Anda di halaman 1dari 55

Abses Leher Dalam

Claudia Susanto
406148133
Abses Leher Dalam
Abses leher dalam terbentuk di dalam
ruang potensial di antara fasia leher dalam
sebagai akibat penjalaran infeksi dari
berbagai sumber, seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah
dan leher.

Gejala dan tanda klinik biasanya berupa


nyeri dan pembengkakan di ruang leher
dalam yang terlibat.
Abses Leher Dalam
Abses peritonsil
Abses retrofaring
Abses parafaring
Abses submandibula
Angina Ludovici (Ludwigs Angina)
Abses Peritonsil (Quinsy)
DEFINISI
Abses :
suatu lesi yang diakibatkan adanya
supurasi lokal di dalam jaringan padat

Peritonsil/peritonsilar
peri di dekat/di sekitar/di sekeliling
peritonsilar terletak di sekitar tonsil
ETIOLOGI
Kuman penyebab yang paling sering dijumpai adalah
spesies aerob maupun anaerob gram positif yang biasa
didapatkan pada kultur
aerob : - Streptokokus beta hemolitik grup A
- Staphylokokus aureus
- Haemophylus influenzae
anaerob : - bacteriodes sp
- fusobacterium sp

Disebabkan penjalaran dari tonsilitis akut yang mengalami


supurasi dan menembus kapsul tonsil
PATOFISIOLOGI
Pada tonsilitis akut kuman menembus kapsul tonsil
radang (pada jaringan ikat peritonsil) infiltrat
supurasi abses

Paling sering pada fosa supratonsilaris (70 %)

Biasanya unilateral, banyak pada orang dewasa


PATOFISIOLOGI
Pada stadium permulaan (stadium infiltrat): bengkak dan
tampakjuga permukaan yang hiperemis.
Pembengkakan peritonsil menyebabkan tonsil dan uvula
terdorong ke sisi kontra lateral

Bila peradangan terus berlanjut, dapat terjadi iritasi


pada m.pterigoid interna timbul trismus.
Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi
aspirasi ke paru
Gejala dan tanda

Demam, sakit kepala


Odinofagi hebat
Otalgia
Trismus
Foetor ex ore / mulut berbau
Hipersalivasi
Suara gumam (hot potato voice)
Pada pemeriksaan :

Tonsil udem, hiperemis, mungkin terdapat


detritus, terdorong ke tengah,depan, bawah
palatum mole bengkak dan menonjol ke depan
Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra
lateral
PENATALAKSANAAN
Bila masih infiltrat terapi seperti pada
tonsilitis akutAntibiotik (gol penisilin
dan klindamisin)
Analgesik, antipiretik
Bila abses (terbentuk pus) insisi
Tonsilektomi
PENATALAKSANAAN
Tonsilektomi + drainase abses
tonsilektomi a chaud
Tonsilektomi + drainase abses 3-4
hari post TE tonsilektomi a tiede
Tonsilektomi + drainase abses 4-
6minggu post TE tonsilektomi a
froid
Komplikas
i
1. Abses pecah spontan, mengakibatkan
terjadi perdarahan, aspirasiparu atau piemia.
2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah
parafaring, terjadi abses parafaring. Pada
penjalaran selanjutnya, masuk ke
mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis.
3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial,
dapat mengakibatkan thrombus sinus
kavernosus, meningitis, dan abses otak
Prognosi
s
Kebanyakan pasien yang diobati dengan antibiotik
dan drainase adekuat sembuh dalam beberapa hari.
Sebagian kecil pasien mengalami abses kembali,
membutuhkan tonsilektomi.
Jika pasien berlanjut melaporkan nyeri tenggorok
berulang dan/atau kronis setelah insisi dan drainase
tepat, tonsilektomi diindikasikan
Abses retrofaring
Abses Retrofaring

suatu peradangan yang disertai pembentukanpus


pada daerah retrofaring sumber infeksi pada
ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di
hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal,
yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring.
Epidemiolo
gi

Usia : < 5
Tahun

pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi


kelenjar limfe (nodes of Rouviere), masing-masing 2-5
buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung
aliran limfe dari hidung, sinus paranasal, nasofaring,
tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia diatas 6
tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi
Etiolog
i
(1)infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis
retrofaring.
(2)Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti
tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi,
intubasi endotrakea dan endoskopi.
(3)Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas dimana pus
secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal
anterior.
(4)Infeksi TBC pada kelenjarlimfe retrofaring yang
menyebar dari kelenjar limfe servikal.
Aerob : Streptococcus beta
hemolyticus group A (paling sering),
Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus nonhemolyticus,
Etiolo Staphylococcus aureu , Haemophilus
sp
gi
Anaerob : Bacteroides sp, Veillonella,
Peptostreptococcus,Fusobacteria.
Pada banyak kasus sering dijumpai
adanya kuman aerob dan anaerob
secarabersamaan.
Gejala dan tanda
Demam
Sukar dan nyeri menelan, menyebabkan
anak menangis terus (rewel) dan tidak
mau makan atau minum.
Croupy cough
Suara sengau
Dinding posterior faring membengkak
(bulging) dan hiperemis pada satu sisi.
Gejala dan tanda
Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi
lebih buruk, dan bisa dijumpai adanya :
Kekakuan otot leher (neck stiffness) disertai nyeri
pada pergerakan.
Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor,
dispnea.
Diagnosis
Berdasarkan riwayat infeksi saluran napas bagian atas
atau trauma, gejala dan tanda klinik dan foto Ro.

Pemeriksaan penunjang
foto rontgen jaringan lunak leher lateral.
Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring
(level C2) lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta
pelebaran retrotrakeal (level C6) lebih dari 14 mm pada anak
dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa.
Dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal akibat
spasme dari otot prevertebral.
Tatalaksana
Terapi berupa medikamentosa dan bedah
Terapi medikamentosa ANTIBIOTIK dosis
tinggi diberi secara parenteral
Selain itu dilakukan pungsi dan insisi
abses melalui laringoskopi langsung
dalam posisi pasien baring Trendelenburg.
Pasien dirawat inap sampai gejala dan
tanda infeksi reda.
Komplikas
i
(1)penjalaran ke ruangparafaring, ruang vaskuler
visera
(2)Mediastinitis
(3)obstruksi jalan napas sampai asfiksia
(4)Bila pecah spontan, dapat menyebkan
pneumonia dan abses paru.
Prognosis
Prognosis umumnya baik jika abses
retrofaringeal diidentifikasi segera,
ditangani secara agresif, dan
komplikasi tidak terjadi. Tingkat
kematian bisa setinggi 40-50% jika
pasien mengalami komplikasi serius.
Abses parafaring
Abses parafaring
Abses parafaring yaitu peradangan
yang disertai pembentukan pus pada
ruang parafaring.
Ruang parafaring dapat mengalami
infeksi secara langsung akibat
tusukan saat tonsilektomi, limfogen
dan hematogen.
Abses
Parafar
ing
o Ruang berbentuk seperti corong ,dasarnya terletakpada dasar
tengkorak pada setiap sisi berdekatan dengan foramen jugularis
dan apeksnya pada kornu mayor tulang hyoid.
o Batas bagian dalam ramus asenden mandibula dan perlekatan
otot pterigoideus media dan bagian posterior kelenjar parotis.
o Batas bagian dorsal terdiri dari otot-otot prevertebra.
o Setiap fosa dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besar oleh
prosesus stiloideus dan perlekatan otot-otot.
o Bagian anterior(prestiloideus) merupakan bagian yang lebih besar. Dan
bagian ini dapat terkena proses supuratif sebagai akibat dari tonsil yang
terinfeksi,beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, karies gigi, dan
pembedahan.
o Bagian posterior yang lebih kecil terdiri dari arteri karotis interna,
venajugularis, saraf vagus, dan saraf simpatis. Bagian ini dipisahkan
dari spatium retrofaring oleh selaput fasia yang tipis.
Patofisiologi

1) Langsung akibat tusukan jarum pada saat melaukan


tonsilektomi dengan analgesia Peradangan terjadi
karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi
kuman menembus lapisan otot tipis (M. KonstriktorFaring
Superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa
tonsilaris.
2) Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi,
tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, dapat merupakan
sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring.
3) Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau
submandibula.
Manisfestasi klinis

Gejala dan tanda utama:


trismus,
indurasi ataupembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi, odinofagia, torticollis.

Jika infeksi meluas dari faring ke ruang ini, pasien akan


menunjukkan trismus yang jelas Hal ini disebabkan
karena kompartemen prestyloid terdapat kompartemen
otot yang berdekatan dengan fossa tonsilaris secara
medial dan m.ptyerigoid interna Sedangkan dinding
faring lateral akan terdorong ke medial, seperti pada
absesperitonsilaris.
Diagnosis

Riwayat penyakit
Gejala dan tanda klinik.

Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang


berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT Scan.

Terapi
Antibiotik dosis tinggi secara parenteral kuman aerob
dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila
tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48 jam
dengan cara eksplorasi insisi dari luar dan intra oral
Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar
secara hematogen, limfogen, atau
langsung (per kontinuitatum) ke daerah
sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat
mengakibatkan peradangan intrakranial,
ke bawah menyusuri selubung karotis
mencapai mediastinum.
Abses juga dapat menyebabkan
kerusakan dinding pembuluh darah.
Abses submandibula
Abses
Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual


dan ruang submaksila.
Ruang sublingual dipisahkan dari ruang
submaksila oleh otot milohioid.
Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas
ruang submental dan ruang submaksila (lateral)
oleh otot digastrikus anterior.
Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau
salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi
dari daerah kepala leher.
Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi,
dasar mulut, faring, kelenjar liur,
atau kelenjar limfa submandibula.
Mungkin juga sebagian kelanjutan
infeksi ruang leher dalam lain.
MO patogen: kuman aerob, anaerob,
maupun fakultatif anaerob.
Gejala dan tanda
Terdapat demam dan nyeri leher
disertai pembengkakan di bawah
mandibula dan atau di bawah lidah.
Pasien juga biasanya akan
mengeluhkan air liur yang banyak,
trismus, disfagia dan sesak nafas
akibat sumbatan jalan nafas oleh
lidah yang terangkat ke atas dan
terdorong ke belakang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya pembengkakan di daerah
submandibula, fluktuatif, dan nyeri
tekan.
Pada insisi didapatkan material yang
bernanah atau purulent (merupakan
tanda khas).
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Radiologis
Foto x-ray
CT-scan: CT-scan dengan kontras merupakan
pemeriksaan gold standard pada abses
leher dalam.
Gambaran abses yang tampak adalah lesi
dengan hipodens (intensitas rendah), batas
yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid
level.
Terapi
Antibiotik parenteral
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam
anestesi lokal untuk abses yang dangkal
dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam
narkosis bila letak abses dalam dan luas.
Insisi dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luas abses.
Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala
dan tanda infeksi reda
Angina Ludovici
Angina Ludovici
Angina Ludovici ialah infeksi ruang
submandibula berupa selulitis
(peradangan jaringan ikat) dengan
tanda khas berupa pembengkakan
seluruh ruang submandibula, tidak
membentuk abses, sehingga keras
pada perabaan submandibula.
Angina Ludovici
Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit
infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri
berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah,
gusi, tenggorokan, dan leher.

Karakter spesifik yang membedakan angina


Ludovici dari infeksi oral lainnya ialah infeksi
ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua
ruang submandibularis (sublingualis dan
submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).
Etiologi
Sumber infeksi seringkali berasal dari
gigi atau dasar mulut, o/ kuman
aerob dan anaerob
Infeksi odontogenik pada M2/M3
Fraktur mandibula
Trauma pada leher
Gejala dan tanda
Nyeri tenggorokan dan leher
Pembengkakan daerah
submandibula, hiperemis, dan keras
pada perabaan
Dasar mulut membengkak
mendorong lidah kebelakangsesak
nafas
Diagnosis
Dari tanda dan gejala klinis,
pemeriksaan fisik riwayat infeksi gigi,
riwayat bedah mulut
Tatalaksana
Penatalaksaan angina Ludwig
memerlukan tiga fokus utama, yaitu:
menjaga patensi jalan napas.
terapi antibiotik secara progesif,
dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi.
dekompresi ruang submandibular,
sublingual, dan submental.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai