Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS PERENCANAAN

REGIONAL
EKONOMI BASIS

Pertemuan 5
TEORI EKONOMI BASIS
Aktifitas dalam perekonomian regional
digolongkan dalaam dua sektor yakni aktivitas
Basis dan Non Basis
Kegiatan Basis merupakan kegiatan yang
melakukan aktifitas yang berorientasi ekspor
(barang dan jasa ) keluar batas wilayah
perekonomian yang bersangkutan.
Aktifitas Basis memiliki peranan penggerak
utama (primer mover) dalam pertumbuhan
suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu
wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah.
Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis
menimbulkan efek ganda ( multiplier effect )
dalam perekonomian regional.
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar
basis ekonomi membagi perekonomian
menjadi dua sektor yaitu:
Sektor-sektor Basis
adalah sektor-sektor yang mengekspor
barang-barang dan jasa ke tempat di
luar batas perekonomian masyarakat
yang bersangkutan
atau masukan barang dan jasa mereka
kepada masyarakat yang datang dari
luar perbatasan perekonomian
masyarakat yang bersangkutan.
Sektor-sektor Bukan Basis adalah
sektor-sektor yang menjadikan
barang-barang yang dibutuhkan oleh
orang yang bertempat tinggal di
dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan.
Sektor-sektor tidak mengekspor
barang-barang.
Ruang lingkup mereka dan daerah
pasar terutama adalah bersifat lokal.
KAITAN BASIS DAN NON BASIS
Meningkatnya kegiatan basis di suatu
daerah akan menambah pendapatan ke
daerah tersebut, sehingga menambah
permintaan terhadap barang dan jasa
dari kegiatan bukan basis.
Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis
akan menurunkan permintaan terhadap
produk dari kegiatan bukan basis,
akibatnya pendapatan yang masuk ke
daerah yang bersangkutan berkurang.
Dengan demikian kegiatan basis
mempunyai peran sebagai
penggerak utama.
Bagaimana membedakan
atau memilah kegiatan
Basis dan kegiatan Non-
Basis?
metode langsung
metode tak langsung
metode campuran
Metode location quotient
Menurut Tarigan (2007), metode untuk
memilah kegiatan basis dan kegiatan
non basis adalah sebagai berikut :
a.Metode Langsung dilakukan dengan survei
langsung kepada pelaku usaha kemana
mereka memasarkan barang yang diproduksi
dan dari mana mereka membeli bahan-bahan
kebutuhan untuk menghasilkanproduk
tersebut. Kelemahan metode ini yaitu :
Pertanyaan yang berhubungan dengan data
pendapatan, sulit diperoleh,
Dalam kegiatan usaha sering tercampur
kegiatan basis dan non basis.
b. Metode Tidak Langsung Metode ini
dipakai karena rumitnya melakukan
survei langsung ditinjau dari sudut
waktu dan biaya.
Metode ini menggunakan asumsi,
kegiatan tertentu diasumsikan sebagai
kegiatan basis dan kegiatan lain yang
bukan dikategorikan basis adalah
otomatis menjadi kegiatan basis
c. Metode Campuran
Metode ini dipakai pada suatu wilayah
yang sudah berkembang, cukup banyak
usaha yang tercampur antara kegiatan
basis dan kegiatan non basis.
Apabila dipakai metode asumsi murni
maka akan memberikan kesalahan yang
besar, jika dipakai metode langsung
yang murni maka akan cukup berat.
Oleh karena itu orang melakukan
gabungan antara metode langsung dan
metode tidak langsung yang disebut
metode campuran.
Pelaksanaan metode campuran dengan melakukan
survei pendahuluan yaitu pengumpulan data
sekunder, kemudian dianalisis mana kegiatan basis
dan non basis.
Asumsi:
Bila 70 persen atau lebih produknya diperkirakan
dijual ke luar wilayah maka maka dianggap basis.
Bila 70 persen atau lebih produknya dipasarkan
lokal maka dianggap non basis.
Bila porsi basis dan non basis tidak begitu kontras
maka porsi itu harus ditaksir. Untuk menentukan porsi
tersebut harus dilakukan survei lagi dan harus
ditentukan sektor mana yang surveinya cukup dengan
pengumpulan data sekunder dan sektor mana yang
membutuhkan sampling pengumpulan data langsung
dari pelaku usaha.
d. Metoda Location Quotient (LQ).
Arsyad (1999:315) menjelaskan bahwa
teknik Location Quotient dapat membagi
kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi
dua golongan yaitu:
1. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani
pasar di daerah itu sendiri maupun di luar
daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi
seperti ini dinamakan sektor ekonomi
potensial (basis)
2. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani
pasar di daerah tersebut dinamakan sektor
tidak potensial (non basis) atau local
industry.
Kuosien lokasi (Location Quotient =
LQ).
LQ ini adalah teknik yang digunakan
untuk menganalisis basis ekonomi
suatu wilayah. Dengan LQ kita dapat
mengetahui seberapa besar tingkat
spesialisasi sektor basis atau unggulan
(leading sector).
Indikator yang digunakan :
Kesempatan Kerja (Tenaga Kerja) dan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
suatu wilayah
Location Quotient
LQ digunakan untuk mengukur konsentrasi
dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu
daerah dengan cara membandingkakan
peranannya dalam perekonomian daerah itu
dengan peranan kegiatan atau industri
sejenis dalam perekonomian regional atau
nasional.
LQ merupakan rasio antara jumlah
tenaga kerja pada sektor tertentu (Industri)
atau PDRB terhadap total tenaga kerja
sektor tertentu atau
total nilai PDRB disuatu daerah (kabupaten)
dibandingkan dengan rasio tenaga kerja
atau PDRB dan sektor yang sama di Propinsi
Formula Matematis
LQ = Vi (s) / V (s)
Vi r / Vr
Dimana :
Vi(s) = Jumlah PDRB suatu sektor
Kabupaten/Kota
V(s) = Jumlah PDRB total
Kabupaten/Kota
Vi r = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat
Propinsi
Vr = Jumlah PDRB total tingkat Propinsi
ANALISIS HASIL LQ
LQ > 1 : Daerah j lebih berspesialisasi
dalam memproduksi sektor i
dibandingkan sektor i nasional
LQ < 1 : Daerah j tidak berspesialisasi
dalam memproduksi sektor i
dibandingkan sektor i nasional
LQ = 1: Baik daerah j maupun
nasional sama derajatnya dalam
memproduksi sektor i.
Dalam prakteknya, bila kuosien
lokasi lebih besar 1.0 (LQ > 1)
Industri di sektor tersebut
merupakan sektor yang
menghasilkan produk untuk
diekspor kita sebut sektor Basis
(Ekonomi)
LQ = 1.00 proporsi yang sama dari
para pekerja lokal bekerja didalam
industri tertentu seperti bekerja
didalam industri sejenis diseluruh
nusantara secara keseluruhan.
LQ > 1.00 konsentrasi daerah lokal
lebih berat didalam pemusatan satu
industri tertentu dibandingkan
dengan rata-rata Kabupaten-Kota
atau daerah lainnya diseluruh
nusantara.
Pengganda (multiplier
effect)
Jangka pendek:
Pengganda Basis (M) = Pendapatan Total
(Y)
Pendapatan
Basis (YB)

M Jangka pendek = 1
1 - YN
Y
Y = M x YB
Jangka Panjang
M Jangka panjang = 1
1 - YN + YI - MI
YN + YB

Dimana
Y = Pendapatan total
YB = Pendapatan basis
Yn = pendapatan non basis
M = penggandaan basis
YI = pendapatan local yang diinvestasikan dalam barang
capital
MI = Pengeluaran local untuk import barang-barang
investasi
Metode LQ
Pendekatan analisis location quotiens ini
menyajikan perbandingan relatif antar
kemampuan kegiatan sektor-sektor ekonomi
regional dibandingkan terhadap kemampuan
sektor sektor yang sama dalam kawasan yang
lebih luas.
Pembandingan itu dilakukan dengan melihat
ratio perbandingan relatif antar
kemampuan suatu sektor dan/atau subsektor
ekonomi di daerah yang diamati, dengan
kemampuan sektor dan/atau subsektor ekonomi
yang sama di daerah yang lebih luas.
Jika Provinsi, maka pembandingnya adalah
Nasional.
Jika Kabupaten, maka pembandingnya dapat
Provinsi atau nasional.
Asumsi Dasar pada
pendekatan teoritis Analisis
LQ,

antara lain:
Produktifitas TK pada industri yang ditinjau
dianggap sama di seluruh wilayah acuan.
Tingkat konsumsi per kapita di industri
yang ditinjau dianggap sama baik di tingkat
lokal maupun di wilayah acuan.
Produk industri yang ditinjau sama
dengan produk sejenis yang dihasilkan di
tempat lain dalam wilayah acuan.
Manfaat secara Khusus
Secara umum LQ dapat digunakan untuk
mengetahui keunggulan komparatif dari
suatu wilayah.
Pengetahuan ini dibutuhkan sebagai
masukan perencanaan strategi
pengembangan perekonomian wilayah.
Manfaat nya secara khusus:
Dapat difokuskan untuk mengembangkan
keunggulan tersebut agar tercipta daya
saing produknya.
Dapat dimunculkan produk unggulan atau
berspesialisasi pada produk unggulan
tertentu.
Revealed Comparative
Advantage (RCA)
Untuk menerangkan daya saing
ekspor Indonesia per komoditi ini
dapat dipetakan dengan
pendekatan indikator nisbi
melalui besaran yang disebut
Revealed Comparative
Advantage atau RCA
RCA ini menunjukkan perbandingan pangsa
ekspor suatu komoditi disuatu daerah terhadap
ekspor komoditi ditingkat nasional.
RCA = Ei (s) / E (s)
Ei r / E r
Dimana
Ei(s) = ekspor komoditi sektor I di propinsi
E (s ) = Total ekspor propinsi
Ei r = ekspor komoditi sektor I di Indonesia
(nasional)
E r = Total ekspor Indonesia (nasional)
Kaidah :
Semakin besar nilai RCA, maka semakin tinggi daya
saing komoditi ybs dari negara atau Kabupaten-
Kota itu.

Dari analisis RCA pada kelompok komoditi ekspor


Indonesia seperti kopi, teh dan rempah-rempah
(RCA=5,6) mempunyai daya saing tertinggi dari
negara pesaing seperti Malaysia.

Dari gambaran di atas terlihat bahwa keunggulan


daya saing ekspor Indonesia:
masih bertumpu pada produk padat-karya dan
sumberdaya alam (bahan mentah)
belum didasarkan pada produk-produk industri yang
knowledge-based belum didasarkan pada
produk olahan padat teknologi.

Anda mungkin juga menyukai