Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER
Oleh :

ARDIANSAH (091001022)
ZULFANITA (091001319)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA
UTARA
MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Herpes zoster (shingles) adalah infeksi akut


yang disebabkan oleh reaktivasi virus
varicella zoster (VZV), virus herpes yang
menyebabkan varicella (cacar air).
Perbedaan manifestasi klinis antara varicella
zoster dan herpes tampaknya tergantung
pada status kekebalan individu; mereka yang
tidak memiliki paparan sebelumnya VZV,
paling sering anak-anak, mengembangkan
sindrom klinis varicella, sedangkan mereka
dengan antibodi varicella berlanjut hingga
terjadinya zoster .1
Adapun faktor-faktor lain, seperti radiasi,
trauma fisik, obat-obatan tertentu, infeksi
lain, dan stres, juga dapat memicu zoster. 1
Insiden zoster tampaknya berbanding
terbalik dengan kapasitas respon imun
seluler host. Namun, banyak pasien dengan
zoster tampaknya memiliki kekebalan yang
normal. Pada pasien ini, dapat berlanjut
menjadi herpes zoster ketika titer antibodi
VZV dan imunitas seluler mengalami
penurunan ke tingkat yang tidak lagi benar-
benar efektif dalam mencegah invasi virus. 1
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Herpes Zoster
Herpes zoster
adalah penyakit
yang disebabkan
oleh infeksi virus
varisela-zoster
yang menyerang
kulit dan
mukosa, infeksi
ini merupakan
reaktivasi virus
yang terjadi
setelah infeksi
Herpes zoster khas ditandai
adanya nyeri radikuler unilateral
serta timbulnya lesi yang
terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut saraf spinal
maupun ganglion serabut saraf
sensorik dari nervus kranialis.
Adapun faktor-faktor lain,
seperti radiasi, trauma fisik,
obat-obatan tertentu, infeksi
Etiologi
Penyebab
herpes zoster
adalah virus V-
Z, kelompok
virus sedang
berukuran
140-200nm,
dan berinti
DNA.4
Epidemiologi
Penyebarannya sama seperti
varisela. Penyakit ini, seperti
yang diterangkan dalam
defenisi, merupakan reaktivasi
virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela.
Tetapi ada pendapat yang
menyatakan kemungkinan
transmisi virus secara aerogen
dari pasien yang sedang
Patogenesis
Selama terjadi infeksi varisela, VZV
meninggalkan lesi di kulit dan permukaan
mukosa ke ujung serabut saraf sensorik.
Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa
melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju
ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini,
virus memasuki masa laten dan di sini tidak
infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi
lagi, namun tidak kehilangan daya infeksinya. 3
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami
penurunan, akan terjadi reaktivitas virus. Virus
mengalami multiplikasi dan menyebar dalam
ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf
serta terjadi inflamasi yang berat, dan
biasanya diserta dengan neuralgia yang
hebat.3
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut
saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis.
Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf
sensorik di kulit dengan gambaran erupsi
yang khas untuk herpes zoster.3
Biasanya ada neuralgia beberapa hari
sebelum atau bersama-sama dengan kelainan
kulit. Ada kalanya sebelum timbul kelainan
kulit didahului oleh demam. Kelainan kulit
tersebut mula-mula berupa eritema
kemudian berkembang menjadi papula dan
vesikula yang dengan cepat membesar dan
menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel
mula-mula jernih, setelah beberapa hari
menjadi keruh.4
Gejala Klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah
daerah torakal, walaupun daerah-daerah
lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini
pada pria dan wanita sama, sedangkan
mengenai umur lebih sering pada orang
dewasa.2
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala
prodormal baik sistemik (demam, pusing),
maupun gejala prodormal local (nyeri, gatal
dan pegal). Setelah itu timbul eritema yang
dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok dengan dasar kulit yang
eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi
cairan yang jernih, kemudian menjadi
keruh, dand apat menjadi pustule dan
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini
berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung
kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala
kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah
bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan
tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang
timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf
pusat kelainan ini lebih sering karena sturktur
ganglion kranialis memungkinan hal tersebut.2
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi
cabang pertama nervus trigeminus, sehingga
menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga
cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit
pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt
diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(Bells Palsy). Herpes zoster abortif, artinya penyakit
ini berlangsung pada waktu yang singkat dan
kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan
Neuralgia pasca herpetik adalah
rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah
penyakitnya sembuh.
Kecenderungan ini dijumpai
pada orang yang mendapat
herpes zoster di atas usia 40
tahun.2
KOMPLIKASI
Neuralgia pascaherpetik dapat timbul pada umur di atas
40 tahun, persentasenya 10-15%. Makin tua penderita
makin tinggi persentasenya. Pada penderita tanpa disertai
defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai defisiensi imunitas, keganasan, HIV,
atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. Pada
herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai
komplikasi, diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis,
uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik. Paralisis motorik
terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran
per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2
minggu sejak awitan munculnya lesi. Infeksi juga dapat
menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar,dan otak.2
Pemeriksaan Penunjang
Pada
pemeriksaan
percobaan
Tzanck dapat
ditemukan
Giant
Multinucleat
ed Cells.5
pemeriksaan
Tzanck
Polymerase chain reaction (PCR)
Metode Pemeriksaan Hapusan
Tzanck/Tzanck Smear

Untuk pemeriksaan ini, sediaan dapat diperoleh


melalui 3 cara:scraping, slit-skin,atau melalui
teknikimprint.
Untuk lesi vesikobulosaerosiva atau pustular, cara
yang biasa digunakan adalah secarascrapingatau
dengan mengikis/gesekan. Vesikel, bullae, atau
pustul yang paling terakhir timbul adalah lesi yang
baik dipilih untuk diambil sebagai sediaan. Awalnya,
lesi kulit yang ingin diambil dibersihkan oleh alkohol
70%, lalu atap dari vesikel, bullae, atau pustul
diinsisi menggunakan skalpel. Kemudian isi
cairannya dibersihkan dari lesi menggunakan kapas
tanpa menyentuh dasar lesi. Isi cairan dari lesi ini
dapat mengganggu dalam pemeriksaan mikroskopik
nantinya karena sel yang ingin diteliti dapat terdilusi
dan tertutup. Kemudian, dasar lesi dikikis secara
Diagnosa Banding
1. Herpes simpleks
2. Varisela
3. Impetigo vesikobulosa
4. Insect bites
5. Dermatitis kontak alergi
6. Dermatitis kontak iritan.4,1
Penatalaksanaan
Istirahat
Untuk mengurangi neuralgia dapat
diberikan analgetik
Usahakan agar vesikel tidak pecah untuk
menhindari infeksi sekunder, yaitu dengan
bedak salicil 2%. Jika terjadi infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik lokal,
salep kloramfenikol 2%.4
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster
oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat komplikasinya. Obat
yang biasa digunakan adalah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat
yang lebih baru adlah famsiklovir dan
Dosis asiklovir yang dianjurkan adalah
5x800mg sehari dan diberikan selama 7
hari, sedangkan valasiklovir cukup
3x1000mg karena konsentrasi dalam
plasma lebih tinggi.2
Indikasi pemberian kortikosteroid adalah
untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah
paralisis. Yang biasa diberikan adalah
predinison dengan dosis 3x20mg, setelah
seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi
itu imunitas akan tertekan sehingga lebih
baik digabung dengan obat antiviral.
Kortikosteroid berguna untuk mencegah
fibrosis ganglion.2
Pengobatan topikal bergantung pada
prognosa
Umumnya baik, pada herpes
zoster oftalmikus prognosis
bergantung pada tindakan
secara dini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang
kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi
virus yang terjadi setelah infeksi primer. Penyebab
herpes zoster adalah virus V-Z, kelompok virus
sedang berukuran 140-200nm, dan berinti DNA. 2,4
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit
ini, seperti yang diterangkan dalam defenisi,
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela. Tetapi ada pendapat
yang menyatakan kemungkinan transmisi virus
secara aerogen dari pasien yang sedang
menderita varisela atau herpes zoster. 2,1
Selama terjadi infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi
di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut
saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini
dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut
menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion
ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak
infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi,
namun tidak kehilangan daya infeksinya.3
Pada pemeriksaan penunjang yaitu percobaan Tzanck
dapat ditemukan Giant Multinucleated Cells.
Untuk penatalaksanaan herpes zoster, yaitu:
Istirahat
Untuk mengurangi neuralgia dapat diberikan analgetik
Usahakan agar vesikel tidak pecah untuk menhindari
infeksi sekunder, yaitu dengan bedak salicil 2%. Jika
terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic lokal,
salep kloramfenikol 2%.4
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus
dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat
komplikasinya. Obat yang biasa digunakan adalah
asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir.
STATUS PASIEN
Identitas Pasien

Nama : Awaludin
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gang Dame 10A, dusun IV
No. RM : 092757
Anamnesa
Keluhan utama : Bentol-bentol berair di
perut
Riwayat Perjalanan Penyakit : Hal ini telah
dialami pasien sejak 3 hari yang lalu.
Bentol-bentol pertama kali muncul di
perut, kemudian bertambah banyak. Pasien
juga mengeluhkan nyeri, serta terasa
panas. Pasien juga mengalami demam
sebelum timbul bentol-bentol tersebut.
RPO : (-)
RPT : Cacar air, hipertensi
RPK : (-)
Alergi makanan : (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Heart rate : 88 x/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Temp : 36,80C
Resume
Telah datang pasien ke IGD RS Grand
Medistra, laki-laki, usia 62 tahun,
dengan keluhan bentol-bentol berair
di perut. Hal ini telah telah dialami
pasien sejak 3 hari yang lalu. Bentol-
bentol pertama kali muncul di perut.
Bertambah banyak (+), nyeri (+),
terasa panas (+), riwayat demam (+).
RPO : (-)
RPT: Cacar air, hipertensi
RPK : (-)
Alergi makanan : (-)
Status dermatologis
Lokasi : Abdomen
Efloresensi
Primer : makula eritema,
vesikel
Sekunder : krusta
Sifat efloresensi
Susunan : herpetiformis
Penyebaran : unilateral
Diagnosa Banding
Herpes zoster
Herpes simpleks
Varisela
Impetigo bulosa
Insect bites
Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak iritan
Diagnosa sementara
herpes zoster

Pemeriksaan penunjang
Tzanck smear
Terapi
IVFD RL 20gtt/i
Cetirizine 10mg 1x1 tab
Asam mefenamat 500mg 1x1 tab
Asyclovir 5x800mg
Alprazolam 0,5mg 1x1 tab
Salep asyclovir+gentamicin

Prognosis
Dubia ad bonam
Hari rawatan I (tanggal 3 Desember 2014)
Makula eritema (+), vesikel
berkelompok (+)
Hari rawatan III (tanggal 5
Desember 2014)
Makula eritema (+), vesikel (+),
krusta (+)
Tanggal 12 Desember 2014

Krusta (+), skuama (+)


Daftar Pustaka
Janniger CK. Herpes Zoster. May 27, 2014.
www.emedicine.medscape.com/article/1132455, accessed on
December 11, 2014.
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. P. 110-112.
Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta; Hipokrates; 2000. P.
92-96.
Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati penyakit Kulit. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. P. 84-86.
www.google.com/image.elsevierimges.tzanksmear
Lubis RD. Varicella dan Herpes Zoster. 2008.
www.e-repositoryusu.com, accessed on December 11, 2014.
Kelly B. Shimoni T. Reintroducing The Tzanck Smear. Leading
Article. Department of Dermatology, University of Texas
Medical Branch, Galveston, Texas, USA.
Santosa C. Tzanck Smear: Pemeriksaan Sederhana dengan
Fungsi Maksimal. Edisi 6 vol XL-2014. www.jurnalmedika.com
, accessed on December 11, 2014.

Anda mungkin juga menyukai