Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Andropause memang kurang dikenal jika dibandingkan dengan menopause.


Informasi mengenai andropause juga lebih sedikit jika dibandingkan dengan
menopause, tetapi kini kesadaran dan pengertian mengenai andropause semakin
meningkat di dalam masyarakat. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan saat ini, semakin meningkat pula angka harapan hidup, imbasnya
penduduk lanjut usia meningkat pula jumlahnya.
Pada pria usia lanjut, andropause terjadi karena penurunan kadar testosteron,
dimana penurunan hormon testosteron terjadi secara perlahan-lahan. Testosteron
pada pria diproduksi sejak masa pubertas dan stabil hingga usia sekitar 40 tahun,
tetapi sejak usia itu produksi testosteron secara berangsur turun dengan kisaran 0,8-
1,6% setiap tahun.
Perubahan yang terjadi pada andropause tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga
aspek psikis. Salah satu yang paling dikhawatirkan adalahm menurunnya
kemampuan seksual, terutama berkurangnya ereksi, menurunnya libido, dan
orgasme yang terlambat. Faktor seperti ketidakpuasan seksual dan frekuensi
hubungan terkait dengan ketidakbahagiaan bagi pasangan suami istri dalam
perkawinan. Ketidakbahagiaan dalam perkawinan ini adalah stresor yang berat bila
tidak dikomunikasikan dengan pasangan dan tidak mendapatkan penanganan yang
tepat. Kekhawatiran tentang perubahan yang terjadi biasanya mulai timbul ketika
pria memasuki usia paruh baya, terlebih jika tidak mendapat pengetahuan yang
tepat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Istilah andropause berasal dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti pria
dan pause yang artinya penghentian. Jadi, andropause dapat diartikan sebagai
berhentinya proses fisiologis pada pria. Andropause merupakan sindrom pada pria
separuh baya atau lansia dimana terjadi penurunan kemampuan fisik, seksual dan
psikologis.1,2
Sindrom Andropause merupakan sindrom penurunan kemampuan fisik, seksual dan
psikologis yang dihubungkan dengan menurun atau berkurangnya hormon
testosteron dalam darah, andropause terjadi pada pria lansia yang mempunyai
kumpulan gejala, tanda dan keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita.
Berbeda halnya dengan wanita yang mengalami menopause, dimana produksi
ovum, produksi hormon estrogen dan siklus haid yang akan berhenti. Pada pria
penurunan produksi spermatozoa, hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya
terjadi secara perlahan dan bertahap.1
Pada wanita menopause, produksi ovum, produksi hormon estrogen, dan siklus haid
akan berhenti dengan secara relatif mendadak. Namun pada pria diatas umur tengah
baya, penurunan produksi spematozoa, hormon testosteron, dan hormon-hormon
lainnya sedemikian perlahan. Perubahan hormon yang terjadi pada pria usia lanjut
tersebut sangat bervariasi dari satu individu ke individu yang lain dan biasanya
tidak sampai menyebabkan hipogonadisme yang berat. Andropause pada umumnya
terjadi pada usia sekitar 40-60 tahun, tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya.2
Selama proses penuaan normal pada pria, terdapat penurunan 3 sistem hormonal,
yaitu hormon testosteron dehydroephyandrosteron (DEA)/DHEA sulfat (DHEAS),
serta Insulin Growth Factor (IGF) dan Growth Hormone (GH). Oleh karena itu,
banyak pakar yang menyebut andropause dengan sebutan lain seperti:1,2,3
1) Klimakterium pada pria

2
2) Viropause
3) Androgen Deficiency in Ageing Men (ADAM)
4) Partial Androgen Deficiency in Ageing Men (PADAM)
5) Partial Testosterone Deficiency in Ageing Men (PTDAM)
6) Andrenpause (Defisiensi DHEA/DHEAS)
7) Somatopause (Defisiensi GH/IGF)
8) Low Testosterone Syndrome

2.2 Fisiologi Andropause


Testosteron merupakan hormon seks laki-laki (androgen) yang terpenting.
Hormon testosteron adalah suatu hormon steroid yang terbentuk dari kolesterol.
Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial leydig di dalam testis. Testis
mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut dengan
androgen, termasuk testosteron, dihidrotestosteron, dan androsteron. Testosteron
jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga dapat dianggap sebagai hormon
testikular terpenting, walaupun sebagian besar testosteron diubah menjadi hormon
dihidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan target.
Sebelum testosteron menjadi bioaktif biasanya androgen ini harus diubah terlebih
dulu menjadi dihidrotestosteron pada sel-sel target. Androgen pada umumnya
(testosteron, dihidrotestosteron, androstendione, 17-ketosteroid) sangat dibutuhkan
untuk perkembangan sifat-sifat seks primer mauoun sekunder (maskulinitas) pada
lelaki.
Testosteron sebagian besar (95%), disekresi oleh sel-sel Sertoli di dalam jaringan
testis yang berada diantara jaringan-jaringan interstisial yang hanya merupakan
sekitar 5% dari seluruh jaringan testis. Testosteron sisanya diproduksi oleh kelenjar
adrenalis. Disamping hormon-hormon steroid yang disebutkan di atas, testis masih
memproduksi androgen yang kurang poten, seperti dehidroepiandrosteron (DHEA)
dan androstendion.3,4
Sel-sel Leydig selain memproduksi estradiol, masih juga mensekresikan (dalam
jumkah yang sangat kecil); estron, pregenolon, progesteron, 17-alfa-hidroksi-
progesteron. Perlu diingat bahwa tidak semua dihidrotestosteron dan estradiol

3
disekresikan oleh sel-sel Leydig dari testis, tapi hormon-hormon seks steroid seperti
itu dapat juga dibentuk oleh androgen precursor
Androgen dalam peredaran darah pada umunya didapatkan dalam bentuk yang
terikat dengan seuatu molekul protein (binding protein). Hanya sebagian kecil
testosteron saja di dalam peredaran darah terdapat dalam bentuk yang bebas sebagai
free testosteron. Free testsosteron hanya dapat diketemukan sekitar 2% saja.
Sekitar 38% testosteron terikat kepada protein albumin, selebihnya sebanyak 60%
terikat kepada globulin yaitu sex hormone binding globulin atau SHBG. Ikatan itu
terkadang juag ditemukan sebagai testosterone-estradio-binding-globulin. Dengan
ikatan-ikatan seperti itu androgen-androgen menjadi lebih mudah dapat memasuki
sel-sel targetnya dan memberikan efek fisiologiknya.
Pada sel-sel target testosteron pada umunya akan diubah menjadi
dihidrotestosteron, namun di dalam hepar sebagian besar testosteron akan diubah
menjadi berbagai macam metabolit, misalnya menjadi androsteron, epiandrosteron
dan etiokholanolon. Metabolit-metabolit tersebut setelah berkonjungasi dengan
glucuronicn acid akan dikeluarkan melalui urin sebagai 17-ketosteroid. Dalam
penentuan kadar 17-ketosteroid di dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar
20-30% ketosteroid urin itu berasal dengan tetsosteron, sedangkan selebihnya
berasal dari metabolit hormon steroid adrenalis dan lainnya. Dengan demikian
penentuan kadar 17-ketosteroid, urin tidak dapat mewakili atau, misalnya dijadikan
pedoman untuk menentukan kadar steroid dari testis.4
Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dL. Testosteron total
terdiri dari 60% testosteron terikat globulin (SHBG), 38% testosteron terikat
albumin, dan 2% testosteron bebas. Komponen aktif dari vestoteron adalah
testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang kemudian diubah oleh enzim
menjadi estradiol dengan enzim aromatase dan dehidrotestosteron dengan 5-alfa
reduktase.
Pada usia 20 tahun, pria mempunyai kadar testosteron tertinggi dalam darah sekitar
800-1200 ng/dL yang akan dipertahankan sekitar 10-20 tahun. Selanjutnya,
kadarnya akan menurun sekitar 1% per tahun. Pada usia lanjut, terjadi penurunan
fungsi sistem reproduksi pria yang mengakibatkan penurunan jumlah testosteron

4
dan availabilitasnya, seiring dengan meningkatnya SHBG. Penurunan testosteron
bebas sekitar 1,2% per tahun, sementara bioavailabilitasnya turun hingga 50% pada
usia 25-75 tahun.
Pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 0,8-1,6% per
tahun ketika memasuki usia sekitar 40 tahun. Sementara saat mencapai usia 70
tahun, pria akan mengalami penurunan kadar tetsosteron darah sebanyak 35% dari
kadar semula. Perubahan kadar hosmon tersebut sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu lainnya dan biasanya tidak sampai menimbulkan
hipogonadisme berat.3,4
Testosteron anatara lain bertanggungjawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi
tubuh. Pengaruh testosteron pada perkembanagn sifat kelamin primer dan sekunder
pada pria dewasa antara lain
Sifat-sifat seks primer antara lain adalah:
1. Perkembangan / pembesaran alat kelamin laki-laki (penis) mulai nampak
jelas pada usia 10-11 tahun (pra-pubertas/pubertas)
2. Perkembangan / pembentukan lekuk-lekuk kulit skrotum dan pigmentasu
kulit skrotum
3. Perkembangan / pembentukan vokume testis dan kelenjar-kelenjar seks
asesori (prostat dan vesika seminalis)

Sifat-sifat seks sekunder antara lain:


1. Pembesran nada suara
2. Pertumbuhan rambut pada daerah axilla, pubis maupun janggut
3. Perkembangan bentuk tubuh yang menunjukkan maskulinitas dan perilaku
Selain fungsi diatas, hormon testosteron berpengaruh pada pertumbuhan tulang.
Testosteron meningkatkan jumlah total matriks tulang dan menyebabkan retensi
kalium.
Tetosteron juga berpengaruh penting dalam metabolisme basal, produksi sel darah
merah, serta imun, pengaturan elektrolit dan keseimbangan cairan tubuh.

5
2.3 Gejala dan Tanda Andropause
Bersamaan dengan proses penuaan, ritme sirkadian testosteron menghilang.
Penurunan kadar hormon testosteron pada pria menimbulkan beberapa gejala dan
keluhan pada berbagai aspek kehidupan, antara lain:5
1. Gangguan Vasomotor
Tubuh terasa panas, berkeringat, insomnia, rasa gelisah dan takut terhadap
perubahan yang terjadi
2. Gangguan Fungsi Kognitif dan Suasana Hati
Mudah lelah, menurunnya konsentrasi, berkurangnya kerjasama mentak/intuisi,
keluhan depresi, dan hilangnya rasa percaya diri, menurunnya motivasi
terhadap berbagai hal
3. Gangguan Virilitas
Menurunnya kekuatan dan kekurangannya tenaga secara signifikan
menurunnya kekuatan dan massa otot, perubuhan pertumbuhan rambut dan
kulit, penumpukan lemak pada daerah abdominal dan osteoporosis, karena
berkurangnya massa tulang, fraktur tulang yang meningkat
4. Gangguan Seksual
Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktifitas
seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi /
disfungsi ereksi / impotensi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan
menurunnya volume ejakulasi, menurunnya libido yang berimbas pada
menurunnya minat terhadap aktivitas seksual

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengatuhi Andropause


Timbulnya gejala dan tanda andropause dapat terjadi karena pengaruh
berbagai faktor, antara lain:5
1. Faktor Internal
Pengaruh internal bisa dari tubuhnya sendiri atau genetik. Terjadi karena
adanya perubahan hormonal/organik. Juga bisa karena sudah mengidap
penyakit tertentu seperti hipertensi, hiperkolesterol, obesitas atau DM

6
2. Faktor Eksternal
Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi kondusif.
Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia bersifat estrogenik yang
sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Juga dapat
karena faktor psikis yang berperan yaitu kebisingan dan perasaan tidak nyaman,
sering terpapar sinar matahari dan polusi yang bisa menyebabkan stres. Gaya
hidup tidak dapat mempengaruhi gejala andropause, misalnya merokok,
mengkonsumsi alkohol, suka begadang, dan pola makan yang tidak seimbang

Andropause disebabkan oleh penurunan kadar testosteron, dan penurunan kadar


testosteron ini terjadi gradual seiring dengan bertambahnya usia. Kadar testosteron
yang rendah dapat disebut sebagai hipogonadisme, American Assaciation of
Clinical Endocrinologist mendefinisikan hipogonadisme terjadi jika kadar free
testosteron di bawah batas normal. Etiologi hipogonadisme dapat dikelompokkan
menjadi 3, yaitu:4,5
1. Hipogonadisme Primer
Kelainan testis (anorchia, tumor testis, hipoplasia sel leydig, disgenesis kelenjar
gonad), kelainan genetik (sindrom klincffelter, mutasi reseptor gonadotropin),
orchitis
2. Hipogonadisme Sekunder
Idiopatik hypogonadotropic-hyponadism, Sindrom Kallman, Sindrom Prade,
Hipoplasia adrenal kongenital, Brain tumor causing Secondary GnRH
deficiency or hypopituitarism. Indectivating GnRH receptor mutations,
hiperprolaktemia
3. Campuran
Paparan toksin pekerjaan, antara lain: radiasi ion, DEB, PCBs dan narkoba.
Penyakit sistemik kronis (gagal ginjal kronis, sirosis hepatik, PPOK, Parkinson,
AIDS), penyakit non gonadal akut yang berat (infark miokard, tindakan bedah
besar), obat-obatan dan proses penuaan

7
2.5 Diagnosa Andropause
Perubahan hormonal sebagai diagnosa pasti diukur dengan pemeriksaan
laboratorium yaitu mengukur kadar testosteron serum, total testosteron, testosteron
bebas, SHBG, DHEA, DHEAs. Perubahan mental dan fisik dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan fisik, fungsi tubuh dan pemeriksaan psikologi, dan perubahan
tingkah laku yang dikonfirmasi dengan alloanamnesa
Untuk mempermudah penegakan diagnosa andropause dapat menggunakan daftar
pertanyaan mengenai gejala-gejala hipoandrogen yang dikembangkan oleh
kelompok studi St. Louis-ADAM dari Canada yang disebut dengan ADAM test.
Selain ADAM test, terdapat pula AMS (Aging Males Symptoms) test yang
dikembangkan oleh peneliti dari Jerman.5,6

2.6 Pengobatan
Dahulu penurunan kadar testosteron terkait dengan usia dianggap tidak bisa
diobati, tetapi paradigma ini sekarang telah berubah. Saat ini terapi sulih hormon
adalah yang paling direkomendasikan untuk penanganan andropause. Pemberian
testosteron adalah pilihan paling baik saat ini. Belum ada kesepakatan ambang
standar untuk memulai pengobatan defisiensi testosteron.6,7
Prinsip penatalaksanaan kadar testosteron adalah mempertahankan kadar
testosteron pada nilai normal, terapi diberikan jika kadar testosteron cenderung
turun, tanpa menunggu kadar testosteron tersebut berada di bawah nilai normal.
Tujuan terapi adalah mempertahankan kadar testosteron tetap pada rentang nilai
normal.
Berikut adalah preparat testosteron yang ada di Indonesia:
1. Per Oral
a. Testosteron undercoat capsul 40mg
b. Mesterolone tablet 25mg
2. Per Intra Muscular Injection
a. Kombinasi testosteron propionate 30 mg, testosteron phenylpropionat
60 mg, testosteron decanoat 100 mg ampul
b. Testosteron undercoat 1000mg ampul

8
3. Transdermal
Gel testosterone

9
BAB III
KESIMPULAN

Sindrom Andropause merupakan sindrom penurunan kemampuan fisik, seksual


dan psikologis yang dihubungkan dengan menurun atau berkurangnya hormon
testosteron dalam darah, andropause terjadi pada pria lansia yang mempunyai
kumpulan gejala, tanda dan keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita.
Berbeda halnya dengan wanita yang mengalami menopause, dimana produksi
ovum, produksi hormon estrogen dan siklus haid yang akan berhenti. Pada pria
penurunan produksi spermatozoa, hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya
terjadi secara perlahan dan bertahap.
Pada pria usia lanjut, andropause terjadi karena penurunan kadar testosteron,
dimana penurunan hormon testosteron terjadi secara perlahan-lahan. Testosteron
pada pria diproduksi sejak masa pubertas dan stabil hingga usia sekitar 40 tahun,
tetapi sejak usia itu produksi testosteron secara berangsur turun dengan kisaran 0,8-
1,6% setiap tahun. Perubahan yang terjadi pada andropause tidak hanya pada aspek
fisik, tetapi juga aspek psikis.
Dahulu penurunan kadar testosteron terkait dengan usia dianggap tidak bisa diobati,
tetapi paradigma ini sekarang telah berubah. Saat ini terapi sulih hormon adalah
yang paling direkomendasikan untuk penanganan andropause. Pemberian
testosteron adalah pilihan paling baik saat ini. Belum ada kesepakatan ambang
standar untuk memulai pengobatan defisiensi testosteron.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewondo P. Menopause, Andropause, dan Somatopause Perubahan


Hormonal dan Proses Menua. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV. 2006. Jakarta: FKUI. Hal: 1989-1992.
2. Guyton A.C, Hall J.E. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 9. 1997. Jakarta: EGC. Hal:1273-1280.
3. Anita N, Moeloek N. Aspek hormon testosteron pada pria usia lanjut
(andropause). 2012. MAI. 3: 81-87
4. Miller. Andropause: Androgens, Testosterone, and Estrogen. 2008.
http://www.anti_ging.com/andropause/andropause2.html (Diakses tanggal 3
September 2017)
5. Taher A. Proportion and acceptance of andropause symptoms among elderly
men: a study in Jakarta. Indonesia J Intern Med. 2005. 37: 82-86
6. Zitzman M. Association of specific symptoms and metabolic risks with serum
testosterone in order men. J Clin Endocrinol Metab. 2006. 91: 4335-4343
7. Lund B.C, Pharm D. Testosterone an andropause: the feasibily of testosterone
replacement therapy in elderly men. Pharmacotherapy. 2012. 19(8): 951-956

11

Anda mungkin juga menyukai