Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ASMA AKIBAT KERJA

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mengikuti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSU HKBP Balige

Pembimbing

dr. Desmonia Damanik, Sp. P

Disusun Oleh:

Andri Tambunan

18010005

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan refarat ini.

Secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada dr. Desmonia Damanik
Sp. P yang telah bersedia membimbing , mengarahkan dan meluangkan waktunya
kepada saya untuk memberikan masukan serta saran hingga Referat ini selesai.

Sebagai penulis saya sadar bahwa Referat ini tidak luput dari kekurangan,
sehingga saya mohon kritik dan saran untuk perbaikan Referat ini selanjutnya,
semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi bekal ilmu untuk kemajuan
pendidikan kedokteran.

Balige, 13 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1 Definisi...................................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ............................................................................................................. 3
2.3 Etiologi...................................................................................................................... 3
2. 4 Klasifikasi ................................................................................................................ 9
2. 5 Patofisiologi ........................................................................................................... 11
2.6 Penegakan Diagnosis .............................................................................................. 12
2. 7 Penatalaksanaan ..................................................................................................... 16
2.8 Pencegahan ............................................................................................................. 19
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan
yang dihubungkan dengan hiperresponsif yang ditandai dengan adanya mengi,
batuk, dan rasa sesak didada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan.1 Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian.2

Asma yang paling sering ditemukan di negara-negara industri adalah asma


yang berhubungan dengan pekerjaan. Asma akibat kerja adalah penyakit yang
ditandai dengan adanya obstruksi saluran nafas yang reversible atau saluran nafas
yang hiperresponsif terhadap berbagai sebab dan kondisi yang berhubungan dengan
lingkungan kerja tertentu dan tidak terhadap rangsangan yang berasal dari luar
tempat kerja. 3

Prevalensi asma akibat kerja berbeda antara satu negara dengan yang lain
tergantung pada lingkungan pekerjaannya, diperkirakan bahwa 10% hingga 25%
4
kasus asma dewasa diperparah oleh faktor pekerjaan. Dari hasil observasi
American Thoracis society (ATS) dinegara maju, para pekerja 15 % menderita
asma akibat kerja dan merupakan penyakit tersering akibat kerja. Dari penelitian
The Surveillance of Work Occupational Respiratory Disease (SWORD) penderita
asma akibat kerja sekitar 26 % di Inggris dan diperkirakan 52 % terdapat di
Columbia. Di Amerika Serikat diperkirakan 15 % penderita asma akibat kerja. Di
Jepang 15 % dari kasus asma adalah asma akibat kerja, makin lama penderita asma
akibat kerja semakin meningkat.3 Di Indonesia belum ada data pasti tentang
penyakit asma akibat kerja namun diperkirakan 2-10 % penduduk dan 2 % dari
seluruh penderita asma tersebut adalah asma akibat kerja. 4

1
Tujuan penulisan referat ini adalah, karena kemajuan dibidang industri
menyebabkan terjadinya peningkatan kejadian asma akibat kerja sehingga
diperlukan pedoman dalam mendiagnosis dan penatalaksanaannya.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan Referat ini adalah untuk menambah pengtahuan penulis
dan pembaca khususnya tentang penyebab yang mendasari, epidemiologi,
patogenesis, tanda dan gejala klinis, penegakan diagnosis serta terapi Asma akibat
Kerja. Dengan demikian, sebagai seorang dokter dapat memberikan penanganan
terbaik yang cepat dan tepat kepada pasien sehingga dapat mengurangi resiko dari
Asma akibat Kerja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma akibat kerja adalah penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi
saluran nafas yang reversible atau saluran nafas yang hiperresponsif terhadap
berbagai sebab dan kondisi yang berhubungan dengan lingkungan kerja tertentu dan
tidak terhadap rangsangan yang berasal dari luar tempat kerja.1

2.2 Epidemiologi
Prevalensi asma akibat kerja berbeda antara satu negara dengan yang lain
tergantung pada lingkungan pekerjaannya, diperkirakan bahwa 10% hingga 25%
kasus asma dewasa diperparah oleh faktor pekerjaan.4 Dari hasil observasi
American Thoracis society (ATS) dinegara maju, para pekerja 15 % menderita
asma akibat kerja dan merupakan penyakit tersering akibat kerja. Dari penelitian
The Surveillance of Work Occupational Respiratory Disease (SWORD) penderita
asma akibat kerja sekitar 26 % di Inggris dan diperkirakan 52 % terdapat di
Columbia. Di Amerika Serikat diperkirakan 15 % penderita asma akibat kerja3. Di
Jepang 15 % dari kasus asma adalah asma akibat kerja, makin lama penderita asma
akibat kerja semakin meningkat. Di Indonesia belum ada data pasti tentang penyakit
asma akibat kerja namun diperkirakan 2-10 % penduduk dan 2 % dari seluruh
penderita asma tersebut adalah asma akibat kerja. 4

Menurut penelitian R D Caldaira dkk, dari 1922 sampel terdapat 81 (4,2%)


orang kasus asma akibat kerja dimana 1,5% diidentifikasikan sebagai asma yang
diperparah dan 2,7% sebagai asma yang didapat.5

2.3 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma belum diketahui pasti. Suatu hal yang
menonjol pada penderita Asma adalah hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita
asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun
rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: 2

3
- Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum


diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan. 2

- Alergen

Inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh : debu, bulu


binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. Ingestan : yang
masuk melalui mulut. Contoh : makanan dan obat-obatan. Kontaktan : yang
masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam
tangan. 2

- Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering


mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan dan musim kemarau. 2

- Stres

Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma,


selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping
gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang
mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala belum bisa diobati. 2

4
- Lingkungan Kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan


Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri, tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 2

- Olah raga atau Aktifitas jasmani

Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika


melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. 2

Telah diketahui lebih dari 250 bahan atau zat yang dapat menimbulkan asma
akibat kerja. Paparan partikel yang terhirup ditempat kerja merupakan salah satu
sebab timbulnya asma akibat kerja. Berat ringannya gangguan tergantung intensitas
dan durasi paparan bahan hirupan. Disamping itu ukuran partikel dan konsentrasi
debu diudara juga ikut menentukan progresif gangguan napas. Bahan atau zat yang
dapat menimbulkan asma akibat kerja dapat dikelompokan atas 2 yaitu: 6

1. Bahan penyebab asma akibat kerja melalui mekanisme imunologi

Ini merupakan kejadian asma akibat kerja yang terbanyak yaitu > 90 %
kasus. Bahan penyebab asma melalui mekanisme imunologis ini dibedakan atas IgE
dependent dan IgE independent.

a. Penyebab asma akibat kerja yang IgE dependent

Biasanya merupakan bahan dengan berat molekul tinggi, seperti: 7

- Bahan yang berasal dari hewan.


Pajanan dengan hewan laboratorium terjadi pada industri farmasi, tempat
riset dan pada fasilitas pembiakan hewan. Hewan di laboratorium yang
sering menyebabkan asma akibat kerja adalah binatang mengerat, tikus dan
kelinci, yang biasanya disebabkan oleh sekret dan kotorannya. Beberapa

5
serangga misalnya laba–laba dan kutu unggas juga dilaporkan menimbulkan
asma akibat kerja pada petani dan pekerja unggas. Di Inggris diperkirakan
sepertiga dari pekerja yang menangani hewan di laboratorium memiliki
gejala alergi mempunyai gejala asma. Secara klinis gejala timbul setelah
pajanan 2 – 3 tahun dan akan lebih cepat pada orang dengan riwayat atopi.

- Bahan yang berasal dari tanaman


Bakers asthma merupakan asma akibat kerja yang sering terjadi yang
disebabkan oleh tepung gandum, diperkirakan 20 % terjadi pada tukang roti.
Suatu penelitian dari 318 tukang roti, 13 % menderita asma akibat kerja.
Bahan dari tanaman yang juga sering menimbulkan asma akibat kerja
adalah lateks. 8 Prevalensi asma akibat kerja karena lateks diperkirakan 5-
18 % terjadi pada pekerja rumah sakit. Mc.Donald tahun 2000 melaporkan
selama 9 tahun terdapat peningkatan asma akibat kerja karena lateks pada
perawat endoskopi menjadi 8,5 %.9 Asma akibat kerja karena lateks terjadi
4 % pada pekerja laboratorium, protein lateks dapat menyebabkan urtikaria
karena kontak langsung sedangkan zat tersebut menyebabkan asma, karena
tersebar di udara ruangan dengan cara berkaitan dengan bubuk sarung
tangan dan terhirup oleh pekerja. Suatu penelitian di California tahun 1993-
1999 didapatkan 16 % dari 1879 perawat menderita asma akibat kerja akibat
lateks.10

- Enzim
Enzim proteolitik dari Bacillus subtilis dipakai pada industri deterjen dan
banyak menyebabkan asma akibat kerja Suatu penelitian dari 461 pekerja
dipabrik detergen 4% menderita asma akibat kerja10. Enzim lain dari
tanaman seperti papain dari pepaya, bromelin dari nanas dan enzim dari
binatang seperti hog tripsin sering digunakan pada industri makanan dan
juga diidentifikasikan sebagai bahan penyebab asma akibat kerja.

6
- Ikan dan Makanan Laut
Pengolahan makanan laut juga dapat mengakibatkan asma akibat kerja,
pekerja yang menghirup uap saat perebusan kepiting dan ikan laut dapat
menimbulkan sensitisasi. St.Lawrence melaporkan dari 313 pekerja, 33
orang menderita asma kerja setelah test provokasi bronkus spesifik.

b. Penyebab asma akibat kerja yang Non IgE dependent

Mekanisme kerja asma disebabkan oleh bahan dengan berat molekul rendah
belum diketahui, karena tak ditemukan antibodi IgE spesifik atau ditemukan, tetapi
dalam jumlah yang sedikit. Toluen Diisosianat ( TDI ), Hexametilen Diisosianat
(HDI) dan Metilen difenil Diisosianat (MDI) digunakan pada industri busa, pelapis
kabel elektronik dan pengecatan. Prevalensi asma akibat kerja karena TDI berkisar
antara 5–10 %. Bila terjadi asma akibat kerja karena TDI, gejalanya kebanyakan
menetap, meskipun telah dipindahkan dari pajanan. Beberapa kasus juga telah
dilaporkan mengenai asma yang dicetuskan setelah pajanan TDI dalam kadar yang
tinggi melalui mekanisme RADS.

Asam plikatik adalah salah satu bahan kimia yang terkandung dalam kayu
western red cedar dan telah diketahui merupakan bahan yang menyebabkan asma
akibat kerja terbanyak di Pasifik Barat Laut, kayu ini digunakan secara luas, baik
untuk konstruksi bangunan maupun perabot rumah tangga. Asma yang disebabkan
karena kayu ini didapatkan pada 4– 14 % pekerja yang terpapar. 11

Colophony banyak digunakan pada industri elektronik sebagai bahan


pencair pada proses penyolderan. Bahan ini berasal dari pohon cemara yang
mengandung asam abietik yang berperan sebagai alergen dalam menyebabkan asma
akibat kerja, dengan prevalensi mencapai 22 % dari 446 pekerja elektronik. 12

Persulfate Salts merupakan bahan kimia yang banyak digunakan pada


pabrik tekstil, fotografi, makanan dan khususnya pada industri kosmetik. Blainey
mendapatkan 4 dari 23 penata rambut menderita asma akibat kerja sedangkan
Moscato di Italia mendapatkan 24 orang dari 47 penata rambut menderita asma
akibat kerja, 13 orang diantaranya juga menderita rinitis akibat kerja.

7
2. Bahan penyebab asma akibat kerja melalui mekanisme non Imunologis

Asma kerja melalui mekanisme nonimunologis biasanya terjadi tanpa masa


laten setelah pajanan dengan bahan yang tidak menginduksi sensitisasi. Bahan yang
dapat menimbulkan asma seperti ini antara lain formaldehid, sulfur dioksida, asam
hidrofluorida, hidrokarbon, asam fumigasi, ammonia, asam asetat, cadmium dan
merkuri .

Formaldehid pada konsentrasi tinggi merupakan bahan iritan tetapi pada


konsentrasi rendah merupakan bahan sensitisasi yang banyak digunakan di rumah
sakit dan industri perabot. Suatu penelitian pada 230 pekerja yang terpajan oleh
formaldehid,12 orang yang menderita asma akibat kerja.

Asma akibat kerja telah lama dilaporkan terjadi pada pekerja di tempat
peleburan aluminium dan dikenal dengan nama Potroom asthma. Pekerja di tempat
ini terpajang banyak partikel dan gas iritan seperti sulfur dioksida, asam
hidrofluorida, hidrokarbon. Saat ini belum diketahui bahan apa yang paling
dominan menyebabkan asma akibat kerja, hanya diketahui bahwa kasus RADS
pada Potroom asthma ini terjadi setelah pekerja terpapar / menghirup udara dengan
kadar aluminium dan zat lain dengan konsentrasi tinggi. Diduga aluminium
tersebut bereaksi dengan asam hidroklorida dan klorin membentuk garam halide
yang menjadikan aluminium zat yang bersifat mengiritasi saluran nafas. Periode
laten sejak pajanan sampai timbulnya gejala bervariasi dari satu minggu sampai 10
tahun. Potroom asthma dilaporkan lebih sering di Australia dan Norway dari pada
di Amerika Utara. 6

8
2.4 Klasifikasi
1. Asma yang diperburuk ditempat Kerja

Orang yang sebelumnya memiliki riwayat asma dan diperparah oleh


lingkungan kerja. Mereka memiliki episode asma berulang yang dipicu oleh
mekanisme nonspesifik seperti suhu dingin, pengerahan tenaga berlebihan, atau
paparan aerosol iritan termasuk debu, asap, uap, dan gas. 3

2. Asma Okupasional

Asma okupasional adalah asma yang baru didapat dilingkungan kerja oleh
karena sensitisasi ditempat kerja ataupun iritasi. Ada 2 tipe asma okupasi : 3

- Asma okupasi akibat sensitisasi


Asma yang diinduksi (yang baru disebabkan) oleh sensitizer di
tempat kerja dikenal sebagai asma okupasi yang dipicu oleh sensitisasi.
Ketika sensitizer dihirup, tubuh membangun pertahanan kekebalannya
terhadap agen. Proses ini dikenal sebagai sensitisasi. Asma okupasional
didefinisikan sebagai agen yang menginduksi asma melalui mekanisme
yang terkait dengan respons imunologi spesifik. Sensitisasi pekerjaan
biasanya adalah agen dengan berat molekul tinggi (> 10 kD, biasanya
protein atau glikopeptida) yang dapat menyebabkan produksi antibodi
IgE spesifik dan respon alergi yang khas. Setelah seseorang peka,
eksposur yang sangat rendah dapat menyebabkan asma. Mungkin
diperlukan waktu 2 minggu hingga 20 tahun atau lebih untuk terjadi. Ini
disebut periode latensi. Gejala asma bisa segera (dalam beberapa menit
setelah paparan berulang pada agen) atau terlambat (biasanya 4-8 jam
setelah paparan). 3

- Asma okupasi akibat iritasi


Asma okupasi yang diinduksi oleh iritasi adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan asma okupasional yang terjadi dari
paparan agen yang dianggap sebagai iritasi saluran napas, tanpa adanya

9
sensitisasi. Paparan yang tinggi, seringkali tidak disengaja, terhadap uap
atau gas dari produk pembersih bahkan dapat menyebabkan asma pada
seseorang yang belum pernah mengalaminya. Asma yang dihasilkan
dari paparan tingkat tinggi seperti itu dapat didiagnosis sebagai sindrom
disfungsi saluran napas reaktif (RADS). RADS dimulai ketika saluran
udara seseorang telah menjadi sangat terganggu (hiper-reaktif) setelah
paparan tingkat tinggi, sering kali tidak disengaja, terhadap satu atau
lebih iritasi di tempat kerja (mis, Tumpahan besar, produk pembersih
yang berbeda bercampur). RADS dapat didiagnosis ketika: gejala asma
mulai kurang dari 24 jam setelah saluran udara menjadi sangat teriritasi
karena paparan, dan gejalanya cukup parah untuk memerlukan
pertolongan pertama atau perawatan medis darurat, dan gejala-gejala
berlangsung selama 3 bulan atau lebih. Praktek pembersihan yang
paling umum yang dapat menyebabkan RADS adalah pencampuran
produk pembersih yang tidak tepat. RADS juga dapat terjadi ketika
sejumlah besar produk pembersih tumpah, terutama produk pembersih
yang mengandung pemutih klorin, amonia atau asam klorida. 3

2. 5 Patofisiologi

- Asma Okupasional dengan sensitisasi


Asma okupasional dapat disebabkan dengan sensitizer spesifik dari
tempat kerja yaitu asma yang diinduksi oleh mekanisme yang
berhubungan dengan respon imun spesifik. Sensitizer okupsional paling
sering adalah high-molecular-weight (HMW) (protein atau glikopeptida)
yang dapat menyebabkan produksi dari antibody IgE spesifik dan respon
alergi spesifik. Okupsional kimia LMW juga dapat menyebabkan
sensitisasi dan asma di kemudian hari. Hal ini berkaitan dengan produksi
dari antibody IgE spesifik. Namun kebanyakan asma yang disensitisasi
dari bahan kimia Low-moleculer-weight (LMW) kurang dimengerti
mekanismenya meskipun fenotip menunjukan proses sensitisasi.
- Asma Okupasional Iritan
Hal ini adalah kondisi dimana asma yang terpapar pada agen yang
dianggap mengiritasi jalan nafas tanpa ada proses sensitisasi. Contohnya

10
adalah paparan tinggi dari debu alkali menyebabkan kasus baru pada asma
okupasional iritan.

Agen HMW bekerja sebagai antigen lengkap dan menginduksi pembuatan


dari antibody IgE spesifik sedangkan agen LMW pada pekerja yang terpapar
mungkin akan menginduksi antibody IgE spesifik sebagai hapten dan mengikat
protein untuk membentuk antigen fungsional. Histamin, prostaglandin dan
cysteinyl leukotrienes dilepas oleh sel mast setelah IgE berikatan dengan antigen.
Setelah antigen dipresentasikan oleh dendritic sel, limfosit T dapat berdiferensiasi
menjadi beberapa subtype dari efektor sel.
Antigen mengaktivasi sel CD4+ dapat berdiferensiasi menjadi sel yang
berbeda-beda fungsinya dari pola sitokinesis. Sel T-helper 1 (Th1) memproduksi
interferon-γ dan interleukin-2. Sel T-Helper (Th2) mengeluarkan sitokinsitokin
sebagai interleukin-4, -5 dan -13; mengaktifkan sel B; mendorong sintesis IgE,
pengeluaran sel mast, dan eosinophilia. Sel CD8+ juga mengeluarkan interleukin-
2 dan interferon-γ dan berhubungan dengan peningkatan keparahan penyakit dan
inflamasi eosinofilik. Sel INK (Innate Natural Killer) mungkin juga mengeluarkan
interleukin-13 dalam merespon produk dari kerusakan sel.
Dari beberapa sumber agen LMW contohnya diisocyanates dapat
menstimulasi INK manusia dengan meningkatkan regulasi reseptor “immune
pattern-recognition”dari monosit dan meningkatkan chemokine yang akan
meregulasi monosit dan “makrofag trafficking” (contohnya factor penghambatan

11
migrasi makrofag) dan protein chemoatracttant makrofag 1). Selanjutnya
interleukin melepaskan interleukin-1 dan -15. Kerusakan epitel saluran nafas adalah
patofisiologi utama dalam asma okupasional iritan. Stres oksidasi merupakan salah
satu mekanisme yang menyebabkan kerusakan epitel. Zat inhalasi iritan
menginduksi pelepasan dari spesies oksigen reaktif di epitel. Selanjutnya, hal ini
mungkin dapat meningkatkan pelepasan neuropeptide dari terminal neuronal,
menyebabkan peradangan neurogenic dengan pelepasan dari substansi P dan
neurokinin.

2.5 Penegakan Diagnosis


Diagnosis asma akibat kerja ditegakkan berdasarka anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.5.1 Anamnesis

Semua pekerja yang menderita asma dilakukan anamnesis yang teliti


mengenai apa yang terjadi dilingkungan kerjanya. Pada asma akibat kerja yang
berat belum memberikan perbaikan yang berarti saat libur 1 atau 2 hari pada akhir
minggu, tetapi diperlukan waktu yang lebih lama. Gejala klinis bervariasi umumnya
penderita asma akibat kerja mengeluh batuk berdahak dan nyeri dada, sesak nafas
serta mengi, beberapa pekerja merasakan gejala penyerta seperti rhinitis. Adapun
hal – hal yang perlu ditanyakan pada asma akibat kerja adalah : 12

- Kapan mulai bekerja ditempat sekarang ?


- Apakah tinggal dilingkungan tempat bekerja ?
- Apa pekerjaan sebelumnya ?
- Apa yang dikerjakan setiap hari ?
- Proses apa yang terjadi ditempat kerja ?
- Bahan – bahan apa yang dipergunakan dalam pekerjaan sehari-hari ?
- Apa saja keluhan yang dirasakan dan sejak kapan mulai dirasakan ?
- Apakah keluhan yang dirasakan berkurang setelah pulang kerja ?
- Apakah gejalanya membaik bila berada jauh dari tempat kerja atau pada
saat hari libur ?

12
2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada asma akibat kerja sama dengan asma pada
umumnya, biasanya dalam batas normal, jadi tidak ada pemeriksaan yang spesifik
pada pasien asma akibat kerja, namun perlu diperhatikan apakah terdapat jejas
akibat bahan iritan, luka bakar atau dermatitis karena bahan / zat ditempat kerja. 12

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Spirometri

Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator


untuk melihat adanya hambatan jalan napas dan untuk melihat respon bronkodilator
untuk mendiagnosis asma akibat kerja. Menurut The American Thoracic Society ,
bila terjadi penurunan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP I) >10 % atau
peningkatan VEP1 >12 % setelah pemberian bronkodilator berarti terdapatnya
asma yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini telihat pada penelitian Kiki dkk
di pabrik semen Jawa Barat, dimana pekerja yang menderita asma akibat kerja
setelah dilakukan uji bronkodilator terdapat peningkatan VEP 1 lebih dari 20 %,
disamping anamnesis dan gejala klinis yang mendukung untuk asma akibat kerja

b. Tes Provokasi Bronkus

- Tes provokasi bronkus non-spesifik

Adanya hiperaktivitas bronkus dapat diuji dengan tes provokasi bronkus


mengunakan bahan histamin atau metakolin. Hasil tes provokasi bronkus yang
normal bukan berarti tidak terdapat asma akibat kerja, karena derajat hiperaktivitas
bronkus dapat berkurang bila penderita dibebaskan dari pajanan setelah beberapa
lama. Reaksi yang timbul setelah tes provokasi bronkus dengan bahan inhalasi
tertentu dapat berupa reaksi cepat, reaksi lambat dan bifasik atau reaksi yang
berkepanjangan. Pada jenis reaksi yang cepat, reaksi timbul dalam beberapa menit
setelah inhalasi dan mencapai efek maksimal dalam 30 menit dan biasanya berakhir
setelah 60-90 menit. Pada jenis reaksi lambat reaksi baru timbul 4-6 jam setalah tes
berlangsung, efek maksimal tercapai setelah 8-10 jam dan berakhir dalam 24-48

13
jam. Sedangkan tipe bifasik ditandai dengan timbulnya reaksi cepat kemudian
membaik dan diteruskan dengan timbulnya reaksi lambat. Pada reaksi yang
berkepanjangan tidak ada masa pemulihan antara timbulnya reaksi cepat dengan
reaksi lambat, sehingga terjadi reaksi terus menerus.

- Tes provokasi bronkus spesifik

Tes provokasi bronkus dengan alergen spesifik merupakan gold standar


untuk diagnosis asma akibat kerja, tetapi karena banyak menimbulkan serangan
asma serta harus dilaksanakan dirumah sakit pusat dengan tenaga yang terlatih,
maka tes ini jarang dilakukan. Sebelum tes dilakukan, harus diketahui bahan yang
dicurigai sebagai alergen ditempat kerja dan kadar pajanan serta dalam bentuk apa
bahan tersebut berada dilingkungan kerja. Indikasi utama uji provokasi bronkus
dengan bahan spesifik adalah :

- Bila pekerja asma akibat kerja, tidak diketahui zat penyebabnya.


- Bila pekerja terpajan lebih dari satu zat penyebab asma kerja.
- Bila diperlukan konfirmasi untuk diagnosis penyakit sebelum pekerja
berhenti / pindah karena diduga menderita asma kerja.

b. Tes Kulit dan Tes Serologi

Pemeriksaan ini dilakukan bila agen penyebabnya bahan dengan berat


molekul besar, karena merangsang terjadinya reaksi imunologi Bila tes ini positif
maka menyokong untuk diagnosis asma akibat kerja.

14
Pemeriksaan klinik asma akibat kerja :

15
2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan asma akibat kerja sama dengan asma lain secara umum,
yang penting adalah menghindari dari pajanan dari bahan penyebab asma, makin
cepat terbebas dari pajanan makin baik prognosisnya. Melanjutkan pekerjaan
ditempat pajanan bagi pekerja yang telah tersensitisasi akan memperburuk gejala
dan fungsi paru meskipun telah dilengkapi dengan alat pelindung ataupun pindah
keruang lain yang lebih sedikit pajanannya. Pada RADS, bila resiko terjadinya
pajanan ulang dengan bahan iritan dengan konsentrasi tinggi bisa dihindarkan,
maka penderita tidak perlu pindah tempat kerja. Bila terdapat resiko terpajan lagi
pada bahan iritan dengan konsentrasi tinggi, dianjurkan untuk pindah tempat kerja.
13

Pemindahan kerja sulit dilakukan, karena tidak mempunyai keahlian


ditempat lain. Bagi mereka yang menolak pindah kerja harus diberitahukan bahwa
apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan penambahan pemakaian obat-
obatan atau penurunan fungsi paru atau peningkatan derajat hipereaktiviti bronkus
maka penderita seharusnya pindah kerja. Pemantauan merupakan hal yang tidak
kalah pentingnya pada penderita asma akibat kerja. Pada penderita yang telah
pindah kerja ketempat yang bebas pajanan harus dilakukan pemeriksaan ulang
setiap 6 bulan selama 2 tahun.

Menghindari paparan terhadap alergen penyebab akan memberikan


kesembuhan pada 50 % kasus. Banyak penelitian mendapatkan bahwa gejala asma
serta obstruksi bronkus dan hiperreaktifitas menetap walaupun sudah tidak terpapar
oleh alergen tersebut.

Pengobatan farmakologi asma akibat kerja sama dengan asma lainnya


diantaranya dengan pemberian kortikosteroid inhalasi. Penelitian Malo dkk tahun
1996 mendapatkan dengan pemberian kortikosteroid inhalasi pada asma kerja lebih
bermanfaat jika diberikan lebih awal setelah diagnosis asma kerja ditegakkan.

16
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 bagian
penting yaitu : 2

- Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)


Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh
pasien dirumah dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan
derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan
faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
1. Bronkodilator (B2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
2. Kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya B2 agonis kerja
cepat yang sebaiknya diberikan inhalasi. Pada dewasa dapat di
kombinasikan dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat
sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan
dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada serangan sedang diberikan B2
agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat
ditambahkan ipatropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau
drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun
aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian
cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen,
cairan IV, B2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi,
kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila B2
agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin
subkutan.

17
Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke
ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk
inhalasi menggunakan nebuliser.
- Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol
asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang
disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Obat asma terdiri dari
obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan
sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma
dan diberikan pada jangka panjang dan terus menerus.
Obat asma yang sering digunakan sebagai pengontrol :
a. Inhalasi kortikosteroid
b. B2 agonis kerja panjang
c. Anti leukotrien
d. Teofilin

18
2.7 Pencegahan Asma akibat Kerja

Asma akibat kerja dapat dicegah dan disembuhkan bila didiagnosis


lebih dini. Karena itu pencegahan merupakan tindakan yang paling penting.
Pencegahan asma akibat kerja meliputi pencegahan primer, sekunder dan
tersier. 2

2.7.1 Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan tahap pertama terhadap bahan / zat


paparan yang ada dilingkungan kerja seperti debu atau bahan kimia agar
tidak mengenai pekerja, sehingga pekerja tetap sehat selama dan setelah
bekerja. Kegiatan yang dilakukan adalah Health Promotion (Promosi
Kesehatan ) yaitu :

19
1. Penyuluhan tentang prilaku kesehatan dilingkungan kerja.

2. Menurunkan pajanan, dapat berupa subsitusi bahan, memperbaiki


ventilasi, automatis proses (robot ), modifikasi proses untuk menurunkan
sensitisasi, mengurangi debu rumah dan tempat kerja.

3. Pemeriksaan kesehatan sebelum mulai bekerja untuk mengetahui riwayat


kesehatan dan menentukan individu dengan resiko tinggi

4. Kontrol administrasi untuk mengurangi pekerja yang terpajan ditempat


kerja dengan rotasi pekerjaan dan cuti.

5. Menggunakan alat proteksi pernapasan

Dengan menggunakan alat proteksi pernapasan dapat menurunkan


kejadian asma akibat kerja 10-20 %. Suatu penelitian dipabrik yang
menggunakan acid anhydride dengan konsentrasi tinggi, dari 66 pekerja
yang menggunakan alat proteksi pernapasan, hanya 3 pekerja yang
menderita asma akibat kerja.

2.7.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma akibat kerja


pada pekerja yang sudah terpajan dengan bahan dilingkungan pekerjaannya.
Usaha yang dilakukan adalah : Pengendalian jalur kesehatan seperti
pemeriksaan berkala. Pemeriksaan berkala bertujuan mendeteksi dini
penyakit asma akibat kerja. Usaha yang dilakukan adalah pemeriksaan
berkala pada pekerja yang terpajan bahan yang berisiko tinggi menyebabkan
asma akibat kerja. Pemeriksaan berkala ditekankan pada 2 tahun pertama
dan bila memungkinkan sampai 5 tahun. Bila terdeteksi seorang pekerja
dengan asma akibat kerja, kondisi tempat kerja harus harus dievaluasi
apakah memungkinkan bagi pekerja untuk tetap bekerja ditempat tersebut
atau pindah ketempat lain.

20
2.7.3. Pencegahan tersier

Dilakukan pada pekerja yang sudah terpapar bahan / zat ditempat


kerja dan diagnosis kearah asma akibat kerja sudah ditegakkan. Tindakan
penting yang dilakukan adalah menghindarkan penderita dari pajanan lebih
lanjut, untuk mencegah penyakit menjadi buruk atau menetap. Bagi mereka
yang belum pindah kerja harus diberitahu bahwa, apabila terjadi
perburukan gejala atau memerlukan tambahan pemakaian obat-obatan atau
penurunan fungsi paru atau peningkatan derajat hiperaktiviti bronkus, maka
penderita seharusnya pindah kerja sesegera mungkin. Pada pekerja yang
telah pindah kerja ketempat yang bebas pajanan harus dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 6 bulan selama 2 tahun untuk menilai
kemungkinan penyakit menetap atau tidak

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma akibat kerja adalah penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi
saluran nafas yang reversible atau saluran nafas yang hiperresponsif terhadap
berbagai sebab dan kondisi yang berhubungan dengan lingkungan kerja tertentu dan
tidak terhadap rangsangan yang berasal dari luar tempat kerja. Sampai saat ini
etiologi dari Asma belum diketahui pasti. Beberapa menyebabkan asma seperti
alergen, perubahan cuaca, aktifitas berat, dan stres. Berdasarkan klasifikasi asma
dibagi 2 yaitu asma didapat dilingkungan kerja dan asma diperberat dilingkungan
kerja. Penegakan diagnosis pada asma dapat dinilai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dan penatalaksanaan pada pasien asma adalah
bronkodilator yaitu B2 agonis kerja cepat. Untuk menghindari pencetus sangat
perlu diedukasikan pada pasien asma, agar tidak terjadi kekambuhan.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. Edisi II. Jakarta: Interna Publishing; 2014: hal 1132-
53.

2. Isselbacher dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13,


Jakarta: EGC; 2012: hal 1311-1333

3. Yeung MC. Malo JL.Occupational Asthma.The New England Journal of


Medicine.vol 333 no 2, 2007;107-112

4. Kementerian kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi


Kemeterian Kesehatan RI. You can control your asthma; 2015; hal 2-5

5. Caldeira R D, Bettiol H dkk. Prevalence and risk factors for work related
asthma in young adults. Occup Environ Med. 2006 63: hal 694-699

6. Yeung MC, Malo JL.Aetiological agents in occupational asthma. Eur


Respir J.1994;7: hal 346-371

7. Baratawidjaya K.Allergy and Clinical Immunology in Occupational


Diseases. Proceedings Symposium on Occupational and Allergy Clinical
Immunology, Jakarta, 2003;1-6.

8. Sania A, Bollinger M. Latex Allergy and Occupational Asthma in Health


Care Workers : Adverse Outcomes.Environmental Health
Perspectives,2004;112:378-381.

9. Green J,Hudes D.Latex-Induced Occupational Asthma in a Surgical


Pathologist. Environmental Health Perspevtives ;2005;113:888-893

10. Filios MS.Occupational asthma is a risk for nurses. Health Care Workers
and Asthma. AJN, 2006;106:96-97.

11. Deschamps F, Prevost A. Mechanisms of Occupational Asthma Induced by


Isocyanates. British Occupational Hygiene Society, 1998;42:33-36.

12. Lombardo LJ, Balmes JR.Occupational Asthma. Environmental Health

23
Perspectives Supplements. 2000;108:1-19.

13. Marabini A, Siracusa A. Outcome of Occupational Asthma in Patients With


Continuous Exposure. Chest,2003;124 :2372-2376

24

Anda mungkin juga menyukai