Anda di halaman 1dari 38

BAB 9

SILOGISME KATEGORIS
9.1. PENGERTIAN SILOGISME
Putusan menyatakan hubungan
timbal balik di antara dua buah
gagasan, baik hubungan kesesuaian
maupun ketidaksesuaian.
Dalam silogisme dua buah gagasan
diperbandingkan dengan gagasan lain
yang sudah diketahui.
Jika dua gagasan pertama sesuai
dengan gagasan yang ketiga, maka
kedua gagasan pertama pun sudah
Jika hanya satu gagasan saja yang
cocok dengan gagasan ketiga,
sementara yang lainnya tidak cocok,
maka dapat diartikan bahwa di antara
ketiganya tidak terjadi kesesuaian
satu sama lain. Oleh karenanya,
untuk menghubungkan ketiga
gagasan tersebut diperlukan mediasi
atau term antara.
Pola pikir penalaran yang
mempergunakan mediasi disebut
penyimpulan tidak langsung karena
kesesuaian maupun ketidaksesuaian
yang terdapat di antara dua buah
Jadi, penyimpulan tidak langsung dapat
didefinisikan sebagai sebuah proses akal
budi di mana dari sesuai atau tidak
sesuainya dua buah gagasan dengan
gagasan ketiga dapat kita simpulkan
hubungan kesesuaian atau
ketidaksesuaian di antara dua gagasan
yang pertama.
Contoh:
1.Semua pohon memerlukan sinar
matahari
2. Pohon pisang adalah juga sebuah pohon.
3. Jadi, pohon pisang juga memerlukan
Gagasan yang dipersoalkan dalam contoh
tersebut adalah tentang pohon pisang
dan perlunya sinar matahari. Untuk
menghubungkan kedua gagasan tersebut,
kita memerlukan sebuah mediasi, yaitu
gagasan tentang pohon. Kedua gagasan
yang pertama itu cocok terhadap gagasan
ketiga. Dengan demikian, kedua gagasan
yang pertama itu akan cocok satu sama
lain.
Ada dua jenis penyimpulan tidak
langsung, yaitu deduksi dan induksi.
Bentuk konkret dari penyimpulan deduksi
adalah silogisme, yaitu model
penyimpulan di mana proposisi-
Pernyataan verbal sebuah
gagasan disebut term dan putusan
akal budi disebut proposisi.
Pernyataan verbal penyimpulan
yang mempergunakan sebuah
mediasi disebut argumentasi.
Sebuah argumentasi adalah
sebuah proses berpikir logis di
mana sebuah proposisi
disimpulkan atas dasar proposisi-
proposisi lainnya. Argumentasi ini
mengambil pola pikir atau model
Silogisme dapat didefinisikan
sebagai sebuah argumentasi di
mana sebuah proposisi disimpulkan
dari dua proposisi lainnya yang
sudah diketahui dan memuat
gagasan-gagasan yang sudah
diketahui pula, serta sekurang-
kurangnya salah satu dari kedua
proposisi tersebut universal sehingga
walaupun proposisi yang disimpulkan
itu berbeda dari dua proposisi
lainnya, proposisi tersebut harus
Ada dua macam silogisme, yaitu
silogisme kategoris dan silogisme hipotetis.
Silogisme kategoris adalah silogisme
yang terdiri dari proposisi-proposisi yang
kategoris.
Contoh:
1.Premis mayor: Semua mahasiswa bercita-
cita tinggi.
2.Premis minor: Beberapa di antaranya
kuliah dengan rajin.
3.Kesimpulannya: jadi, beberapa yang rajin
kuliah bercita-cita tinggi.
Silogisme hipotetis adalah silogisme di
mana premis mayor merupakan sebuah
proposisi hipotetis, sementara premis
minor dan kesimpulannya berupa
proposisi kategoris.
Contoh:
1.Premis mayor: Jika rusak, maka harus
diperbaiki.
2.Premis minor: Mesin ketik saya rusak.
3.Kesimpulannya: Jadi, mesin ketik saya
harus diperbaiki.
9.2. SILOGISME KATEGORIS
Silogisme kategoris adalah salah satu bentuk
dari penyimpulan deduktif yang mempergunakan
mediasi, terdiri dari tiga proposisi kategoris.
Dua proposisi yang pertama disebut premis I
dan premis II, sedangkan yang ketiga disebut
kesimpulan.
Premis mayor adalah premis yang memiliki
kuantitas dan luas pengertian universal
Premis minor adalah premis yang memiliki
kuantitas dan pengertian partikular
Di dalam silogisme biasanya premis mayor
menjadi premis pertama, dan premis minor
menjadi premis II, dan akhirnya kesimpulan.
Unsur-unsur penting yang
terdapat dalam sebuah
silogisme kategoris adalah
sebagai berikut:
1.Tiga buah proposisi, yaitu
premis mayor, premis minor
dan kesimpulan.
2.Tiga buah term, yaitu term
subjek (S), term predikat (P),
Premis: putusan atau proposisi yang sudah
diketahui.
Premis mayor: premis yang di dalam
termuat term mayor (P) yang
diperbandingkan dengan term antara (M).
Term mayor biasanya memiliki luas
pengertian yang universal.
Premis minor: premis yang di dalamnya
termuat term minor (S) yang juga
diperbandingkan dengan term antara (M).
Term minor biasanya memiliki luas
pengertian yang kurang universal.
Kesimpulan adalah kebenaran baru yang
muncul atau diperoleh melalui proses
Term mayor (P): term yang dengannya
term antara (M) diperbandingkan di
dalam premis mayor. Term mayor
biasanya mewakili semua hal atau
gagasan dari kelas pengertian universal.
Term minor (S): term yang dengannya
term antara (M) diperbandingkan di
dalam premis minor. Term minor biasanya
mewakili semua pengertian atau gagasan
dari kelas pengertian yang kurang
universal.
Term antara (M) adalah term
perbandingan antara term minor (S) dan
term mayor (P) yang terdapat di dalam
premis-premis. Jadi, term antara dua kali
Di dalam silogisme, masing-masing term
tersebut muncul dua kali. Term mayor (P)
terdapat di dalam premis mayor dan
menjadi predikat di dalam kesimpulan.
Term minor (S) terdapat di dalam premis
minor dan menjadi subjek di dalam
kesimpulan. Hanya term antara (M)
sajalah yang muncul dua kali di dalam
premis-premisnya.
Contoh:
1.Premis mayor: Semua kendaraan
angkutan umum (M) harus memiliki izin
trayek (P).
2.Premis minor: Semua bis kota (S) adalah
Jadi term kendaraan angkutan umum adalah term
antara (M), yaitu term yang diperbandingkan baik
dengan term predikat (P) maupun dengan term
minor (S). Jika term kendaraan angkutan umum
itu menjadi perbandingan antara term minor (S)
dan term mayor (P) term tersebut akan muncul
dua kali dalam premis-premis, namun tidak
terdapat di dalam kesimpulan.
Term memiliki izin trayek pengertiannya sangat
luas. Oleh karenanya, term ini terdapat di dalam
premis mayor. Term ini selanjutnya menjadi
predikat di dalam kesimpulannya. Adapun term
bis kota pengertiannya kurang luas. Oleh
karenanya, term ini terdapat di dalam premis
minor dan selanjutnya menjadi subjek di dalam
kesimpulan. Hubungan antara ketiga term
tersebut (S-M-P) di dalam silogisme dapat
disederhanakan sebagai berikut:
1.M = P
9.3 AKSIOMA ATAU PRINSIP-
PRINSIP UMUM DALAM SILOGISME
KATEGORIS
Setiap silogisme kategoris pada
dasarnya menyatakan kesesuaian
atau ketidaksesuaian antara term
minor (S) dan term mayor (P) atas
dasar sesuai tidaknya kedua term
tersebut dengan term antara (M).
Proses berpikir semacam ini
memiliki empat aksioma logis
9.3.1. PRINSIP INDENTITAS TIMBAL BALIK
Jika dua term cocok atau identik dengan
term ketiga, maka kedua term tersebut
identik satu sama lain.
Contoh:
Semua mahasiswa (M) adalah warga
masyarakat akademis (P)
Randi dan Marni (S) adalah mahasiswa (M)
Jadi, Randi dan Marni (S) adalah warga
masyarakat akademis (P).
Dalam struktur penalaran atau
penyimpulan tersebut tampak bahwa
dengan term antara (M) memiliki
hubungan dengan dengan term mayor dan
9.3.2. PRINSIP BERBEDA SECARA TIMBAL
BALIK
Jika di antara dua term hanya satu yang
cocok dengan term ketiga, sementara
yang lain tidak cocok, maka kedua term
pertama tersebut tidak cocok satu sama
lain.
Contoh:
Mahasiswa (P) adalah kaum intelektual
(M)
Pedagan sayur (S) bukan kaum
intelektual (M)
9.3.3. PRINSIP DICTUM DE OMNI
Apa yang diakui tentang suatu kelas logis
tertentu diakui pula tentang bagian-bagian
logisnya. Dengan kata lain, apa yang diakui
tentang suatu term tertentu diakui pula tentang
term-term yang lain yang menjadi bawahannya.
Contoh:
Semua manusia adalah makhluk mortal.
Socrates adalah manusia.
Jadi, Socrates adalah makhluk mortal.
Term makhluk mortal di sini secara logis berlaku
bagi kelas manusia. artinya, jika Socrates secara
logis menjadi anggota kelas manusia maka term
makhluk mortal berlaku juga bagi Socrates
9.3.4. PRINSIP DICTUM DE NULLO
Apa yang diingkari tentang suatu kelas
logis tertentu diingkari juga tentang
bagian-bagiannya (secara logis). Dengan
kata lain, apa yang secara universal
diingkari tentang suatu term diingkari
juga tentang masing-masing contoh
objek penjabaran term tersebut.
Contoh:
Bangsa Indonesia bukan bangsa Arab.
Orang Manggarai adalah bagian dari
bangsa Indonesia.
Jadi atas dasar penalaran tersebut di
atas dapat kita simpulkan bahwa term
bangsa Arab sebagaimanapun juga tidak
diakui tentang term bangsa Indonesia.
Karena term orang Manggarai adalah
contoh objek (referent) bagi term bangsa
Indonesia, maka term bangsa Arab juga
tidak berlaku bagi orang Manggarai. Hal
ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Bangsa Indoensia

9.4. ATURAN-ATURAN DALAM SILOGISME


KATEGORIS
1. Aturan yang didasarkan pada term
ATURAN 1: jumlah term tidak boleh
kurang atau lebih dari tiga.
Silogisme kategoris adalah sebuah pola
penyimpulan tidak langsung di mana dua
buah term diperbandingkan dengan term
ketiga. Kedua term pertama tersebut
adalah term minor (S) dan term mayor (P),
yang diperbandingkan dengan term ketiga,
yaitu term antara (M). Term antara
berfungsi sebagai media pembanding di
Jika yang ada hanya dua term maka tidak
ada proses penyimpulan, melainkan yang
ada hanyalah sebuah putusan. Jika ada
empat buah term, maka tidak ada term
khusus yang memperbandingkan term
minor dengan term mayor. Jadi tidak ada
yang dipergunakan untuk menentukan
apakah term minor (S) cocok atau tidak
cocok dengan term mayor (P).
Jika terjadi pelanggaran atas aturan ini,
maka akan muncul sesatan term, yaitu
ambiguitas term antara. Yang dimaksudkan
dengan sesatan adalah argumen yang
Contoh:
Keadaan sosial politik saat ini adalah
genting. (S = M1)
Gentingnya sudah banyak yang bocor (M2
= P)
Jadi keadaan sosial politik saat ini sudah
banyak yang bocor. (S = P).
Dalam silogisme di atas kesimpulan
kelihatannya benar, namun ternyata tidak
memiliki hubungan logis dengan premis-
premisnya. Sesatan term antara yang
ambigu terjadi jika term antara ternyata
memiliki makna ganda atau termasuk term
ATURAN 2: Term subjek atau predikat di
dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas
daripada yang terdapat di dalam premis-
premisnya.
Dalam aturan ini ada dua bagian yang perlu kita
perhatikan. Pertama, term mayor kesimpulan
tidak boleh universal jika di dalam premisnya
term tersebut adalah partikular. Kedua, term
minor di dalam kesimpulan tidak boleh universal
jika di dalam premisnya term tersebut adalah
partikular. Alasannya, jika term minor atau term
mayor adalah partikular di dalam premis-
premisnya, ini berarti bahwa yang cocok dengan
term antara hanya sebagian referent (objek) saja.
Pelanggaran terhadap aturan ini akan
Contoh:
Mahasiswa adalah kaum intelektual.
Karyawan bukan mahasiswa.
Jadi, karyawan bukan kaum intelektual.
Term P kaum intelektual dalam sebuah
proposisi afirmatif adalah partikular dan
term ini di dalam kesimpulannya menjadi
universal, yaitu setelah mejadi predikat
pada sebuah proposisi negatif.
Dalam contoh tersebut, premis mayor
menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya
beberapa referent dari term kaum intelektual
cocok dengan term antara mahasiswa.
Kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada
satu bagian pun dari term antara yang cocok
dengan term karyawan. Hal ini mengingatkan kita
pada hukum perlawanan subaltern yang
menyatakan bahwa jika yang partikular benar,
maka yang universal dapat benar dan dapat
salah. Apa yang benar untuk bagian belum tentu
benar untuk keseluruhan.
Contoh:
Anjing bukan kucing.
Semua anjing adalah binatang.
ATURAN 3: Term antara tidak boleh
masuk dalam kesimpulan.
Term antara adalah pembanding antara
term minor dan term mayor dalam premis-
premis. Perbandingan itu dimaksudkan
untuk menemukan sesuai tidaknya antara
term S dan term P. Jadi, sudah semestinya
bahwa term antara M terdapat pada kedua
premis. Jika term ini muncul kembali di
dalam kesimpulan maka dapat diartikan
bahwa dalam proses penalaran ini tidak
terjadi proses penyimpulan.
Contoh:
Setiap orang dapat tertawa.
Setiap orang dapat menangis.
Jadi, setiap orang dapat tertawa sambil
menangis.
Jika proses penalarannya terjadi seperti
contoh di atas maka sebenarnya proses
tersebut bukan silogisme sebab dalam
panalaran tersebut tidak terdapat
kebenaran baru yang seharusnya muncul
di dalam kesimpulan. Kesimpulan adalah
titik akhir yang hendak dicapai atau
dinyatakan oleh premis-premisnya.
ATURAN 4: Term antara harus sekurang-
kuranngya satu kali universal.
Referent (objek) dari term antara sekurang-
kurangnya identik (atau tidak indentik) dengan
referent dari term minor atau term mayor. Jika
term antara digunakan dua kali secara partikular
di dalam premis-premisnya, ini berarti bahwa
term minor hanya sesuai dengan bagian tertentu
dari term antara. Dalam hal ini, kita tidak tahu
pasti apakah term minor S dan term mayor P
dapat sesuai dengan bagian term antara
tersebut, sebab di dalam premis tidak dinyatakan
secara eksplisit apakah bagian dari term antara
yang cocok dengan term minor itu cocok juga
dengan term mayor.
Contoh:
Tikus mempunyai ekor.
Ikan mempunyai ekor.
Jadi tikus sama dengan ikan.
Faktanya memang benar bahwa tikus dan
ikan mempunyai ciri umum, yaitu memiliki
ekor. Namun, ini tidak berarti bahwa
keduanya lalu identik satu sama lain. Ada
ciri lain yang justru membedakan
keduanya. Kedua jenis binatang tersebut
hanya identik dalam salah satu bagian
tubuhnya saja, bukan secara keseluruhan
mirip satu sama lain.
2. Aturan yang didasarkan pada premis.
ATURAN 5: Jika premis-premis afirmatif, maka
kesimpulannya harus afirmatif.
Jika kedua premis afirmatif, berarti term minor S dan term
mayor P keduanya sesuai dengan term antara. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua term tersebut identik dengan
term ketiga. Oleh karenanya, kesimpulan harus
menyatakan kesamaan tersebut, yaitu kesesuaian antara
term minor dan term mayor yang termuat di dalam
kesesuaian kedua term tersebut dengan term ketiga.

Contoh:
Hewan adalah makhluk yang memiliki perasaan.
Anjing adalah hewan.
Jadi, anjing adalah makhluk yang memiliki perasaan.
ATURAN 6: Kedua premis tidak boleh
negatif.
Jika kedua premis negatif, term minor dan
term mayor sama-sama tidak cocok
dengan term antara. Hal ini mengakibatkan
tidak berfungsinya term antara M sebagai
penghubung atau pembanding antara term
S dan term P. Artinya, term antara M tidak
mampu membentuk hubungan antara term
minor S dan term mayor P. Jika
kesimpulannya terpaksa diturunkan maka
penalaran tersebut dianggap tidak
valid/sah.
ATURAN 7: Jika salah satu premisnya
partikular, maka kesimpulannya juga harus
partikular; demikian juga jika salah
premisnya negatif, maka kesimpulannya juga
harus negatif.
Jika premis-premisnya negatif dan partikular, maka
kesimpulannya juga harus negatif dan partikular.
Jadi kesimpulan harus sesuai dengan premis minor.
Contoh:
Semua orang Jawa adalah warga negara Indonesia.
Beberapa orang itu adalah orang Jawa.
Jadi, beberapa orang itu adalah warga negara
Indonesia.
Contoh 2:
Orang Bali bukan orang Irian.
ATURAN 8: Kedua premis tidak boleh
partikular; salah satu premisnya harus
universal.
Jika kedua premis sama-sama partikular,
ada tiga kemungkinan: a) keduanya
afirmatif, b) keduanya negatif, atau c) yang
satu afirmatif dan yang lainnya negatif.
Contoh a:
Beberapa mahasiswa rajin belajar.
Ada mahasiswa yang mencontek dalam
ujian.
Jadi, ada orang yang rajin belajar
mencontek dalam ujian.
Contoh b:
Tim bola voli kita tidak berhasil menjadi
juara.
Tim sepak bola kita juga tidak berhasil
menjadi juara.
Jadi, tim bola voli bukan tim bola kaki.
Contoh c:
Ada temanku yang tidak pernah hadir
kuliah.
Beberapa anggota tim SAR adalah teman-
temanku.
Jadi, beberapa orang tim SAR tidak pernah
Jika kedua premis adalah afirmatif parkular,
maka semua term yang ada adalah
parkular. Jika kedua premis adalah negatif
partikular, maka tidak mungkin ditarik
kesimpulan. Jika salah satu premisnya
adalah afirmatif partikular dan yang
lainnya adalah negatif partikular, maka
akan terjadi pelanggaran yang berupa
generalisasi term P dalam kesimpulan.
9.5. POLA SILOGISME KATEGORIS
Yang dimaksudkan dengan pola atau figur
silogisme adalah tatanan yang benar dari
letak term antara M dalam hubungannya
dengan term minor S dan term mayor P.
Ada empat kemungkinan tatanan atau
rangkaian S-M-P yang dapat diskemakan
sebagai berikut:
S=P P=M M=P P=
M
S=M S=M M=S M=S
S = P S = P S = P
S=P

Anda mungkin juga menyukai