) (
)
(
Nabi saw biasa membaca di shalat dua rakaat thowaf yaitu surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas)
dan surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al Kaafirun). (Muslim no. 1218)
Dari Abu Hurairah, ia berkata:
( - -
)
) (
Rasulullah saw biasa membaca di dua rakaat sunnah Fajr (Qobliyah Shubuh) yaitu surat Qul Yaa
Ayyuhal Kaafirun (Al Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas). (Muslim no. 726)
Dari Ibnu Umar, ia mengatakan,
{
.}
{ }
Saya melihat Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam shalat sebanyak dua puluh empat atau dua puluh
lima kali. Yang beliau baca pada dua rakaat sebelum shalat subuh dan dua rakaat setelah maghrib
adalah surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas).
(Ahmad 2/95. Syaikh Syu;aib Al Arnauth mengatakan, sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-
Muslim)
Tafsir ayat 1
. . } {
Katakanlah wahai orang-orang kafir
Seruan Allah atas sekelompok orang (kafir) dengan
julukan yang sebenarnya, dan mensifati dengan sifat
yagn sebenarnya bahwa mereka bukanlah orang yang
beragama, mereka bukan orang beriman namun mereka
adalah orang-orang kafir. Karena itu, mereka tidak dapat
bertemu dengan engkau wahai Muhammad dalam jalan
yang lurus ini
Demikianlah Allah mewahyukan di awal surat ini dan
membukanya dengan seruan, akan hakikat yang
sebenarnya, dalam bentuk pemisahan yang tidak ada
harapan lagi untuk bertemu!
Bahwa tauhid adalah manhaj, sementara syirik adalah
manhaj lainnya.. Keduanya tidak dapat berjumpa.. Karena
tauhid adalah manhaj yang mengarahkan manusia bersama
dengan seluruh makhluk lainnya kepada Allah yang Maha
Esa dan tidak ada sekutu baginya.
Lalu ditentukan arah yang dapat mempertemukan manusia
darinya; aqidah dan syariahnya, nilai-nilai dan timbangannya,
perilaku dan akhlaknya, dan seluruh persepsinya akan
kehidupan insan dan alam semesta.
Arah ini yang didapatkan oleh orang beriman yaitu Allah,
Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu baginya. Dan oleh
karena itulah hidup secara keseluruhan dibangun atas dasar
ini. Tidak terkontaminasi dengan kemusyrikan dalam bentuk
dan gambaran apapun baik secara tersembunyi dan secara
terang-terangan.. Dan begitulah perjalanan hidup yang
sepatutnya
Seakan Allah SWT menyatakan kepada Nabi saw:
Ya Muhammad, katakan kepada orang-orang kafir yang
tidak ada kebaikannya sedikit pun pada mereka dan tidak ada
harapan untuk beriman. Katakan kepada mereka, aku tidak
menyembah apa yang kalian sembah. Sebab kalian menyembah
tuhan-tuhan yang kalian jadikan sebagai perantara kepada Allah
yang Esa lagi Maha Perkasa. Kalian menyembah tuhan-tuhan
yang kalian kira terwujud dalam bentuk patung atau berhala.
Sedangkan aku menyembah Tuhan yang Esa, Satu, Tunggal,
Tempat bergantung yang tidak perlu istri dan anak, tiada yang
menyamai dan tiada pesaing. Tidak terwujud dalam fisik atau
pribadi seseorang. Tidak membutuhkan perantara dan tidak ada
yang mendekati-Nya melalui makhluk. Sarana yang
mendekatkan seseorang kepada-Nya hanyalah ibadah. Jadi,
antara apa yang aku sembah dan kalian sembah sangat berbeda.
Maka aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian
tidak menyembah apa yang aku sembah.
Tafsir Ayat 2-3
} {
Aku tidak menyembah dengan apa yang kalian sembah
Maknanya adalah bahwa ibadahku bukanlah ibadah
kalian dan sembahanku bukanlah sembahan kalian
} {
Dan kalian juga tidak menyembah apa yang aku sembah
Maksudnya adalah bahwa ibadah kalian bukanlah
ibadahku dan sembahan kalian bukanlah sembahanku
Hai orang-orang kafir yang mantap
dengan kakafiran. Aku tidak
menggunakan cara ibadah kalian dan
kalian tidak menggunakan cara ibadahku.
Kedua ayat diatas menunjukkan
perbedaan antara kedua tuhan yang
disembah. Nabi menyembah Allah
sedangkan mereka menyemmbah patung
dan berhala berikut perantara lainnya.
Tafsir ayat 4-5
{
}
Dan aku bukanlah penghamba yang kalian
hambakan
Penegasan untuk paragraf sebelumnya dalam bentuk kata
benda, yang menetapkan sifat yang permanen dan
berkelanjutan
} {
Dan kalian bukan penghamba yang aku hambakan
Pengulangan untuk penegasan paragraf kedua. Agar tidak
ada lagi syubhat, karena tidak ada ruang untuk praduga
dan syubhat, setelah penegasan yang berulang dengan
berbagai sarana pengulangan dan penegasan!
Para Mufassir menyatakan:
Kemudian sesudah Allah menyatakan tentang
tidak mungkin ada persamaan sifat antara Tuhan
yang disembah oleh Nabi SAW. dengan yang
disembah oleh mereka, maka dengan sendirinya
tidak ada pula persamaan tentang ibadah. Mereka
menganggap bahwa ibadah yang mereka lakukan
di hadapan berhala-berhala atau di tempat-tempat
beribadah lainnya, atau di tempat-tempat sepi,
bahwa ibadah itu dilakukan secara ikhlas untuk
Allah, sedangkan Nabi tidak melebihi mereka
sedikitpun dalam hal itu.
Dalam ayat-ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar
menjelaskan bahwa, "Saya tidak beribadah sebagai ibadahmu
dan kamu tidak beribadah sebagai ibadahku". Ini adalah
pendapat Abu Muslim Al Asfahani.
Maksud keterangan di atas menjelaskan bahwa hal tersebut
menjadi jelas dengan adanya perbedaan apa yang disembah
dan cara ibadah masing-masing.
Oleh sebab itu tidak mungkin sama menyembah Tuhan Yang
Maha Esa dan cara beribadah kepada-Nya, karena Tuhan yang
saya sembah maha suci dari sekutu dan tandingan, tidak
menjelma pada seseorang atau memihak kepada suatu bangsa
atau orang tertentu. Sedang "tuhan" yang kamu sembah itu
berbeda dari Tuhan yang tersebut di atas. Lagi pula ibadah saya
hanya untuk Allah saja, sedang ibadahmu bercampur dengan
syirik dan dicampuri dengan kelalaian dari Allah, maka yang
demikian itu tidak dinamakan ibadah.
Ayat 4 dan 5 ini menunjukkan perbedaan
ungkapan. Ibadah Nabi itu murni dan tidak
oleh kesyirikan serta jauh dari ketidak-tahuan
tentang tuhan yang disembah itu. Sementara
Ibadah orang-oarang kafir penuh dengan
kesyirikan juga tawassul (perantara) tanpa
usaha. Bagaimana mungkin kedua jenis
ibadah ini bisa bertemu.
Sebagian ulama berkata, Pengertiannya
adalah aku tidak menyembah apa yang kalian
di masa lalu demikian pula kalian, tidak
menyembah apa yang aku sembah. Jelas dan
akhirnya sama.
Tafsir Ayat 6
{
}
Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku
Kemudian diungkapkan secara global akan hakikat pemisahan
yang tidak akan bertemu di dalamnya, Pemisahan yang tidak
penyerupaan di dalamnya, pemutusan yang tidak akan tersambung
di dalamnya, bahkan pemilahan yang tidak lagi bercampur di
dalamnya: seakan nabi berkata: Saya disini kalian disana, tidak
ada lintasan, tidak ada jembatan dan tidak jalan!!!
Pemisahan yang integral dan sempurna, perbedaan yang jelas dan
mendetil.
Bahwa pemisahan ini merupakan keniscayaan guna memperjelas
perbedaan yang pundamental dan sempurna, yang mustahil bertemu
di pertengahan jalan. Pemisahan dalam keyakinan, dasar persepsi,
hakikat manhaj, dan tabiat jalan.
Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa
Allah mengancam orang-orang kafir
dengan firman-Nya yaitu, "Bagi kamu
balasan atas amal perbuatanmu dan
bagiku balasan atas amal
perbuatanku". Dalam ayat lain yang
sama maksudnya Allah berfirman:
"Bagi kami amalan kami, bagi kamu
amalan kamu". (Al Baqarah:139).
Imam Al Bukhari mengatakan,
) ( . ( )
(
.
( )
(
. )
)
Lakum diinukum, maksudnya bagi kalian kekafiran yang kalian lakukan.
Wa liya diin, maksudnya bagi kami agama kami. Dalam ayat ini tidak
disebut dengan ( )karena kalimat tersebut sudah terdapat huruf nuun,
kemudian yaa dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada kalimat ( )
) . Ulama lain mengatakan bahwa ayat ( ) , maksudnya
atau (
adalah aku tidak menyembah apa yang kalian sembah untuk saat ini. Aku
juga tidak akan memenuhi ajakan kalian di sisa umurku (artinya: dan
seterusnya aku tidak menyembah apa yang kalian sembah), sebagaimana
Allah katakan selanjutnya () .
Mereka mengatakan,
Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh
akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara
mereka. ( Al Maidah: 64). Demikian yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari.
Mengenai Ayat Yang Berulang dalam Surat Ini
Mengenai firman Allah yang berulang dalam
surat ini yaitu pada ayat,
) 2(
) 4(
) 3 (
)5(
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah.
Ada tiga pendapat dalam penafsiran ayat ini:
Tafsiran pertama:
Menyatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah untuk penguatan
makna (takid). Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Jarir dari sebagian pakar
bahasa.
Yang semisal dengan ini adalah firman Allah Taala,
) 5(
)6(
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyroh:
5-6)
Begitu pula firman Allah Taala,
)7(
) 6(
Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul
yaqin. (At Takatsur: 6-7)
Tafsiran kedua:
Sebagaimana yang dipilih oleh Imam Bukhari dan para pakar tafsir
lainnya, bahwa yang dimaksud ayat,
) 2(
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Ini untuk masa lampau.
) 4(
)5(
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah. Ini untuk masa akan datang.
Tafsiran ketiga:
Yang dimaksud dengan ayat,
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Yang dinafikan (ditiadakan di sini) adalah perbuatan (menyembah selain Allah)
karena kalimat ini adalah jumlah filiyah (kalimat yang diawali kata kerja).
Sedangkan ayat,
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
Yang dimaksudkan di sini adalah penafian (peniadaan) menerima sesembahan selain
Allah secara total. Di sini bisa dimaksudkan secara total karena kalimat tersebut
menggunakan jumlah ismiyah (kalimat yang diawali kata benda) dan ini
menunjukkan takid (penguatan makna). Sehingga seakan-akan yang dinafikan
dalam ayat tersebut adalah perbuatan (menyembah selain Allah) dan ditambahkan
tidak menerima ajaran menyembah selain Allah secara total. Yang dimaksud ayat ini
pula adalah menafikan jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mungkin sama
sekali menyembah selain Allah. Tafsiran yang terakhir ini pula adalah tafsiran yang
bagus. Wallahu alam.
Penutup
1. Dalam ayat ini dijelaskan adanya penetapan
aqidah meyakini takdir Allah, yaitu orang kafir
ada yang terus menerus dalam kekafirannya,
begitu pula dengan orang beriman.
2. Kewajiban berlepas diri (baro) secara lahir dan
batin dari orang kafir dan sesembahan
mereka.
3. Adanya tingkatan yang berbeda antara orang
yang beriman dan orang kafir atau musyrik.
4. Ibadah yang bercampur kesyirikan (tidak
ikhlas), tidak dinamakan ibadah.