TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Atresia berasal dari kata : a = tidak, tresis = rongga. Jadi Atresia adalah
tidak memiliki rongga/lumen/lubang normal pada tubuh. Atresia Ani adalah suatu
penyakit kelainan bawaan pada bayi dimana tidak memiliki lubang anus (Levitt
dan Pena, 2007).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan.
Insidensi pada laki-laki lebih banyak (58%) dari perempuan (42%), (Arensman,
2000). Dapat melibatkan hubungan antara rectum distal dengan saluran kemih
maupun alat genitalia. Insidensinya dapat terjadi 1 di antara 3000-4000 kelahiran
(Levitt dan Pena, 2007).
2.3 ETIOLOGI
Etiologi atresia ani belum diketahui secara pasti. Atresia ani diduga
merupakan kelainan yang berhubungan dengan genetik dan lingkungan yang
diturunkan secara resesif autosomal, serta sering dikaitkan dengan sindrom
VACTERL (anomali vertebra, cardio, trakea, esophageal, renal, limb) yang
memiliki keterkaitan dasar genetik (Sjamsuhidayat & Jong, 2010).
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya
fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
membran kloaka secara sempurna (Kliegman et al, 2007)
1/3 bagian rektum inferior tidak dibungkus peritoneum. Pada pria peritoneum
melipat dari facies anterior rektum ke dinding posterior vesika urinaria, pada
tempat itu peritoneum membentuk lantai kantung rektovesikalis. Pada anak lakilaki peritoneum membentang ke inferior hingga dasar prostat. Pada wanita,
peritoneum melipat ke rektum menuju ke fornix posterior vagina dan pada tempat
tersebut peritoneum membentuk lantai kantung rektouterina (kavitas Douglasi).
Pada pria dan wanita, peritoneum melipat ke lateralis dari rektum membentuk
fossa pararektalis pada tiap sisi rektum dibagian 1/3 superiornya. Fossa
pararektalis memungkinkan rektum untuk menggelembung (Susan, 2008).
b. Vaskularisasi rektum
Percabangan arteri iliaca comunis membentuk arteri iliaka interna dan
arteri iliaka eksterna. Cabang arteri iliaka interna menyuplai darah kehampir
seluruh struktur pelvis. Arteri rektalis superior yang merupakan kelanjutan dari
arteri mesenterika inferior memasok darah ke rektum bagian tengah dan rektum
distal, dan arteri rektalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rektum. Darah
dari rektum disalurkan kembali melalui vena rektalis superior, vena rektalis
media, vena rektalis inferior. Kira-kira setinggi vertebra S-3, a.rektalis superior
membagi diri dalam dua cabang yang menuruni tiap sisi rektum. Dua a.rektalis
media merupakan cabang-cabang a. iliaka interna yang memasok rektum pars
media dan inferior. Dua a. Rektalis inferior, cabang-cabang a. Pudendi interna
yang memasok pars inferior rekti dan kanalis analis. Aliran vena rektum dialirkan
melalui v. Rektalis superior, media dan inferior (Susan, 2008).
Sphincter Ani
Sphinter Ani
tahun
S2-S4.
m. sphincter externus.
Fisiologi Fungsi Sphincter Ani
Anak-anak dengan MAR letak tinggi, jumlah
mekanisme kerjanya.
M. levator ani merupakan otot yang berbentuk
Sistem
parasimpatis,
memberikan
operasi
menggunakan
pendekatan
ischiococcygeus,ileococcygeus,pubococcygeus
dan
menyebabkan
Innervasi
motoric
dan
kecacatan
pada
muskulus
akibat
hipomotolitas
segmen
inkontinesia.
berkontraksi
maksimal.
Ketika
tekanan
intraluminal,
yang
Penghambatan
reflex
rectoanal
dari
sel-sel
ganglion
pleksus
externus kontraksi,
sebagaimana
dibuktikan
oleh
ke
sekum
dalam
keadaan
cair.
2.6 KLASIFIKASI
Klasifikasi Malformasi Anorektal menurut Derbew dan Levitt (2009) :
Tabel 2.2 Klasifikasi MAR pada Pria dan Wanita
Pria
Wanita
Fistula perineum
Fistula perineum
Fistula rektouretra
Fistula vestibular
Bulbar
Kloaka persisten
Prostatik
3 cm saluran umum
Atresia rektum
Atresia rektum
Defek kompleks
Defek kompleks
10
Rectourethral fistula
a. Bulbar
b. Prostatic
11
12
Vagina fistula : mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa
tidak lancar.
a. Low
b. high
13
5.
14
6.
15
16
17
bisa melalui fistula atau tag kulit yang menonjol (Bucket Handle). MAR ini
biasanya dilakukan anoplasty perineum baik melalui pendekatan posterior
sagittal atau melalui dilatator. MAR letak lebih tinggi pada pemeriksaan
ditandai dengan bagian bawah yang sangat datar (Flat Bottom), mekonium
dalam urin, atau udara di kandung kemih. MAR letak tinggi memerlukan
kolostomi pada masa neonatus dan perbaikan definitif pada usia 3 bulan
dengan syarat berat badan cukup dan tidak ada kelainan organ lainnya
(Kliegman et al, 2007).
b. Algoritma perempuan
secara
memadai
dievaluasi
dan
adanya
hydrocolpos
telah
19
20
pullthrough,
tapi
metode
ini
banyak
menimbulkan
inkontinensia feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan defries
pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero
sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus
dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan
pemotongan fistel (Oldham et al, 2004).
21
22
UKURAN
1 - 4 bulan
#12
4 - 12 bulan
#13
8 - 12 bulan
#14
1 - 3 tahun
#15
3 - 12 tahun
#16
> 12 tahun
#17
23
Frekuensi
Dilatasi
tiap 1 hari
tiap 3 hari
tiap 1 minggu
tiap 1 minggu
tiap 1 bulan
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan (Levitt dan Pena,
2007).
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka (Levitt dan Pena, 2007).
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai
dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi .
Kolostomi ditutup jika luka operasi pembentukan anus sudah sembuh dan businasi
ukuran 13 dan 14 mudah masuk (Levitt dan Pena, 2007).
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
24
Infeksi
Neurogenic Bladder
Inkontinensia
Obstruksi
b. Late Complications
-
Stricture urethra
Prolaps usus
Megasigmoid
2.10 PROGNOSIS
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai
pengendalian defekasi, Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter
pada colok dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan
sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan
keadaan mental penderita Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan
sejak ditemukannya metode PSARP (Levitt dan Pena, 2007).
25
26