infrastruktur Apa target pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan SDA? Apa permasalahan yang terjadi dalam proses pemenuhan target?
(1) Adanya kelangkaan lokal (local scarcity)
lanjutan (2) Akses supply air bersih dari institusi pengelola tidak memadai, sementara itu prasarana penyedia air bersih perkotaan tidak mampu melayani perkembangan permintaan yang pesat. Dalam dokumen WATSAL disebutkan, bahwa pada daerah perkotaan, hanya sebesar 40% dari seluruh penduduk perkotaan yang mendapatkan akses terhadap air bersih (piped water). Akibatnya, air tanahlah yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakan sehari-hari dan kebutuhan industri. Diperkirakan, 80% kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan dan pedesaan masih mengandalkan air tanah, sedangkan untuk industri hampir mencapai 90% yang mengandalkan air tanah.
(3) Adanya tekanan terhadap linkungan, yang disebabkan oleh
perencanaan yang tidak memperhatikan pelestarian lingkungan dan factor budaya setempat. Dengan adanya Industrialisasi dan urbanisasi, menambah tekanan ini. lanjutan Permasalahan selanjutnya yaitu setelah terjadi krisis 1997, PDAM Indonesia banyak yang hampir bangkrut. Padahal, sekitar 41% dari penduduk Indonesia tinggal di daerah pekotaan dan sangat bergantung pada penyediaan air bersih oleh PDAM. Dari jumlah itu hanya 51,7% atau 20% dari total populasi yang mendapatkan pelayanan dari PDAM. Apa langkah pemerintah dalam mengatasi permasalahan dan memenuhi target? Membuat RUU mengenai Sumber Daya Air di Indonesia (RUU-SDA). Program World Bank WATSAL (Water Resources Sektor Structural Adjustment Loan). Bekerjasama dengan swasta (contoh: PAM- Jaya diambil alih oleh Thames Water Overseas Ltd. ) Bagaimana hasil dari langkah pemerintah tersebut? RUU-SDA, jika dilihat secara keseluruhan, mengarah pada privatisasi Sumber Daya Air, dimana air dianggap sebagai barang ekonomi yang dapat diperdagangkan. Hal ini mengundang pertentangan dari beberapa kalangan. Alasannya, air yang merupakan hak asasi manusia dan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup, tidak boleh diprivatisasi. Mereka beranggapan, bahwa implikasinya akan sangat membahayakan, baik bagi rakyat terutama mereka yang miskin maupun lingkungan. RUU-SDA tersebut menganut konsep hak guna air yang berpotensi memicu terjadinya komersialisasi air, seperti halnya yang terjadi dengan hak guna hutan dan sertifikat tanah. Hak guna air ini merupakan perwujudan dari konsep yang diperkenalkan oleh World Bank, yang disebut dengan tradable water rights. lanjutan kenyataannya, pengelolaan SDA oleh swasta juga menimbulkan berbagai persoalan sendiri. Karena perusahaan swasta yang menganut sistim full-cost recovery, menginginkan uang/biaya yang sudah mereka keluarkan, dapat balik dan bisa menghasilkan keuntungan, tanpa terlalu memikirkan kemampuan masyarakat, terutama mereka yang miskin. Contoh konkritnya adalah kasus privatisasi di Jakarta, ketika PAM-Jaya sudah diambil alih oleh Thames Water Overseas Ltd (yang kemudian mendirikan PT Thames PAM Jaya) dan Suez (yang mendirikan PT PAM Lyonnaise Jaya), bukannya menyelesaikan masalah, malah menimbulkan persoalan persoalan baru. Efisiensi dan kualitas pelayanan juga tidak meningkat/membaik. kesimpulan Uraian diatas telah menunjukkan bahwa privatisasi atau pelibatan swasta dalam pengelolaan sumber daya air merupakan sebuah opsi yang tidak disarankan, mengingat banyak sekali kejadian, bukti- bukti dan analisa dampak privatisasi yang merugikan rakyat dan keberlanjutan lingkungan. Namun, melihat trend yang terjadi di seluruh dunia dan kenyataan yang kita hadapi di Indonesia dimana privatisasi atau konsep PPP dan PSP ini sudah terjadi dan kemungkinan besar akan bertambah dan terus terjadi, maka ada beberapa prinsip mengenai pengelolaan sumber daya air yang harusnya tidak boleh dilanggar. tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya air dan penyediaan air bersih harus tetap berada ditangan negara/publik, dan harus ada usaha-usaha untuk memperkuat kemampuan pemerintah dalam penyediaan kebutuhan dasar rakyatnya akan air bersih.