Anda di halaman 1dari 49

dr.

Fitriyah Mayorita, SpPK


 Penyakit imunodefisiensi disebabkan menurunnya
atau gagalnya fungsi salah satu atau lebih komponen
sistem imun
 Imunodefisiensi spesifik dapat melibatkan kelainan
sel T dan sel B
 Imunodefisiensi non spesifik yang melibatkan
komponen-komponen seperti : sistem fagosit dan
komplemen
 Gejala klinik kelainan imunodefisiensi biasanya sulit
dibedakan
 Gambaran umum imunodefisiensi
 Peningkatan kepekaan thd infeksi
 Mudah terkena kanker terutama kanker yg disebabkan virus
 Heterogenitas gejala klinis pada penyakit imunodefisiensi,
berbeda antara defek pada maturasi/aktivasi limfosit dengan
defek pada mekanisme efektor imunitas bawaan/acquired
 Jenis imunodefisiensi
 Imunodefisiensi primer (imunodefisiensi bawaan)
 Imunodefisiensi sekunder (disebabkan berbagai etiologi)
A. Kelainan atau disfungsi fagosit
 Sel fagosit (PMN) mempertahankan tubuh dari infeksi
bakteri piogenik, mikroorganisme intraseluler
 Penyakit yg penting secara klinis : chronic
granulomatous disease (CGD) dan Leucocyte adhesion
deficiency (LAD-1 dan LAD-2)
 CGD merupakan penyakit herediter (X-linked recessive atau
bisa juga autosomal recessive)
 Patogenese CGD :
 Gangguan metabolisme oksidatif akibat defisiensi enzim G6PD
 Ketidak-mampuan NADPH-oksidase utk bereaksi dgn substrat
 Gangguan rangsangan thd membrane sel
 Disfungsi sistem transport elektron
 Kelainan atau disfungsi fagosit…(lanjutan)
 Patogenese LAD :
 Gangguan reseptor permukaan fagosit (disebut : CR3) yg
berperan utk fagositosis mikroorganisme yg telah diopsonisasi
komplemen
 CR3 tdd 2 rantai polipeptida yi : rantai α (CD11b) & β ( CD18)
 LAD-1 : defek pada rantai β2 integrin (keluarga CD11CD18)
 LAD-2 : defek ligand yg berikatan dgn E dan P selektin endotel yg
diaktivasi oleh sitokin akibat mutasi gen yg menyandi enzim fucosyl
transferase yg terlibat dlm pembentukan karbohidrat ligand E
selektin
 Manifestasi klinis : infeksi bakterial berulang baik lokal
maupun sistemik, infeksi berat tanpa demam dan tanpa
peningkatan lekosit, mungkin juga timbul cold abcess
B. Defek Sistem Komplemen
 Defisiensi komplemen dikaitkan dengan herediter
autosomal recessive trait, kecuali defisiensi properdin
(X-linked) dan defisiensi inhibitor C1 (autosomal dominant)
 Sering dikaitkan dengan penyakit kompleks imun dan
penyakit autoimun namun tidak dengan kepekaan thd
infeksi
 Contoh penyakit : HAE (hereditary angioneurotic dema)
 Patogenese HAE :
 Defisiensi inhibitor C1-esterase
 Mengakibatkan aktivasi C1, C2, dan C4 secara tidak terkendali 
pelepasan zat kinin vasoactive oleh C2  edema lokal berulang
 Sedangkan pada SLE, dapat dijumpai defisiensi C1, C4, C2
menimbulkan kegagalan dalam aktivasi C3-convertase
C. Defek Maturasi dan Ativasi limfosit
 Defek maturasi dan aktivasi limfosit disebabkan oleh
kelainan pada gen yg menyandi berbagai molekul (enzim
dan faktor transkripsi)
 Proses maturasi limfosit dimulai dari sel-sel induk (stem
cell) sampai menjadi limfosit matur yg kompeten dan
fungsional
Defek maturasi sel B
dan sel T

Cellular and molecular Immunology Abbas Lichtman,2007


Defek aktivasi sel
B dan sel T

Cellular and molecular Immunology


Abbas Lichtman,2007
C. 1. Defisiensi limfosit B dan produksi antibodi
 Defisiensi limfosit B dapat disebabkan oleh ;
 Kelainan instrinsik sel B
 Kelainan fungsi sekresi imunoglobulin
 Kelainan gabungan (instrinsik & fungsi sekresi)
 Ciri utama kelainan ini : penurunan kadar serum Ig yg
bervariasi mulai dari defisiensi semua kelas Ig hingga
defisiensi Ig yg selektif
 Defisiensi Ig terjadi alami pada neonatus, yakni pada saat IgG yg
berasal dari ibu telah hilang
 Biasanya kadar IgG pada neonatus lebih tinggi dari ibunya
 Kadar IgG maternal ini mempunyai waktu paruh sekitar 30 hari
 Dlm waktu 3 bulan bayi normal sudah mulai membentuk antibodi
Cellular and molecular Immunology Abbas Lichtman,2007
 Pada penyakit defisiensi limfosit B, pembentukan Ig
terlambat hingga kadang-kadang sampai usia 36 bulan
sehingga dalam tempo 5 – 6 bulan kadar IgG dalam darah
sudah sangat rendah  bayi sangat peka thd infeksi

 Ada kalanya pada usia 5 – 6 bulan bayi mengalami infeksi


saluran nafas berulang kali dan hal ini dihubungkan dgn
defisiensi IgG fisiologis atau disebut transient hypogamma-
globulinemia atau hypogammaglobulinemia fisiologis

 Peristiwa tsb diduga akibat tidak adanya bantuan dari sel T


CD4, oleh karena keadaan ini juga disertai dgn penurunan
kadar sel T CD4
C. 2. Defisiensi limfosit T
limfosit T  sangat peka terhadap infeksi virus,
 Defisiensi
jamur, dan kuman patogenitas rendah atau infeksi
opportunistik
 Contoh penyakit : sindrome Di George, Wiskott Aldrich, dan
chronic mucocutaneus candidiasis
 Sindroma Di George ;
 Aplasia kelenjar thymus atau pembentukan yg tdk lengkap
(hipoplasia kelenjar thymus ) pada saat embriogenesis
 Jaringan limfoid tetap terbentuk walaupun perkembangannya sedikit
terganggu
 Kadar serum Ig sering berkurang o/k pembentukan Ig tetap
memerlukan bantuan sel T
 Jumlah limfosit T dalam sirkulasi sangat sedikit dgn fungsi yg
terganggu
 Sindroma Wiskott – Aldrich ;
 Kelainan ekspresi antigen oleh makrofag
 Penyakit herediter X-linked yang mengenai pria
 Sindome ini ditandai dengan : eksim, infeksi piogenik, infeksi
oppurtunistik, trombositopenia
 Kadar IgA & IgE meningkat, kadar IgG normal sedangkan IgM
umumnya sangat rendah
 Mucocutaneus candidiasis ;
 Dijumpai gangguan produksi migration inhibitory factor
 Dijumpai gangguan produksi limfokin – limfokin yg lain
C. 3. Defisiensi sel induk (stem cell)
 Defisiensi sel induk  kombinasi kelainan perkembangan
atau fungsi limfosit B dan limfosit T (severe combined
immunodeficiency)
 Penyebab (etiologi) ;
 Gangguan enzim rekombinase (untuk pembentukan reseptor
sel B dan sel T)  Sel B dan sel T tdk berhasil menjadi sel yg
kompeten
 Gangguan enzim adenosin – deaminase
 Defisiensi sel induk pluripoten (cikal bakal limfosit maupun cikal
bakal sel myeloid tdk berkembang)
 Mutasi gen yg menyandi rantai γc (commom γ–chain) yg
menyandi reseptor IL-2 , -4, -7, -9, dan -15
C. 4. Defisiensi molekul – molekul yg diperlukan untuk
aktivasi dan fungsi sel T
 Pada umumnya disebabkan kelainan gen yg menyandi berbagai
protein sel T
 Defek kelainan ;
 Defek ekspresi kompleks TCR (mutasi gen CD3 γ atau ε)
 Defek transduksi sinyal melalui kompleks TCR (mutasi gen ZAP-70)
 Defe sintesis sitokin IL-2 dan IFN-γ (defek faktor transkripsi)
 Defek ekspresi reseptor IL-2
 Ketidakmampuan mengekspresikan MHC kelas II pada permukaan APC
 Kelainan laboratorium :
 Kelainan rasio CD4/CD8 yg menunjukkan adanya defek pembentukan
salah satu subset dlm thymus
 Defisiensi sel T CD4 akibat defek MHC kelas II (perkembangan sel T
CD4 bergantung pada seleksi positif oleh MHC kelas II)
 Penurunan jumlah & fungsi CD8 sbg akibat defek ekspresi MHC kelas I
Cellular and molecular Immunology Abbas Lichtman,2007
 Imunodefisiensi sekunder
 Lebih sering dijumpai dibanding imunodefisiensi primer
 Etiologi imunodefisiensi sekunder :
 Malnutrisi
 Infeksi virus yg bersifat sitotoksik terhadap sel limfosit (eg : HIV)
 Sinar X
 Obat – obat sitotoksik dan corticosteroid
 Malignancy (eg : penyakit Hodgkin, CLL, myeoloma &
penyakit Waldenstorm)
Cellular and molecular Immunology Abbas Lichtman,2007
A. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
 Infeksi HIV terutama menyerang sel T CD4
 Ciri-ciri imunosupresi-nya sangat menonjol dengan
manifestasi klinik beragam, termasuk :
 Infeksi oppurtunistik
 Keganasan
 Degenerasi susunan sarap pusat
 VirusHIV dikenal dgn 2 tipe yaitu HIV-1 (worldwide) dan
HIV-2 (khusus di Afrika barat dan tengah)
 Kegagalan sistem imun melawan HIV :
 HIV menunjukkan kecepatan mutasi yg sangat tinggi
 Sel yg terinfeksi HIV dapat mengelak dari sel T dgn tdk
mengekspresikan MHC kelas I
 HIV dapat menghambat imunitas seluler dgn cara menghambat
transkripsi sitokin oleh sel Th1 atau sel Th1 yg terinfeksi mengalami
apoptosis akibat gen apoptotik HIV
Pemeriksaan laboratorium yang khas
pada HIV :
 Penurunan jumlah dan fungsi limfosit CD4
 Peningkatan sel limfoid imatur & aktivitas sel T
CD8
 Pada stadium akhir HIV  kadar Ig menurun
secara drastis
Efek Patologik Mekanisme
Penurunan jumlah sel T CD4 ; • Lisis sel CD4 akibat budding dan atau penyisipan
efek langsung virus terhadap sel glikoprotein envelop
terinfeksi • Efek sitopatik pengikatan intraseluler gp120 pada
CD4 yg baru dibentuk atau CD4 yg didaur ulang
Penurunan jumlah sel T CD4 ; • Lisis sel terinfeksi HIV akibat respon imun (CTL &
efek tidak langsung ADCC)
• Hambatan maturasi sel T CD4 dlm thymus
• Apoptosis disebabkan ikatan silang CD4 oleh gp120
terlarut
Gangguan fungsional respon • gp120 terlarut menghambat interaksi CD4 dgn
imun MHC kelas II pada APC
• Defek fungsi makrofag & sel NK yg tdk diketahui
• Destruksi network sel dendritik folikuler dan
arsitektur KGB dan limpa
• Defek selektif sel T memory & bias ke arah
difrensiasi sel Th2 mll mekanisme yg blm diketahui
Cellular and molecular Immunology Abbas Lichtman,2007
Cellular and molecular Immunology Abbas Lichtman,2007
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th Ed, 2005
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th Ed, 2005
Harrison’s Principles of Internal Medicine,
16th Ed, 2005
Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 16th Ed, 2005
A. Uji saring penyakit imunodefisiensi
 Kedalam kelompok uji saring termasuk : hitung lekosit,
trombosit, retikulosit, dan hitung jenis lekosit dengan memperhatikan
morfologi eritrosit dan lekosit, serta biakan kuman
 Kuman piogenik  biasanya kelainan fagosit, komplemen
dan limfosit B
 Infeksi virus & jamur  biasanya kelainan imunitas seluler
 Trombositopenia + eksim  sindroma Wiskott-Aldrich
 Tanda-tanda anemia hemolitik  defisiensi G6PG
 Penemuan jumlah netrofil < 1800/μl atau limfosit absolut
< 1500/ μl  dugaan kearah imunodefisiensi seluler 
memerlukan pemeriksaan lanjutan
Yang Diuji Jenis Test
Imunitas humoral • Kadar IgG, IgA, IgM
• Titer isohemaglutinin (anti-a dan anti-B) : t.u
mengukur fungsi natural antibodi (IgM)
• Kadar antibodi spesifik setelah imunisasi

Imunitas seluler • Jumlah lekosit dan hitung jenis ; hitung limfosit total
• Jumlah sel T total dan subset CD4 dan CD8
• DTH : mengukur fungsi sel T spesifik & respon
inflamasi thd antigen

Fagositosis • Jumlah lekosit dan hitung jenis ; hitung netrofil total


• NBT : chemiluminesens ; produk superoxide,
mengukur fungsi netrofil
• Sel Nk : jumlah dan fungsi

Komplemen Total Hemolytic Complement (CH5O)


B. Pemeriksaan lanjutan penyakit imunodefisiensi
setelah pemeriksaan uji saring
 Bila uji saring tidak menunjukkan kelainan maka dilanjutkan
dgn uji imunitas humoral (terlampir di tabel)
 Penurunan kadar Ig  dugaan kelainan sel B
 Peningkatan kadar IgE  sindroma hiper IgE
 Pengukuran kadar C3 dan C4  dugaan adanya ko-
eksistensi dgn penyakit autoimmun disamping imunodefisiensi
 Trombositopenia + eksim  sindroma Wiskott-Aldrich
 Tanda-tanda anemia hemolitik yg kemungkinan akibat
defisiensi G6PG  dugaan CGD
 Penemuan jumlah netrofil < 1800/μl atau limfosit absolut <
1500/ μl  dugaan kearah imunodefisiensi seluler 
memerlukan pemeriksaan lanjutan
C. Pemeriksaan lanjutan penyakit imunodefisiensi
setelah pemeriksaan awal
 Bila uji imunitas humoral normal, perlu dipertimbangkan
kelainan pada sel T dengan melakukan uji seluler sel T
(terlampir di tabel)
 Uji imunitas seluler kuantitatif tidak berkorelasi dgn
fungsi sel diperiksa dengan flowcytometri (imunophenotyping)
 Uji imunitas seluler kualitatif yg sering dilakukan :
 Uji kulit dan uji fungsi limfosit dengan menggunakan rangsangan
mitogen (transformasi blast) atau pengujian migration inhibitory
factor
 Untuk menguji limfosit B dapat digunakan dgn prinsip yg sama
 Penilaian fungsi fagositosis, dengan uji nitroblue
tetrazolium (NBT) dgn prinsip menilai kemampuan netrofil
utk mereduksi NBT menjadi formazan yg berwarna biru
(kemampuan netrofil membentuk H2O2 dan superoksida)
Uji fungsi limfosit yg dapat dilakukan
dengan :
 Mengukur kecepatan sintesis DNA (menghitung
jumlah serapan titrated thymidine dengan cara
autoradiografi)
 Metode flowcytometri utk mengukur tingkat
proliferasi sel dgn mendeteksi molekul permukaan
pada sel teraktivasi maupun mengukur sitokin
intraseluler
 Pengujian ini sulit ditafsirkan, namun bila
dilengkapi dengan anamnese dan pemeriksaan fisik
yg cermat, maka hasil pengujiannya dapat dipakai
utk menunjang diagnosis secara lebih seksama
The Cytokines Factbooks,2001
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th Ed,
Mekanisme
efektor
imunitas humoral

Cellular and molecular


Immunology
GAMBARAN DEFISIENSI SEL B DEFISIENSI SEL T
Diagnosis :
•Kadar Ig serum Menurun Normal atau menurun
•Reaksi DTH thd Ag umum Normal Menurun

Morfologi jaringan limfoid Pusat germinal atau folikel Biasanya folikel normal,
berkurang atau tidak ada parakortikal mungkin ber-
kurang

Kepekaan terhadap infeksi Bakteri piogenik, bakteri Pneumocystis carinii,


enterik dan virus, beberapa mikobakteri atipik, fungus
jenis parasit
Cellular and molecular
Immunology
Abbas Lichtman,2007
Aktifitas Biologis
IL-12

Cellular and molecular Immunology Abbas


Cellular and molecular Immunology Abbas

Anda mungkin juga menyukai