Anda di halaman 1dari 43

G EN IM U N ITA S B A W A A N YA N G

M EM P EN G A R U H I K EPA R A H A N A P EN D IS ITIS
AKU T

JOURNAL READING

Oleh :
ELI ERAWATI
NIM. 0908120369

Pembimbing : dr. Tubagus Odih RW, Sp.BA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
latar belakang

Imunitas bawaan adalah sistem


tubuh terdepan sebagai pertahanan
terhadap antimicrobial. Peradangan
adalah sebuah mekanisme utama
imunitas bawaan tubuh yang
mengandung dan menghancurkan
mikroba, hal itu berperan dalam
jaringan yang luka.
LATAR BELAKAN G
Kunci mekanisme bawaan mencakup
pola molekuler mikroba dan memicu
pembentukan respon lokal yang
mengaktifkan leukosit, meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah,
menimbulkan rasa sakit, dan
meningkatkan aliran darah ke jaringan
yang terinfeksi.
Patofisiologi dari apendisitis akut
adalah obstruksi dari lumen apendiks
yang menjadi pencetus kebanyakan
kasus. Pertumbuhan bakteri yang
berlebih dan terjadi invasi,
penyumbatan apendiks. Bakteriologi
yang kompleks, melibatkan bakteri
aerob dan anaerob dari flora normal
gastrointestinal
Komplikasi pasca-operasi merupakan
infeksi utama yang berkaitan dengan
tingkat keparahan. Selain itu,
keparahan penyakit dan resiko
komplikasi pasca operasi pada pasien
dan penundaan pembedahan dalam
operasi, kurangnya layanan kesehatan
merupakan faktor penting dalam
pelayanan kesehatan.
Appendectomy dan pemeriksaan patologi jaringan
dilakukan untuk menilai respon inflamasi.
Hipotesis penelitian ini bahwa keparahan
inflamasi yang terjadi pada apendisitis akut, dapat
dipengaruhi oleh polymorfisme dalam gen yang
terlibat dalam imunitas bawaan. Untuk menguji
hipotesis ini, pasien dengan apendisitis akut
terjadi nukleotida tunggal polymorfisme ( SNPs )
dalam gen yang mengkodekan dalam dua tahap
respon umum bawaan, pengenalan mikroba dan
inflamasi lokal.
CD14 merespon organisme gram-
negatif dengan mengikat
lipopolisakarida bakteri (LPS),
peptidoglikan, dan molekul bakteri
lain. Kontak antara CD14-terikat LPS,
MD-2, dan Toll-Like Reseptor 4 (TLR4)
memulai LPS memberikan sinyal
transduksi dalam makrofag, dengan
molekul TLR4 menjadi komponen
penting dalam transmembran jalur
sinyal LPS.
SNPs ini terjadi pada apendisitis
komplikasi. Nekrosis tumor faktor-alpha
(TNF) interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6) menghubungkan
pengenalan mikroba dan ada juga
rangsangan non-infeksi pada respon
inflamasi akut. Polymorfisme pada
masing-masing gen ini berhubungan
dengan mengubah respon sitokin
dalam berbagai hasil percobaan dan
kondisi klinis
Tujuan

Menggunakan apendisitis akut


sebagai model dengan uji hipotesis
bahwa polimorfisme dalam gen yang
terlibat sebagai pertahanan tubuh
yang berhubungan dengan
keparahan infeksi-inflamasi lokal
pada manusia.
B ahan dan m etode

Perekrutan pasien apendisitis akut,


pengambilan contoh, dan diagnosis klinis

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10


agustus 2000 sampai 8 september 2001,
sampel penelitian ini adalah pasien yang telah
terdiagnosis klinis apendisitis akut dibagian
emergency (gawat darurat) Rumah Sakit
Parkland Memorial dan mereka telah sah
didiagnosis apendisitis akut oleh bagian
patologi apendiks.
Semua subjek penelitian diberikan
penjelasan dan informed consent
untuk pengambilan sampel darah,
genotype, dan kriteria inklusi dalam
penelitian
Data klinik yang diperoleh mencakup
penggunaan obat anti-inflamasi dan
antibiotik, kemunculan penyakit
sebelumnya dan ditentukan
berdasarkan gejala pertama kali pasien
merasakan sakit.
Setelah peritoneum digores, 20 ml
dari NaCl 0,9 % dimasukkan kedalam
rongga peritoneum berdekatan
dengan apendiks, dibiarkan selama 1
menit kemudian disedot. Darah dan
aspirasi peritoneum 1000g,
disentrifugasi 20 menit dengan suhu
4C dan plasma dan supernatan
disimpan pada suhu 80C hingga
dianalisis.
P engam bilan D N A , reaksi rantai
polym erase, pyrosequencing, dan
ELISA
DNA genomik berasal dari buffy coats
menggunakan DNA QIAamp darah
Midi Kit ( Qiagen; Valencia, CA ) dan
DNA disimpan di 20C. Fragmen
mengandung masing-masing SNPs
yang secara individual diperkuat dari
DNA genomik dengan rantai reaksi
polymerase menggunakan taqDNA
polymerase (tes diagnostik Roche;
indianapolis, IN)
Semua genotip tergantung oleh
analisis pyrosequence sebuah PSQ 96
pyrosequencer ( pyrosequencing AB,
westborough, MA ) dan genotip yang
diselesaikan menggunakan PSQ 96
software SNP, v 1,2 AQ. Setiap SNP
diuji dengan urutan spesifik primer
(tabel 1), dari heterozigot dan
homozigot alternatif dengan reliabilitas
yang sama.19 Semua genotip
dikonfirmasi ulang oleh
pyrosequencing.
Sampel cairan peritoneum dari 105
pasien dan sampel plasma dari 115
tersedia untuk kasus tersebut. IL-1, IL-
6, konsentrasi plasma TNF dan cairan
peritoneum ditentukan oleh ELISA.
Batas bawah untuk mendeteksi IL-6 dan
IL-1 adalah 7.8 pg/ml, sementara itu,
untuk TNF adalah 5,0 pg/ml.
Cairan peritoneum tidak diencerkan untuk
analisis TNF dan IL-1 dan 40-fold diencerkan
untuk mengukur IL-6. Analisis sampel plasma
tidak diencerkan. TNF terdeteksi pertama
pada 56 subjek, oleh karena itu,kami tidak
mengukur memiliki cytokine plasma ini
dengan pasien lainnya. Protein C-reactive
dalam plasma yang diukur pada 104 pasien
pertama. Penelitian pada seorang Pilot, IL-1,
IL-6, dan TNF tidak terdeteksi dalam cairan
plasma atau peritoneal dari 18 pasien yang
mengalami pembedahan (laparotomi atau
laparoscopy).20 Protein plasma C-reactive yang
diukur menggambarkan uji sensitivitas yang
tinggi.
P enyajian data dan analisis
statistik
Perbandingan dari data yang dibuat
menggunakan analisis data X2 secara terus
menerus kemudian data dibandingkan
dengan t-test siswa. Nilai ketetapan P
value dan/atau interval kepercayaan 95%
digunakan untuk semua analisis.
Perbandingan awal yang diikuti adalah
analisis logistik regresi multivariat, dimana
telah diuji potensi klinis dan faktor resiko
genetik. Kami juga melakukan evaluasi
pada variabel perancu
Variabel tetap sebagai faktor resiko
(inklusi dan dianggap secara
signifikan jika P 0,05 ) atau
sebagai perancu (diamati untuk
mengubah efek faktor risiko lain).
Konsentrasi sitokin plasma dan
peritoneum dibandingkan
menggunakan t-test siswa dan
analisis varians.
H A SIL

Dari 209 pasien yang menjalani


appendectomy cito, 14 diantaranya
tidak ditemukan apendisitis akut dan
61 tidak memberikan informed
consent (mereka menolak atau tidak
mengikuti). Dari segi pengobatan
klinis dari 134 pasien yang termasuk
dalam kriteria inklusi ditampilkan di
tabel 2.
Konsentrasi protein plasma c-
reactive lebih tinggi pada pasien
dengan apendisitis komplikasi
dibandingkan pasien tanpa
komplikasi. Tetapi, 7 pasien memiliki
satu lebih kriteria SIRS pada saat
evaluasi dibagian instalasi gawat
darurat dan 66% memiliki 2 atau
lebih kriteria. Dilaporkan, sebagian
besar subjek (86%) adalah keturunan
amerika latin.
Untuk menentukan apakah SNPs ini adalah faktor
resiko dari apendisitis, penelitian ini
membandingkan frekuensi alel pada pasien
apendisitis akut pada kelompok kontrol (n=150)
dengan usia yang sama, jenis kelamin, dan latar
belakang suku. Tidak ada perbedaan yang
signifikan secara statistic (data tidak
membuktikan). Kemudian penelitian ini
mengkhususkan pada pasien dengan apendisitis
akut. Carier C-alele pada IL-6-174 itu dikaitkan
dengan risiko rendah dari apendisitis komplikasi
(resiko relatif yang belum disesuaikan = 0,42, 95%
CL = 0,17-0,98, P=0,04). Tidak ada dari SNPs
terkait dengan risiko apendisitis komplikasi.
Risiko untuk apendisitis komplikasi
lebih tinggi pada TNF--308 carier A-
allele, tidak berhubungan secara
signifikan dengan statistik (peluang
rasio yang disesuaikan = 2.7, 95% CI
= 0.97.9, P = 0.07).
Untuk analisis multivariat, kami gunakan
parameter klinis (usia, jenis kelamin, dan
lamanya gejala) yang telah diketahui
berkaitan dengan apendisitis komplikasi.22
Penelitian frekuensi SNPs ini berbeda pada
kelompok ras/suku, kami juga memasukkan
variabel ini pada kriteria inklusi. Ras (hitam,
putih, atau asia) dan etnis (keturunan atau
tidak) berdasarkan laporan dari pasien.
Karena kelompok suku terbesar dalam
penelitian ini adalah keturunan amerika latin,
analisa data sesuai dengan apakah
keturunan suku amerika latin atau bukan
keturunan amerika latin
Dalam analisis multivariate,
ditemukan bahwa usia, jenis kelamin,
dan suku tidak berhubungan dengan
tingkat keparahan penyakit dan tidak
mempengaruhi hubungan antara
genotip dan keparahan penyakit.
Dua variabel itu secara signifikan
berkaitan dengan risiko apendisitis
komplikasi : IL-6 carier C-allele
mempunyai signifikan resiko rendah
dari apendisitis komplikasi,
sedangkan risiko untuk apendisitis
komplikasi meningkat dengan
peningkatan lamanya gejala (tabel
3).
TNF--308 A-allele berhubungan
dengan peningkatan risiko yang
memiliki apendisitis komplikasi (rasio
peluang= 2,7, 95 % Cl = 0,9-7,9, P
= 0,07 ).
Resiko relative pada apendisitis komplikasi
yang berhubungan dengan TNF--308 A-allele
adalah 2,2 (95% Cl = 1,2-3,8, P= 0,02). Untuk
menyesuaikan IL-6-174 SNP dan lamanya
gejala, odds ratio pada apendisitis komplikasi
dihubungkan dengan TNF--308 A-alele adalah
4,0 (95% Cl = 1,2-13,3, P = 0,02) Penyesuaian
untuk lamanya gejala dan TNF--308 SNP, IL-6-
174 C-carier memiliki odds ratio dari 0,23 (95%
Cl = 0,06-0,9, P = 0,03) untuk apendisitis yang
komplikasi. Jadi, pada TNF--308 A-alele (terjadi
peningkatan risiko) dan IL-6-174 C-alele (terjadi
penurunan resiko) yang berhubungan dengan
apendisitis komplikasi pada masyarakat
keturunan amerika latin.
Konsentrasi Plasma IL-6 lebih rendah
pada carier C-allele (rata-rata= 21,3
3,5 pg/ml, n=26 ) dibandingkan
GG-homozygot (rata-rata= 53 9,2
pg/ml, n=89, P=0.001 ). Demikian
pula, pada konsentrasi cairan
aspirasi peritoneum IL-6 juga lebih
rendah pada carier C-allele (9900
1600 pg/ml, n=21) dibandingkan GG-
homozygot (20,700 2400 pg/ml,
n=84, P=0.001 ).
Fig. 1. Konsentrasi plasma dan peritoneal interleukin-6-
174 promoter genotipe dan keparahan apendisitis. Pada
pasien dengan apendisitis komplikasi, konsentrasi
plasma IL-6 (1A) tidak jauh berbeda pada GG-homozigot
dan carier C-allele (32,2 6,0 pg/ml vs. 20,5 4,1
pg/ml, masing-masing, P=0,11). Cairan aspirasi
peritoneum IL-6 (1B) lebih tinggi ditingkat GG-
homozigot dibandingkan carier C-alele (18.400 3500
pg/ml vs. 9000 1900 pg/ml, masing-masing, P=0,02).
Pada pasien dengan komplikasi, konsentrasi plasma IL-6
(1C) lebih tinggi ditingkat GG-homozigot dibandingkan
carier C-alele (89,3 21,4 pg/ml vs. 23,7 1,7 pg/ml,
masing-masing, P=0,005). Konsentrasi cairan aspirasi
peritoneum IL-6 (1D) juga lebih tinggi ditingkat GG-
homozigot dibandingkan carier C-alele (24.000 3000
pg/ml vs. 13.000 3200 pg/ml, masing-masing,
P=0,02). Semua perbandingan statistik dari ANOVA
atau t test siswa.
H ASIL

91 pasien (68%) mengalami apendisitis tidak


komplikasi dan 43 (32%) mengalami apendisitis
komplikasi. SNP pada gen CD14, TLR4, IL-1, dan
TNF tidak berkaitan dengan keparahan
apendisitis. Sebuah hubungan yang kuat
ditemukan antara carier C-alele -174 pada gen IL-
6 dan penurunan resiko dari penyakit yang rumit (
rasio peluang yang disesuaikan = 0,24, 95% CI =
0,07-0,76). Plasma yang rendah dan konsentrasi
cairan peritoneum IL-6-174 C-carrier pada
homozigot GG menunjukkan bahwa polimorfisme
ini berperan pada penurunan produksi IL-6 secara
in vivo.
P EM B A H A SA N
Unsur penting dari imunitas bawaan yang
terdapat dalam gen, selama evolusi untuk
merespon sinyal mikroba tanpa modifikasi lebih
lanjut.1 Walaupun polymorfisme alel dalam
berbagai gen imunitas bawaan berhubungan
dengan peningkatan risiko penyakit infeksi
tertentu,23 dan pada beberapa kasus terjadi
peningkatan keparahan penyakit,15,24
perbedaan genetik berperan dalam
menentukan keparahan infeksi lokal dengan
bakteri komensal yang sebelumnya tidak diteliti
pada manusia.
Apendisitis adalah penyakit yang kompleks
yang melibatkan obstruksi lumen, iskemia,
trombosis, dan pertumbuhan bakteri yang
berlebih, penelitian ini mencari hubungan
keparahan gen polimorfisme yang
berkontribusi terhadap pengenalan
mikroba atau inflamasi lokal. Hal ini
penting untuk mengetahui bahwa
penelitian gen polymorfisme bukan faktor
resiko terjadinya apendisitis; mengubah
patologi keparahan penyakit dan respon
sitokin yang berhubungan terjadinya
apendisitis.
CD14 dan TLR4 melakukan
pengenalan ke pusat dan merespon
inisiasi ke LPS, pola molekul mikroba
yang dominan pada bakteri gram-
negatif. Sedangkan pertukaran CT
di -159 mengubah sp1 mengikat
protein nuklear pada promoter CD14,
dampak fenotipik polimorfisme ini
tidak pasti;
TLR4 adalah protein transmembran memulai
sinyal cascade yang menghasilkan respons
inflamasi untuk LPS.30 transisi AG di
nukleotida 896 manusia, gen TLR4
mengakibatkan substitusi glisin untuk Asam
Aspartat di asam amino 299 dan mengurangi
responsivitas LPS untuk dihirup LPS pada
manusia.13 Polimorfisme ini memiliki hubungan
yang lemah dengan perkembangan dan
penurunan terhadap kelangsungan hidup dari
syok septik tetapi tidak dihubungkan dengan
tingkat keparahan apendisitis akut.
Penelitian ini juga mencari hubungan
antara keparahan penyakit dan
polymorfisme pada gen TNF-, IL-6,
dan IL-1, merupakan 3 kunci
mediator inflamasi. GC SNP di
posisi 174 pada gen IL-6 telah
disampaikan untuk mengubah
transkripsi gen sementara
transfection dihubungkan dengan
sejumlah kondisi kronis di mana
inflamasi dianggap berperan
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa SNP berguna sebagai tanda
untuk respon IL-6 yang berhubungan
dengan keparahan inflamasi lokal.35
berdasarkan pengamatan terdapat
hubungan signifikan antara IL-6-174 C-
allele secara statistik.
KESIM PU LAN

Polimorfisme gen IL-6 ini


berhubungan dengan keparahan
apendisitis, bahkan setelah
penyesuaian lamanya gejala. Risiko
untuk mengembangkan apendisitis
perforasi atau gangrene dapat
ditentukan, pada sebagian dari
variasi gen IL-6.

Hasil ini menyarankan bahwa respon


manusia terhadap infeksi lokal
seperti apendisitis akut dipengaruhi
oleh keturunan dalam gen imunitas
bawaan, seperti IL-6. Selanjutnya,
penundaan dalam diagnosis dan
pengobatan bukan satu-satunya
alasan untuk mengembangkan atau
meningkatkan apendisitis
komplikasi.
TERIM A KASIH

Anda mungkin juga menyukai