Anda di halaman 1dari 41

Fasilitator : dr.

hafni Bachtiar
Ketua : Fuji Seprinur Hidayat
(08-094) Sekretaris
: Tri Juwita Sari (08-092)
Anggota :
Siddik Ismail (08-091)
Rindy Triana
(08-096)
Alfia Roza (08-093)
Lika ririan Dona (08-100)
Antoni
Trauma Susunan Saraf Pusat
Budi, mahasiswa berusia 25 tahun dibawa ke UGD
karena kecelakaan lalu lintas. Pada saat kecelakaan
sepeda motor Budi tidak memakai helm. Kepalanya
terbentur dan terjatuh terduduk. Dokter melakukan
pemeriksaan CT scan kepala dan rontgen vertebra
lumbo-sacral. Ditemukan cedera pada kepala dan
medulla spinalis. Budi mengalami coma selama 3
minggu dan dirawat di ICU. Budi akhirnya sadar dan
dirawat dibangsal syaraf selama 3 bulan. Tapi Budi
masih mengalami amnesia, hemiplegia, tidak bisa
berjalan, makan minum tak bisa sendiri,
inkontinensia urin sehingga sering mengompol.
Beberapa bulan ini Budi dirawat dirumah.
Step I: Clarify Unfamiliar
Terms
1. Amnesia : Hilang ingatan yang
disebabkan oleh terganggunya
sistem saraf pusat.
2. Hemiplegia : Kelemahan pada satu
sisi tubuh ( kanan / kiri )
3. Inkontinensia urin : Keadaan dimana
individu mengalami ketidakmampuan
menahan kemih yang disebabkan
penurunan kerja fungsi saraf.
Step II: : Define The
Problems
Definisi trauma susunan saraf pusat ?
Patofisiologi trauma susunan saraf pusat ?
Gejala pada trauma susunan saraf pusat ?
Bagaimana cara mnediagnosa trauma
susunan saraf pusat ?
Bagaimana hasil gambaran CT-Scan
kepala pada trauma susunan saraf pusat ?
Bagaimana hasil rontgen vertebra lumbo
sacral ?
Lanjutan

Kenapa trauma susunan saraf pusat


dapat menyebabkan amnesia,
hemiplegia, tidak bisa berjalan , makan
minum tak bisa sendiri, dan inkontinensia
urin ?
Bagaimana penanganan awal pasien
truma susunan saraf pusat ?
Penatalaksanaan susunan saraf pusat ?
Step III : Brainstorm
Possible Hypothesis or
Trauma susunan saraf pusat ialah : kerusakan
Explanation
pada jaringan otak / ssp yang bisa bersifat
langsung atau tidak langsung .
Patofiologi trauma ssp : Trauma menyebabkan
terjadinya kerusakan pada jaringan nervus
diotak yang berdampak pendarahan
menyebabkan peningkatan volume intrakranial
yang dapat menimbulkan manifestasi klinis
yang dapat dilihat secara langsung. Edema
cerebri akibat reaksi jaringan setempat karena
trauma juga mengakibatkan peningkatan
volume intrakranial.
Gejala trauma ssp :
sakit kepala hebat
wajah asimetris
tak sadar / bingung
gangguan bicara
hemiparesis / lateralis / paraparese
cara mendiagnosa :
penujang :
spinal x-ray
CT-Scan
Myelogram
MRI
Thorax X-ray
P. fungsi pencernaan
Aloanamnesa:
Bagaimana posisi jatuh / mekanisme jatuh
pada pasien ?
Adakah pasien mengalami kejang , muntah
, keluar darah dari telinga / hidung ?
Setelah kejadian pasien sadar / tidak
sadar ?
Pemeriksaan neurologis :
Penentuan derajat kesadarn pasien
Evluasi mental
Lokalisasi trauma
Pem. Pupil terhadap cahaya
Reflex patologis
Lanjutan

----------
----------
----------
Penanganan awal trauma SSP :
Airway
Breathing
Circulation
Step 4 :Arrange Explanation Into a
Tentative Solution
Kecelakaan

Jatuh dan Kepala


terbentur

Berat Sedang Ringan

Trauma SSP

Koma
Step V : Define Learning
Objective
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang
:
1. Definisi trauma SSP
2. Etiologi trauma SSP
3. Epidemiologi trauma SSP
4. Patofisiologi trauma SSP
5. Gejala klinis trauma SSP
6. Diagnosa trauma SSP
7. Penatalaksanaan trauma SSP
Step VI : Gather
Information and Private
Study
Mahasiswa mencari informasi mengenai LO
dari berbagai sumber seperti;
Text book
Kuliah pakar
Via internet
Step VII : Share The Result of
Information Gathering And
Private Study.
1. Definisi Trauma SSP
Kerusakan yang terjadi akibat
adanya trauma pada jaringan
otak yang terjadi secara
langsung maupun efek sekunder
ditrauma yang terjadi.
(Sylvia Anderson Price, 1982)
2. Etiologi Trauma SSP
Oleh benda / serpihan tulang yang
menembus jaringan otak
Efek dari kekuatan
Efek percepatan dan perlambatan
( axelerasi - dexelerasi ) pada otak.
3.Epidemiologi trauma SSP
penyebab yang sering bagi morbilitas dan
mortalitas diseluruh dunia kecelakaan
dijalan raya ini dan merupakan penyebab
utama kematian pada pasien dibawah
usia 45 taun. Lebih dari 70% pasien
menderita trauma kepala.
4. Patofisiologi trauma SSP
Trauma tumpul maupun trauma kepala
mebentur benda tajam menyebabkan
terjadinya kerusakan pada jaringan nervous
di otak, dampak yang timbul antara lain
perdarahan di otak yang letak dan luasnya
bergantung dari besar kekuatan serta lokasi
trauma.
Akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Lanjutan

Tek. Intrakranial umumnya meningkat


setelah cedera kepala, edema terjadi
dalam 36 hingga 48 jam hingga
mencapai maksimum. Peningkatan
sebesar hingga 33 mmHg
menurunkan aliran darah ke otak
(cerebral blood flow, normal = 50 - 60
ml / menit / 100gr)
Normal TIK = 50 200 mm H2O atau
4 15 mmHg.
Lanjutan

Tekanan darah arteri akan menurun


pada awalnya sebanding dengan
peningkatan TIK. Yang gilirannya
akan menjadi iskemik, hipoksia,
asidosis (penurunan Ph dan
peningkatan PaCO2) yang akhirnya
akan membunuh sel2 otak dengan
cepat.
Lanjutan
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
CEDERA KEPALA PRIMER
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi -
decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada
jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
CEDERA KEPALA SEKUNDER
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala,
seperti :
1. Hipotensi sistemik
2. Hipoksia
3. Hiperkapnea
4. Udema otak
5. Komplikasi pernapasan
Klasifikasi trauma SSP

Trauma kapitis
Trauma medulla spinalis

Trauma kapitis terbagi atas :


Kosomio cerebri (gegar otak)
Edema cerebri traumatik
Kontusio cerebri (memar otak)
Hematoma epidural
trauma kepala tertutup
Hematoma subdural
Hematoma subarachnoid
Fraktura kepala trauma kepala
terbuka
Trauma medulla spinalis
Komosio medulla spinalis
Kontusio medulla spinalis
Fraktura dan dislokasi columna vertebralis
Lanjutan

Trauma medulla spinalis & kolumna


vertebralis
Trauma pada kolumna vertebralis bisa
terjadi
akibat :
Fraktur /dislokasi
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh dari tempat tinggi
Lanjutan

Trauma Medulla Spinalis


pada awal trauma terjadi
pelepasan nuerotransmiter yg
berlebihan sehingga menyebabkan
rasa rangsang yg berlebihan pada
sel saraf. Pada kejadian ini akibat
terjadinya penimbunan glutamat
yg berlebihan yang menyebabkan
cedera sel saraf.
Lanjutan
Lesi pada medula spinalis memberi gejala :
kerusakan setinggi medula spinalis
servical,
menyebabkan kelumpuhan tetraparese
kerusakan medula spinalis thorakal s/d
lumbal, memberikan gejala paraparese
kerusakan medula spinalis sacral,
menyebabkan gangguan miksi & defekasi
tanpa para parese
5. Gejala klinis trauma SSP
Pada trauma kepala
Nyeri kepala, akibat peregangan duramater
dan pemb.darah
Papiledema akibat tekanan dan
pembengkakan discus opticus
Muntah.
Penurunan kesadaran
Bingung
pingsan
Lanjutan

Pada trauma medulla spinalis


Ganguan sensibilitas
Gangguan miksi dan defekasi
Gangguan kontrol motorik
Gangguan pernafasan
Gangguan refleks
6. Diagnosa trauma SSP
Anamnesa
Tanyakan tentang kecelakaannya baik itu
tempat , waktu, dan posisi saat jatuh
Bila pasien sadar catat apa yang dikeluhkan
Adakah pasien mengalami kejang , muntah
, keluar darah dari telinga dan hidung.
Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan kepala baik dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
dan catat semua kelainan yang ditemukan.
Temukan tempat- tempat dimana kepala
terbentur
Lanjutan

Pemeriksaan neurologis
Penentuan derajat kesadaran pasien
menggunakan GCS
Evaluasi mental
Lokalisasi trauma
Pemeriksaan pupil terhadap cahaya , dan
gerakan bola mata
Reflex patologis ( babinsky, chadock,
oppenhein )
Respon motorik terhadap rangsangan
nyeri
Cara pemeriksaan glasgow
coma scale (GCS)
Membuka mata (Eye Open) Nilai
Membuka mata spontan
4
Membuka mata terhadap perintah 3
Membuka mata terhadap nyeri 2
Tidak membuka mata 1
Lanjutan

Respon Verbal (Verbal Response)


Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
5
Bingung (mampu mbentuk kalimat, tapi arti
4 kseluruhan kacau)
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak
3 berupa kalimat
Tidak mengucapkan kata, hanya suara
2 mengerang (groaning)
Tidak ada suara
1
Lanjutan

Respon motorik (Motoric Response)


Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
4
Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada 1
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS),
cedera kepala dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Cedera kepala ringan, bila GCS 13-
15
b. Cedera kepala sedang, bila GCS
10-12
c. Cedera kepala berat, bila GCS 3-9
Pemeriksaan penunjang

Ct- scan
Myelogram
MRI
Foto rontgen vertebra AP dan
lateral
Analisa gas darah
Pemeriksaan fungsi penafasan
7. Penatalaksanaan trauma SSP
Penatalaksanaan awal
Airways, bersihkan jalan nafas dari
muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan
tulang servical segaris dengan badan
dengan memasang kolar cervical,amati
apakah lidah pasien mengganggu jalan
nafasnya sendiri.
Breathing, tentukan apakah pasien bernafas
dengan normal atau tidak, jika tidak beri
oksigen melalui masker oksigen. Jika pasein
bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera
berat pada dada seperti pneumothoraks
dan pasang oksimetri bila ada.
Lanjutan
Circulation, hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan jika
ada cedera intraabdomen atau dada. Ukur
dan catat frek.denyut jantung dan tek.darah,
pasang EKG jika ada. Sebisa mungkin
jauhkan pasien dari keadaan hipotensi,
hipoksia, atau hiperkapnea.
Penatalaksanaan lanjut
o Obati kejang, mula2 dengan pemberian
diazepam 10 mg IV, pemberian diulang
sampai 3 kali jika kejang belum pulih, jika
tidak berikan fenitoin 15 mg/kgBB IV dgn
kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit.
Lanjutan

Dexamethason/kalmethason
sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan
berat ringannya trauma
Pengobatan anti edema dengan
larutan hipertonis yaitu manitol
20% atau glukosa 40% atau
gliserol 10%.
Lanjutan

Menilai tingkat keparahan trauma


Pada cedera medula spinalis, beri bantal
atau guling pada sisi pasien untuk
mencegah pergeseran.
Pada cedera medulla spinalis, beri kateter
bila miksi terganggu untuk mencegah
dekubitus dan infeksi saluran kemih.
Pemberian nutrisi dikontrol
Kontrol nyeri dengan analgetik, OAINS,dll.
Pengobatan selanjutnya adalah
simptomatis
Lanjutan

Penatalaksanaan akhir
fisioterapi
Rehabilitasi fisik
Rehabilitasi psikologis
Rehabilitasi sosial
prognosis
Pasien dengan cedera berat. Skor
GCS 3-4 memiliki kemungkinan
meninggal 85% atau tetap dalam
kondisi kritis, pasien dengan GCS
12 atau lebih kemungkinan
meninggal hanya 5 10%
DAFTAR PUSTAKA
Markam, soemarmo. 2002. Neurologi
Praktis. Jakarta ; Widia Medika.
Juwono, T. 1996. Pemeriksaan Klinik
Neurologik Dalam Praktek. Jakarta ; EGC.
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 2. Jakarta ; Media
Aesculapius, FK UI.
Price, A.silvia. 2003. Patofisologi Konsep
Klinis Proses Penyakit, Vol.2. Jakarta ;
EGC.

Anda mungkin juga menyukai