Anda di halaman 1dari 31

DIA MENGERTI

Terkadang kita merasa tak ada jalan terbuka


Tak ada lagi waktu terlambat sudah
Tuhan tak pernah berdusta Dia s'lalu pegang
janji-nya
Bagi orang percaya mujizat nyata
REFF :
Dia mengerti, dia peduli persoalan yang
sedang terjadi
Dia mengerti, dia peduli persoalan yang
kita alami
Namun satu yang dia minta agar kita
percaya
Sampai mujizat menjadi nyata
Elshaddai :

Tak usah ku takut, Allah menjagaku


Tak usah ku bimbang, Yesus pliharaku
Tak usah ku susah, Roh Kudus hiburku
Tak usah ku cemas, Dia memberkatiku
El shaddai, El shaddai Allah Mahakuasa
Dia besar, Dia besar, El shaddai Mulia
El shaddai, El shaddai Allah Mahakuasa
BerkatNya melimpah El shaddai
GEREJA
Alkitab
sebagai
Firman Allah
KULIAH AGAMA KRISTEN
Universitas HKBP Nommensen
Medan
I. APAKAH GEREJA ITU?
Terminologi Kata Gereja
Kata gereja sebenarnya tidak ditemukan
dalam Alkitab. Namun Perjanjian Lama
memakai kata kahaal diterjemahkan
dengan umat dan Perjanjian Baru memakai
kata Ekklesia diterjemahkan dengan
jemaat untuk menunjuk kata gereja
Beberapa referensi ayat alkitab :
Perjanjian Lama : Kel. 3:7,10; 5:1,23; Ul.
23:1,2,3; Hak. 5:11, dst-ada 372 ayat).
Perjanjian Baru : Kis. 5:11; 8:3; Roma 16:1,4;
dst-ada 104 ayat)
Etimologi
Secara etimologis Kata Kahaal (bhs.
Ibrani dalam Perjanjian Lama) artinya
kerumunan massa (perkumpulan orang-
orang). Oleh sebab itu, kata ini juga
dipakai untuk kerumunan orang-orang di
pasar, di tempat pertemuan-pertemuan
sosial masyarakat lainnya.
Kata Ekklesia (bhs. Yunani, dalam PB)
artinya suatu perkumpulan masyarakat
secara umum atau suatu pertemuan
resmi. Kadang-kadang dipakai juga
untuk sebuah kerumunan orang yang
berkumpul oleh karena satu persitiwa.
(Kis. 5:11; 19:32).

Kata Ekklesia sendiri barasal dari kata


EK artinya KELUAR dan KALEO
artinya DIPANGGIL. Jadi Ekklesia artinya
dipanggil keluar.
Dalam perkembangan selanjutnya,
istilah kahal dan ekklesia yang sekuler
itu dipakai untuk menunjuk kepada
persekutuan-persekutuan yang khusus
bagi jemaat atau umat Allah). Misalnya
saat diadakannya seremoni atau
perayaan dan ibadah-ibadah. Sampai
saat ini, kata ekklesia diartikan
sebagai gereja, yang menunjuk kepada
perkumpulan (persekutuan) orang-
orang yang dipanggil keluar dari
kegelapan kepada terang. Atau
persekutuan orang-orang kudus
Kahal dan ekklesia mengisyaratkan
bahwa gereja merupakan suatu
persekutuan orang-orang yang dipanggil
dan dipersekutukan oleh Allah.

Dan dengan pemahaman seperti ini,


pengertian kahal dan ekklesia sebagai
gereja menjadi berbeda dengan
pemahaman sekuler yang hanya dimaknai
sebagai perkumpulan (kerumunan massa),
di mana:
BAHWA GEREJA BUKAN SUATU
PERKUMPULAN YANG DIDORONG OLEH
ADANYA KEPENTINGAN ATAU BERSAMA,
MELAINKAN KARENA MEREKA DIPANGGIL
Apabila pemahaman gereja sebagai
persekutuan orang-orang yang dipanggil
oleh Allah ini ini tidak diwujudkan dalam
persekutuan, maka makna gereja pasti
sudah berbeda. Perbedaan ini disebut
dengan : gereja yang kelihatan dan
gereja yang tidak kelihatan.
.Gereja yang kelihatan dapat dipahami
sebagai persekutuan orang-orang yang
selalu berselisih paham oleh sebab kadar
egoismenya tinggi dan tidak saling
mengasihi. Adanya kepentingan lain
selain kepentingan untuk memuji
Tuhan, mengakibatkan gereja yang
kelihatan selalu melakukan dosa, sehingga
.Gereja yang tidak kelihatan dapat
dipahami sebagai persekutuan orang
Kristen yang dilandasi oleh iman yang
teguh kepada Yesus Kristus yang tidak
diperbudak oleh hawa nafsu, ambisi dan
tujuan lain selain dari memuji Tuhan. Inilah
gereja yang disebut sebagai tubuh Kristus.
Sehingga, gereja yang tidak kelihatan ini,
tidak hanya dilihat dari bentuk, tempat
dan organisasinya, melainkan dari
cerminan keteladanan hidup orang-orang
percaya yang ada di dalamnya .
NAMUN PERLU DIINGAT!!!!!!
Gereja yang kelihatan tidak dapat
dipisahkan dari gereja yang tidak
kelihatan. Sebab tidak seorang pun
yang dapat melihat dan menentukan
apakah individu atau kelompok
merupakan gereja yang kelihatan atau
yang tidak kelihatan. Karena keduanya
menyangkut HATI, dan tidak seorang
pun yang dapat melihat HATI.
Pada jaman reformasi, gereja berusaha memisahkan
keduanya, dengan adanya Theologia Gereja Katolik
Roma yang disebut dengan istilah EXTRA
ECCLESIAM NULLA SALUS, yang artinya DI LUAR
GEREJA KATOLIK ROMA TIDAK ADA KESELAMATAN.

Pernyataan ini disanggah oleh kaum Reformis dengan


menyatakan bahwa HANYA ADA SATU GEREJA
YANG KUDUS DAN AM, yaitu gereja yang
senantiasa masih dan harus berjuang melawan dosa
(ECCLESIA MILITANS). Sehingga tidak ada gereja yang
benar-benar sudah terlepas dari pengaruh-pengaruh
dosa Dan pada akhirnya, ketika Yesus memberikan
pertolonganNya untuk menguatkan gereja melawan
dosa, itulah saatnya gereja menjadi ECCLESIA
TRIUMPHANS atau GEREJA YANG MENANG
II. Hakikat Gereja di
Indonesia
Gereja hadir di dunia ini, hakekatnya
adalah untuk menghadirkan/ mendirikan
tanda-tanda Kerajaan Allah. Dengan
demikian, kehadiran gereja di Indonesia
juga berarti hadirnya tanda-tanda
Kerajaan Allah di Indonesia, dengan
menjalankan Tri-tugas panggilannya
(marturia = bersaksi, koinonia =
bersekutu dan diakonia = melayani)
Missi gereja ini pertama-tama dilakukan
oleh lembaga-lembaga zending (pekabaran
Injil), yang bekerja secara konkrit.
Tentunya kehadiran badan-badan zending
ini sangat berdampak pada peningkatan
kesejahteraan Indonesia umumnya dan
umat Kristiani khusunya. Usaha ini terus
berlangsung sampai sekarang.

Beberapa aspek yang secara konkrit


bersentuhan dengan gereja:
Dalam bidang Marturia : Pemberitaan
Firman, pembentukan kelompok
kategorial untuk pendalaman Firman
Tuhan, pembangunan gedung-gedung
gereja
Bidang Diakonia
: Pendirian
rumah sakit-
rumah sakit,
balai
pengobatan,
panti-panti
asuhan, dan
sekolah-sekolah,
pembukaan
areal
perkebunan.
Bidang Koinonia: Dalam pergerakan
nasional, gereja ambil bagian dalam
terbentuknya aneka gerakan pemuda
Indonesia (Jong Bataks, Jong Ambon,
Jong Minahasa, termasuk dalam
pembentukan Partai-partai politik yang
bercorak nasionalis, sosialis dan
komunis , jug berdirinya Partai Kristen
Indonesia (1946-yang walau akhirnya
harus berfusi ke dalam PDI). Sehingga
kehadiran gereja (umat Kristiani)
menjadi salah satu pengaruh yang
Terbentuknya DGI (dan kemudian
berganti nama PGI, merupakan salah
satu bukti bahwa gereja benar-benar
terpanggil untuk menjadi garam dan
terang dunia di aras regional dan
nasional untuk bersaksi, bersekutu
dan melayani.

Pertanyaan Refleksi: Bagaimana


gereja berperan dalam pembangunan
nasional pada masa kini?
III. DINAMIKA KEHIDUPAN GEREJA DI INDONESIA
Kehadiran gereja di Indonesia, di mulai pada
abad 16,
oleh pedagang-pedagang dari Portugis. Para
pedagang ini mengembangkan ajaran Katolik
di daerah Maluku, Sulawesi Utara dan Timor
(Timor Leste sekarang).
Abad 17, Belanda mengusir pedagang-
pedagang Portugis, sekaligus juga menggeser
ajaran Katolik dengan ajaran Protestan.
Pergeseran ini mengacu kepada adanya
system cusius regio euis religio = siapa yang
menguasai daerah, agamanyalah yang
diberlakukan di daerah itu).
Tetapi kesungguhan orang -orang Belanda
menyebarkan agama Kristen, tidak seperti
pedagang-pedagang Portugis. Hal ini
disebabkan missi utama mereka adalah
dalam rangka ekspansi perdagangan, yang
pada waktu itu dimotori oleh VOC. Misi
perdagangan lebih diutamakan, sehingga
kekristenan seperti mati suri, karena jemaat-
jemaat yang dibangun oleh Portugis terlantar
(sampai tahun 1799-setelah VOC bubar).
Kemudian tahun 1812, Inggris menguasai
Indonesia, dan Missionaris gereja Baptis dari
Amerika masuk ke Indonesia, yakni di daerah
Batak (Tapanuli). Missionaris I adalah Pdt.
Samuel Munson dan Pdt. Henry Lymann
Tahun 1814 Belanda kembali menguasai
Indonesia, pada masa inilah Belanda
membentuk Gereja Protestan Indonesia (GPI)-
dalam perkembangannya kemudian
disesuaikan dengan daerah-daerah di mana
gereja ini berdiri. Di maluku menjadi Gereja
Protestan maluku (GPM), di Sulawesi Utara
menjadi Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM),
di Timor menjadi Gereja Masehi Injili Timor
(GMIT), dan di wilayah Barat Indonesia
menjadi Gereja Protestan Indonesia bagian
Barat (GPIB).

Tujuan pendirian GPI ini adalah agar di


Indonesia tidak ada lagi gereja negara, dan
Perkembangan gereja semakin pesat
pada abad 19, ketika Belanda
mengizinkan lembaga-lembaga
pekabaran Injil dari berbagai negara,
(seperti Jerman dan Swiss) masuk ke
Indonesia, sehingga kekristenan di
Indonesia berkembang dengan
berbagai aliran, sesuai dengan model
yang dibawakan oleh para Misionaris
dari negaranya masing-masing.
Pada masa pendudukan Jepang (1942),
gereja kembali surut, dan sekaligus
menjadi masa paling pahit dalam
sejarah perkembangan gereja di
Indonesia. Beberapa hal yang menjadi
tantangan :
Jepang mengusir para Missonaris
Barat, sehingga terjadi krisis
kepemimpinan.
Terputusnya bantuan dana
penginjilan dari pusat lembaga-
lembaga pekabaran Injil yang
mengutus para missionaris tersebut.
Di daerah-daerah
tertentu, Jepang
melarang kebaktian-
kebaktian dan guru
sekolah tidak boleh
merangkap sebagai
guru Injil.
Jepang mewajibkan
setiap orang harus
tunduk (menghormat)
kepada Matahari-
dewanya orang
Jepang.
Pada tahun 1945-1950-masa kemerdekaan
Indonesia), gereja di Indonesia terbagi dua, yaitu
gereja yang berada di wilayah kekuasaan Indonesia
dan di wilayah kekuasaan Belanda. Sekalipun
demikian, gereja tidak bermusuhan, sebaliknya
gereja-gereja di setiap wilayah berusaha memmbuat
gerakan untuk mempersatukan gereja (keesaan
gereja). Di Sumatera terbentuk dewan gereja-gereja
Sumatera, di Jawa Tengah terbentuk dewan
permusyawarahan gereja-gereja di Indonesia dan di
Sulawesi terbentuk Majelis usaha bersama dewan
gereja. Organisasi-organisasi inilah yang menjadi
cikal bakal berdirinya Dewan Gereja Indonesia
(DGI), dan pada tahun 1984 berubah nama menjadi
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
Dalam dinamika perjalanan gereja, dapat kita
lihat bahwa gereja selalu bersinggungan
dengan negara. Misalnya:
Pada jaman Penjajahan Belanda, gereja
menjadi gereja negara. Pada masa itu para
Pendeta adalah pegawai negara dan seluruh
keperluan gereja ditanggungjawabi oleh
negara (sisi positifnya). Namun di sisi lain,
gereja tidak boleh bekerja di luar ketentuan
negara dan warga gereja sepertinya tidak
dituntut untuk bertanggung jawab atas
perkembangan gereja. Sehingga suara profetis
(kenabian) gereja sering tidak bergema.
Pada masa pendudukan Jepang, gereja dianggap
sebagai musuh pemerintah, karena dulunya
gereja dianggap sebagai kekuatan bagi Belanda,
karena gereja terlalu dekat dengan pemerintahan
Belanda.
Pada masa revolusi fisik (1945-1950, hubungan
gereja dengan negara tebagi dua:
1. Gereja yang berada di wilayah kekuasaan sekutu
dapat membangun gereja dan mengembangkan
pelayanannya.
2. Gereja yang berada di wilayah kekuasaan RI,
gereja selalu dicurigai, karena dianggap sebagai
organisasi dan masyarakat yang selalu berpihak
kepada Belanda, sehingga pergerakannya tidak
leluasa.
Bagaimana kehidupan gereja pada masa
kini?
Hakekatnya : Gereja dapat berkembang
dan mengembangkan ajarannya dengan
bebas, sebagaimana diatur oleh Undang-
Undang Dasar 1945. Di samping itu, gereja
bukanlah gereja negara, yang tentunya
suara nabiah gereja dapat
dikumandangkan dengan benar sesuai
dengan ajaran Firman Tuhan, tanpa
dikendalikan oleh pemerintah.

Lalu Bagaimana Realitanya?


JESUS BLESS US!

Anda mungkin juga menyukai