Anda di halaman 1dari 17

Penyulit Kala 1

Partus Lama
Tanda tanda dari partus lama antara lain :
Fase Laten Memanjang
Fase laten yang memanjang ditandai dari pembukaan serviks
kurang dari 4 cm setelah 8 jam dengan kontraksi teratur
(lebih dari 2 kali dalam 10 menit).
Fase Aktif Memanjang
Kemajuan pembukaan yang tidak adekuat setelah didirikan
diagnosa kala I fase aktif, dengan didasari atas :
Pembukaan kurang dari 1 cm/jam selama sekurang-
kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan
Kurang dari 1,2 cm/jam pada primigravida dan kurang dari
1,5 cm pada multipara
Lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan
lengkap (rata-rata 0,5 cm perjam)
Karakteristik Fase Aktif Memanjang :
Kontraksi melemah sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat
dan atau lebih jarang
Kualitas kontraksi sama seperti semula tidak mengalami
kemajuan
Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan

Penyebab Fase Aktif Memanjang :


Malposisi (presentasi selain belakang kepala)
Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD)
Intensitas kontraksi yang tidak adekuat
Serviks yang menetap
Kelainan fisik ibu (mis:pinggang pendek)
Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui
Penanganan umum

Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin


(termasuk tanda vital dan tingkat hidrasi)
Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam
persalinan.
Nilai frekuensi dan lamanya his.
Perbaiki keadaan umum dengan :
Dukungan emosional, perubahan posisi (sesuai dengan penanganan
persalinan normal).
Periksa keton dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun
parenteral,dan upayakan buang air kecil (kateterisasi bila perlu).
Berikan analgesik : tramadol atau penitidin 25 mg I.M (maksimum 1
mg/kgBB) atau morfin 10 mg I.M, jika pasien merasakan nyeri yang
sangat.
Tentukan keadaan janin

Periksa denyut jantung janin selama atau segera setelah his. Hitung
frekuensinya sekurang kurangnya sekali dalam 30 menit selama fase
aktif dan tiap 5 menit selama kala II.
Jika terdapat gawat janin, lakukan secsio sesaria. Kecuali jika syarat-
syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forcep.
Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur
darah. Pikirkan kemungkinan gawat janin.
Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,
pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang
mungkin menyebabkan gawat janin.
Perbaiki keadaan umum dengan:
Memberikan dukungan emosional. Bila keadaan masih memungkinkan anjurkan
bebas bergarak, duduk dengan posisi berubah.
Berikancairan baik secara oral atau parenteral dan upaya buang air kecil.
Bila penderita merasakan nyeri yang sangat berikan analgesik : tramadol atau
penitidin 25mg dinaikkan samapai maksimum 1 mg/Kg atau morfin 10 mg IM.
Lakukan pemeriksaan vagina untuk mnentukan kala persalinan. Lakukan
penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
Penanganan Khusus

Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau


obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
Nilai his :
-Jika his adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit
dan lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya
inersia uteri.
-Jika his adekuat (3 kali dalam 10 mmenit dan
lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya
disproporsi, obstruksi, malposisi, dan mal presentasi.
Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his
dan mempercepat kemajuan persalinan
Malposisi/malpresentasi
Malposisi adalah posisi abnormal dari verteks
kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai
penanda) terhadap panggul ibu.
Malpresentasi adalah semua presentasi lain
dari janin, selain presentasi verteks.
Presentasi bukan belakang kepala (sungsang,
letak lintang, dll) atau Presentasi ganda
(adanya bagian janin, seperti lengan atau
tangan, bersamaan dengan presentasi
belakang kepala)
Penanganan Umum
Lakukan penilaian cepat mengenai kondisi ibu termasuk
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu)
Lakukan penilaian kondisi janin :
Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) segera setelah his :
Hitung DJJ selama satu menit penuh paling sedikit setiap 30
menit selama fase aktif dan setiap 5 menit selama fase kedua.
Jika DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali permenit
kemungkinan gawat janin.
Jika ketuban pecah, lihat warna cairan ketuban :
Jika ada mekonium yang kental, awasi lebih ketat atau lakukan
intervensi untuk penanganan gawat janin.
Tidak adanya cairan pada saat ketuban pecah menandakan
adanya pengurangan jumlah air ketuban yang mungkin ada
hubungannya dengan gawat janin
d. Berikan dukungan moral dan perawatan pendukung lainnya.
e. Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf.
Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini pada prinsipnya
adalah ketuban yang pecah sebelum
waktunya. Ada teori yang menghitung
berapa jam sebelum in partu, misalnya 2
atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada
juga yang menyatakan dalam ukuran
pembukaan serviks pada kala I, misalnya
ketuban yang pecah sebelum pembukaan
serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya.
Kelainan His
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya
primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan yang
bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang
peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab
yang penting dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri
adalah bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan
segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak
janin atau pada kelainan CPD.
Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau
hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri.
Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional
misalnya; uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan
kelainan his.
His Hipotonik
a. Pengertian :
Kelainan dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman,
singkat dan jarang daripada biasa, keadaan ini dinamakan
inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction.
Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu
yang lama hal ini dinamakan dengan inersia uteri sekunder.
Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten.
Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk
membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai.
Untuk sampai pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan
bahwa sebagai akibat kontraksi terjadi perubahan pada
servik yaitu pendataran atau pembukaan servik
b.
Penanganan :
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik,
presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan
keadaan panggul.
Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil
keputusan untuk melakukan SC.
KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum
dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam
panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu.
Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan
oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan
diberikan secara infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit
yang perlahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes.
Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan memeberikan dosis lebih
tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan ketat dan tidak boleh
ditinggalkan.
Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan dapat menimbulkan
incoordinate uterin action.
His hipertonik
a. Pengertian :
Walaupun pada golongan koordinate hipertonik uterin contraction
bukan merupakan penyebab distosia namun bisa juga merupakan
kelaianan his.
His yang terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan persalinan
selesai dalam waktu yang sangat singkat (partus presipitatus): sifat
his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak
pada kekuatan his.
Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan
luas pada jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perineum.
Sedangkan pada bayi dapat mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam
waktu sangat singkat.
Penanganan

Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat


diilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada
seseorang yang menolong.
Kalau seorang wanita pernah mengalami partus
presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan
berulang pada persalinan selanjutnya. Oleh karena itu
sebaiknya wanita di rawat sebelum persalinan, sehingga
pengawasan dapat dilakukan dengan baik, dan
episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk
menghindari ruptur perineum tingkat III.
. His yang tidak terkoordinasi
a. Pengertian :
His disini sifatnya berubah-ubah tonus otot uterus
meningkat juga di luar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
antara kontraksi bagian-bagiannya.
Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas,
tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dan
mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot uterus yang menaik
menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi
ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin.
His ini disebut sebagai incoordinate hipertonik uterin
contraction.
Penanganan

Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena


belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi
fungsional antara bagian-bagian uterus.
Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot
dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan
dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin.
Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-
larut apalagi kalau ketuban sudah pecah.
Dan kalau pembukaan belum lengkap, perlu
dipertimbangkan SC.
Syok
Tanda tanda dari Ibu yang mengalami syok :
a. Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 x/menit)
b. Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang
dari 90 mmhg)
c. Pucat
d. Berkeringat atau kulit lembab, dingin
e. Napas cepat (lebih dari 30 x/menit
f. Cemas, bingung atau tidak sadar
g. Produksi urin sedikit (kurang dari 30
ml/jam)

Anda mungkin juga menyukai