Anda di halaman 1dari 86

Pemicu 2

Siapa yang harus disalahkan?


Adrian Pratama 405100018 Etika dan Hukum Kedokteran
LO 1
Menjelaskan Informed Consent
Definisi
Informed
telah diberitahukan, telah disampaikan, telah diinformasikan
Consent
persetujuan yang diberikan kepada seseorang utk melakukan
sesuatu
Informed consent
persetujuan yg diberikan pasien kepada dokter setelah
diberikan penjelasan

Permenkes no. 585/Menkes/Per/ IX/1989


PTM persetujuan yg diberikan pasien/keluarga atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yg akan dilakukan thdp
pasien tsb
Bentuk
Implied consent
Persetujuan yg diberikan pasien secara tersirat tanpa
pernyataan tegas

Implied consent pada keadaan normal


Tindakan dokter yg biasa dan sudah diketahui secara umum
Implied consent pada keadaan darurat
Pasien tdk dapat memberikan persetujuan dan keluarga tdk di tempat
dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter
(Permenkes no. 585 tahun 1989, pasal 11)
presumed consent: bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap
akan menyetujui tindakan yg akan dilakukan dokter
Expressed consent
Persetujuan yg dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yg
akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan
yg biasa

Lisan
Pemeriksaan dalam rektal, pemeriksaan dalam vaginal
Tulisan
Tindakan yg mengandung risiko: pembedahan, pemeriksaan dan
pengobatan yg invasif
Informasi
Permenkes no. 585 tahun 1989
dokter harus menyampaikan informasi / penjelasan kepada
pasien / keluarga diminta atau tidak diminta

Unsur/Isi dari informed consent


Apa (what) yg harus disampaikan
Tindakan (diagnostik / terapi); bentuk, tujuan, risiko manfaat dari
terapi
Kapan (when) disampaikan
Bergantung pd waktu yg tersedia setelah dokter memutuskan akan
dilakukan tindakan invasif
Pasien dan keluarga juga diberikan waktu yg cukup utk menentukan
keputusan
Yg menyampaikan (who)
Tindakan bedah atau invasif dokter yg akan melakukan tindakan
Bukan tindakan bedah atau invasif dokter lain / perawat
Informasi yg mana (which) yg harus disampaikan
Menurut UUPK tentang persetujuan tindakan kedokteran/ kedokteran
gigi, dalam memberikan penjelasan sekurang2nya mencakup
Diagnosis & tata cara tindakan medis
Tujuan tindakan medis yg dilakukan
Alternatif tindakan lain & risikonya
Risiko & komplikasi yg mungkin terjadi
Prognosis terhadap tindakan yg dilakukan
Persetujuan
Persetujuan HARUS didapat setelah pasien mendapat
informasi adekuat

Yg berhak memberikan persetujuan


Pasien yg sudah dewasa (>21 thn / sdh menikah) & dalam
keadaan sehat mental
Pasien < 21 thn & pasien gangguan jiwa
orang tua/wali/keluarga terdekat atau induk semang
Pasien dalam keadaan tidak sadar, tidak didampingi keluarga
terdekat & dalam keadaan gawat darurat secara medik
tidak diperlukan persetujuan dari siapapun
5 syarat sah nya PTM (Medical Defence Union)
Diberikan secara bebas
Diberikan oleh orang yg sanggup membuat perjanjian
Telah dijelaskan bentuk tindakan yg akan dilakukan sehingga
pasien dpt memahami
Mengenai suatu hal yg khas
Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yg sama
Penolakan
Dokter/kalangan kesehatan lain harus memahami bahwa
pasien & keluarga mempunyai hak utk menolak usul
tindakan yg akan dilakukan (informed refusal)
WALAUPUN dokter menganggap penolakan bisa berakibat
gawat/ kematian pd pasien
Dokter/RS sebaiknya meminta pasien/keluarga
menandatangani surat penolakan thdp anjuran medis yg
diperlukan
Permenkes no. 290 tahun 2008
Persetujuan Tindakan Kedokteran
LO 2
Rahasia Jabatan & Pekerjaan Dokter
Definisi
Rahasia jabatan
Rahasia dokter sebagai pejabat struktural

Rahasia pekerjaan
Rahasia dokter pada waktu menjalankan praktiknya
(fungsional)
Dasar Hukum & etika
Sumpah Hippokrates
Apapun yang saya dengar atau lihat, tentang kehidupan
seseorang yang tidak patut disebarluaskan, tidak akan saya
ungkapkan, karena saya harus merahasiakannya

Sumpah Kedokteran pasal 16


Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang pasien karena kepercayaan yg diberikan
kepadanya, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia
Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966 tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran
Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau
selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran
Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang
yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain
yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini
menentukan lain
Pasal 3
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1
ialah:
a.tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 79)
b.mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
Pasal 4
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia
kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322
atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Menteri
Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal
11 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 5
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh
mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan
dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan
kebijaksanaannya
Pasal 6
Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar
Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain
bilamana perlu
Pasal 7
Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran"
Pasal 8
Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang
dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia
UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Paragraf 4: Rahasia Kedokteran
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran
Rahasia kedokteran hanya dapat dibuka untuk
Kepentingan kesehatan pasien
Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakkan
hukum
Permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-
undangan
Pengaturan tingkah laku dokter mengenai rahasia
pasien
Tingkah laku yg bersangkutan dengan pekerjaan sehari2
Pasal 322 KUHP
Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia
wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik
yang sekarang maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman penara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya
enam ratus rupiah
Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seorang yang tertentu ia hanya
dituntut atas pengaduan orang itu
Pasal 1365 KUH Perdata
Barang siapa yang berbuat salah sehingga seorang lain menderita
kerugian, berwajib mengganti kerugian itu
Tingkah laku dalam keadaan khusus
KUHAP 31 Desember 1981 pasal 170
Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka
Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut, pengadilan negeri memutuskan apakah alasan yang
dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk tidak berbicara itu layak
dan dapat diterima atau tidak
LO 3
Menjelaskan malpraktik
Definisi
Malpraktek medik
kelalaian/kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim
dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera
menurut ukuran di lingkungan yang sama

WHO (1992)
Involves the physicians failure to conform to the standard of care for
treatment of the patients condition, or lack of skill, or neglience in
providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to
the patient
Malpraktek medik mengandung salah satu unsur dari
Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran &
keterampilan yg sudah berlaku umum di kalangan profesi
kedokteran
Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar (tidak
lege artis)
Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang
mencakup
Tidak melakukan sesuatu tindakan yang harusnya dilakukan
Melakukan tindakan yg seharusnya tidak dilakukan
Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum
Kelalaian
Kelalaian
Bukan suatu pelanggaran hukum jika tidak membawa kerugian
(De minimis noncurat lex)
Jika mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan, merenggut
nyawa kelalaian berat (culpa lata)

Tolak ukur culpa lata


Bertentangan dengan hukum
Akibatnya dapat dibayangkan
Akibatnya dapat dihindarkan
Perbuatannya dapat dipersalahkan
UU no 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan pasal 11b
yang sekarang sudah dicabut oleh UU no 23 tahun 1992
Dengan tidak mengurangi ketentuan di dalam KUHP dan
peraturan perundang-undangan lain, terhadap tenaga
kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan administratif
dalam hal sebagai berikut
(a) melalaikan kewajiban
(b) melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh
seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya,
maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan
Kelalaian dalam arti perdata
4 unsur berikut dapat dibuktikan
Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim
dipergunakan
Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti
ruginya
Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah
standar

Kelalaian dalam arti pidana


Adanya suatu sikap yg sifatnya lebih serius, sangat
sembarangan & tidak hati2 risiko orang lain terluka atau
mati, sehingga harus bertanggung jawab terhadap tuntutan
kriminal negara
Upaya pencegahan malpraktik
Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medik
dan standar prosedur operasional
Bekerjalah secara profesional, beretika, & moral yang
tinggi
Ikuti perundangan yang berlaku, terutama tentang
kesehatan dan praktik kedokteran
Jalin komunikasi yg harmonis dengan pasien dan
keluarganya & jangan pelit informasi baik tentang
diagnosis, pencegahan ,dan terapi
Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban, kekluargaan
sesama sejawat & tingkatkan kerjasama tim medik
Jangan berhenti belajar, tingkatkan ilmu & keterampilan
Penanganan dugaan malpraktik
UU no 29 tahun 2004
Setiap orang yang merasa kepentingannya dirugikan atas
tindakan dokter dapat mengadukan kasusnya ke Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) secara
tertulis atau lisan apabila tidak bisa tertulis
MKDKI meneruskan pengaduan kepada MKEK IDI apabila
ditemukan pelanggaran etik
Sanksi disiplin berupa
Peringatan tertulis
Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
Wajib mengikuti pendidikan kembali di Institusi Pendidikan Kedokteran
LO 4
UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Bab III Hak dan Kewajiban
Bagian kesatu: Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi
tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang
akan diterimanya dari tenaga kesehatan
Bagian kedua: Kewajiban
Pasal 9
(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan,
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya
meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan
masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan
Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya
memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial
Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat
kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya
Pasal 13
(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial
(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Bab V Sumber Daya di Bidang Kesehatan
Bagian kesatu: Tenaga Kesehatan
Pasal 21
(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan
(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah
(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-
Undang
Pasal 22
(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum
(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
bidang keahlian yang dimiliki
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan
wajib memiliki izin dari pemerintah
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai
materi
(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dalam Peraturan Menteri
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan
kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Pasal 25
(1) Pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat melalui
pendidikan dan/atau pelatihan
(2) Penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah
(3) Ketentuan mengenai penyelengaraan pendidikan dan/atau pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Pasal 26
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk
pemerataan pelayanan kesehatan
(2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan
tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya
(3) Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan:
a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;
b. jumlah sarana pelayanan kesehatan; dan
c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan
kesehatan yang ada
(4) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan
hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
merata
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan
diatur dalam Peraturan Pemerintah
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki
(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
Pasal 28
(1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan
pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan
biaya ditanggung oleh negara
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada kompetensi dan kewenangan sesuai dengan bidang keilmuan
yang dimiliki

Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih
dahulu melalui mediasi
Bab VI Upaya Kesehatan
Bagian kedua: Pelayanan Kesehatan;
Paragraf kesatu: Pemberian pelayanan
Pasal 52
(1) Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. pelayanan kesehatan masyarakat
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Pasal 53
(1) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga
(2) Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan
masyarakat
(3) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien
dibanding kepentingan lainnya
Pasal 54
(1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
(3) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat
Paragraf kedua: Perlindungan Pasien
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau
seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara
lengkap
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke
dalam masyarakat yang lebih luas
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pasal 57
(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya
yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Bab XIX Penyidikan
Pasal 189
(1) Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang
kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang kesehatan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;
d. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang
tindak pidana di bidang kesehatan;
e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang kesehatan;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang
membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan
(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
Bab XX Ketentuan Pidana
Pasal 190
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan
pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal
85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah)
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau
kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ
atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik
dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah
dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah)
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
Pasal 198
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pasal 199
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan
kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
dendan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan
tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana
denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program
pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)
Pasal 201
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal
197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga)
kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal
190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197,
Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum
LO 5
Breaking Bad News
Breaking bad news
(http://depts.washington.edu/bioethx/topics/badnws.html)
Robert Buckman's Six Step Protocol for Breaking Bad
News
Getting started
Finding out how much the patient knows.
Finding out how much the patient wants to know.
Sharing the information.
Responding to the patient's feelings.
Planning and follow-through.
1st step : Getting started
physical setting ought to be private, with both physician
and patient comfortably seated.
ask the patient who else ought to be present, and let the
patient decide
Start with a question like, "How are you feeling right now?"
To indicate to the patient that this conversation will be a two-
way affair.
2nd step : Finding out how much the patient knows
"What have you already been told about your illness?"
begin to understand what the patient has already been told
"the doctor said something about a spot on my chest x-
ray
how much the patient understood about what's been said
"I've got a T2N0 adenocarcinoma
patients level of technical sophistication
"I've been so worried I might have cancer that I haven't
slept for a week
patient's emotional state
3rd step : Finding out how much the patient wants to
know
useful to ask patients what level of detail you should cover
"Some patients want me to cover every medical detail, but other
patients want only the big picture--what would you prefer
now?"
establishes that there is no right answer, and that different
patients have different styles.
establishes that a patient may ask for something different
during the next conversation
4th step : Sharing the information
The topics to consider in planning an agenda are:
diagnosis, treatment, prognosis, and support or coping
appropriate agenda will usually focus on one or two topics

Ex : a patient on a medicine service whose biopsy just showed lung cancer,


the agenda might be:
a) disclose diagnosis of lung cancer
b) discuss the process of workup and formulation of treatment options
"We will have the cancer doctors see you this afternoon to see whether other
tests would be helpful to outline your treatment options"
Give the information in small chunks, and be sure to stop
between each chunk to ask the patient if he or she
understands
"I'm going to stop for a minute to see if you have questions
Prevent to :
Giving long lectures overwhelming and confusing
Using medical terms translate them to common terms
Try to teach patophysiology
5th step : Responding to the patient's feelings
don't understand the patient's reaction
leave a lot of unfinished business
miss an opportunity to be a caring physician
Learning to identify and acknowledge a patient's reaction
improves with experience
If youre attentive you can ask
"Could you tell me a bit about what you are feeling?"
6th step : Planning and follow-through
synthesize the patient's concerns and the medical issues into
a concrete plan that can be carried out in the patient's
system of health care
Outline a step-by-step plan, explain it to the patient, and
contract about the next step.
Be explicit about your next contact with the patient
"I'll see you in clinic in 2 weeks"
the fact that you won't see the patient
"I'm going to be rotating off service, so you will see Dr. Back in
clinic

Give the patient a phone number or a way to contact the


relevant medical caregiver if something arises before the
next planned contact
What if the patient starts to cry while I am talking?
In general, it is better simply to wait for the person to stop
crying
appropriate, you can acknowledge it but do not assume you
know the reason for the tears (you may want to explore the
reasons now or later)
"Let's just take a break now until you're ready to start again
Most patients are somewhat embarrassed if they begin to cry
and will not continue for long
nice to offer tissues if they are readily available (something to
plan ahead)
try not to act as if tears are an emergency that must be
stopped, and don't run out of the room--you want to show
that you're willing to deal with anything that comes up
I had a long talk with the patient yesterday, and today the nurse took me aside to
say that the patient doesn't understand what's going on! What's the problem?

Sometimes patients ask the same question of different


caregivers
sometimes they just didn't remember it all
sometimes they need to go over something more than once
because of their emotional distress
I just saw another caregiver tell something to my patient in a
really insensitive way. What should I do?
First, examine what happened and ask yourself why the
encounter went badly
If you see the patient later, you might consider
acknowledging it to the patient in a way that doesn't
slander the insensitive caregiver
"I thought you looked upset when we were talking earlier and I
just thought I should follow up on that--was something bothering
you?"

Anda mungkin juga menyukai