

7. Lokasi Simpang
Lokasi simpang diusahakan sedemikian rupa sehingga
mempunyai gradien yang lebih kecil dari 2.5% untuk
jalan pendekatnya.

13
Panjang minimum yang diperlukan dengan gradien kurang
dari 2.5% adalah:

Kecepatan Rencana (km/jam) Panjang Minimum (m)


80 60 40
60 40 35
50 30 15
40 20 (luar kota) 10
40 20 (perkotaan) 6

14
8. Bentuk dari lengan simpang
Sebaiknya simpang dirancang dengan jumlah lengan
tidak lebih dari empat. Jika terpaksa misalnya simpang
dengan lima lengan, lengan ke lima ini pada umumnya
dipakai untuk arus keluar saja (lihat gambar).

Jumlah dari konflik lalulintas (crossing, merging,


diverging) tergantung jumlah lengan dari simpang
tersebut.

Dengan semakin banyaknya titik konflik berarti


semakin besar resiko terjadinya kecelakaan

15
16
17
Jumlah titik konflik pada simpang:

Simpang Crossing Merging Diverging Total


3-lengan 3 3 3 9
4-lengan 16 8 8 32
5-lengan 49 15 15 79
6-lengan 124 24 24 172

18
9. Sudut simpang
Dua jalan yang membentuk suatu simpang sebaiknya
tidak mempunyai sudut yang kurang dari 600. Simpang
dengan sudut yang kecil menyebabkan luas lahan yang
dibutuhkan semakin banyak. Disamping itu dapat
menyebabkan pengemudi lebih sulit untuk membelok,
dan jarak pandang menjadi semakin terbatas.

19
Perancangan simpang diusahakan mempunyai sudut tegak
lurus. Sebaiknya posisi staggered dihindarkan, jika terpaksa
usahakn jarak antara dua lengan simpang >40 m. (lihat
gambar)

40 m

20
10. Jarak antara dua simpang yang berdekatan
Sebaiknya antara simpang yang satu dengan yang lainnya
mempunyai jarak yang sejauh-jauhnya, namun demikian
pada umumnya dalam praktek sulit di dapat kondisi idial
tsb. Untuk itu jarak minimum antara dua simpang perlu
ditrentukan berdasarkan beberapa faktor sebagai berikut:

a. Panjang daerah weaving


b. Panjang antrian
c. Panjang dari lajur belok kanan

21
Pada umumnya untuk menentukan jarak antara dua simpang
digunakan rumus sederhana sebagai berikut:

Jarak dua simpang = Kecepatan rencana X jumlah lajur


X2

Di Inggris, digunakan beberapa kriteria untuk menentukan


jarak antara dua simpang:

a. Primary distributor, urban motorway, jarak dua simpang =


550 m
b. Primary distributor, bukan motorway, jarak dua simpang =
275 m
c. District distributor, jarak dua simpang = 210 m
d. Local distributor, access road, jarak dua simpang = 90 m
22
Rumus lain untuk menentukan jarak dua simpang berdasarkan
kecepatan rencana (dan weaving section) adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Daerah Luar Kota Daerah Perkotaan


Dua simpang 2 x V x n 1.5 x V x n
tanpa isyarat
lampu
Dua simpang 3xV 3xV
dengan isyarat
lampu
Dua simpang salah 2 x V x n 1.5 x V x n
satu dengan
isyarat lampu
23
11. Geometrik
Geometrik simpang yang terpenting adalah yang
berkaitan dengan jarak pandangan. Jarak pandangan
pada simpang terdiri dari stopping distance dan suatu
jarak yang digunakan untuk menghindari terjadinya
tumbukan. Karena jarak pandangan ini berupa segitiga
maka biasa disebut Sight Triangle (Segitiga Pandang).

24
25
II. PEMBATASAN KECEPATAN (SPEED LIMIT)

1. Tujuan Pembatasan Kecepatan :


a. Memberikan kompensasi pada jarak pandang yang
pendek. Dengan kecepatan yang rendah akan
memberikan waktu reaksi yang cukup.
b. Untuk meningkatkan keselamatan lalulintas, dengan
kecepatan yang rendah severity akan berkurang.
c. Penghematan bahan bakar.

26
27
28
2. Kerugian
a. Kecepatan yang rendah dapat menyebabkan kemacetan
lalulintas.
b. Pembatasan kecepatan pada umumnya kurang dipatuhi
pengemudi.

3. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam


pembatasan kecepatan:
a. Kecepatan yang ada saat ini
Pada umumnya diambil 85 percentile dari kecepatan
kendaraan di luar jam sibuk.
b. Kecepatan rencana atau kondisi fisik jalan
Pembatasan kecepatan umumnya ditetapkan 10 km/jam lebih
rendah dari kecepatan rencana.
Kondisi fisik yang dipertimbangkan antara lain: jarak
pandangan, alinemen, permukaan jalan, banyaknya simpang.
29
c. Karakteristik lalulintas misalnya volume lalulintas, jenis
kendaraan yang ada, parkir, bongkar muat barang, pejalan
kaki.
d. Kondisi kawasan
Pembatasan kecepatan dilakukan pada kawasan tertentu
misalnya perumahan, sekolahan, dsb.
e. Cuaca dan penerangan
Pembatasan kecepatan dapat dilakukan dengan mengingat
kondisi tertentu, misalnya karena cuaca/banyak hujan jalan
menjadi licin, daerah gelap dimana kanan kiri terdapat
jurang.

30
III. FASILITAS UNTUK BELOK

a. Tujuan :
1. Meningkatkan keselamatan lalulintas
2. Meningkatkan kapasitas pada simpang

b. Kerugian:
1. Panjang perjalanan menjadi bertambah
2. Adanya konflik dilokasi belokan

c. Faktor yang harus dipertimbangkan


1. Pengutamaan lalulintas kecepatan tinggi agar tidak
terganggu dengan adanya arus belok.
31
2. Pengaturan arus belok harus memberikan kemudahan bagi
jalan akses sekitarnya.
3. Aspek keselamatan akibat arus belok harus dipertimbangkan.
4. Adanya tundaan (delay) akibat arus belok.
5. Perlu direncanakan secara seksama untuk jalan yang tidak
lebar.
6. Dampaknya terhadap rute angkutan kota harus difikirkan.

d. Beberapa jenis fasilitas untuk belok


1. Belok kanan
Arus belok kanan pada simpang menyebabkan turunnya
kapasitas dari simpang yang bersangkutan. Pada umumnya
kapasitas tersebut akan turun sekitar 20% dengan adanya
arus belok kanan.

32
2. Belok kiri
Adanya arus belok kiri (ke kiri jalan terus) di suatu
simpang dapat menaikkan kapasitas simpang yang
bersangkutan. Namun demikian dampaknya adalah
adanya konflik dengan penyeberang jalan yang dapat
menaikkan jumlah kecelakaan.

3. Belokan U
Penentuan lokasinya harus dilakukan secara hati-hati,
misalnya tidak boleh pada:
Jalan dengan lalulintas cepat dan volume tinggi
Jalan yang sempit

33
34
IV. PENGENDALIAN/KONTROL PARKIR

1. Tujuan:
a. Menaikkan kapasitas jalan (semaksimal mungkin untuk
gerakan lalulintas).
b. Untuk memberikan jarak pandangan yang cukup dengan
tidak adanya kendaraan parkir di jalan.
c. Untuk memudahkan gerakan kendaraan yang parkir
dengan meteran.
d. Menaikkan kapasitas jalan dengan adanya larangan
parkir tanpa batas waktu.

35
2. Kerugian:
a. Jarak jalan kaki menjadi bertambah.
b. Sirkulasi kendaraan (untuk mencari tempat parkir)
menjadi bertambah.
c. Pedagang/toko yang tidak mempunyai gedung parkir akan
kehilangan pelanggan.

3. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan:


a. Kebutuhan parkir dan ketersediaan tempat parkir
b. Perlu diketahui karakteristik parkir, misalnya durasi parkir,
lokasi, jumlah maksimum kendaraan yang parkir.
c. Adanya penurunan kapasitas dengan adanya kendaraan
parkir.
d. Kemungkinan bertambahnya kecelakaan akibat manuver
kendaraan parkir.
36
4. Alat pengontrol parkir
a. Parking meter, manual atau otomatik
b. Parking disk
c. Ounched card

5. Tipe dari pengontrolan


a. Batasan waktu
b. Batasan lokasi
c. Batasan posisi parkir, misalnya paralel, menyudut dsb.

37
38
V. PENGATURAN PEMAKAIAN LAJUR
(LANE-USE CONTROL)

1. Tujuan:
Untuk memisahkan dan memudahkan gerakan belok pada
simpang.

2. Kerugian:
Dapat menyebabkan gangguan pada antrian jika pola
belokan berubah.

39
3. Faktor yang perlu dipertimbangkan:
a. Ketersediaan ruang yang cukup untuk kendaraan yang
belok.
b. Volume dari arus lalulintas yang belok.
c. Timbulnya tundaan, dan kemungkinan kecelakaan.
d. Perlunya fase khusus untuk gerakan belok (simpang
dengan isyarat lampu lalulintas).

4. Penerapan
a. Perlu disiapkan lajur khusus untuk gerakan belok,
misalnya dibuat kanalisasi.
b. Perlu adanya informasi kepada pengemudi (pasang
rambu-rambu).
40
VI. LARANGAN BERGANTI LAJUR
(NO LANE-CHANGE)

1. Tujuan:
Untuk meningkatkan kapasitas dengan cara meniadakan
gerakan weaving.

2. Kerugian:
Adanya tundaan pada salah satu lajur jika distribusi lalulintas
pada masing-masing lajur tidak sama.

3. Faktor yang perlu dipertimbangkan:


a. Volume lalulintas yang tinggi
b. Adanya kecelakaan lalulintas akibat weaving
c. Jarak terhadap simpang berikutnya
d. Pemasangan rambu dan marka jalan
41
VII. LAJUR KHUSUS (RESERVED LANE)

1. Tujuan:
Untuk memberikan jaminan kelancaran dan keselamatan
dari suatu jenis lalulintas tertentu, dan memisahkannya
dari lalulintas lainnya.

2. Kerugian:
a. Adanya kesulitan mengatur lajur di dekat simpang.
b. Mengurangi ruang gerak lalulintas lainnya.

42
3. Faktor yang perlu dipertimbangkan
a. Pemakaian ruang khusus hanya untuk lajur salah satu
jenis lalulintas.
b. Terjadinya tundaan yang dialami jenis lalulintas lain.
(lihat gambar)

Truk Truk

43
44
VIII. LAJUR KHUSUS BIS (BUS LANE)

1. Tujuan:
a. Untuk mengurangi gangguan pada angkutan umum
terhadap lalulintas lainnya, sehingga waktu tempuh bis
(angkutan kota) berkurang.
b. Mempromosikan penggunaan angkutan kota dengan cara
memberikan prioritas pada pengoperasian lalulintas.

2. Kerugian:
a. Problema pada simpang dengan adanya lajur khusus.
b. Mengurangi ruang gerak lalulintas lainnya.

45
3. Faktor yang harus dipertimbangkan
a. Pengaturan waktu penggunaan lajur khusus tsb.
b. Tundaan pada angkutan umum yang disebabkan oleh
kemacetan lalulintas.
c. Tingkat pelayanan angkutan umum (keteraturan, rute,
tempat henti tbt).
d. Potensi calon penumpang yang akan menggunakan
angkutan umum jika diberlakukan lajur khusus bis.
e. Perlu difikirkan adanya bus actuated signal, fase khusus
untuk bis pada simpang dengan isyarat lampu lalulintas.

46
4. Beberapa jenis lajur khusus bis
a. Bus lane only, dengan the flow lane atau contra flow
lane.
b. Bus priority lane.

47
48
IX. REVERSIBLE LANE

1. Tujuan:
Untuk meningkatkan kapasitas bagi lalulintas pada arah
yang mempunyai volume lebih tinggi pada jam sibuk,
dengan cara menggunakan lebih banyak lajur bagi
volume lalulintas yang tinggi tsb.

2. Kerugian:
a. Timbulnya kesulitan pada simpang dan terminal.
b. Jika rambu dan marka tidak jelas menimbulkan bahaya
bagi para pengemudi.
49
3. Faktor yang harus dipertimbangkan
a. Periode dari kemacetan yang ada.
b. Pembagian dari volume lalulintas perlu diperhatikan.
c. Pengaturan pada simpang dan terminal.

4. Cara pelaksanaan:
a. Membalikan arah lalulintas pada satu lajur atau lebih.
b. Membuat lalulintas dua arah menjadi satu arah.
c. Membalikkan arah dari seluruh lalulintas menjadi satu
arah.

50
5. Penerapan:
Metoda ini bisa diterapkan misalnya pada jalan dengan
volume lalulintas tinggi di pagi hari (masuk ke kota) dan
pada sore hari (ke luar kota), lebih khusus lagi misalnya
penerapannya hanya pada jembatan dan terowongan. (lihat
gambar)
Pinggiran
Pagi Sore

Sungai

Kota
51
X. DILARANG MENYIAP/MENDAHULUI

1. Tujuan:
a. Untuk memisahkan arus lalulintas dari arah yang
berlawanan.
b. Untuk menghindari tumbukan akibat manuver
kendaraan.
c. Untuk menciptakan lalulintas yang aman dan stabil.

2. Kerugian:
Adanya tundaan yang disebabkan oleh kendaraan
lambat.
52
3. Faktor yang perlu dipertimbangkan
a. Pengoperasian pada jalan-jalan yang sempit dimana
mempunyai kurang dari 2 lajur untuk satu arah.
b. Tingkat keseringan adanya tumbukan.
c. Kurang tersedianya jarak pandangan yang cukup untuk
menyiap.
d. Biasa diterapkan pada jembatan, terowongan, lengkung,
tanjakan/turunan, simpang dsb.

4. Dilarang menyiap diberlakukan jika jarak pandangan


menyiap (pada lengkung horizontal dan vertikal) lebih
kecil dari minimum jarak pandangan tsb dibawah ini:

53
85 percentile Kecepatan Jarak
Kecepatan (km/jam) pandangan
(km/jam) minimum (m)
30 48 152
40 64 183
50 81 244
60 97 305
70 113 366

54
55
XI. LALULINTAS SATU ARAH

1. Tujuan:
a. Untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan dengan
cara mengurangi konflik dengan kendaraan dari arah
yang berlawanan (dan yang belok kanan) sehingga
semua lajur dapat dimanfaatkan untuk satu arah.
b. Simpang dengan lampu lalulintas lebih mudah
dikoordinasikan.
c. Lebih memberi keleluasaan bagi parkir, pejalan kaki,
atau lajur khusus bis.

56
d. Untuk mengurangi lalulintas yang menerus (dari luar kota).
e. Untuk menyederhanakan lalulintas pada simpang dengan
multi lengan, dengan membuat lalulintas pada minor road
menjadi satu arah.

2. Kerugian:
a. Perjalanan menjadi bertambah panjang.
b. Dapat berdampak negatif terhadap keselamatan lalulintas
karena naiknya kecepatan.
c. Berdampak pada angkutan perkotaan karena umumnya
menambah jarak jalan kaki bagi para penumpang.
d. Berbahaya pada tempat-tempat pergantian antara arus
searah dan dua arah.
e. Dapat membingungkan bagi orang asing.
57
3. Faktor yang perlu dipertimbangkan:
a. Perlu difikirkan adanya jalan alternatif atau jalan pararel
untuk menampung arus yang berlawanan.
b. Adanya tundaan pada simpang yang disebabkan oleh
kendaraan yang belok dengan volume tinggi.
c. Keselamatan lalulintas dan kongesti.
d. Kondisi lingkungan dapat menurun akibat lalulintas
dengan volume tinggi.
e. Perlu difikirkan fasilitas-fasilitas untuk pejalan kaki,
parkir dan lajur bis.

58
XII. LARANGAN BAGI KENDARAAN
(Mis : KENDARAAN BERMOTOR/TAK
BERMOTOR SAJA)

Pada pelaksanaan traffic manajemen, untuk suatu


kawasan dapat diperlakukan larangan untuk suatu jenis
kendaraan.

1. Tujuan:
a. Untuk memfasilitasi mobilitas suatu jenis kendaraan
dengan memisahkannya dari yang lain.
b. Untuk meningkatkan efisiensi dan keselamatan dari
suatu arus lalulintas.
59
2. Kerugian:
a. Meningkatkan jarak perjalanan bagi jenis kendaraan
lainnya
b. Dapat berdampak negatif untuk salah satu usaha
c. Dapat berdampak negatif bagi penumpang angkutan
umum

3. Faktor yang perlu dipertimbangkan:


a. Kelas jalan dan kecepatannya
b. Rute bagi jenis kendaraan lain
c. Akses yang terbatas bagi angkutan penumpang dan
barang
d. Akses bagi penghuni sekitarnya
60
XIII. KAWASAN PEJALAN KAKI
(PEDESTRIAN PRECINCT)

1. Tujuan:
Menghilangkan/mengurangi lalulintas kendaraan dengan
memberikan prioritas khusus bagi pejalan kaki.

2. Kerugian:
a. Meningkatkan arus lalulintas pada jalur lain sehingga
meningkatkan jarak perjalanan
b. Meningkatkan jarak jalan kaki di daerah kawasan
pejalan kaki
c. Dapat meningkatkan jarak perjalanan bagi angkutan
umum
61
3. Faktor yang perlu dipertimbangkan:
a. Karakteristik dari kawasan
b. Pemusatan dari pejalan kaki
c. Akses bagi kendaraan darurat, dan angkutan kota

4. Cara penerapan:
a. Menggunakan time window artinya tidak sepanjang
waktu untuk kawasan pejalan kaki.
b. Digunakan sepanjang waktu.
c. Tetap memberi fasilitas bagi angkutan kota dan
kendaraan darurat.

62
Pertokoan

Luasan berlobang

Pertokoan

63
64
XIV. RAMBU LALULINTAS

1. Tujuan pemasangan rambu:


Untuk melakukan pengaturan dan pengontrolan
lalulintas secara tidak langsung mendukung
keselamatan lalulintas.

Rambu merupakan alat dimana pemakai jalan


disarankan sesuai yang dirambukan di suatu tempat dan
waktu agar supaya tindakan yang tepat dapat diambil
jika terjadi kecelakaan atau setidaknya kemacetan
lalulintas.
65
2. Fungsi dari rambu lalulintas
Fungsi rambu dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu pengturan (regulatory), peringatan (warning), dan
petunjuk (guiding).

Rambu pengaturan didukung oleh hukum dan


mensyaratkan kondisi khusus yang harus dipatuhi.
Rambu peringatan dipakai untuk memberikan
peringatan tentang kondisi yang berbahaya bagi
lalulintas.
Rambu petunjuk digunakan untuk memberikan
informasi yang perlu bagi para pemakai jalan
(lalulintas).
66
3. Persyaratan pemasangan rambu lalulintas.
Setiap rambu lalulintas yang dipasang harus memenuhi
empat persyaratan:
a. Dapat menarik perhatian
b. Dapat diikuti maksudnya dengan mudah dan sederhana
pada saat dilihat secara cepat.
c. Dapat memberikan waktu yang cukup untuk berespon.
d. Dapat memberikan perintah yang jelas (sesuai yang
diinginkan) bagi pemakai jalan.

67
4. Klasifikasi dari rambu
Menurut tingkat kegunaannya rambu lalulintas dapat
dibedakan menjadi:
a. Rambu peringatan bahaya:
Rambu ini dipakai untuk mengingatkan pemakai jalan
tentang kondisi bahaya di jalan.
b. Rambu pengaturan:
Rambu ini dimaksudkan untuk memberitahukan kapada
pemakai jalan untuk mematuhi keharusan, larangan.
Rambu ini terbagi menjadi:
1) Rambu prioritas
Rambu ini untuk mengatur prioritas baik pada bagian
jalan yang lurus atau pada simpang.
68
2) Rambu larangan:
Rambu ini hanya dipakai pada kondisi khusus pada
suatu ruas jalan/simpang (dimana mudah dilihat oleh
pemakai jalan) bahwa dilokasi tersebut ada larangan.

3) Rambu petunjuk:
Rambu ini menunjukkan pemakai jalan tentang aturan
yang harus diikuti agar supaya terdapat keselamatan,
kenyamanan dan kelancaran lalulintas.

69
c. Rambu informasi:
Rambu ini digunakan untuk memandu pemakai jalan untuk
menginformasikan sesuatu yang dipandang bermanfaat
bagi pemakai jalan. Rambu ini dapat dibagi menjadi:

1) Rambu pendahulu (advanced sign)


Rambu ini menginformasikan kepada pemakai jalan
tentang nama dan jarak dari tujuan yang dilayani oleh
suatu persimpangan jalan.

2) Rambu penunjuk arah (direction sign)


Berbeda dengan rambu pendahulu, rambu ini dipasang
tepat dilokasi persimpangan untuk memberikan informasi
mengenai arah dan tujuan dari suatu rute/lokasi.

70
3) Rambu identifikasi tempat (place identification sign)
Rambu ini digunakan untuk menunjukkan suatu nama
lokasi atau perbatasan lokasi dimana rambu tersebut
dipasang.

4) Rambu penegasan (confirmatory sign)


Rambu ini dipakai untuk menegaskan suatu arah dari
suatu ruas jalan. Rambu ini dapat berisi beberapa nama
lokasi dan jaraknya.

5) Rambu lain-lain
Biasanya untuk melengkapi informasi yang dianggap
penting bagi pemakai jalan, misalnya untuk menunjuk
beberapa fasilitas yang perlu bagi pemakai jalan.
71
72
XV. PRINSIP DASAR PERANCANGAN DAN
PERENCANAAN RAMBU

Rambu yang dirancang dan direncanakan harus


memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1. Interpretation
Rambu yang dirancang harus sederhana sehingga
memudahkan untuk diinterpretasikan. Simbol atauhuruf
yang dipakai harus mudah dibaca dan tidak
menimbulkan salah pengertian bagi umum.

2. Continuity
Rambu harus dirancang dan dipasang sesuai dengan
konteks rambu lainnya pada ruas jalan yang
berkesinambungan, sehingga pamakai jalan dapat
mengikuti perintah rambu dengan mudah.
73
3. Advance notice
Penempatan dari suatu rambu harus mengingat bahwa
pemakai jalan harus diberi waktu untuk merespon rambu
tersebut.

4. Relativity
Rambu petunjuk arah misalnya harus sesuai dengan
informasi yang diberikan dalam bentuk lain, misalnya peta
lokasi, buku petunjuk dsb.

74
5. Prominence
Rambu harus mendapatkan perhatian dari pemakai
jalan, sehingga perancangan rambu harus memenuhi
persyaratan dari ukuran rambu dan pemasangannya
harus memperhatikan lokasi sekitarnya. Perhatikan
bahwa dibeberapa tempat rambu bersaing dengan papan
advertensi.

Unusual manuvers
Biasanya rambu khusus perlu dipasang misalnya di
tempat-tempat perbaikan jalan.

75
XVI. WARNA DAN BENTUK RAMBU

Warna dan bentuk rambu merupakan faktor yang


penting dalam bentuk komunikasi dengan pemakai
jalan. Untuk itu warna dan bentuk rambu harus
universal sehingga mempunyai arti yang pasti.

Secara internasional warna dan bentuk rambu menurut


standar sebagai berikut:
a. Rambu yang berupa segitiga merah untuk memberikan
peringatan tentang suatu bahaya.
b. Rambu yang berupa lingkaran merah untuk menyatakan
larangan.

76
c. Rambu dengan warna biru (bundaran) untuk
memberikan instruksi yang positif.
d. Rambu dengan latar belakang segiempat biru atau hijau
dipakai untuk memberikan informasi.

77
XVII. BAHAN UNTUK RAMBU

Karena rambu merupakan alat komunikasi bagi


pengemudi, untuk itu rambu harus dapat dilihat dengan
jelas. Supaya dapat dilihat dengan jelas baik pada malam
atau siang hari maka bahan untuk rambu sebaiknya yang
mempunyai sifat reflektorisasi dan iluminasi. Pada
rambu tersebut sifat reflektorisasi dan iluminasi tersebut
dapat pada:
1. Iluminasi/reflektorisasi hanya untuk huruf/simbol dan
batas gambar.
2. Iluminasi/reflektorisasi hanya untuk latar belakang.
3. Iluminasi/reflektorisasi pada huruf dan simbol, juga latar
belakangnya.

78
XVIII. WARNA RAMBU

Warna rambu dibedakan sebagai berikut:


1. Bentuk rambu yang besar, yang pada umumnya dipakai
sebagai rambu petunjuk mempunyai warna muda, putih
atau kuning dengan latar belakang gelap, biru atau
hijau.

2. Bentuk rambu yang kecil, dipakai sebagai rambu


peringatan dan pengaturan mempunyai warna gelap,
umumnya hitam dengan latar belakang warna muda,
putih atau kuning.

3. Warna merah digunakan sebagai warna rambu pada


kondisi-kondisi khusus yaitu peringatan yang berkaitan
dengan bahaya.
79
80
XIX. PEMASANGAN RAMBU

Rambu umumnya dipasang pada sisi jalan yang dekat


dengan pengemudi.

Pada pemasangan rambu yang perlu diperhatikan adalah


adanya gerakan mata/kepala pengemudi saat membaca
rambu (dengan berjalan), sehingga posisi rambu harus
disesuaikan dengan anguler displacement dari mata
pengemudi. Studi terdahulu menyatakan bahwa rambu
dapat dibaca dengan baik jika anguler displacement
tidak lebih dari 10 derajat.

81
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemasangan rambu
adalah:
1. Glance reading time (tg) untuk membaca huruf atau
simbol. tg pada umumnya digunakan 1 detik (USA)
untuk rambu dengan satu atau dua kata, atau pada
umumnya dipakai rumus N/3 dimana N = jumlah kata
yang umum dipakai.
2. Reaction time (tr) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
bereaksi dengan adanya informasi. tr umumnya dipakai
1 1.5 detik.
3. Appropriate time foe action (ta) yaitu misalnya waktu
untuk berhenti jika diperlukan. Untuk menghitung jarak
henti deselerasi yang dipakai umumnya adalah f = 1.25
m/det2
82
83
Jarak pemasangan rambu = w
W = V1 (2 tg + tr) + ta (V1 + V2)/2
V1 = kecepatan awal, V2 = kecepatan akhir
ta = (V1 V2)/f
L = AB + BC = 2 tg V1 + s/tgn q
M = w L = jarak rambu dengan hazard.

Ukuran huruf
H = L/20 l = (2.tg. V1 + s/tgn q)/20 l
H = tinggi huruf yang dibutuhkan (mm), huruf kecil
Untuk huruf besar H dikalikan faktor 1.33
l = jarak baca (legibility) untuk 50 mm tinggi huruf
84
KESELAMATAN LALULINTAS

1. Hubungan antara keselamatan dan teknologi


transportasi:
Kecelakaan lalulintas berkaitan erat dengan belum
berkembangnya teknologi transportasi.
Betapa pesatnya perkembangan teknologi transportasi,
realibility tidak pernah mencapai 100%, karena
lalulintas adalah suatu sistem bukan mesin.
Sistem lalulintas tersebut terdiri dari manusia, mesin
(kendaraan) dan lingkungan (jalan).
Perkembangan teknologi yang pesat dapat memperbaiki
realibility untuk mesin dan lingkungan, tetapi akan
sangat sulit manusianya.
85
Faktor faktor penyebab kecelakaan lalulintas :
1. Manusia
Kondisi fisik dan kebugaran
Umur
Kemampuan melihat

2. Kendaraan
Kondisi kelaikan kendaraan
Ukuran kendaraan (panjang, lebar, tinggi, tenaga)
Kemudahan untuk mengendalikan

86
87
3. Jalan (lingkungan)
Gravitasi
Gesekan
Gaya sentrifugal
Beberapa bidang yang perlu dikembangkan untuk
meningkatkan keselamatan lalulintas:
1. Pengumpulan dan analisis data kecelakaan
2. Perbaikan fasilitas jalan
3. Uji kendaraan
4. Pelatihan/kursus mengemudi
5. Pendidikan keselamatan
6. Propaganda keselamatan
7. Penegakan hukum
8. Pelayanan medis darurat kecelakaan lalulintas
88
Program Penanganan Kecelakaan
a. Pendekatan

Tingkatan Isi
Symptom Precrash-crash-postcrash
System Men-machines-environment
Management Laws-institution-men
Fundations Knowledge-values

89
b. Data kecelakaan
Lokasi kecelakaan
Hari dan tanggal kecelakaan
Waktu kecelakaan
Jumlah korban
Jumlah yang terlibat dalam kecelakaan
Umur dan jenis kelamin korban
Jenis kendaraan
Cuaca
Kondisi permukaan jalan
Tipe/diagram kecelakaan
Lain-lain yang terkait
90
c. Institusional

Institusi Tugas Pokok Penanganan


Manusia Kendaraan Jalan
Dep.PU x x
Dep.Kes x
Dep.Hub x x
Dep.Keh x x
Kepolisian x x
Asuransi x x
Lem.Riset x x x

91
d. Upaya Penanganan
Faktor/Proses Precrash Crash Postcrash
Manusia Ujian SIM Pemakaian Perbaikan sistem
helm/sabuk pertolongan dan
pengaman layanan
kecelakaan
Jalan/lingkunga Perbaikan Manajemen Memperbaiki
n rambu, marka lalulintas daerah rawan
dan penerangan kecelakaan
jalan
Kendaraan Uji kelaikan Perlengkapa Desain
kendaraan n kendaraanyang
keselamatan memungkinkan
korban dapat
segera ditolong
92
Analissis kecelakaan per lokasi Analisis struktur jalan

Penyebab kecelakaan

Survey lokasi

Kesalahan desain jalan


tidak Ya

Analisis detail Lakukan tindakan

93
Tindakan pada Daerah Rawan Kecelakaan

Daerah Rawan Penanganan (fisik)


Kecelakaan
Jalan pusat kota dan Traffic calming
daerah pemukiman
Jalan utama yang melalui Pengubahan lingkungan
pusat kota jalan dan permukaan jalan
Jalan luar kota Desain geometrik yang
memadahi

94

Anda mungkin juga menyukai