Anda di halaman 1dari 21

Diagnosa dan Etiologi

DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dari peri-implanitis yang
akurat sangat penting untuk penanganan yang
benar dan membutuhkan kriteria yang tepat.
Kunci dari penentuan diagnosis peri-implanitis
merupakan perbandingan dari parameter klinis
dan radiografis.
1. Probing peri-implan.
Probing merupakan prosedur diagnosis
terpercaya untuk mendeteksi perubahan dari
perlekatan jaringan peri-implan. Tekanan yang
lebih dari 0,5 N harus dihindari untuk mencegah
terjadinya kerusakan jaringan.
2. bleeding on probing (BOP).
Adanya perdarahan pada probing yang ringan
mengindikasikan radang pada mukosa. BOP juga
menunjukkan stabilitas jaringan peri-implan.
3. kedalaman probing.
Kedalaman probing pada implan lebih tinggi
dibandingkan dengan gigi. Selain itu, jenis implan
dan penempatan yang lebih apikal pada area estetik
mempengaruhi kedalaman probing. Oleh karena
itu, probing pada baseline sangat penting untuk
digunakan sebagai pembanding. Peningkatan
kedalaman probing seiring berjalannya waktu
mengindikasikan ada kehilangan tulang pendukung
dan merupakan indikator klinis dari penyakit
periimplan.
4. Supurasi
Pus merupakan hasil dari lesi inflamasi dan
infeksi.Adanya pus sering dihubungkan dengan
kehilangan tulang peri-implan yang progresif.

5. mobilitas implan
Penilaian mobilitas klinis dapat dilakukan serupa
dengan gigi melalui tekanan jari atau instrumen.
Adanya mobilitas klinis yang terlihat ketika tekanan
vertikal atau horisontal (kurang dari 500 g)
diberikan, menyiratkan kehilangan lengkap
osteointegrasi, artinya implan tersebut dinyatakan
gagal dan dengan demikian harus dikeluarkan.
6. penilaian radiografis
Radiograf sangat penting dalam mengevaluasi
ketinggian tulang marjinal pada implan dan
mendiagnosis kehilangan tulang di proksimal.
Jarak dari patokan tetap (seperti bahu implan
atau pertemuan implan dengan abutment) ke
tulang interproksimal dicatat pada baseline dan
dimonitor secaraterusmenerus(Gambar 6A dan
B).
Etiologi
1. Infeksi bakteria

Pada penderita periimplantitis, mikroflora yang ada sama


dengan pada pasien dengan penyakit periodontal yaitu
mikroorganisme gram (-), anaerob dengan presentase
Spirochete yang tinggi. Jenis bakteri Prevotella intermedia dan
phorphyromonas gingivalis ditemukan pada penderita
periimplantitis. Hal ini bisa disebabkan oleh proses
pembentukan plak pada jaringan implan yang disertai dengan
proses pergantian mikroorganisme seperti bakteri kokus
menghilang digantikan oleh bentuk filamen dan dari bakteri
non-patogen digantikan oleh bentuk patogen seperti
Spirochete (Rapley 1990 cit. Fedi, dkk. 2005).
Jika plak berakumulasi pada permukaan implan,
jaringan ikat subepitel akan terinfiltarsi oleh sejumlah
besar sel radang dan epitelium tampak mengalami
ulserasi serta kehilangan perlekatan. Ketika plak terus
berakumulasi hingga ke dalam apeks, maka tanda klinis
dan radiografis dari kerusakan jaringan akan tampak di
sekitar implan maupun gigi (Jovanovic 1976 cit. Caranza
dan Saglie 1990).
Hal ini dapat dicegah dengan melakukan perawatan
seperti scaling dan root planning sebelum perawatan
implan dilakukan untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme disekitar implan tersebut. Selain itu
kebersihan rongga mulut harus tetap dijaga selama
perawatan berlangsung (Carranza dan Saglie 1990).
2. Faktor Biomekanis
Daya biomekanis yang berlebihan dapat menimbulkan tekanan
yang tinggi atau mikrofraktur pada sisi kontak antara tulang
koronal dengan implan sehingga mengakibatkan tidak terjadinya
osseointergration di sekitar leher implan.Hal ini dipengaruhi oleh
4 faktor antara lain (Jovanovic 1976 cit. Carranza dan saglie
1990):
1. Implan ditempatkan pada tulang yang berkualitas buruk.
2. Posisi implan atau jumlah implan yang ditempatkan secara
keseluruhan tidak memadai untuk mentransmisikan beban
secara ideal ke atas permukaan implan.
3. Pasien memiliki pola kerja oklusi berat yang terkait dengan
parafungsinya.
4. Superstruktur gigi protesa tidak sesuai dengan implan yang
digunakan.
3. Desain implan
Komponen yang buruk dari prosthesis sistem
implan dapat mendorong retensi plak bakteri dan
mikroorganisme yang memungkinkan masuk ke
abutment transpithelial. Desain makroskopik yang
mencakup sekrup dan silinder dapat menularkan
stress pada tulang dan dapat menyebabkan stress
mekanik berlebihan pada titik tertentu, terutama
pada sambungan antara leher servikal dari implan
(Current Health Journal, 2010).
Untuk mencegah hal ini, yang dapat dilakukan
adalah dengan (Carranza dan Saglie, 1993) :
1. Pemasangan implan dilakukan pada tulang
dengan kualitas yang bagus.
2. Jumlah implan disesuaikan dengan kekuatan
dari jaringan tulang penyangga gigi.
3. Memeriksa pola oklusi dari pasien dan
membuat rencana perawatan sesuai dengan
pola oklusi dari pasien tersebut
4. Reaksi Alergi
Reaksi alergi terjadi karena bahan implan yang di
tolak oleh tubuh sehingga timbul suatu reaksi penolakan
dari tubuh sehingga pemasangan implan menjadi tidak
berhasil.
Untuk mencegah kegagalan implan akibat reaksi
alergi ini bisa dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan secara menyeluruh pada penderita dengan
melakukan test sensitivitas untuk mengetahui apakah
penderita alergi terhadap suatu bahan tertentu. Jika
sudah terjadi kegagalan maka implan sebaiknya diganti
dengan bahan lain yang lebih cocok dengan kondisi tubuh
pasien (Carranza dan Saglie 1990).
5. Penyakit Sistemik
1. Diabetes Mellitus
Prevalensi penyakit periodontal pada diabetes mellitus
selain lebih tinggi, juga lebih berat dan berjalan lebih cepat
dibandingkan dengan penderita non diabetes. pada penderita
DM dengan kebersihan mulut yang jelek, bakteri gram negatif
dan aerobik akan membentuk plak, apabila plak ini tidak segera
dihilangkan akan terus menyebar ke jaringan periodontal dan
prosesus alveolaris. Apabila keadaan ini tidak dirawat terjadilah
periodontitis diabetik yang manifestasinya klinisnya berupa
mobilitas, migrasi, kalkulus dan lepasnya implan gigi disertai
dengan keroposnya tulang alveolaris.
2. Osteoporosis (Bobia, 2010).
6. Faktor Sosial

1. Oral hygiene buruk


2. Merokok
3. Penyalahgunaan Narkoba
4. Bruxism (Bobia, 2010)
7. Faktor iatrogenik

1. Kurangnya stabilitas primer


2. Beban prematur selama periode pembedahan
(Bobia, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Fedi, P.F., Gray, J.L., Vermino, A.R., 2005, SilabusPeriodonti, ed-
4, Alihbahasa :Amalia, PenerbitBukuKedokteran EGC, Jakarta.
Jovanovic and Spiekermann., 1995, Agustus 15 - last update,
Classification of periimplantitis, Google book.
Carranza Jr F.A, Saglie F.R, 1990, Glickmans Clinical
Periodontology, 7th Ed, W.B Saunders Company, Harcourt-
Tokyo
Bobia, F., Pop, R, V., 2010, Periimplantitis. Aetiology,
diagnosis, treatment.A review from the literature, Current
Health Sciences Journal, Vol. 36 No. 6, hlm. 171-75.
Karnik R, Pradhan S. Peri-implant diseaase-- a clinical
overview (Part 1): diagnosis, etiopathology and risk-
related aspects. Int J Laser Dent 2012;2(1):18-25
Mombelli A, Muumlhle T, Bragger U, Lang NP, Burgin
W. Comparison of periodontaland peri-implant probing
by depth force pattern analysis. Clin Oral Implant Res
1997;8:448-58
Quirynen M, van Steenberghe D, Jacobs R, Schotte A,
Darius P. The reliability of pocket probing around
screw-type implants. Clin Oral Implants Res
1991;2:186-92
Fransson C, Wennstrm J, Berglundh T. Clinical
characteristics at implants with a history of progressive
bone loss. Clin Oral Implants Res 2008;19(2):142-7

Anda mungkin juga menyukai