Anda di halaman 1dari 24

CEDERA KEPALA

Gita anggriani sutrisno


PENDAHULUAN
Kasus cedera kepala (CK)
cenderung meningkat.
CK masalah kesehatan.
CK kematian, kecacatan/seseorang
tidak dapat bekerja dalam waktu
cukup lama.
KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI CK

Beradasar Patofisiologi CK dibagi :


1. Kommosio Serebri (commotio cerebri) : keadaan
ini tidak ada jaringanotak yg rusak, tetapi
hanya kehilangan fungsi otak sesaat. Pingsan <
10 menit, atau amnesia pasca trauma.
2. Kontusio serebri (contutio cerebri) : kerusakan
jaringan otak dengan defisit neruologi yg timbul
setara dengan kerusakan otak tsb. Pingsan > 10
menit, atau lesi neurologik yg jelas.
3. Laserasi serebri (laceratio cerebri) : kerusakan
otak luas dan jaringan otak robek, umumnya
disertai fraktur tengkorak terbuka.
KLASIFIKASI BERDASAR GCS (GLASGOW
COMA SCALE)

1. Cedera kepala ringan (CKR)/(Head injury grade


I) = GCS 13-15, dapat disertai disorientasi, sakit
kepala, mual, muntah.
2. Cedera kepala sedang (CKS)/(Head injury grade
II) = GCS 9 12 atau lebih dari 12 tetapi
disertai kelainan fokal neurologi. Disini pasien
masih dapat mengikuti perintah sederhana.
3. Cedera kepala berat (CKB)/(Head injury grade
III) = GCS 8 atau kurang (pasien koma), dg atau
tanpa disertai gangguan fungsi batang otak.
Penilaian derajat kesadaran dilakukan setelah
stabilisasi sirkulasi dan pernafasan (stabilisasi
sistem kardiovaskuler)
Klasifikasi berdasar lokasi lesi :
1. Lesi difus : akibat cedera akselerasi /deselerasi
yg merusak sebagian besar akson di SSP akibat
regangan.
2. Lesi akibat kerusakan vaskuler otak (vascular
brain damage) : lesi sekunder iskhemik terutama
akibat hipoperfusi dan hipoksia yg dapat terjadi
pada waktu selama perjalanan ke RS.
3. Lesi fokal :
a. Kontusio dan laserasi otak : kontusio bila pia-
subarachnoid utuh, jika robek laserasi.
b. Hematoma intra kranial : ekstradural atau
epidural. Pembuluh darah meningea atau
cabang2nya pecah. Intradural subarachnoid,
intra serebral, atau intra serebelar.
PROSES CEDERA KEPALA
1. Proses primer : kerusakan otak tahap
pertama/awal yg diakibatkan oleh
benturan/proses mekanik yg membentur
kepala. Derajat kerusakan tergantung pada
kuat dan arah benturan, kondisi kepala
bergerak/diam, percepatan dan perlambatan
gerak kepala.
2. Proses primer akibatkan fraktur tengkorak,
perdarahan segera rongga/tengkorak,
robekan dan regangan serabut saraf dan
kematian langsung neuron pada daerah yang
terkena.
Cedera otak primer
dikelompokkan
a. Cedera otak fokal : perdarahan
epidura akut, perdarahan subdura
akut, konfusi dan perdarahan intra
serebral.
b. Cedera otak difus : konkusi ringan,
konkusi klasik, cedera akson difus
(diffuse axonal injury).
PROSES SEKUNDER
Tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan
timbul karena kerusakan primer, membuka
jalan karena berubahnya struktur anatomi
maupun fungsional otak, misalnya meluasnya
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron
berlanjut, iskemia fokal/global otak, kejang,
hipertermia.
Kerusakan primer perubahan sistemik
hipertensi/hipotensi sistemik.
Hal yang sangat penting : jika penderita masih
hidup pada benturan I, proses sekunder dapat
menyebabkan kematian pada saat
berikutnya.
Proses iskemia
Kerusakan otak berlanjut (progressive injury)
kerusakan berlanjut pada daerah otak yg
rusak dan sekitarnya.
1. Proses kerusakan biokimiawi
menghancurkan sel-sel dan sitoskeletonnya
dapat berakibat : edem sitotoksisk
(kerusakan pompa natrium terutama pd
dendrit dan sel glia), kerusakan membran
dan sitoskeleton (kerusakan pada pompa
kalsium mengenai semua jenis sel), inhibisi
sintesis protein intra seluler.
2. Kerusakan pada mikrosirkulasi : vasoparalisis,
disfungsi membran kapiler, disusul dengan
edema vasogenik.
3. Perluasan darah hematoma dan pendarahan
petekial otak yang kemudian membengkak
akibat kompresi lokal dari hematoma dan
multiple petekial akibatkan kompresi dan
bendungan pembuluh darah di sekitarnya p
TIK.
Kerusakan homeostasis ionik : p kalsium intra
sel serta ion natrium (Na Ca influx, Pump
failure)
Cedera otak sekunder berlanjut
(delayed secondary brain
injury)
1.Intra kranial : p TIK meningkat scr berangsur2
1.Intra kranial : p TIK meningkat scr berangsur2
capai titik toleransi maksimal shg otak tidak cukup
lagi mempertahankan integritas neuron
hipoksia/hipoksemia otak kematian krn herniasi. p
TIK dpt juga akibat hemtoma progresif (hematoma
epidural). Kejang2 asidosis dan
vasospame/vasoparalisis.
2.Perub. Sistemik mempengaruhi TIK, Hipotensi p
TIK. Hipotensi p tekanan perfusi otak berlanjut
iskemia global.
Dikenal dengan nine deadly`s : hopotensi, hipokapnia,
hiperglikemia, hiperkapnia, hiperpireksia, hipoksemia,
hipoglikemia, hiponatremia, hipoproteinemia.
PENATALAKSANAAN
Didasarkan beratnya cedera, menurut
prioritas.
Pasien sadar (GCS 15), pada saat diperiksa
dibagi dalam 2 jenis :
1.Cedera Kepala Simpleks (simple head injury) :
tanpa diikuti gangguan keasadaran, amnesia
maupun gejala serebral lain. Hanya dilakukan
perawatan luka. Pem. Radiologik atas indikasi.
Keluarga mengobservasi kesadaran.
2. Kesadaran terganggu sesaat, saat diperiksa
sudah sadar kembali. Dibuat foto kepala.
Penatalaksanaan spt pada cedera simpleks.
Indikasi perawatan :
1. Amnesia post traumatika yg
berlangsung > 1 jam.
2. Riwayat hilang kesadaran.
3. Ada fraktur tengkorak.
4. Ada otorhrhoe atau rhinorrhoe
5. Ada kelainan pada CT Scan
Pasien rawat jalan warning
sheet
1. Ada mual dan muntah.
2. Timbul sakit kepala hebat.
3. Bila timbul kejang
4. Bila nadi sangat lambat atau sangat
cepat
5. Bila keluar darah atau cairan dari
hidung dan telinga.
Pasien dengan kesadaran
menurun
1. Cedera Kepala Ringan (CKR)/Minor
Head Injury (GCS = 15-13) : kesadaran
disoriented atau not obey command,
tanpa defisit fokal serebral. PF :
perawatan luka, foto polos kepala. CT
scan jika dicurigai hematoma intra
kranial (lucid interval, kesadaran makin
, lateralisasi). Monitoring : kesadaran,
pupil, gejala fokal, tanda vital.
Cedera Kepala Sedang
(CKS) (GCS = 12-9)
Pasien dapat mengalami gangguan
kardiopulmoner, o k I tindakannya sbb :
a. Periksa & atasi jalan nafas, sirkulasi.
b. Periksa singkat : kesadaran, pupil, tanda
fokal serebral & cedera organ lain, fiksasi
leher dan patah tulang ekstremitas.
c. Foto kepala & bila perlu bag tubuh lain,
d. Menitoring fungsi vital, kesadaran,
pupil, defisit fikal serebral.
Cedera Kepala Berat
(CKB) (GCS = 8-3)
Biasanya disertai cedera multiple. Disamping kelainan
serebral juga disertai kelainan sistemik.
Urutan tindakan :
A. Resusitasi jantung paru (RJP) (Airway, breathing,
circulation)
1. Jalan nafas (airway) : bebaskan lidah dg posisi kepala
ekstensi. Bila perlu pasang oropharynx, pipa
endotracheal, bersihkan sisa muntahan darah, lendir
atau gigi palsu, isi lambung dikosongkan dg NGT.
2. Pernafasan (Breathing) : gangguan pernafasan
sentral/perifer ? Sentral : depresi lesi MO : cheyne
stokes, ataksik, hiperventilasi neurogenik sentral.
Perifer : aspirasi, trauma thorax, edema paru, DIC,
infekai. Gangguan nafas hipoksia, hiperkapnia. Th/
beri O2, atasi penyebab, bila perlu ventilator.
3. Sirkulasi (Circulation) : Hipotensi
iskemik kerusakan sekunder.
Jarang hipotensi ok kelainan intra
kranial, kebanyakan ekstra kranial
(hipovolemia, trauma thorax,
tamponade jantung, pneumothorax,
shock septic. Th/ hentikan sumber
perdarahan, perbaiki fungsi jantung,
mengganti darah yg hilang dg
plasma, hydroyethyl starch atau
darah.
B. Pemeriksaan Fisik : setelah resusitasi ABC
pemeriksaan fisik : kesadaran, pupil,
defisit fokal serebral dan cedera ekstra
kranial. Follow up : bila terjadi perburukan
dari salah satu komponen kerusakan
sekunder (harus segera dicari dan diatasi
penyebabnya.
C. Pemeriksaan Radiologi : foto kepala leher,
(foto abdomen, anggota gerak, dada
berdasar indikasi), CT scan dibuat bila ada
fraktur tulang tengkorak/ bila diduga ada
henatoma intra kranial.
Pemeriksaan x foto kepala untuk
mengetahui :
1. Ada tidaknya fraktus (linier, depresi)
2. Ada tidaknya fraktur fasialis
3. Ada tidaknya pergeseran kelenjar
pinealis.
4. Ada tidaknya udara/cairan sinus.
5. Ada tidaknya pneumosefalus.
6. Ada tidaknya benda asing.
D. Tekana Intra Kranial (TIK) meninggi :
TIK tjd akibat edema serebri, vasodilatasi,
hemtoma intra kranial atau hidrosefalus.
Sebaiknya dipasangmonitor TIK. TIK
normal = 0 15 mmHg. TIK > 20 mmHg
harus diturunkan :
1. Hiperventilasi
2. Drainasi cairan serebrospinal.
3. Diuretik : Osmotik (mannitol 20%) : bolus
0,5 1 g/kgBB dalam 20 menit
dilanjutkan 0,25-0,5 g/kgBB setiap 6 jam.
Furosemid sudah ditinggalkan.
4. Terapi barbiturat
5. Steroid : tidak digunakan lagi
6. Posisi tidur : kepala ditinggikan 20-30 dg
kepala dan dada satu bidang.
E. Keseimbangan cairan dan elektrolit : awal
pemasukan cairan dikurangi, utk cegah
edema serebri, 1500-2000 ml/hari.
F. Nutrisi : tjd hiperkatabolisma 2x normal
katabolisme protein. Ini tjd krn p epinefrin
dan norepinefrin, bertambah bila ada
demam, setelah 3-4 hari cairan parenteral
dapat dimulai cutrisi oral mll NGT 2000-
3000 kalori/hari.
G. Kejang/Epilepsi : sering terjadi pada
anak, fraktur impresi, hematoma intra
kranial, amnesia post traumatik lama.
Berikan phenytoin 200mg peroral
dilanjutkan 3-4x100mg. Status
epileptikus : diazepam 10 mg i.v dapat
diulang 15 menit. Bila cenderung
berulang 50-100mg dalam 500 ml Na Cl
0,9%dengan tetesan <40 mg/jam.
Setiap 6 jam dibuat larutan baru, krn
tidak stabil. Bila tidak berhasil ganti dg
phenytoin 18 mg/kgBB i.v pelan dg
pelarut NaCl0,9%.
H. Komplikasi sistemik : infeksi,
demam, gastrointestinal, kelainan
hematologi.
I. Neuroproteksi : Sitikolin, pirasetam,
piritinol, antagonis calsium (masih
terus diteliti)

Anda mungkin juga menyukai