Anda di halaman 1dari 39

POLIP NASAL

Oleh: Junita Ekasti Sari

Pembimbing: dr. Afif Rahmawan, Sp.THT-KL


LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Y
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds Talang Randai, Manna, Bengkulu Selatan
Berat Badan : 55 kg
Suku : Serawai
ANAMNESIS

Keluhan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sejak 5 tahun yang lalu pasien mengeluhkan hidung kanan


tersumbat. Awal mulanya pasien mengeluh flu, flu berawal
saat cuaca dingin, flu dirasakan hilang timbul terutama saat
cuaca dingin atau terpapar debu. Flu disertai dengan
keluarnya cairan dari hidung yang berwarna bening. Flu
tidak disertai demam, nyeri tenggorokan, dan rasa gatal
pada tenggorokan. Pasien mengeluhkan hidung tersumbat.
Pasien telah berobat ke puskesmas dan didiagnosis rhinitis
alergi, pasien telah minum obat tapi tak kunjung sembuh.
CONTD

2 tahun berikutnya pasien mengeluhkan hidung kanannya


terasa semakin tersumbat serta hidung kirinya juga ikut
tersumbat. Pasien mengeluhkan hidungnya semakin lama
semakin tertututp sehingga susah untuk membuang ingus
dan bernapas. Pasien memeriksakan diri ke RSUD Manna,
oleh dokter pasien didiagnosis dengan polip hidung kanan
dan kiri dan dianjurkan untuk dioperasi. Setelah itu pasien
tidak lagi memeriksakan dirinya ke RS dengan alasan tidak
mau di operasi.
CONTD

Sejak 1 bulan sebelum berobat ke poli THT RSUD


M.Yunus, pasien mengeluh hidung kanannya terasa
sudah tertutup. Pasien juga mengeluh susah bernapas
sehingga bernapas lewat mulut, suara menjadi sengau,
selain itu penciuman berkurang. Bengkak pada hidung
juga dikeluhkan tetapi tidak disertai nyeri tekan. Pasien
juga mengeluh flu dengan ingus encer berwarna jernih
terkadang kekuningan, darah tidak ada, ingus mengalir
ke tenggorok disangkal. Pasien tidak mengeluhkan
rasa berat di wajah. Pasien juga mengeluh tidur ngorok,
gigi berlubang tidak disertai sakit kepala dan gangguan
penglihatan.
CONTD

Sejak 1 hari sebelum berobat ke poli THT, pasien mengeluh


hidung tersumbat yang semakin lama semakin berat yang
disertai flu dan batuk. Hidung tersumbat dan flu sudah
dirasakan sejak lama. Batuk dirasakan hilang timbul. Batuk
tidak disertai dahak dan darah. Keluhan demam disangkal.
Batuk terutama dirasakan saat terpapar debu, cuaca dingin
dan minum es. Sakit tenggorokan dan gatal disangkal.
Saat berobat ke poli THT dan setelah diperiksa oleh dokter,
dokter menyarankan untuk dilakukan operasi karena
terdapat benjolan di dalam lubang hidung, pasien
menyetujui untuk dilakukan operasi yang dijadwalkan
seminggu kemudian.
CONTD

Riwayat
PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler
Napas : 24x/menit
Suhu : 36o C axiller
Pemeriksaan Sistemik
Kepala : DBN
Mata : KA (-/-), SI (-/-)
Toraks : DBN
Abdomen : DBN
Ekstremitas : DBN
PEMERIKSAAN STATUS LOKALIS

Telinga:
-Auricula Dextra
Canalis Acusticus Externus : Sempit, hiperemis (-), edema (-),
serumen (+) serosa
Membran timpani : Utuh
Pemeriksaan pendengaran : DBN
-Auricula Sinistra
Canalis Acusticus Externus : Sempit, hiperemis (+), edema (-),
serumen (+) serosa
Membran timpani : Sukar dinilai
Pemeriksaan pendengaran : DBN
PEMERIKSAAN STATUS LOKALIS

Hidung:
Cavum nasi dextra : tidak lapang, konka inferior hipertrofi,
polip ukuran 2x1x2 cm, hiperemis (+), dan
edema (-), sekret (+) serosa
Cavum nasi sinistra : tidak lapang, konka inferior hipertrofi,
polip ukuran 1x0,5x1 cm, hiperemis (+), dan
edema (-), sekret (+) serosa
Septum nasi : tidak ada deviasi
PEMERIKSAAN STATUS LOKALIS

Orofaring dan Mulut:


Arkus faring : simetris
Dinding faring : hiperemis (-)
Tonsil : Ukuran T1-T1
Hiperemis (-)
Detritus (-)
Kripta (-)
Uvula : normal
Laringoskopi indirek : Sukar dinilai
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM
Nilai Nilai Normal Nilai Rujukan
LED 40 mm/det 8-15
Ht 37 % 37-47
Hb 12,8 gr/dl 13-18
Leukosit 7.200 mm3 4.000-10.000
Trombosit 249.000mm3 150.000-400.000
Hitung Jenis 0/2/1/46/47/4 3-5/0/2-5/25-70/40-50/4-9
Masa Perdarahan 2 00
Masa Pembekuan 4 00
GDS 84 g/dl 70-120
Ureum 15 20-40
Creatinin 0,9 0,5-1,2
SGOT 30 <42
SGPT 36 <41
PEMERIKSAAN PENUNJANG

RONTGEN TORAKS PA
Cor: besar, bentuk normal
Pulmo: tidak tampak infiltrate/nodul
Sinus Phrenicocostalis kanan dan kiri tajam
Kesan: cor dan pulmo saat ini tak tampak kelainan
TINJAUAN PUSTAKA
POLIP NASAL
DEFINISI

Polip nasal ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di


dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, permukaannya
licin, terjadi akibat inflamasi mukosa sehingga menimbulkan prolaps
mukosa di dalam rongga hidung.
EPIDEMIOLOGI

Polip hidung ditemukan 1-4% dari populasi


1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 42% di Finlandia
1-4% prevalensi di Amerika Serikat
Pada anak-anak sangat jarang ditemukan: 0,1%
Indonesia pria : wanita = 2-3 : 1, prevalensi 0,2-4,3%
ditemukan pada penderita asma non alergik 13%
Ditemukan pada asma alergi sebesar 5%
ETIOLOGI

Alergi
Infeksi
Obstruksi mekanik
Gangguan saraf
Supurasi sinus, pembuluh darah dan limfe
Trauma
PATOFISIOLOGI

proses edema mukosa,


etiologi peradangan terutama di
yang lama meatus medius

mukosa yang stroma akan terisi


sembab menjadi oleh cairan
polipoid interseluler

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang


sembab makin membesar dan turun ke dalam POLIP
rongga hidung sambil membentuk tangkai
MANIFESTASI KLINIK

be
STADIUM POLIP

1
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
POLIPEKTOMI

Indikasi:
Polip yang tidak membaik dengan terapi medika mentosa
Polip menyebabkan sumbatan hidung lengkap
Polip dengan sinusitis kronis
Polip nasi stadium 3
Polip nasi yang telah menyebabkan obstruksi pada nasofaring
Polip antrokoanal

Polipektomi dilakukan dengan menggunakan senar polip atau


cunam
KOMPLIKASI

Obstruksi nasofaring
Woakes syndrome
Prognosis

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu


pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya,
misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah
menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan
atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa
mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan
dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat
dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan
hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara
lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
PEMBAHASAN

Polip pre operasi Polip post operasi


CONTD

Ny.Y, 34 tahun, didiagnosis menderita polip nasal stadium 3,


dengan kondisi polip berukuran 2x1x2 cm pada cavum nasi
dextra, sekret (+) dan polip nasi sinistra stadium 2 dengan
polip berukuran 1x0,5x1cm. Penyebab terjadinya polip nasi
belum diketahui secara pasti. Namun sebagian besar kejadian
polip nasi dihubungkan dengan faktor predisposisi inflamasi
kronik pada hidung seperti rhinitis alergi. Pada pasien ini,
kemungkinan penyebab terjadinya polip adalah Rhinitis alergi.
Rhinitis alergi dapat menyebabkan perubahan mukosa hidung
maupun ketidakseimbangan saraf vasomotor. Prolaps
submukosa yang diikuti dengan reepitelisasi, pembentukan
kelenjar baru dan peningkatan penyerapan natrium
mengakibatkan retensi air sehingga membentuk polip.
CONTD

Polip yang semakin lama semakin membesar ini menutupi


saluran pernapasan (hidung) sehingga menimbulkan
berbagai manifestasi klinis. Selain itu kebiasaan pasien
mengkomsumsi mie instan, memasak dengan
menggunakan penyedap rasa, minuman dengan bahan
pewarna dan air es dapat menjadi faktor risiko polip. Pada
pasien ini, alasan dilakukannya polipektomi adalah adanya
peradangan pada mukosa hidung, hidung terasa penuh,
tidur mengorok, sekret serosa yang banyak, napas lewat
mulut dan penciuman yang menurun. Apabila tidak
dilakukan polipektomi maka dapat menimbulkan komplikasi
yang buruk pada pasien.
POLIP KOANAL

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang


sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media
dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di
tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan.
Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin
tempat asal tangkai polip dapat dilihat.
Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal
dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan
infundibulum.
Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di
nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan
berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip
antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana
biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus
maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal
dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.
Setelah dilakukan polipektomi, pasien diberikan obat berupa:
1. Cefotaxime injeksi
Termasuk ke dalam golongan sefalosporin generasi ketiga.
Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi lebih stabil
terhadap banyak bakteri beta laktamase sehingga memiliki
aktivitas spektrum yang lebih luas, memiliki cakupan gram
negatif yang lebih luas dan juga terhadap gram positif
aerobik. Obat ini dapat digunakan sebagai pencegahan
pasca operasi (pencegahan septikemia) yang disebabkan
oleh bakteri Escherichia coli, serratia, streptokokus dan
stafilokokus. Obat ini diberikan tiap 6 sampai 12 jam, dan
tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 1, 2, dan 10 g.
Dosis untuk anak sebesar 50-200mg/kgBB/hari dalam 4-6
dosis.
2. Transamin injeksi (Asam traneksamat)
Obat ini mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang
sama dengan asam aminokaproat, tetapi 10 kali lebih poten
dengan efek samping yang lebih ringan. Obat ini digunakan
untuk mengentikan perdarahan (hemostatik) dengan cara
menghambat mekanisme fibrinolisis. Fibrinolisis adalah
proses pemecahan atau penghancuran fibrin (bekuan
darah) oleh plasmin. Efek samping yang mungkin muncul
adalah pruritus, eritema, ruam kulit, mual dan muntah. Dosis
iv yang dianjurkan 0,5-1 g, 2-3 kali perhari diberikan dengan
lambat, sekurang-kurangnya dalam 5 menit, dan obat ini
(90%) dieksresikan melalui urin dalam 24 jam
3. Dexamethasone injeksi
Deksametason merupakan glukokortikoid kerja lama ( t1/2
36-72 jam) yang salah satu efeknya adalah mencegah atau
menekan gejala inflamasi, berupa kemerahan, rasa sakit,
panas, dan pembengkakan ditempat radang. Obat ini
bekerja dengan menghambat pelepasan mediator inflamasi.
Penelitian menyebutkan bahwa obat ini juga memiliki efek
antiemetik dengan mekanisme yang belum diketahui secara
pasti. Sediaan deksametason injeksi adalah 4mg/ml.
4.Ketorolac injeksi
Ketorolak (OAINS) merupakan analgesik poten dengan efek
anti-inflamasi sedang, dan obat ini selektif menghambat
COX-1. Efek analgesik ini terbukti efektif untuk
menggantikan morfin dalam beberapa situasi yang
melibatkan nyeri pasca operasi ringan dan sedang. Efek
samping yang mungkin muncul adalah gangguan saluran
cerna, mengantuk, pusing dan sakit kepala. Dosis iv 15-30
mg, dan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena kemungkinan
iritasi lambung besar
5. Ranitidin injeksi
Ranitidin merupakan obat penghambat reseptor H2.
Ranitidin digunakan untuk menangani gejala dan penyakit
akibat produksi asam lambung yang berlebihan. Kelebihan
asam lambung dapat membuat dinding sistem pencernaan
mengalami iritasi dan peradangan. 300 mg per hari. Dosis
ini bisa diminum sekaligus atau dibagi menjadi dua.
Ranitidin bisa diberikan selama 2-12 minggu, tergantung
pada kondisi dan respons pasien terhadap pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaiti. Bashiruddin, Jenny; Restuti, Ratna D. Dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 224-7.
Hanis IF, Raharjo SP, Arfandi RB & Djufri NI. 2010. Hubungan antara stadium polip nasi dengan fungsi ventilasi dan
drainase telinga tengah berdasarkan gambaran timpanogram. CDK 179, UNHAS.
Mudassir, dkk. 2012. Analisis kadar malondialdehid (MDA) plasma penderita polip hidung berdasarkan dominasi sel
inflamasi pada pemeriksaan histopatologi. Makasar: FK UNHAS
Amalyah & Taufiq FP. 2013. Polip nasi rekuren bilateral stadium 2 pada wanita dengan riwayat polipektomi dan rhinitis
alergi. Medula vol 1 (5)
Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. 2009. Jakarta: EGC. p. 81.
Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2. 2007. Jakarta: EGC.
p. 486.
Lee DH et al. 2013. Nasopharynx obstruction by huge nasal polyp with metaplastic ossification. J Rhinol 20 (2)
Longmore, Murray. et al. 2009. Nasal polyps- Oxford handbook of clinical specialties. 8 th Ed. New York: oxford University
Press
Adam, Boies, Higler. BOIES. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. 2012. Jakarta, EGC.
Wardani RS, Mayangsari ID, Koento T, Amozegar E. 2014. Woakes syndrome. ORLI 44(1), Jakarta
Newton, JR and Kim Wong. 2008. A review of asal polyposis-theraupetics and clinical risk management. Publisher and
license dove medical press. Ltd
Assanasen, Paraya and Robert M. 2001. Medical and surgical management of nasal polyps. Lippincott Williams and
wilkins inc.
Gunawan, SG, FKUI. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI
Syarif, Amir. Ascobat, Purwantyastuti. Estuningtyas, Ari. Setiabudy, Rianto. Setiawati, Arini. Sunaryo, R. Dkk.
Farmakologi dan Terapi Edisi Lima. 2009. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 682-5, 818-9.
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 10. 2012. Jakarta: EGC.
Theodorus. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta: EGC. 2012. p. 246.

Anda mungkin juga menyukai