PENDAHULUAN Kasus cedera kepala (CK) cenderung meningkat. CK masalah kesehatan. CK kematian, kecacatan/seseorang tidak dapat bekerja dalam waktu cukup lama. KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI CK
Beradasar Patofisiologi CK dibagi :
1. Kommosio Serebri (commotio cerebri) : keadaan ini tidak ada jaringanotak yg rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat. Pingsan < 10 menit, atau amnesia pasca trauma. 2. Kontusio serebri (contutio cerebri) : kerusakan jaringan otak dengan defisit neruologi yg timbul setara dengan kerusakan otak tsb. Pingsan > 10 menit, atau lesi neurologik yg jelas. 3. Laserasi serebri (laceratio cerebri) : kerusakan otak luas dan jaringan otak robek, umumnya disertai fraktur tengkorak terbuka. KLASIFIKASI BERDASAR GCS (GLASGOW COMA SCALE)
1. Cedera kepala ringan (CKR)/(Head injury grade
I) = GCS 13-15, dapat disertai disorientasi, sakit kepala, mual, muntah. 2. Cedera kepala sedang (CKS)/(Head injury grade II) = GCS 9 12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan fokal neurologi. Disini pasien masih dapat mengikuti perintah sederhana. 3. Cedera kepala berat (CKB)/(Head injury grade III) = GCS 8 atau kurang (pasien koma), dg atau tanpa disertai gangguan fungsi batang otak. Penilaian derajat kesadaran dilakukan setelah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan (stabilisasi sistem kardiovaskuler) Klasifikasi berdasar lokasi lesi : 1. Lesi difus : akibat cedera akselerasi /deselerasi yg merusak sebagian besar akson di SSP akibat regangan. 2. Lesi akibat kerusakan vaskuler otak (vascular brain damage) : lesi sekunder iskhemik terutama akibat hipoperfusi dan hipoksia yg dapat terjadi pada waktu selama perjalanan ke RS. 3. Lesi fokal : a. Kontusio dan laserasi otak : kontusio bila pia- subarachnoid utuh, jika robek laserasi. b. Hematoma intra kranial : ekstradural atau epidural. Pembuluh darah meningea atau cabang2nya pecah. Intradural subarachnoid, intra serebral, atau intra serebelar. PROSES CEDERA KEPALA 1. Proses primer : kerusakan otak tahap pertama/awal yg diakibatkan oleh benturan/proses mekanik yg membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala bergerak/diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. 2. Proses primer akibatkan fraktur tengkorak, perdarahan segera rongga/tengkorak, robekan dan regangan serabut saraf dan kematian langsung neuron pada daerah yang terkena. Cedera otak primer dikelompokkan a. Cedera otak fokal : perdarahan epidura akut, perdarahan subdura akut, konfusi dan perdarahan intra serebral. b. Cedera otak difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera akson difus (diffuse axonal injury). PROSES SEKUNDER Tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena kerusakan primer, membuka jalan karena berubahnya struktur anatomi maupun fungsional otak, misalnya meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia fokal/global otak, kejang, hipertermia. Kerusakan primer perubahan sistemik hipertensi/hipotensi sistemik. Hal yang sangat penting : jika penderita masih hidup pada benturan I, proses sekunder dapat menyebabkan kematian pada saat berikutnya. Proses iskemia Kerusakan otak berlanjut (progressive injury) kerusakan berlanjut pada daerah otak yg rusak dan sekitarnya. 1. Proses kerusakan biokimiawi menghancurkan sel-sel dan sitoskeletonnya dapat berakibat : edem sitotoksisk (kerusakan pompa natrium terutama pd dendrit dan sel glia), kerusakan membran dan sitoskeleton (kerusakan pada pompa kalsium mengenai semua jenis sel), inhibisi sintesis protein intra seluler. 2. Kerusakan pada mikrosirkulasi : vasoparalisis, disfungsi membran kapiler, disusul dengan edema vasogenik. 3. Perluasan darah hematoma dan pendarahan petekial otak yang kemudian membengkak akibat kompresi lokal dari hematoma dan multiple petekial akibatkan kompresi dan bendungan pembuluh darah di sekitarnya p TIK. Kerusakan homeostasis ionik : p kalsium intra sel serta ion natrium (Na Ca influx, Pump failure) Cedera otak sekunder berlanjut (delayed secondary brain injury) 1.Intra kranial : p TIK meningkat scr berangsur2 1.Intra kranial : p TIK meningkat scr berangsur2 capai titik toleransi maksimal shg otak tidak cukup lagi mempertahankan integritas neuron hipoksia/hipoksemia otak kematian krn herniasi. p TIK dpt juga akibat hemtoma progresif (hematoma epidural). Kejang2 asidosis dan vasospame/vasoparalisis. 2.Perub. Sistemik mempengaruhi TIK, Hipotensi p TIK. Hipotensi p tekanan perfusi otak berlanjut iskemia global. Dikenal dengan nine deadly`s : hopotensi, hipokapnia, hiperglikemia, hiperkapnia, hiperpireksia, hipoksemia, hipoglikemia, hiponatremia, hipoproteinemia. PENATALAKSANAAN Didasarkan beratnya cedera, menurut prioritas. Pasien sadar (GCS 15), pada saat diperiksa dibagi dalam 2 jenis : 1.Cedera Kepala Simpleks (simple head injury) : tanpa diikuti gangguan keasadaran, amnesia maupun gejala serebral lain. Hanya dilakukan perawatan luka. Pem. Radiologik atas indikasi. Keluarga mengobservasi kesadaran. 2. Kesadaran terganggu sesaat, saat diperiksa sudah sadar kembali. Dibuat foto kepala. Penatalaksanaan spt pada cedera simpleks. Indikasi perawatan : 1. Amnesia post traumatika yg berlangsung > 1 jam. 2. Riwayat hilang kesadaran. 3. Ada fraktur tengkorak. 4. Ada otorhrhoe atau rhinorrhoe 5. Ada kelainan pada CT Scan Pasien rawat jalan warning sheet 1. Ada mual dan muntah. 2. Timbul sakit kepala hebat. 3. Bila timbul kejang 4. Bila nadi sangat lambat atau sangat cepat 5. Bila keluar darah atau cairan dari hidung dan telinga. Pasien dengan kesadaran menurun 1. Cedera Kepala Ringan (CKR)/Minor Head Injury (GCS = 15-13) : kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa defisit fokal serebral. PF : perawatan luka, foto polos kepala. CT scan jika dicurigai hematoma intra kranial (lucid interval, kesadaran makin , lateralisasi). Monitoring : kesadaran, pupil, gejala fokal, tanda vital. Cedera Kepala Sedang (CKS) (GCS = 12-9) Pasien dapat mengalami gangguan kardiopulmoner, o k I tindakannya sbb : a. Periksa & atasi jalan nafas, sirkulasi. b. Periksa singkat : kesadaran, pupil, tanda fokal serebral & cedera organ lain, fiksasi leher dan patah tulang ekstremitas. c. Foto kepala & bila perlu bag tubuh lain, d. Menitoring fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fikal serebral. Cedera Kepala Berat (CKB) (GCS = 8-3) Biasanya disertai cedera multiple. Disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik. Urutan tindakan : A. Resusitasi jantung paru (RJP) (Airway, breathing, circulation) 1. Jalan nafas (airway) : bebaskan lidah dg posisi kepala ekstensi. Bila perlu pasang oropharynx, pipa endotracheal, bersihkan sisa muntahan darah, lendir atau gigi palsu, isi lambung dikosongkan dg NGT. 2. Pernafasan (Breathing) : gangguan pernafasan sentral/perifer ? Sentral : depresi lesi MO : cheyne stokes, ataksik, hiperventilasi neurogenik sentral. Perifer : aspirasi, trauma thorax, edema paru, DIC, infekai. Gangguan nafas hipoksia, hiperkapnia. Th/ beri O2, atasi penyebab, bila perlu ventilator. 3. Sirkulasi (Circulation) : Hipotensi iskemik kerusakan sekunder. Jarang hipotensi ok kelainan intra kranial, kebanyakan ekstra kranial (hipovolemia, trauma thorax, tamponade jantung, pneumothorax, shock septic. Th/ hentikan sumber perdarahan, perbaiki fungsi jantung, mengganti darah yg hilang dg plasma, hydroyethyl starch atau darah. B. Pemeriksaan Fisik : setelah resusitasi ABC pemeriksaan fisik : kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Follow up : bila terjadi perburukan dari salah satu komponen kerusakan sekunder (harus segera dicari dan diatasi penyebabnya. C. Pemeriksaan Radiologi : foto kepala leher, (foto abdomen, anggota gerak, dada berdasar indikasi), CT scan dibuat bila ada fraktur tulang tengkorak/ bila diduga ada henatoma intra kranial. Pemeriksaan x foto kepala untuk mengetahui : 1. Ada tidaknya fraktus (linier, depresi) 2. Ada tidaknya fraktur fasialis 3. Ada tidaknya pergeseran kelenjar pinealis. 4. Ada tidaknya udara/cairan sinus. 5. Ada tidaknya pneumosefalus. 6. Ada tidaknya benda asing. D. Tekana Intra Kranial (TIK) meninggi : TIK tjd akibat edema serebri, vasodilatasi, hemtoma intra kranial atau hidrosefalus. Sebaiknya dipasangmonitor TIK. TIK normal = 0 15 mmHg. TIK > 20 mmHg harus diturunkan : 1. Hiperventilasi 2. Drainasi cairan serebrospinal. 3. Diuretik : Osmotik (mannitol 20%) : bolus 0,5 1 g/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 g/kgBB setiap 6 jam. Furosemid sudah ditinggalkan. 4. Terapi barbiturat 5. Steroid : tidak digunakan lagi 6. Posisi tidur : kepala ditinggikan 20-30 dg kepala dan dada satu bidang. E. Keseimbangan cairan dan elektrolit : awal pemasukan cairan dikurangi, utk cegah edema serebri, 1500-2000 ml/hari. F. Nutrisi : tjd hiperkatabolisma 2x normal katabolisme protein. Ini tjd krn p epinefrin dan norepinefrin, bertambah bila ada demam, setelah 3-4 hari cairan parenteral dapat dimulai cutrisi oral mll NGT 2000- 3000 kalori/hari. G. Kejang/Epilepsi : sering terjadi pada anak, fraktur impresi, hematoma intra kranial, amnesia post traumatik lama. Berikan phenytoin 200mg peroral dilanjutkan 3-4x100mg. Status epileptikus : diazepam 10 mg i.v dapat diulang 15 menit. Bila cenderung berulang 50-100mg dalam 500 ml Na Cl 0,9%dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru, krn tidak stabil. Bila tidak berhasil ganti dg phenytoin 18 mg/kgBB i.v pelan dg pelarut NaCl0,9%. H. Komplikasi sistemik : infeksi, demam, gastrointestinal, kelainan hematologi. I. Neuroproteksi : Sitikolin, pirasetam, piritinol, antagonis calsium (masih terus diteliti)