Anda di halaman 1dari 45

Tata laksana disaster

Dr. Titiek Hidayati M. Kes.


Dept. Epidemiologi,
Kedokteran masyarakat dan
Keluarga
Definisi
Kedaruratan adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa individu dan
kelompok masyarakat luas sehingga menyebabkan ketidakberdayaan yang
memerlukan respons intervensi sesegera mungkin guna menghindari kematian
dan atau kecacatan serta kerusakan lingkungan yang luas.
Kedaruratan kompleks biasanya ada motif politik, kekerasan sangat menonjol
dan
lumpuhnya pelayanan pemerintahan.
Tanggap Darurat (Emergency Respons) adalah reaksi manajemen pada tahap
awal
bencana/tahap darurat berupa rescue, evakuasi (SAR) dan Rapid Assessment.
Korban Massal adalah korban akibat kejadian dengan jumlah relatif banyak oleh
karena sebab yang sama dan perlu mendapatkan pertolongan kesehatan
segera dengan menggunakan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang
tersedia sehari-hari.
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana
atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola
kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan
darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelarnatkan korban yaitu
manusia beserta lingkungannya.
Definisi
Pengungsi (Refugees) adalah setiap orang yang berada di luar
negara tempatnya berasal dan yang diluar kemauannya atau tidak
mungkin kembali ke negaranya atau menggunakan perlindungan
bagi dirinya sendiri karena :
Ketakutan mendasar bahwa dia akan dituntut karena alasan ras,
agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu
atau pendapat politik; .Ancarnan terhadap nyawa atau
keamanannya sebagai akibat pertikaian bersenjata dan bentuk-
bentuk lain dari kekerasan yang meluas yang sangat mengganggu
keamanan masyarakat umum (UNHCR, 1995)

Pengungsi dalam arti pengungsi setempat (Internaliy Displaced


Persons - IDPs) didefinisikan sebagai orang-orang yang dalam
jumlah yang besar telah dipaksa untuk meninggalkan rumah
mereka secara mendadak atau tanpa diduga-duga sebagai akibat
pertikaian bersenjata, perselisihan internai, kekerasan-kekerasan
sistemik terhadap hak-hak asasi manusia atau bencana alam atau
yang ditimbulkan oleh manusia dan yang berada dalam wilayah
kekuasaan negara mereka (UNHCR, 1995).
Disaster medicine : The study and collaborative application of various health
disciplines to the prevention, preparedness, response and recovery from the
health problems arising from disaster.

Disaster management : The body of policy and administrative decisions and


operational activities which pertain to the various stages of a disaster at all levels.

Disaster mitigation : Measures taken in advance of a disaster aimed at decreasing


or eliminating its impact on society and environment.
Disaster prevention :
Regulatory and physical measures to ensure that emergencies are prevented, or
there effects mitigated.

Disease surveillance : Health systems used to monitor, observe and evaluate on a


continuing basis the progress of disease with the view to preventing or curing it.

Hazards : Situations with a potential for harm to life, health or property, damage
to the environment or some combination of these.

Hazard mitigation : Measures taken to reduce the impact of hazards on a


community.
Mitigation : Measures taken in advance of a disaster aimed at decreasing or
eliminating its impact on society and environment.
Macam bencana
Bencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa burni,
letusan gunung api, tsunami, banjir. Bencana karena ulah rnanusia
seperti kerusuhan sosial maupun politik, kecelakaan transportasi
(pesawat terbang, kapal laut, kereta api, mobil), kecelakaan
industri kecelakaan akibat salah pengeboran minyak dan kejadian
luar biasa akibat wabah penyakit menular.
Bencana yang menurut waktu dapat tirnbul secara mendadak
(akut) yang ditandai dengan jatuhnya korban manusia, rusaknya
rumah serta bangunan penting lainnya, rusaknya saluran air
bersih dan air kotor, terputusnya aliran listrik, saluran telepon,
jalan-jalan raya dan sistem saluran lingkungan sena
mengakibatkan ribuan orang harus mengungsi ke wilayah lain.
Bencana yang menurut waktu dapat timbul secara pertahan-lahan
(slow onset disaster atau creeping disaster), misalnya perubahan
kehidupan masyarakat akibat menurunnya kemampuan
memperoleh kebutuhan pangan atau kebutuhan hidup pokok
lainnya, atau akibat kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran
hutan misalnya di Kalimantan dengan akibat asap (Haze) yang
menimbulkan masalah kesehatan dan lain-lain.
Masalah kesehatan yang
umum terjadi pada semua
kejadian disaster
a. Adanya reaksi sosial
b. Communicable disease
Disaster tidak selalu menghasilkan
outbreak penyakit infeksi, meskipun kondisi
bencana secara potensial dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya
transmisi penyakit. Risiko terjadinya
outbreak dipengaruhi oleh banyak hal
seperti kontaminasi feces pada makanan
dan air, densitas dan perpindahan populasi,
terbatasnya makanan dan air, tidak adanya
pelayanan sanitasi dan program kesehatan
masyarakat post disaster, kurangnya upaya
pengendalian vector dan upaya imunisasi
untuk penyakit menular.
c. Population displacements
Adanya pengungsian penduduk
menimbulkan kemungkinan
peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
d. Climatic exposure
e.Makanan dan nutrisi
Disaster mengakibatkan rusaknya stok
makanan dan terhambatnya distribusi
makanan, kondisi ini mengakibatkan
masalah nutrisi.
f. Kesehatan mental
Di negara berkembang, problem
kesehatan mental seperti anxietas,
neurosis dan depresi dilaporkan secara
bermakna meningkat selama masa
rehabilitasi dan rekonstruksi sehingga
membutuhkan penanganan serius.
Kesehatan mental
Karakteristik dampak
masalah kesehatan sesuai
tipe disaster
Karakteristik dampak
masalah kesehatan sesuai

tipe disaster
Gempa bumi
Akibat kerusakan tempat tinggal, gempa bumi akan mengakibatkan
banyak kematian (lebih dari 10% populasi) dan injury pada sebagian besar
penduduk. Ratio kematian dan injury adalah 1:3. Besar ratio tergantung
dengan letak tempat tinggal dengan episentrum gempa. Besarnya korban
sangat tergantung pada tipe bangunan, waktu atau saat terjadinya gempa
dan densitas populasi. Tipe injury sangat bervariasi mulai dari simple
fracture, fracture vertebra, luka robek, luka tusuk sampai dengan multiple
fracture dan internal injury yang membutuhkan terapi bedah segera.
Umumnya penderita dengan luka-luka akan banyak berdatangan ke
fasilitas kesehatan pada hari pertama sampai mengalami puncak pada hari
ke 5 kemudian jumlah tersebut akan menurun. .lih lap surv

Secondary disaster mungkin saja terjadi setelah terjadi gempa bumi


misalnya terjadinya tsunami, kebakaran, gempa berulang dll.
Permasalahan kesehatan pasca gempa harus diwaspadai misalnya KLB
atau outbreak penyakit menular misal diare akibat makanan bantuan
untuk pengungsi, KLB campak ataupun penyakit tidak menular misal
outbreak penyakit tetanus seperti yang terjadi pasca tsunami Aceh dan
gempa Yogya 2006. Oleh karena itu program imunisasi masal juga perlu
mendapat perhatian.
Angin puyuh
Umumnya jenis bencana angin puyuh atau siklon bila tidak
disertai secondary disaster hanya menimbulkan jumlah korban
kematian dan injury yang sedikit. Sistem peringatan dini sebelum
bencana akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Banjir
Banjir badang akan menimbulkan banyak korban kematian namun
bagi korban yang hidup hanya menimbulkan sedikit injury
ditubuhnya. Kematian umumnya akibat tenggelam terutama
dialami oleh penduduk yang lemah misalnya anak-anak dan
lansia.
Banjir yang timbul perlahan tidak mengakibatkan mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. Umumnya kematian disebabkan karena
gigitan ular dan traumatic injury yang kurang mendapatkan
perawatan kesehatan yang tidak optimal serta penanganan
sanitasi pasca banjir yang kurang sehingga terjadi penyakit
misalnya diare dan leptospirosis.
Meskipun setiap jenis disaster menimbulkan efek yang unik
namun semua jenis disaster menimbulkan dampak social, medis
dan ekonomi yang membutuhkan managemen disaster yang
optimal.

Nuclear (PR)
syarat membentuk sistem
manajemen recovery disaster
yang efektif
Disaster recovery is most effective if :
when management arrangements recognise that recovery from
disaster is a complex, dynamic and protracted process
when agreed plans and management arrangements are well
understood by the community and all disaster management
agencies
when recovery agencies are properly integrated into disaster
management arrangements
when community service and reconstruction agencies have input to
key decision making
when conducted with the active participation of the affected
community
when recovery managers are involved from initial briefings onwards
when recovery services are provided in a timely, fair, equitable and
flexible manner
when supported by training programs and exercises
Prioritas utama intervensi
pada fase emergensi disaster
dan fase post emergensi
Fase emergensidisaster
ditandai dengan mortality
rates yang tinggi, dimana crude mortality
rate (CMR) diatas 1 kematian per 10.000 per
hari.
Terdapat 10 prioritas intervensi pada fase ini
yaitu:
a. Initial assessment
Prioritas kesehatan diidentifikasi
berdasarkan pengumpulan dan analisa data
yang dapat dilakukan dengan metode survey
sampel, mapping, interview dan obervasi.
b. Imunisasi campak dan tetanus
Campak merupakan salah satu dari masalah
kesehatan yang besar di dunia yang membunuh
1 dari 10 anak-anak di negara berkembang.
Sehingga imunisasi masal pada minggu pertama
perlu dilakukan, selain itu dapat pula disertai
pemberian vitamin A.
c. Air dan sanitasi
Suplay air minum merupakan prioritas yang
penting untuk mencegah transmisi penyakit
gastrointestinal. Jumlah ketersediaan air perlu
dihitung. Hari pertama fase emergensi
kebutuhan air tiap orang per hari sebesar 5 liter,
pada tahap berikutnya kebutuhan air yang perlu
disediakan sebesar 15-20 liter air tiap orang per
hari. Kualitas air dapat di pantau dengan alat
atau kits sampel. Pengiriman air dapat
menggunakan tanker dan plastic tanks.
d. Makanan dan nutrisi
Registrasi dan sensus pengungsi perlu dilakukan untuk
dapat mengukur jumlah kebutuhan makanan yang perlu
disediakan untuk pengungsi. Kecukupan makanan dan
nutrisi yaitu minimum 2.100 kilokalori per orang per hari
akan mencegah malnutrisi, defisiensi vitamin, outbreak
penyakit dan kematian.
e. Shelter and site planning
Shelter yang inadekuat dan overcrowding atau densitas
pengungsi yang tinggi merupakan faktor yang
menyebabkan terjadinya transmisi penyakit potensi
epidemic dan outbreak penyakit. Kondisi tempat
pengungsian harus terlindung dari panas matahari, hujan,
dingin dan angin.
f. Health care
Penyakit ISPA, malaria, tiphus dan diare merupakan
penyakit yang sering terjadi, oleh karena itu kebutuhan
medis (jenis obat dan material) perlu dinilai secara cepat
untuk antisipasi outbreak penyakit yang sering terjadi
didaerah bencana.
g. Control of communicable diseases and epidemics
Selama fase emergensi penyaki yang paling
sering menyebabkan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi adalah campak, diare, ISPA,
malaria, kolera, shigellosis desentriae, meningitis
dan thypoid

h. Public health surveillance


Survailans epidemiologi merupakan alat untuk
mengukur dan monitor status kesehatan populasi
sehingga sebagai dasar bagi semua program
public health. Pengumpulan data pada fase
emergensi dilakukan secara harian. Data yang
dikumpulkan lebih diprioritaskan tentang tentang
penyakit dan masalah kesehatan yang dapat
dilakukan intervensi preventif atau kuratif. Lih lap.
surv
i. Human resources and training
Petugas yang yang dibutuhkan memiliki
pembagian aktifitas kerja yang berbeda-
beda. Petugas tersebut adalah dokter
public health, petugas sanitasi, petugas
nutrisi, petugas logistic, administrasi dll.
Manajemen petugas dan organisasi
merupakan pekerjaan yang sangat
kompleks dan tidak boleh diabaikan.
j. Coordination
Koordinasi yang baik antar organisasi atau
lembaga merupakan kunci perencanaan
penanganan disaster yang efektif.
Fase post emergensi
Fase post emergensi atau fase konsolidasi dimulai
ketika angka kematian kasar (crude mortality rate
(CMR) menurun yaitu dibawah 1 per 10.000 per hari
atau mendekati CMR saat populasi stabil (sekitar 0,5
kematian per 10.000/ hari)
Bila pada fase emergensi bertujuan utama
menurunkan angka kematian.
Namun pada fase post emergensi lebih bertujuan
untuk konsolidasi untuk meningkatkan kondisi status
kesehatan dan nutrisi yang baik, mempersiapkan
dan mencegah terjadinya kemungkinan emergensi
baru seperti outbreak.
Pada tataran operasionalnya 10 prioritas penting
pada fase emergensi sebelumnya masih relevan
digunakan, namun sumberdaya manusia untuk
pelaksana lebih banyak menggunakan SDM lokal.
Prioritas intervensi yg perlu
dilakukan pada fase post
emergency adalah :
1. Health screening
2. Health care programmes seperti curative health care,
program kesehatan reproduksi, kesehatan anak, HIV, AIDS
dan program STD, program TBC, kesehatan mental dan
psikososial.
3. Surveilans. Pada fase ini, pengumpulan data tidak lagi
dilakukan harian, namun sudah dilakukan mingguan atau
harian.
4. Food dan nutrisi. Pada fase ini status gizi harus selalu
dimonitor. Defisiensi mikronutrien harus dapat di deteksi
sedini mungkin. Apabila kondisi tanahnya memungkinkan,
bantuan pertanian seperti benih dan peralatan dapat
diberikan.
5. Air dan sanitasi. Pengadaan air dengan mengambil sumber
air lokal misalnya bantuan pompa air atau pompa tangan.
Selain itu kegiatn lainnya seperti pengadaan kamar mandi
dan pendidikan kesehatan.
6. Human resources. Pelatihan untuk petugas
lokal perlu dilaksanakan dan meningkatkan
jumlah tugas yang didelegasikan kepada
mereka atau petugas lokal tersebut.
7. Koordinasi. Standarisasi program dan
protokol yang sudah terlaksana saat fase
emergensi tetap perlu dilanjutkan pada
fase post emergensi dengan dilakukan
revisi bila diperlukan. Badan koordinasi
harus melakukan supervisi saat pergantian
program oleh antar agensi atau lembaga
donor.
Sistem organisasi
manajemen disaster di
Indonesia
PENGORGANISASIAN :
Tingkat Pusat
a. Penanggung jawab kesehatan dalam penanggulangan bencana di
tingkat pusat adalah Menteri Kesehatan dibantu oleh seluruh Pejabat
Eselon I di bawah koordinasi Ketua Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB) yaitu Wakil Presiden.
b. Pelaksanaan tugas penanggulangan bencana di lingkungan
Depkes dikoordinir oleh sekretaris Jenderal dalam hal ini Kepala Pusat
Penanggulangan Krisis (PPK).

Tingkat Propinsi : .
a. Penanggung jawab kesehatan dalam penanggulangan bencana di
Provinsi adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Bila diperlukan
dapat meminta bantuan kepada Depkes. Dalam melaksanakan tugas
di bawah koordinasi Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan
Bencana (SATKORLAK PB) yang diketuai Gubemur.
b. Pelaksanaan tugas penanggulangan bencana di lingkungan Dinkes
Provinsi dikoordinir oleh unit yang ditunjuk oleh Kepala Dinas
Kesehatan dengan Surat Keputusan.
Tingkat Kabupaten/Kota :
a. Penanggung jawab kesehatan dalam
penanggulangan. bencana di Kabupaten/Kota
adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Bila diperlukan dapat
meminta bantuan kepada Propinsi dalam
melaksanakan tugas di bawah koordinasi
Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana
(SATLAK PB) yang diketuai Bupati/Walikota.
b.Pelaksanaan tugas penanggulangan
bencana di lingkungan Dinkes
Kabupaten/Kota dikoordinir oleh unit yang
ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan dengan
Surat Keputusan.
Di lokasi kejadian :
a. Penanggung jawab pelayanan
kesehatan penanggulangan bencana
di lokasi kejadian adalah Kadinkes
Kabupaten/Kota.

b. Pelaksanan tugas pelayanan


kesehatan dalam penanggulangan
bencana di lokasi kejadian adalah
Kepala Puskesmas.
Kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintahan RI dalam penanggulangan
bencana bidang kesehatan di Indonesia
sesuai surat keputusan menteri kesehatan
RI no 145/MENKES/SK/I/2007 tentang
pedoman penanggulangan bencana bidang
kesehatan.

Kebijakan tersebut adalah :


a. Dalam penanggulangan bencana bidang
kesehatan, pada prinsipnya tidak dibentuk
sarana prasarana secara khusus, tetapi
menggunakan sarana dan prasarana yang telah
ada, hanya intensitas kerjanya ditingkatkan
dengan memberdayakan semua sumber daya
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi serta
masyarakat dan unsur swasta sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Dalam hal terjadinya bencana, pelayanan
kesehatan dan pemenuhan kebutuhan
sarana kesehatan, tenaga kesehatan, obat
dan perbekalan kesehatan yang tidak
dapat diatasi oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat, maka Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota terdekat harus
memberi bantuan, selanjutnya secara
berjenjang merupakan tanggung jawab
Dinas Kesehatan Provinsi dan Pusat.
Setiap Kabupaten/Kota dan Provinsi
berkewajiban membentuk satuan tugas
kesehatan yang mampu mengatasi
masalah kesehatan pada penanggulangan
bencana di wilayahnya secara terpadu
berkoordinasi dengan Satlak PB dan
Satkorlak PB .
d. Dalam penanggulangan bencana agar mengupayakan
mobilisasi sumber daya dari instansi terkait, sektor swasta,
LSM, dan masyarakat setempat.

e. Membentuk regionalisasi pusat bantuan penanggulangan


krisis kesehatan akibat bencana dalam 9 (sembilan)
regional, yaitu :
Regional Sumatera Utara berkedudukan di Medan, regional
Sumatera Selatan herkedudukan di Palembang, regional
DKI Jakarta kedudukan di Jakarta, regional Jawa Tengah di
Semarang. dengan wilayah pelayanan Provinsi Yogyakarta
dan Provinsi Jawa Tengah, regional Jawa Timur di Surabaya,
regional Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Regional Bali
di Denpasar dengan wilayah pelayanan Provinsi Bali,
Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi NusaTenggara
Timur, Regional Sulawesi Utara di Manado, regional
Sulawesi Selatan di Makasar, dengan wilayah pelayanan
Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi. Sulawesi Tengah,
Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Provinsi Maluku dan
Sub Regional Papua di J ayapura, dengan wiIayah
pelayanan Provinsi Papua dan propinsi Irian Jaya Barat.
f. Negara lain, organisasi internasional,
lembaga sosial. internasional dan
masyarakat internasional dapat memberikan
bantuan kepada para korban bencana,
sepanjang tidak bertentangandengan
peraturan perundimgan yang berlakti, 'tidak
mengikat dan dilakukan tanpa syarat.
g. Segala bantuan yang berbentuk bahan
makanan harus disertai label/petunjuk
komposisi kandungan, cara pemakaian, halal
dan tanggal kadaluwarsa. Khusus bantuan
obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai
dengan kebutuhan, memenuhi standard
mutu dan batas kadaluwarsa serta petunjuk
yang jelas.
h. Bantuan-bantuan tersebut, dapat berupa
bantuan teknis (peralatan maupun tenaga ahli
yang diperlukan) dan bantuan program
(keuangan untuk pembiayaan program) pada
tahap penyelamatan, tanggap darurat,
rehabilitasi, rekonstruksi dan repatriasi.
i. Institusi dan masyarakat dapat menolak
bantuan yang sekiranya bisa membahayakan
kesehatan dan keselamatan jiwa korban
bencana.
j. Apabila bencana yang terjadi disertai
gangguan keamanan dan keselamatan
petugas kesehatan, maka dimintakan bantuan
TNI dan POLRI.
k. Bila diperlukan angkutan udara, laut
dan darat sesuai keperluan,
dikoordinasikan dengan Departemen
Perhubungan, Departemen Pertahanan,
TNI, Polri dan instansi terkait lainnya
termasuk BUMN. . .
l. Pada masa tanggap darurat, pelayanan
kesehatan dijamin oleh pemerintah
sesuai ketentuan yang berlaku.
Pelayanan kesehatan pasca tanggap
darurat disesuaikan dengan kebijakan
Menteri Kesehatan dan Pemda setempat.
Pelaksanaan kegiatan manajemen bencana
tingkat kabupaten dan kecamatan di
Indonesia sesuai surat keputusan menteri
kesehatan RI no 145/MENKES/SK/I/2007
tentang pedoman penanggulangan bencana
bidang kesehatan

Pelaksanaan kegiatan sebelum bencana tingkat


Kabupaten/Kota.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melakukan kegiatan:
1. Membuat rencana kegiatan upaya pencegahan,
mitigasi dan kesiapsiagaan penanggulangan bencana
2. Membuat peta geomedik daerah rawan bencana
3. Membuat rencana kontinjensi ("Contingency Plan")
4. Menyelenggarakan pelatihan termasuk di dalamnya
gladi posko dan gladi lapang dengan melibatkan
semua unit terkait.
5. Membentuk dan mengembangkan tim reaksi
cepat.
6. Membentuk Pusdalop penanggulangan bencana.
7. lnventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi
bahaya yang mungkin terjadi:
a) Jumlah dan lokasi Puskesmas
b) Jumlah ambulans
c) Jumlah tenaga kesehatan
d) Jumlah RS termasuk fasilitas kesehatcm lainnya.
e) Obat dan perbekalan kesehatan
f) Unit transfusi darah
8. Mengadakan koordinasi lintas program dan lintas
sektor meliputi sinkronisasi kegiatan
penanggulangan bencana dengan provinsi dan
kecamatan.
9. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan penanggulangan kesiapsiagaan
bencana.
Pelaksanaan kegiatan sebelum bencana
tingkat kecamatan

Kepala Puskesmas melakukan kegiatan :


1) Membuat peta geomedik daerah rawan
bencana
2) Membuat jalur evakuasi.
3) Mengadakan pelatihan
4) lnventarisasi sumber daya sesuai dengan
potensi bahaya yang mungkin terjadi
5) Menerima dan menindak lanjuti informasi
peringatan dini (Early Warning System) untuk
kesiap siagaan bidang kesehatan.
6) Membentuk tim kesehatan lapangan yang
tergabung dalam Satgas.
7) Mengadakan koordinasi lintas sektor.
Pelaksanaan kegiatan saat terjadinya
bencana :
Pelaksanaan kegiatan saat terjadinya bencana
tingkat Kabupaten/Kota

Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setelah


menerima berita tentang terjadinya bencana dari
kecamatan melakukan kegiatan :
1. Berkoordinasi dengan anggota Satlak PB dalam
penanggulangan bencana. Mengaktifkan Pusdalops
penanggulangan bencana tingkat Kabupaten/Kota.
.
2. Berkoordinasi dengan RS Kabupaten/Kota termasuk
RS Swasta, Rumah sakit TNI dan POLRI untuk
mempersiapkan penerimaan penderita yang dirujuk
darl lokasi bencana dan tempat penampungan
pengungsi.
3. Menyiapkan dan mengirim tenaga kesehatan, obat
dan perbekalan kesehatan ke lokasi bencana.
4. Menghubungi puskesmas di sekitar lokasi
bencana untuk mengirimkan dokter, perawat
dan peralatan yang diperIukan termasuk
ambulans ke lokasi beneana.
5. Melakukan penilaian kesehatan cepat terpadu
(Integrated I Rapid Health Assessment).
6. Melakukan penanggulangan gizi darurat.
7. Memberikan imunisasi campak di tempat
pengungsian bagi anak-anak di bawah usia 15
tahun.
8. Melakukan surveilans epidemiologi terhadap
penyakit potensial wabah, pengendalian vektor
serta pengawasan kualitas air dan lingkungan.
9. Apabila kejadian bencana melampaui batas
wilayah Kabupaten/Kota, maka sebagai
penanggungjawab adalah Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi
Direktur Rumah Sakit Kabupaten/Kota melakukan
kegiatan:
1) Menghubungi lokasi bencana untuk
mempersiapkan instalasi gawat darurat dan ruang
perawatan untuk menerima rujukan penderita dari
lokasi bencana dan tempat penampungan
pengungsi.
2) Menyiapkan instalasi gawat darurat dan instalasi
rawat inap untuk menerima rujukan . penderita dari
lokasi bencana. atau tempat penampungan
pengungsi dan melakukan pengaturan jalur
evakuasi.
3) Menghubungi RS Provinsi tentang kemungkinan
adanya penderita yang akan dirujuk.
4) Menyiapkan dan mengirimkan tenaga dan
peralatan kesehatan ke lokasi bencana bila
diperlukan.
Pelaksanaan kegiatan saat terjadinya bencana
tingkat kecamatan
Kepala Puskesmas di lokasi bencana. melakukan
kegiataan :
1. Beserta staf menuju lokasi bencana dengan
membawa peralatan yang diperlukan untuk
melaksanakan triase dan memberikan pertolongan
pertama.
2. Melaporkan kepada Kadinkes KabupatenlKota
tentang terjadinya bencana.
3. Melakukan Initial Rapid Health Assessment
(penilaian cepat masalah kesehatan awal).
4. Menyerahkan tanggung jawab pada Kadinkes
Kabupaten/Kota apabila telah tiba di lokasi .
5. Apabila kejadian bencana melampaui batas
wilayah kecamatan, maka sebagai penanggung
jawab adalah kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Kepala Puskesmas di sekitar lokasi
bencana melakukan kegiatan:
1.Mengirimkan tenaga dan perbekalan
kesehatan serta ambulans/alat
transportasi lainnya ke lokasi
bencana dan tempat penampungan
pengungsi .
2.Membantu melaksanakan perawatan
dan evakuasi korban serta pelayanan
kesehatan pengungsi.
Pelaksanaan kegiatan pasca terjadinya bencana
Pelaksanaan kegiatan pasca terjadinya bencana tingkat
Kabupaten/Kota
1. Mendukung upaya pelayanan kesehatan dasar terutama
pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular,
perbaikan gizi di tempat . penampungan pengungsi
maupun lokasi sekitamya, kegiatan surveilans
epidemiologi, promosi kesehatan, penyelenggaraan
kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan rujukan dan
penunjang.
3. Melakukan evaluasi dan analisis dampak bencana terhadap
kesehatan lingkungan/KLB.
4. Menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status
gizi setelah rapid assessment dilakukan, merencanakan
kebutuhan pangan untuk suplemen gizi.
5. Menyediakan pelayanan kesehatan, pengawasan kualitas
air bersih dan sanitasi lingkungan bagi penduduk di
penampungan sementara.
6. Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas
sektor
7. Memulihkan kesehatan fisik, mental
dan psiko-sosial korban berupa :
Promosi kesehatan dalam bentuk konseling
(bantuan psiko-sosial) dan lain-lain
kegiatan diperlukan agar para pengungsi
dapat mengatasi psiko-trauma yang
dialami.
Pencegahan masalah psiko-sosial untuk
menghindari psikosomatis.
Pencegahan berlanjutnya psiko-patologis
pasca pengungsian.
Pelaksanaan kegiatan pasca terjadinya bencana tingkat
kecamatan
Puskesmas kecamatan tempat terjadinya bencana :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar di
penampungan dengan mendirikan pos kesehatan
lapangan
2. Melaksanakan pemeriksaan kualitas air bersih dan
pengawasan sanitasi lingkungan
3. Melaksanakan surveilans penyakit menular dan gizi
buruk yang mungkin timbul
4. Segera melapor ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
bila terjadi KLB penyakitmenular dan gizi buruk
5. Memfasilitasi relawan, kader dan petugas pemerintah
tingkat kecamatan dalam memberikan KIE kepada
masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang
berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma,
memherikan konseling pada individu yang berpotensi
mengalami gangguan stress pasca trauma
6. Merujuk penderita yang tidak dapat ditangani dengan
konseling awal dan membutuhkan konseling lanjut,
psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik
Contoh susunan organisasi
manajemen kesehatan
disaster

Anda mungkin juga menyukai