Anda di halaman 1dari 128

SAKIT-SAKITAN SELAMA HAMIL?

STEPHANIE WIRJOMARTANI - 405100297


PEMICU 5 BLOK IMUNOLOGI FK UNTAR 2011
Learning Objective
1. Definisi & Klasifikasi Imunodefisiensi
2. Mekanisme Imunodefisiensi
3. Prosedur Diagnostik Imunodefisiensi Prosedur
diagnostik
4. Penatalaksanaan & pencegahan Imunodefisiensi
5. Patofisiologi, Gejala, Diagnosis & Penatalaksanaan
HIV/AIDS
6. Vaksin yang boleh dan tidakdiperbolehkan diberikan
pada pasien Imunodefisiensi
LO 1 Definisi & Klasifikasi
Imunodefisiensi

Definisi Imunodefisiensi

Tanggapan imun yang lemah; dapat disebabkan oleh pemberian


obat-obatan imunosupresif, radiasi, malnutrisi, beberapa proses
penyakit tertentu; disebut juga imunocompromised. (Dorland)

Keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun


normal (sistem kekebalan tidak berfungsi secara kuat), sehingga infeksi
lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan
berlangsung lebih lama dari biasanya; dengan pemberian terapi yang
adekuat tidak ada perbaikan.
Gambaran Umum Defisiensi Imun
1. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
tergantung dari jenis komponen imun yang
defektif
2. Rentan terhadap kanker tertentu
3. Defisiensi imun dapat terjadi akibat defek
pematangan limfosit atau aktivasi atau dalam
mekanisme efektor imunitas spesifik dan
nonspesifik
4. Imunodefisiensi tertentu berhubungan dengan
insiden autoimunitas
Klasifikasi imunodefisiensi
Pembagian Defisiensi Imun
Defisiensi Imun Nonspesifik Defisiensi Imun Spesifik
A. Defisiensi Komplemen A. Defisiensi kongenital / Primer
1. Defisiensi komplemen B. Defisiensi imun fisiologik
kongenital 1. Kehamilan
2. Defisiensi komplemen 2. Usia tahun pertama
fisiologik 3. Usia lanjut
3. Defisiensi komplemen C. AIDS
didapat D. Defisiensi didapat /sekunder
B. Defisiensi interferon dan lisozim 1. Malnutrisi
1. Defisiensi interferon 2. Infeksi
kongenital 3. Obat,trauma,tindakan
2. Defisiensi interferon dan kateterisasi dan bedah
lisozim didapat 4. Penyinaran
C. Defisiensi sel NK 5. Penyakit berat
1. Defisiensi kongenital 6. Kehilangan Ig/leukosit
2. Defisiensi didapat 7. Stres
D. Defisiensi sistem Fagosit 8. Agamaglobulinemia dengan
1. Defisiensi kuantitatif timoma
2. Defisiensi kualitatif
DEFISIENSI IMUN NONSPESIFIK
A. Defisiensi Komplemen
Defisiensi komponen/fungsi komplemen infeksi bakteri rekuren & sensitivitas
penyakit autoimun

1. Defisiensi komplemen kongenital


Def. C1 INH Def. C2 & C4 Def C3 Def C5 Def C6,C7,C8

Angioedem Penyakit infeksi gangguan Gangguan dlm


herediter serupa LES mikroba kemotaktik lisis
aktivitas c1 tdk kegagalan piogenik kerentanan kerentanan
terkontrol & eliminasi fragmen thdp infeksi thdp septikemi
produksi kinin kompleks kemotaktik C5 bakteri meningokokus
C2a & imun tdk diproduksi & gonokokus
C4a dilepas kompleks drajat
sel mast Ag-Ab-C3b infeksi
melepas diendapkan di nesseria,
histamin membran sepsis,
edem fatal gangguan artritis, & DIC
opsonisasi
2. Defisiensi komplemen fisiologik
Hanya ditemukan pada neonatus yang disebabkan kadar C3,C5 dan B-cell yang
masih rendah
3. Defisiensi komplemen didapat
etiologi :Depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori) def
komplemen gangguan aktivasi komplemen resiko infeksi

Def C1q,r,s Def C4 Def C2 Def c3 Def C5-C8 Def C9

Terjadi Byk tjd Byk tjd pd Infeksi Kerentanan ada tanda


bersamaan dgn pd LES LES bakteri infeksi infeksi
pnykt autoimun (defisiensi rekuren Terutama rekuren
(LES) komplemen neseria Lisis masih
def.inhibitor paling sering dapat terjadi
esterase C1 terjadi) atas pengaruh
C4 / C2 terus C8 tanpa
mengaktifkan C9perlahan
bahan(plasmin) (jarang
edem lokal ditemukan)
berbagai alat
tubuh
B. Defisiensi Interferon & lisozim
1. Defisiensi interferon kongenital
Dapat menimbulkan infeksi mononukleosis yang fatal
2. Defisiensi interferon dan lisozim didapat
Ditemukan pada malnutrisi protein/kalori

C. Defisiensi sel NK
1. Defisiensi kongenital
Ditemukan pada penderita dengan osteopetrosis (defek
osteoklast & monosit)
Def NK Autoantibodi imunodefisiensi
2. Defisiensi didapat
Terjadi akibat Imunosupresi / radiasi defisiensi sel NK
D. Defisiensi Sistem Fagosit
Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme tanpa
bantuan komplemen.
Defisiensi fagosit (fagosit turun sampai 500/mm3)
defisiensi neutrofil infeksi berulang kerentanan infeksi
piogenik

1. Defisiensi kuantitatif
produksi / destruksi neutropenia, granulositopenia
2. Defisiensi kualitatif
Fungsi fagosit (kemotaksis,menelan/memakan dan membunuh
mikroba)
Defisiensi kualitatif
No. Defisiensi Keterangan
1 Chronic Infeksi rekuren berbagai mikroba, baik negarif-Gram
Granulomatous (escherichia,serratia,kleibsiela) maupun positif-Gram
Disease (CGD) (stafilokok).
- Merupakan penyakit X-linked resesif pd
usia 2 tahun pertama
- Ditemukan defek neutrofil & ketidakmampuan
membentuk peroksid hidrogen/metabolit
oksigen toksik lainnya.

2 Glucose-6- -Penyakit X-linked resesif dgn gambaran klinis seperti


phosphate CGD.
dehydrogenase -Ditemukan anemia hemolitik
-Disebabkan oleh def. Generasi NADPH
-Gejala mulai terlihat pd usia < 2 tahun
-Kelainan klinis yg ditemukan : limfadenopati,
hepatosplenomegali & KGB yg terus mengeluarkan
cairan.
-Selain di KGB infeksi kronik & akut jg terjadi di kulit,
saluran cerna, hati & tulang
No. Defisiensi Keterangan
3 Mieloperoksidase Ditemukan infeksi mikroba rekuren terutama K. Albicans
(DMP) dan S. Aureus
Kemampuan neutrofil membunuh terganggu.
4 Sindrom Chediak- -Sangat jarang ditemukan.
Higashi (SCH) -Ditandai dgn infeksi rekuren, piogenik, terutama
streptokok dan stafilokok.
-Kebanyakan penderita meninggal pd usia anak.
-Ditemukan neutrofil dgn kemotaksis & kemampuan
membunuh yg abnormal dgn aktivitas sel NK & kadar
enzim lisosom menurun.
5 Sindrom Job -Berupa pilek berulang (tdk terjadi inflamasi normal), abses
stafilokok, eksim kronis dan otitis media.
-Kemampuan neutrofil menelan-memakan tdk
menunjukkan kelainan, tetapi kemotaksis terganggu.
-Kadar IgE serum & dpt ditemukan eosinofilia.
6 Sindrom leukosit Berupa rentanan terhadap infeksi mikroba yg berat
malas (lazy Jumlah neutrofil , respons kemotaksis (asal nama sindrom),
leucocyte) respons inflamasi terganggu.
7 Adhesi leukosit Penyakit yg ditandai dgn infeksi bakteri & jamur rekuren &
gangguan penyembuhan luka
Efek sitotoksik neutrofil, sel NK & sel T tergganggu
DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
A. Defisiensi Kongenital/Primer
Jarang terjadi
1. Defisiensi imun primer sel B
Tjd krn hipogamaglobulinemia (kadar Ig rendah)
X-linked Hipogamaglobulin Common variable Def. Imunoglobulin yg
hipogamaglobulin- -emia sementara Hypogammaglo- selektif(disgamaglo-
emia bulinemia bulinemia)
Semua serum Ig, Terjadi pada bayi Menyerupai X-linked kadar 1 /lebih Ig,
KGB tidak dgn sintesis Ig hipogamaglobulin- sedangkan kadar Ig
mengandung B- (IgG)terlambat emia yang lain normal /
cell walaupun IgM &
IgA normal Jumlah Sel B & Ig G
Pre-sel B (kadar gangguan Th sel normal , kemampuan
normal) tidak bisa B tidak terbentuk memproduksi dan /
menjadi sel B melepas Ig
matangsel mengalami
Binfeksi bakteri gangguan
rekuren
2. Defisiensi imun primer sel T
Def sel T yg disertai pula dg Ig yg rendah (tdk ada respon imun thdp vaksinasi)
Aplasi Timus Kongenital (sindrom di George) Kandidiasis Mukokutan Kronik
Terjadi karena defisiensi sel T Infeksi jamur nonpatogenik (Candida
Sel B,sel plasma , kadar Ig normal, namun albicans) pada kulit & selaput lendir
tidak dpt membentuk Ab setelah vaksinasi gangguan fungsi sel T yang selektif

3. Defisiensi imun primer sel B & T


SCID Sindrom Sindrom Ataksia Def.adenosin
Nezelof Wiskott-Aldrich telangiektasi deaminase
Tidak ada sel Sel T ,def. sel Trombositopeni, Mengenai Adenosin
B & T B bervariasi , ekzem,IgM, saraf,endokrin, deaminase tdk
limfositopenia kadar Ig(/N/) IgG N,IgA &IgE dan sistem ditemukan dlm
Rentan respon Ab infeksi rekuren vaskulargera semua selkadar
terhadap thdp Ag kan otot yg tdk bhn toksik
infeksi (CMV, spesifik / - terkoordinasi & (ATP&deoksiATP)
pneumositis Rentan dilatasi Dlm sel limfoid
karini,& infeksi rekuren P.D.kecil
candida) (telangiektasi)
B. Defisiensi Imun spesifik fisiologik
Kehamilan Usia tahun pertama Usia lanjut
Kehamilan Jumlah sel T yg ada Involusi timus mnjd jar
Peningkatan aktifitas sel msh brupa sel T naive lemak produksi sel T
Ts atau efek supresif fktr sel T tdk mmberikan dan sel T memori ttpi
humoral yg dbtk respon imun yg adekuat sulit utk berkembang
trofoblast def imun thdp antigen repon CMI respon
selular utk imun tergangtung dari
kelangsungan hidup persediaan sel T
fetus tergntung dr persediaan
sblmnya

C. AIDS
Penyakit yang disebabkan oleh virus HIV.
Defisiensi Imun Sekunder
Penyebab Mekanisme
Infeksi HIV Penipisan dari CD4 Th

Malnutrisi protein Kekacauan metabolik yang


menghambat maturasi dan fungsi
limfosit
Kemoterapi untuk pengobatan kanker Pengurangan prekursor limfosit di
sumsum tulang
Metastatis kanker dan leukemia yang Mengurangi tempat perkembangan
meliputi sumsum tulang limfosit
Imunosupresi untuk transplantasi, Mengurangi aktivasi limfosit
penyakit autoimun
Splenektomi Pengurangan aktivitas fagositosis
terhadap mikroba
LO 2- Mekanisme Imunodefisiensi
Maturasi Adaptive

Primary
ID

Innate
Aktivasi
dan
Fungsi Adaptive
X-Linked
Aggama-
B-Cell globulinemia
Ig Heavy Chain
Deletions

T-Cell
DiGeorge
Syndrome
Adaptiv
Maturasi e Candidiasis
Kronik

AR SCID
ADA , PNP def
AR SCID
SCID Other cause
X-Linked
SCID
SCID (Several Combined
Immunodeficiency)
1. X-Linked SCID
2. Autosomal Resesif SCID (Mutasi ADA,PNP)
3. Autosomal Resesif SCID Lainnya
X-Linked SCID
Penyakit terkait gen X (gamet)

Patofisiologi : c* ( chain) ekspresi sitokin


imaturasi sel

Efek : Tc , Bc , Serum Ig , NK **
Autosomal SCID (Mutasi ADA,PNP)
Karena mutasi pada gen ADA* dan PNP**

Patofisiologi : Mutasi ADA dan PNP Pemecahan


purin Toxin DNA retardasi sel

Efek :
ADA def: Tc , Bc , Ig Serum , NK
PNP def: Tc , Bc /- , Ig Serum /- , NK
Autosomal Resesif SCID Lainnya
Mutasi gen RAG1 atau RAG2*

Patofisiologi : Protein RAG Rekombinasi DNA


Retardasi sel.

Efek : Tc , Bc , Serum Ig , NK
B-Cell Deficiency
1. X Linked Agammaglobulinemia
2. Heavy Chain Ig Deletion
X Linked Agammaglobulinemia*
Mutasi genetik pembuat tyrosine kinase B cell /
Brutons Tyrosine kinase

Patofisiologi : Brutons tyrosine kinase (BTK)


Ekspresi enzim pre B-cell Ekspresi reseptor
sitokin pada pre-B cells Difrensiasi berhenti
pada tahap pre-B cells

Efek : Bc , Serum Ig
Heavy Chain Ig Deletion
Delesi band 14q32

Patofisiologi : Delesi band 14q32 Delesi Heavy


Chain IG

Efek : Serum Ig
T-Cell Deficiency
1. DiGeorge Syndrome
2. Candidiasis Kronik
CGD
Fagosi
t LAD-1
Innate
LAD-2
CHS

Aktivasi & Compl


Specific
Fungsi Complement
ement
Deficiency
X-Linked Hyper
IgM Syndrome
Adaptiv CVD
e
Defek MHC II
Defek Reseptor complex
Sel T
Innate Deficiency
1. Phagocyte Deficiency
a. Chronic Granulomatosus Disease
b. Leukocyte Adhesion Deficiency-1
c. Leukocyte Adhesion Deficiency-2
d. Chediak-Higashi Syndrome
2. Complement Deficiency
a. Specific Complement Deficiency
Chronic Granulomatosus Disease
Berhubungan dengan gen X mempengaruhi
sitokrom 558*

Patofisiologi : PHOX** ROS


Kemampuan fagosit Terbentuk
granuloma***

Efek : Tidak ada respiratory burst


Leukocyte Adhesion Deficiency-1
Kelainan pada kromosom 21

Patofisiologi :
Tipe 1 : Defek Integrin -2 gagal adhesi
Tipe 2 : Defek Ligand E dan P Selectin gagal adhesi

Efek : Tidak ada ekstravasasi PMN ke jaringan


Tipe 1

Tipe 2
Chediak-Higashi
Mutasi gen LYST* Defek granul

Patofisiologi : Kemampuan lisosom


Fagositosis

Efek : Gangguan fusi fagosom-lisosom dan fungsi


lisosom
Complement Deficiency
Specific Complement Deficiency
Mutasi gen pembentuk complement

Jenis :
Defisiensi C1 , C2 atau C4 gangguan aktivasi
komplemen
Defisiensi C3 atau C5 gangguan reaksi inflamasi ,
opsonisasi dan antibody clearance
Defisiensi C6 , C7 , C8 atau C9 Gangguan
pembentukan atau fungsi MAC
Classical Lectin Alternative
Pathway Pathway Pathway

Immune Mannose Pathogen


Complex Binding Lectin on surface
C1q , C1r , C1a MBL C1
C4 C4 B
C2 C2 D

C3 Convertase C5b
C6
C7
C8
C3a , C5a C3b C9

-Inflammation Opsonization Membrane Attack


-Phagocyte Pathogen Lysis
Recruitment Ab Clearance
Adaptive Deficiency
1. X-Linked Hyper IgM Syndrome
2. Common Variable Immunodeficiency
3. Defective Class II MHC
4. Defect T-Cell Receptor Complex Signaling
X-Linked Hyper IgM Syndrome
Mutasi CD154 / CD40-L*

Patofisiologi : Defek heavy chain B-cell switching


dan APC

Efek :
TerhalangnyaAPC**
Ab didominasi oleh IgM***
Common Variable Immunodeficiency

Patofisiologi : Mutasi B-cell Growth Factor dan


Constimulatory retardasi B-cell

Efek : Ig
Defective Class II MHC (Bare
Lymphocyte Syndrome)
Karena imaturasi timus (DiGeorge Syndrome) ,
Mutasi T-cell signal transducing.

Patofisiologi : Mutasi gen yang memulai transkripsi


MHC II Kegagalan APC

Efek :
APC terhambat
Infeksi

Obat

Secondary
ID Chemotherapy

Keganasan

Nutrisi
Penyebab Acquired Immunodeficiency
Type Examples
Drugs
Anticonvulsants Carbamazepine
Phenytoin
Valproate
Immunosuppressants Azathioprine
Mycophenolate mofetil
Cyclosporine
Sirolimus
Tacrolimus
Corticosteroids Methylprednisolone
Prednisone
Chemotherapy drugs Alemtuzumab
Busulfan
Cyclophosphamide
Melphalan
Monoclonal antibodies (substances that target Muromonab (OKT3)
and suppress specific parts of the immune
system)
Type Examples
Disorders

Blood Aplastic anemia


Leukemia
Myelofibrosis
Sickle cell disease
Cancer Brain cancer
Intestinal cancer
Lung cancer
Chromosomal Down syndrome
Infections Cytomegalovirus infections
Epstein-Barr virus infections
Human immunodeficiency virus (HIV) infection
Measles
Varicella
Hormonal Diabetes mellitus
Kidney Build up of toxic substances in the blood
(uremia)
Nephrotic syndrome
Liver Hepatitis
Hamil

Tahun
Physiologic
Pertama

Usia
Lanjut
LO 3- Prosedur Diagnostik
Imunodefisiensi
Defects that involve T cells
Defects that involve B cells
etiologies of severe combined
immunodeficiency
Diagnosa
Infeksi yang menetap atau berulang, atau infeksi berat oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak menyebabkan infeksi
berat, bisa merupakan petunjuk adanya penyakit
immunodefisiensi.

Petunjuk lainnya adalah:


Respon yang buruk terhadap pengobatan

Pemulihan yang tertunda atau pemulihan tidak sempurna

Adanya jenis kanker tertentu

Infeksi oportunistik (misalnya infeksi Pneumocystis carinii yang


tersebar luas atau infeksi jamur berulang).
Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan imunitas humoral/Spesifik
1. Kadar imunoglobulin
Diukur secara kualitatif dengan elektrophoresis
Secara kuantitatif dengan tes imunodifusi dapat digunakan untuk
identifikasi defisiensi kelas imunoglobulin

2. Kemampuan memproduksi imunoglobulin


Diperiksa dengan imunisasi aktif, misalnya antigen bakteri seperti toksoid
tetanus
Kemudian respons antibodi diukur dengan tes presipitasi

3. Kuantitas sel B
Dapat diperiksa atas dasar adanya reseptor pada permukaan sel B untuk
komponen Fc dari molekul imunoglobulin dan untuk komplemen C3
Sel darah merah biri-biri dilapisi antibodi anti-sel darah merah biri-biri
dan komplemen dicampur dengan leukosit darah perifer
B. Pemeriksaan imunitas selular/nonspesifik
1. Pemeriksaan kuantitas sel T
Sama seperti pemeriksaan pada sel B, tetapi hanya menggunakan sel
darah merah biri-biri saja, tanpa antibodi dan komplemen
Sel T memiliki reseptor untuk sel darah merah biri-biri dan akan
membentuk roset bila kedua sel dicampur

2. Pemeriksaan fungsi fagosit


Respons terhadap bahan kemotaktik dalam serum segar
Kemampuan fagositosis dan membunuh mikroorganisme , tetesan minyak di
bawah mikroskop. Kuman yang dibunuh dibuktikan dari hasil biakan
Menilai fungsi enzim lisosom dilakukan dengan reduksi zat warna (NBT).
Kegagalan mereduksi menunjukkan kegagalan fagositosis

3. Pemeriksaan fungsi sel T


Berbagai uji seperti transformasi limfosit, Macrophage(leucocyte)
Migration Inhibition test (LMI), produksi sitokin pemeriksaan sitotoksisitas, uji
proliferasi, dll
PROGNOSIS
Umumnya defisiensi imun primer buruk dan berakhir fatal, seperti juga
halnya pada beberapa penyakit defisiensi imun sekunder (AIDS).
Diperkirakan sepertiga dari penderita defisiensi imun meninggal pada
usia muda karena komplikasi infeksi. Mortalitas penderita defisiensi
imun humoral adalah sekitar 29%.
Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan dengan keadaan
fisiologik (pertumbuhan, kehamilan), infeksi, dan gangguan gizi dapat
diatasi dengan baik bila belum disertai defek imunologik yang
menetap.
Faktor2 yg dpt menimbulkan defisiensi
imun sekunder
Faktor Komponen yg terkena

Proses penuaan Infeksi meningkat, penurunan respon thdp


vaksinasi , penurunan respon sel T dan B ,
serta perubahan dalam kualitas respon
Malnutrisi Malnutrisi protein kalori dan kekurangan
elemen gizi tertentu ( besi, zink ) . Sebab
tersering defisiensi imun sekunder
Mikroba imunosupressive Contohnya : malaria , virus , campak,
terutama HIV ; mekanisme nya melibatkan
penurunan fungsi sel T dan APC
Faktor2 yg dpt menimbulkan defisiensi
imun sekunder
Faktor Komponen yang terkena

Obat sitotoksik / iradiasi Obat yg banyak digunakan thdp tumor ,


juga membunuh sel penting dari sistem
imun termasuk stem sel , progenitor netrofil
dan limfosit yg cepat membelah dalam
organ limfoid
Tumor Efek direk dari tumor thdp sistem imun
melalui pelepasan molekul imunoregultori
imunosupresif ( TNF- beta)
Trauma Infeksi meningkat diduga berhubungan
dengan pelepasan molekul imunosupresif
seperti glukokortikoid
Penyakit lain sperti diabetes Diabetes sering berhubungan dengan
infeksi , tetapi mekanisme belum jelas
LO 4- Penatalaksanaan & Pencegahan
Imunodefisiensi
X-linked agamaglobulinemia
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengobati XLA.
Gen yang defek tidak bisa d berikan atau pun di
gantikan, tapi pasien dapat diberikan kekurangan
antibodi yang di perlukan.
Cara pemberian secara IV atau SC.
Pasien XLA tidak boleh di berikan vaksin virus yang
hidup,seperti, polio,MMR.
Selective IgA deficientcy
Saat ini belum di temukan obatnya. Tetapi di
berikan terapi Ig A yang kekurangan sebagai
pengganti.

Secara umum pengobatan pada pasien hanya di


tujukan pada penyakit yang menyertainya, seperti
infeksi virus.
SCID
Pasien SCID di berikan isolasi guna mencegah
infeksi tambahan.

Vaksin virus hidup,darah non-irradiated atau


transfusi platelet sangat berbahaya.

Bila pasien memerlukan transfusi darah, harus di


berikan darah irradiated (CMV -, leukocyte
depleted) atau platelets.
Chronic Granulomatous disease
Terapi yang utama adalah diagnosisi dini untu infeksi
dan penggunaan antibiotik yang tepat.

IFN gamma juga menolong pasien untuk


meningkatkan immun sistem mereka.

Profilaksis untuk mencegah infeksi:


Pengobatan oral cotrimazole dan intraconazole bersama
Di tambah injeksi IFN gamma 3 x sminggu.
Wiskott Aldrich syndrome (WASP)
Untuk menaikan angka harapan hidup pasien bone
marrow transplantation dan pemberian Ig diperlukan.

Pemberian suplement Fe diperlukan karena pasien


kehilangan banyak darah, dan menurunkan
cadangan besi dalam tubuh.

Pemberian vaksin virus hidup juga tidak di anjurkan


karena diaanggap sebagai pencetus infeksi
tambahan.
Hyper IgM syndrome
Pengobatan regular dengan pemberian Ig setiap 3-4 minggu ,
dianggap efektif untuk menurunkan infeksi.

Beberapa tahun terakir telah di kembangkan bone marrow


transplant atau cord blood stem cell transplantasi.

Lebih dari selusin pasien dengan XHIM di berikan HLA dari


identical sibling bone marrow transplant yang hasilnya cukup
sukses sebagai pengobatan permanen.
Di george syndrome
Terapi pada pasien lebih ditekan kan sebagai perbaikan
pada oragan atau jaringan yang terkena efek.

Kebanyakan dari anak tidak perlu terapi untuk


immundefiseinsi nya. Tapi 0.2% dari pasien immun def.
Memerlukan bone marrow transplant atau thymus transplant.

Sebagian besar dari pasien hanya mengalami immunodef.


Secara ringan.

Penyakit auto immun pda pasien DGS adalah ITP, AHIA, AJ,
dan ADkelenjar thymus
IgG subclass def. & spesific Ab def.
Pasien dengan defisiensi Ig G subclass, sering
mengalami infeksi berulang atau kronik di telinga,
sinus, bronkhus dan paru. Terapi pada infeksi ini
diperlukan AB, untuk mencegah kerusakan
permanen pada telinga atau paru.
Ataxia telangiectasia
Belum di temukan pengobatan spesifek untuk A-T

Hyper Ig E syndrome
Perawatan kulit dan pengobatan yang tepat untuk
infeksi di perlukan pada management HIES.

Pada terapi bone marrow transpantation belum di


pakai sebagai pengobatan permanen hanya
sebagai kuratif saja.
Complement Deficiencies
Defisiensi C3 dan protein yang mengaktifkan c3 ,,
Defisiensi dari c5,c6,c7,c8, atau c9
Saat ini belum memungkin kan untuk mengganti komponen
yang hilang dari sistem komplement. Karena secara
general, protein tersebut memiliki turn over yang tinggi dan
harus di bentuk tubuh dalam sehari- hari.
Untuk itu pengobatan jangka panjang tidak memiliki opsi,
karena sulit di dapat.
Pasien yang memiliki riwayat infeksi tinggi di bantu
immunisasi bila diperlukan dan diberikan AB profilaksis
PENCEGAHAN
Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh penderita penyakit
immunodefisiensi:
1. Mempertahankan gizi yang baik
2. Memelihara kebersihan badan
3. Menghindari makanan yang kurang matang
4. Menghindari kontak dengan orang yang menderita penyakit menular
5. Menghindari merokok dan obat-obat terlarang
6. Menjaga kebersihan gigi untuk mencegah infeksi di mulut
7. Vaksinasi diberikan kepada penderita yang mampu membentuk antibodi.
Kepada penderita yang mengalami kekurangan limfosit B atau limfosit T
hanya diberikan vaksin virus dan bakteri yang telah dimatikan (misalnya
vaksin polio, MMR dan BCG).
LO 5 Patofisiologi, Gejala, Diagnosis
& Penatalaksanaan HIV/AIDS
DEFINISI
HIV adalah virus yang menyerang sistem imun, khususnya
sel limfosit T (CD4+). Terdiri dari 2 type : HIV-1 dan HIV-
2.
AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang

disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat


infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae,
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
EPIDEMIOLOGI
Wilayah terbanyak Afrika Sub-Sahara.
Di dunia 33,2 juta HIV (+), 2,1 juta meningkat karena

AIDS.
Indonesia --> pertumbuhan epidemik HIV tercepat

dengan jumlah kasus 10.384 (papua terbanyak).


Insidensi : pria : wanita = 4,07 : 1

Usia : 20-29 tahun (53,80%)


Etiologi
Human Imunodeficiency virus tipe 1 & 2.

Sel target HIV :


Th CD4+.
Sel dendritik.
Makrofag.
Tc CD8+.
Sel NK (CD4+, CCR5).

Faktor Risiko :
Homoseksual (72%)
Penyalahgunaan obat IV (intravena) (17%)
Heteroseksual (4%)
Resipien transfusi (1 %)
Pediatri (1%)
Siklus Hidup
HIV
1. Attachment
Virus menginfeksi sel menggunakan gp120 berikatan
dgn sel CD4+ & reseptor kemokin (CXCR4 / CCR5)
fusi membran virus dgn membran sel pejamu.
2.Fusion
Virus masuk ke sitoplasma

3. Reverse transcription
Envelop virus dilepas o/ protease virus & RNA bebas

ssRNA diubah menjadi dsDNA o/ reverse transcriptase

4. Integrasi
Bergabungnya dsDNA virus dgn DNA host di nukleus
PROVIRUS (laten selama beberapa hari/tahun)
5. Transkripsi DNA mRNA diekspor ke sitoplasma.
Terjadi jika provirus teraktivasi

6. Translasi RNA protein

7. Perakitan virion
Protein + ssRNA virus bergabung

8. Budding
Virion yg telah lengkap membran sel mendapatkan
envelop lipid

Virus ke luar sel dpt menginfeksi sel & menular.


Respon imun terhadap HIV
Respon imun non spesifik
Sama seperti respon imun terhadap virus pada
umumnya : defensin, NK, sel dendritik, komplemen
Respon imun spesifik
Sel CD8 merupakan pertahanan pertama dan mampu
mengendalikan infeksi pada fase akut
Antibodi muncul 6-9 minggu setelah infeksi dan
merupakan tes diagnostik yang penting
Mekanisme penghindaran
HIV mampu bermutasi dengan cepat, sehingga
tidak mampu diatasi antibodi maupun sel T
HIV menginhibisi MHC I sehingga menurunkan
efektifitas CD8
HIV menginhibisi imunitas selular
Perjalanan HIV
Produksi virus Virus replikasi terus
menerus dalam CD4+
(bertahun-tahun)
-Viremia
-Virus di dalam
Fase permulaan/akut

jaringan limfoid

Fase pertengahan / kronik


- T cell CD4+

7-10 tahun
Kelainan sistem imun

Gejalanya: radang
tenggorokan, nyeri otot
(mialgia), demam, ruam
Tanpa Sistem imun
kulit, dan terkadang

Fase terakhir / krisis


pengobatan kehilangan
radang selaput otak
kemampuan,
(meningitis asepsis)
viral load
AIDS
(4tahun)
Sembuh sendiri dalam 3-6
Demam 1 bulan,
minggu setelah infeksi virus
BB, diare kronis

Oportunitis
SARKOMA KAPOSI.
Adalah tumor dari dinding pembuluh.biasanya tampak
seperti lesi bewarna merah muda,merah atau ungu pada kulit
dan mulut. Sarkoma kaposi dapat mempengaruhi saluran cerna
dan paru-paru.
NON-HODGKIN.
SINDROM WASTING.
Disertai diare dan demam
DEMENTIA
Infeksi Bakteri
PNEUMONIA BAKTERI.
MYCOBACTERIUM
TUBERKULOSIS (TBC).
SALMONELLOSIS.
BACILLARY ANGIOMATOSIS.

Infeksi virus
CYTOMEGALOVIRUS (CMV).
VIRUS HEPATITIS. VIRUS HEPATITIS
HERPES SIMPLEX VIRUS (HSV). HSV,.
HUMAN PAPILLOMAVIRUS (HPV).

Infeksi jamur
KANDIDIASIS.
KRIPTOKOKAL MENINGITIS.

infeksi Parasit
PNEUMOCYSTIS CARINII PNEUMONIA (PCP).
TOKSOPLASMOSIS.
KRIPTOSPORIDIOSIS.
Anamnesis
When did you first begin experiencing symptoms?
Have your symptoms been continuous, or occasional?
How severe are your symptoms?
What, if anything, seems to improve your symptoms?
What, if anything, appears to worsen your symptoms?
Have you shared any drug needles?
Have you had unprotected sex?
Do you have any STDs?
Have you had sex with anyone you know to have HIV/AIDS?
Are you or could you be pregnant?
DIAGNOSIS
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan
untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini
adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

* Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS


* Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernafasan atas yang berulang
* Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih
dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
* Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus,trakea, bronkus
atau paru-paru, dan sarkoma kaposi.

Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.


Klasifikasi Penderita AIDS
Menurut CDC:
CD4+ cell : >500 cells/L
Tanpa gejala
CD4+ cell : 200 500 cells/L
Gejala awal
CD4+ cell : < 200 cells/L
Gejala berat

Jumlah sel T CD4+ normal 1500 sel/mm


Gejala AIDS pada Orang Dewasa
(2 mayor + 1 minor)
Mayor: Minor:
BB turun > 10% dlm 1 thn Batuk > 1 bln

Diare kronik > 1 bln Dermatitis pruritik umum

Diare > 1 bln ( kontinu) HZ rekuren

Candidiasis orofaring

Limfadenopati umum

Herpes simpleks diseminata

yg kronik progresif
Gejala AIDS pada Anak Anak
(2 mayor + 2 minor)
Mayor: Minor:
BB turun, pertumbuhan Limfadenopati umum

lambat yg abn Candidiasis orofaring


Diare kronik > 1 bln Infeksi umum yg berulang:

Demam > 1 bln radang telinga,


tenggorokan
Batuk persisten

Dermtitis umum

Infeksi HIV maternal


HIV menimbulkan patologi penyakit
melalui beberapa mekanisme:
Terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi
oportunitis
Terjadinya reaksi autoimun
Reaksi hipersensitivitas
Kecenderungan terjadinya malignansi atau
keganasan pada stadium lanjut
Patogen Penyebab Infeksi Oportunistik
pada AIDS
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi akibat
adanya kesempatan untuk timbul pada kondisi
tertentu yang memungkinkan, oleh karena itu bisa
disebabkan oleh organisme non-patogen.
Organisme penyebab IO adalah organisme yang
merupakan flora normal, maupun organisme
patogen yang terdapat secara laten dalam tubuh
yang kemudian mengalami reaktivasi.
Common Opportunistic Infections
Pneumocystis carinii pneumonia
Oral candidiasis
Toxoplasmosis of the CNS
Chronic diarrhea/wasting syndrome
Pulmonary/extra-pulmonary tuberculosis
Cancers
Kaposis sarcoma affects small blood
vessels and internal organs
Cervical dysplasia and cancer. Researchers
found out that women with HIV have
higher rates of this type of cancer. Cervial
carcinoma is associated with Human
Papilloma Virus (HPV).
Non-Hodgkins lymphoma cancerous
tumor of the lymph nodes. This is usually
a late manifestation of HIV infection.
Molluscum
contagiosum
Kaposis Sarcoma
Candidiasis
Pneumocystis carinii pneumonia
TES HIV
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap HIV.
Pemeriksaan penyaring :
ELISA yang biasa digunakan di Indonesia
Aglutinasi
Dot-blot immunobinding assay
Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV
Isolasi dan biakan virus
Deteksi antigen
Deteksi materi genetik dalam darah pasien
ELISA
Western Blot

(+) 2 envelope pita gp terlihat pd garis


(+)/fase dini AIDS/infeksi HIV I1 pita (p24)
ELISA, Western Blot and PCR
Hubungan Seks
Transfusi darah

Hubungan perinatal (ibu ke janin) Penggunaan jarum suntik


Masa Jendela
Masa jendela (waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai
timbulnya antibodi yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan).
Antibodi mulai terbentuk pada 4-8 minggu setelah infeksi.

Jadi, jika pada masa ini hasil tes HIV pada seseorang yang
sebenarnya sudah terinfeksi HIV, dapat memberikan hasil yang
negatif.
Penatalaksanaan HIV-AIDS
Terdiri atas beberapa jenis :
Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan ARV:
Asimptomatik, CD4 > 500 tapi RNA HIV (viral load) tinggi (lebih dari
30.000)
Asimptomatik, CD4 > 350 (boleh ditunda bila CD4 > 350 dan viral
load rendah < 10.000)
Infeksi HIV dengan gejala
Pengobatan untuk mengatasi penyakit infeksi, dan kanker
yang menyertai infeksi HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis,
dan lain-lain
Pengobatan suportif, yaitu nutrisi dan vitamin, bekerja,
pandangan hidup yang positif, hobi, dukungan psikologis,
dukungan sosial
Penatalaksanaan

Pengobatan AIDS dengan ARV harus bersifat kombinasi karena


adanya resistensi virus terhadap ARV.
Tiga golongan ARV yang dikenal adalah nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NRTI), non nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NNRI), dan protease inhibitor (PI).
Kombinasi ARV bisa berupa 3NRTI, 2NRTI+NNRTI, dan
2NRTI+PI.
Pasien AIDS harus menggunakan ARV terus menerus dan
apabila pengobatan ARV berhenti, maka akan terjadi resistensi
dan kegagalan pengobatan (Sepkowitz, 2001; Fauci and Lane,
2001; Thaker and Snow, 2003).
NRTI (Nucleoside reverse transcriptase inhibitor) Anti retrovirus
MK: menghentikan perpanjangan rantai DNA virus dengan cara bergabung pada
ujung rantai 3 rantai virus
Zidovudin
I: HIV dalam kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 600 mg/hr (PO)
ES: anemia, neutropenia, sakit kepala, mual
Didanosin
I: HIV, terutama tingkat lanjut dalam kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 400mg/hr (PO)
ES: diare, pankreatitis, neuropati perifer
Zalsitabin
I: HIV terutama pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang tidak responsif zidovudin,
jangan kombinasi didanosin
Dosis: 2,25mg/hr (1 tablet 0,75mg tiap 8 jam)
ES: neuropati perifer, stomatitis, ruam, pankreatitis
Stavudin Anti retrovirus-NRTI
I: HIV terutama tingkat lanjut, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 80mg/hr (1 kapsul 40mg tiap 12 jam)
ES: neuropati perifer, sakit kepala, mual, ruam
Lamivudin
I: HIV (kombinasi dengan anti-HIV lain) dan HBV
Dosis: 300mg/hr
ES: asidosis laktat, sakit kepala, mual
Emtrisitabin
I: HIV dan HBV
Dosis: 200mg/hr
ES: nyeri abdomen dengan rasa kram, diare, kelemahan otot, sakit kepala,
lipodistrofi, mual, rinitis, pruritus, ruam
Abakavir
I: HIV dalam kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 600mg/hr
ES: mual, muntah, diare, rx hipersensitif (demam, malaise, ruam), gangguan
gastrointestinal
Anti retrovirus

NtRTI (Nucleotide reverse transcriptase inhibitor)


Tenofovir disoproksil
MK: menghentikan pembentukan rantai DNA virus
I: infeksi HIV dalam kombinasi dengan efavirenz, tidak dengan lamivudin dan
abakavir
Dosis: 300mg/hr (PO)
ES: mual, muntah, flatulens, diare
NNRTI (Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor)
MK: hambat HIV-1 reverse transcriptase melalui interaksi dengan allosteric pocket
site
Nevirapin
I: infeksi HIV-1 dala kombinasi dengan anti-HIV lain terutama NRTI
Dosis: 200mg/hr selama 14 hr kemudian 400mg/hr
ES: ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens, mual, peningkatan enzim hati
Anti retrovirus-NNRTI

Delavirdin
I:infeksi HIV-1, kombinasi dengan anti-HIV lain terutama NRTI
Dosis: 3x2 tablet 200mg /hr
ES: ruam, peningkatan tes fungsi hati, neutropenia

Efafirenz
I:infeksi HIV-1, kombinasi dengan anti-HIV lain terutama NRTI
dan NtRTI
Dosis: 600mg/hr sebelum tidur untuk mengurangi efek
samping SSP
ES: sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit konsentrasi, ruam
Anti retrovirus

PI (Protease inhibitor)
MK: bekerja pada tahap transisi sebagai HIV protease peptidomimetic inhibitor
Sakuinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain (NRTI dan beberapa PI)
Dosis: 3x6 soft capsule 200mg /hr atau 3x3 hard gel capsule /hr bersama
makanan atau sampai 2 jam setelah makanan lengkap
ES: diare, mual, nyeri abdomen
Ritonavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain (NRTI dan beberapa PI)
Dosis: 6 kapsul 100mg 2x/hr bersama makanan
ES: mual, muntah, diare
Indinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 2 kapsul 400mg tiap 8 jam dengan perut kosong dan hidrasi (min 1,5 L air
/ hr)
ES: mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal
Anti retrovirus-PI
Nelfinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 3x3 tablet 250 mg/hr atau 2x5 tablet 250mg/hr bersama
makanan
ES: mual, muntah, diare
Amprenavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 2x8 kapsul 150 mg
ES: mual, diare, ruam
Lopinavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 2x3 kapsul 166,6 mg /hr bersama makanan
ES: mual, muntah, peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida
Atazanavir
I: infeksi HIV, kombinasi dengan anti-HIV lain
Dosis: 1x 2 kapsul 200 mg bersama makanan
ES: hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG (jarang)
Anti retrovirus

Viral entry inhibitor


Enfuvirtid

MK: menghambat fusi virus ke membran sel


I: th/ infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV lain

Dosis: 2x90 mg/hr (SC) setiap injeksi harus diberikan pada


tempat berbeda
ES: reaksi lokal nyeri, eritrema, pruritus, iritasi, dan nodul /
kista.
PROGNOSIS
Waktu median dari infeksi HIV primer 10 tahun
Mortalitas : 5 orang/tahun dari 100.000
Kira-kira 60% kematian pasien dengan AIDS
hasil infeksi lain (hepatitis virus)
Mencegah Penularan HIV dengan Prinsip
ABCDE

A = Abstinence
No seks, terutama bagi yang belum menikah.
B = Be faithful
Setia hanya pada satu pasangan.
C = use Condom
Gunakan kondom
D = no Drugs
Jangan gunakan narkoba
E = sterilization of Equipment
Selalu gunakan alat suntik yang steril. Minta alat
suntik steril dari dokter anda
LO 6. Vaksin yang boleh & tidak

Vaksin virus inaktif, vaksin bakteri inaktif atau toxoid dapat


diberikan pada kehamilan kecuali vaksin virus hidup. Secara teoritis,
vaksin virus hidup berisiko untuk terjadinya transmisi ke janin.
Wanita hamil yang dengan sengaja telah diberikan vaksin virus
hidup atau seorang wanita menjadi hamil dalam waktu 4 minggu
setelah pemberian vaksin tersebut, sebaiknya dikonsulkan mengenai
dampak pontensial yang dapat terjadi pada janin. Namun,
vaksinasi bukan indikasi untuk terminasi kehamilan.
Pemberian vaksin rutin umumnya aman diberikan pada kehamilan
diantaranya diphteria, tetanus, influenza, dan hepatitis B. Vaksin
meningkokok dan rabies masih dipertimbangkan. Sedangkan vaksin
yang tidak boleh diberikan adalah measles, mumps, dan rubella,
varicella, serta BCG (bacille Calmette-Guerin).
Daftar Pustaka
FKUI. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Ed 3. Jakarta :Media Aesculapius;
2001.
Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
Baratawidjaja K. Imunologi Dasar. Ed 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.
Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson. Patofisiologi vol 1 Konsep Klinis Proses
Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC; 2006
Abbas AK, Lichtman AH. Basic Immunology. Ed 2. Philadelphia: WB
Saunders Co, 2004.
Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Ed revisi 94. Jkt : Binarupa aksara.
Staf pengajar FKUI.

Anda mungkin juga menyukai