Anda di halaman 1dari 53

Anestesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-


"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan
untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi)
yaitu :
Hipnotik, hilang kesadaran
Analgetik, hilang perasaan sakit
Relaksan, relaksasi otot-otot
Anestesi Umum
Anestesi umum atau general anestesi merupakan
suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai
dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh
akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat
reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara
intravena, inhalasi dan intramuskular.
Indikasi Anestesi Umum
Pada bayi dan anak-anak
Pembedahan pada orang dewasa dimana anestesi umum
lebih disukai oleh ahli bedah walaupun dapat dilakukan
dengan anestesi lokal
Operasi besar
Pasien dengan gangguan mental
Pembedahan yang lama
Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu
praktis dan memuaskan
Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah
mengalami alergi.
Persiapan Pre-Anestesi
Anamnesis :
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia
sebelumnya, alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
nafas.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif
besar sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan
tindakan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara
sistematik tentang keadaan umum.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin yang sebaiknya dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa perdarahan dan
masa pembekuan) dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas
50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks dan EKG.4,5
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai
kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The
American Society of Anesthesiologists (ASA) :
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik,
biokimia
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga
aktivitas rutin terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau
tanpa pembedahan kehidupannya tidak akan lebih dari
24 jam.
ASA 6 : pasien telah dinyatakan mati batang otaknya yang
mana organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan
sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat
dengan mencantumkan tanda darurat (E = EMERGENCY),
misalnya ASA IE atau IIE
Premedikasi Anestesia
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam
sebelum induksi anestesi. Tujuan premedikasi:
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi rasa sakit
Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan
selama anestesi
Menurunkan basal metabolisme tubuh
Obat-Obatan Premedikasi
Obat-obat premedikasi yang sering digunakan:
Sulfas atropin
Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg
Valium
Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB
Pethidine
Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB
Tahapan Anestesi
Terdiri dari 4 stadium yaitu :
Stadium I (Stadium Analgesia/ Stadium Disorientasi) :
Dimulai dari induksi sampai hilangnya
kesadaran.Ditandai dengan hilangnya refleks bulu
mata

Stadium II (Stadium Excitement/ Stadium Delirium) :


Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan
bernafas teratur. Ditandai dengan hilangnya refleks
kelopak mata. Pada stadium ini bisa terjadi batuk,
nafas panjang, melawan/ berontak dan muntah
Tahapan Anestesi
Stadium III (Stadium Surgical Anestesia) : Dimulai dari
pernafasan yang teratur sampai henti nafas (respiratory
arrest). Stadium ini terdiri atas :
Plane 1 : dari permulaan nafas teratur hingga berhentinya gerakan
bola mata
Plane 2 : dari berhentinya gerakan bola mata hingga permulaan
dari paralise otot interkostal
Plane 3 : dari permulaan hingga komplit paralise dari otot-otot
interkostal
Plane 4 : dari paralise otot interkostal yang komplit hingga paralise
diafragma

Stadium IV (Stadium Overdosis) :Dimulai dari permulaan


paralise diafragma hingga henti jantung (cardiac arrest).
Stadium ini sangat berbahaya apabila terjadi. Ini terjadi
karena overdosis obat-obatan anestesi
Induksi Anestesia

Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien


dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan
dimulainya anestesia dan pembedahan. persiapan induksi
anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS :
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon
(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah
tidak menyumbat jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang
mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea
mudah dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
Penilaian Mallampati
Dalam anestesi, skor Mallampati, digunakan untuk
memprediksi kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan
melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada
visibilitas dasar uvula, pilar faucial.Klasifikasi tampakan faring
pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
Grade I :Pilar faring, uvula, dan palatum mole
terlihat jelas
Grade II :Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan
pilarg faring tidak terlihat
Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak
terlihat
Teknik Anestesi Umum
Teknik anestesi umum ada 3, yaitu :

Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik


anestesia umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesia parenteral langsung ke
dalam pembuluh darah vena.

Sampai sekarang hanya ketamin yang dapat diberikan


secara intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan
setelah 3-5 menit pasien tidur.
Teknik Anestesi Umum
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik
anestesia umum yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obat anestesia inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat
pilihan yaitu N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran,
Desfluran dengan kategori menggunakan sungkup muka,
Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube nafas
terkontrol.
Obat-Obatan Anestesia Umum
Gas Anestesia
N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau
manis, tak iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesia dengan
N2O harus disertai oksigen minimal 25%.
Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang
jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi
kombinasi dengan N2O.
Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara
inspirasi menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah
premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana
umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat
induksi.
Obat-Obatan Anestesia Umum
Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah
meledak, bersifat absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena
sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk desfluran.
Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan
fluorin. Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya
menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat dan
mulus untuk pasien anak maupun dewasa.
Obat Anestesia Intravena
1. Hipnosis
Golongan barbiturat (pentotal)
Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat
(30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya
habis, Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian
sebagai induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu
pemberian 15-20 detik (untuk orang dewasa)

Benzodiazepin
Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya
tingkat toleransi obat, tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.
Dosis : Diazepam : induksi 0,2 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 0,45
mg/kg IV.

Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.
Meridipin
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia.
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ;
suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100
mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien
tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk
bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
2. Analgetik
Morfin
Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin
meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat
mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang
timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh
korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan
pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang
adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg
intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.
Fentanil
Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid
sintetik dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis
reseptor . Fentanyl banyak digunakan untuk anestetik karena waktu
untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat, efeknya cepat
berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif
kurang mempengaruhi kardiovaskular.
3. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang
diberikan kepada pasien secara intramuskular atau
intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari
otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi.
Pelumpuh otot depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah
saraf otot tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama
berada di celah sipnatik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai
oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Yang termasuk
golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB IV.
Pelumpuh otot non-depolarisasi
Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik-
kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak
dapat bekerja.
Intubasi Endotrakeal
Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa
pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu
pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.
Indikasi Intubasi Endotrakeal
Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan
tenggorokan
Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan
yang tenang dan tak ada ketegangan
Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu
terkontrol
Untuk mencegah kontaminasi trakea
Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa
endotrakeal dengan pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke
dalam gaster
Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord
Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting
yaitu :
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala,
leher dan laring yang cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat

Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur


tersebut
Alat-alat intubasi endotrakeal

Pipa endotrakea
Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil-klorida.
Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil :
Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + umur (thn)
Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + umur (thn)
Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + umur (thn)
Laringoskop
Fungsi
laring ialah mencegah benda asing masuk paru.
Laringoskop ialah alat yang digunakan untuk melihat laring
secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea
dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
Kesulitan Dalam Teknik Intubasi
Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang
lengkap
Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum
yang tinggi
Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)
Kesulitan membuka mulut
Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)
Abnormalitas pada daerah servikal
Kontraktur jaringan leher
Komplikasi Pada Intubasi Endotrakeal
Memar & oedem laring
Strech injury
Non specific granuloma larynx
Stenosis trakea
Trauma gigi geligi
Laserasi bibir, gusi dan laring
Aspirasi
Spasme bronkus
Pemulihan Pasca Anestesia
Pemulihan Pasca Anestesi
observasi di ruang Recovery room (RR).4,7,8
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang


dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau
di dalam duktus koledukus, atau pada kedua-
duanya.
Patogenesis
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di
dalam saluran empedu dari awal percabangan duktus
hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan
tersebut mungkin terdapat di luar parenkim hati.
Batu kendung empedu dapat berpindah ke dalam
duktus koledukus melalui duktus sistikus. Di dalam
perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut
dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara
partial atau komplit sehingga menimbulkan gejala kolik
empedu.
Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis merupakan penonjolan yang
keluar dari rongga peritoneum melalui anulus
inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia
masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus.
Etiologi

1. Prosesus vaginalis yang tetap terbuka


2. Peninggian tekanan intraabdomen
3. Kelemahan otot dinding perut karena usia
Diagnosa
1. Anamnesa
- Gambaran Klinis : Benjolan di lipat paha yang
timbul pada waktu mengedan, batuk, atau
mengangkat beban berat, dan menghilang waktu
istirahat baring.
2. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi : keadaan asimetri pada kedua sisi
lipat paha, skrotum, atau labia dalam posisi
berdiri dan berbaring.
- Palpasi : pada keadaan ada benjolan hernia,
diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong
apakah benjolan dapat direposisi.
1. Konservatif
- Reposisi dan pemakaian penyangga
2. Operatif
a. Herniotomi : kantong hernia dibebaskan kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin
lalu dipotong.
b. Hernioplasti : memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
LAPORAN ANESTESI
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Mr.M
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
BB : 50 kg
No RM : 01-02-46-78
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Teraba massa di perut

Telaah :
Hal ini dialami os 3 tahun ini, awalnya benjolan
sebesar telur puyuh, lama kelamaan semakin
membesar di perut bagian kiri. Nyeri perut (-),
mual muntah (-), riwayat penurunan berat badan
(+) 6 bulan ini lebih dari 10 kg, nafsu makan
berkurang, riwayat BAB berdarah (-), riwayat BAB
hitam (-), riwayat BAB seperti kotoran kambing (+),
BAB sulit sudah 8 hari ini. BAK (+) Normal.
RPT :-
RPO :-
KEAADAAN PRA BEDAH
Status Present
Sensorium : Compos mentis
KU/KP/KG : Sedang /sedang/ sedang
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/i
Frekuensi nafas : 22 x/i
Temperatur : 37oC
Anemis : (-)
Ikterik : (-)
Sianosis : (-)
Dipsnoe : (-)
Oedem : (-)
Kepala
Mata : RC (+/+), pupil isokor,
konjungtiva palpebra inferior
anemis(-/-), ikterik (-/-) Abdomen
Hidung : Secret (+) - Inspeksi : Simetris
Telinga : Dalam batas normal - Palpasi : Soepel, teraba
massa di abdomen ukuran 15x10, massa
Mulut : Dalam batas normal
immobile, konsistensi keras, permukaan
Leher : Pembesaran KGB (-) berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), batas
tidak tegas
Thorax
- Perkusi : Kiri : Peka, Kanan :
- Inspeksi : Simetris fusiformis Timpani
- Palpasi : Stem fremitus kanan = - Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
kiri
Ekstremitas superior : Tidak terdapat
- Perkusi : Sonor di kedua kelainan
lapangan paru Ekstremitas inferior : Tidak terdapat
- Auskultasi : SP = vesikuler kelainan

ST = (-) Genitalia eksterna : Tidak


terdapat kelainan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (tanggal 02 Maret 2017)

Hb 9 g/dL
Hct 27,5 %
Leukosit 3160 u/L
Trombosit 86.000 u/L
KGD ad random 214 mg/dL
Natrium 124 mmol/L
Kalium 4,10 mmol/L
Klorida 104 mmol/L
SGOT 24 U/L
SGPT 19 U/L
Ureum 34 mg/dL
Creatinin 0,83 mg/dL

Rontgen ( Tanggal 18 Maret2017) : Tidak tampak kelainan radiologis


pada cor dan pulmo
CT SCAN : Kesan : 1. Kolelitiasis
2. Hernia Inguinalis
USG : Tidak dilakukan pemeriksaan
KEADAAN PRA BEDAH (FOLLOW UP
ANESTESI) B2 (Blood)
B1 (Breath) Akral :
Airway : Clear Hangat/merah/kering
Frekuensi pernafasan : 20 x/i Tekanan darah : 120/70
Suara pernafasan : Vesikuler mmHg
Suara tambahan : (-) Frekuensi nadi : 80 x/i
Riwayat asma/sesak/batuk/alergi: T/V : Cukup
Temperatur : 37oC
-/-/-/-
Konj.palp inferior pucat/hiperemis/ikterik :
-/-/-
B3 (Brain)
Sensorium :Compos B4 (Bladder)
mentis Urine :+
RC : +/+ Volume : Cukup
Pupil : Isokor Warna : Kuning
Reflek fisiologis : +/+ Kateter :-
Reflek patologis : -/-
Riwayat kejang/ muntah proyektil/
nyeri kepala/ pandangan kabur : -/
-/ -/ -
B5 (Bowel)
Abdomen : Soepel, teraba massa di abdomen ukuran 15x10,
massa immobile, konsistensi keras, permukaan berbenjol-benjol,
nyeri tekan (-), batas tidak tegas
Peristaltik : (+) Normal
Mual/Muntah : -/-
BAB/Flatus : +/+
NGT :-

B6 (Bone)
Fraktur :-
Luka bakar :-
Oedem :-
Diagnosis : Kolelitiasis + Hernia Inguinalis
Status fisik : ASA II
Rencana tindakan : Kolesistektomi + Herniorapi
Rencana anestesi : GA-ETT
Anestesi
Persiapan pasien Obat obat yang dipakai
Pasien puasa sejak pukul 00.00 wib
Pemasangan infus pada dorsum manus sinistra
dengan cairan RL Premedikasi :
Persiapan alat Midazolam 3 mg
Stetoskop Fentanyl 100 mcg
Tensimeter
Meja operasi dan perangkat operasi
Laryngoscopy
Medikasi :
ETT no 7 Propofol 100 mg
Suction Atracurium 25 mg
Ventilator Sebelum operasi selesai :
Ambu bag Ketorolac 30 mg
Infus set
Ondansetron 4 mg
Abocath no 18 G
Threeway Sebelum pasien di Ekstubasi
Spuit 3cc Atrophine 0,5 mg
Spuit 5cc Neostigmine 1 mg
Spuit 10cc
Urutan pelaksanaan anastesi
Cairan pre operasi :RL 500 ml
Prosedur anastesi :
Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine
Infuse RL terpasang di lengan kiri
Pemasangan tensi meter di lengan kanan
Pemasangan oksimetri di ibu jari kanan pasien
Pemasangan elektrodapengukuran frekuensi nadi dan frekuensi
nafas

Teknik anastesi : Preoksigenasi O2 5-10 menit Inj.Midazolam 3


mgInj.fentanyl 100 mcginduksi Propofol 100 mgSleep non
apnoe Inj. Atracurium 25 mgSleep apnoe Insersi ETT no 7
cuff(+) SP kanan=kiri Fiksasi.
DURANTE OPERASI
Mempertahankan hemodinamik stabil dan monitoring cairan infuse.
Memonitoring saturasi O2, tekanan darah, nadi, dan napas setiap 15 menit.

Jam TD Nadi RR SaO2


(mmHg) (x/menit) (x/menit) (%)

09.00 120/80 84 20 99%

09.15 130/90 82 20 99%

09.30 140/90 82 20 100%

09.45 140/80 80 20 100%

10.00 140/80 86 20 100%

10.15 150/100 82 22 100%

10.30 120/80 84 22 99%

10.45 100/70 80 20 99%

11.00 150/90 82 20 99%

11.15 140/80 82 20 99%

11.30 130/80 80 20 99%

11.45 150/90 84 20 99%

12.00 140/80 80 20 99%


Monitoring perdarahan
Perdarahan
Kassa`basah : 0 x 10 cc = 0 cc
Kassa basah : 4 x 5cc = 20 cc
Suction : 80 cc
Handuk :-
Total :100 cc
Infuse RL o/t regio dorsum manus sinistra
Pre operasi : RL 500 ml
Durante operasi: RL 500 ml

Urine output
Durante operasi : Terpasang kateter (100 cc)
EBV : 70 x 50 = 3500 cc
EBL 10% = 350 cc, 20% = 700 cc, 30% =1050 cc
KETERANGAN TAMBAHAN
- Diagnosis pasca bedah : Post Kolesistektomi a/I Kolelitiasis dan Post
Herniorapi a/i Hernia Inguinalis
- Lama anastesi :09.00 12.00 wib
- Lama operasi :09.30 11.30 wib

Instruksi Pasca Bedah :


Bed rest, head up 300
O2 2 L/i via nasal kanul
Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam
Injeksi ondansetron 4 mg (k/p)
Antibiotik dan terapi lain sesuai TS THT
Pantau vital sign per 15 menit selama 2 jam di RR
Cek Hb post operasi, bila Hb < 7 lapor ke dokter jaga
TD sistol <90 mmHg atau >160 mmHg, diastole <60 mmHg atau >110
mmHg, HR <60x/i atau HR>120 x/i, RR<10 x/i atau >32x/i, T < 35 oC, atau
> 38 oC, lapor dokter jaga
Pantau urin output, bila <0,5 cc/kgBB/jam, lapor dokter jaga.

Anda mungkin juga menyukai