Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

PERITONITIS DENGAN PENYULIT ASMA


Pembimbing : dr. Indra Karyani Ibrahim, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU ANESTESI RSUD R. SYAMSUDIN, SH SUKABUMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2017
Identitas Pasien
No. RM : R00051487
Nama : Tn. S
Usia : 66 tahun
Alamat : Kp. Warung Kawung Sukabumi
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal masuk : 15 Juli 2017
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan : Demam, sulit BAB, Mual, Muntah, Perut membesar
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu SMRS, nyeri terasa terus
menerus dan terasa di seluruh bagian perut. Keluhan diawali dengan demam sejak 7 h
ari yang lalu, demam dirasakan naik turun. Setelah itu pasien mengeluhkan nyeri ulu ha
ti yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri menjalar ke perut kanan bawah ya
ng nyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus-menerus sehingga men
yebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Keluhan ini juga disert
ai dengan mual, muntah (1x) dan nafsu makan menurun. Pasien mengaku sejak dulu s
ering mengkonsumsi obat-obatan anti nyeri yang di beli sendiri di apotik atau warung
jika sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat gastritis
Riwayat asma (+) sejak 3 tahun yang lalu timbul terutama saat kelelahan, 2 kali kambuh sejak 6
bulan terakhir, terakhir kambuh 3 bulan yang lalu.
Riwayat alergi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat merokok bungkua/hari selama 8 tahun, sudah berhenti sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat tuberkulosis disangkal
Riwayat gigi goyang dan gigi palsu disangkal
Riwayat operasi dahulu disangkal
Riwayat pengobatan disangkal
Pemeriksaan Fisik Saat Pre-Operasi, 14 Juli 2017

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Laju nadi : 98 kali/menit
Laju napas : 26 kali/menit
Suhu : 36,5 C
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 170 cm
BMI : 20,8 kg/m2
Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil 4 mm/4 mm
Hidung : Septum nasi di tengah
Mulut : Mukosa oral basah, Malampati I
Leher : ROM bebas, KGB tidak teraba
Thoraks
Cor : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Bunyi napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Tidak terlihat adanya penggunaan otot bantu pernapasan
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) 4 kuadran abdomen
Perkusi : Hipertimpani 4 kuadran abdomen
Auskultasi : BU () 2 kali/2 menit
Punggung : Skoliosis -
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 14/07/17
Rontgen Thorax

-Tampak kardiomegali tanpa bendungan paru


-Tidak tampak KP aktif
Pemeriksaan EKG

Simpulan : Sinus Takikardi


ASESMEN PRA ANESTESI
Diagnosis Kerja
Laki-laki usia 66 tahun dengan Peritonitis pro laparatomi eksplorasi dengan peny
ulit asma dengan rencana general anestesi.
Diagnosis Anestesi
ASA III
Diagnosis Banding : (-)
Tatalaksana preoperatif
Pro operasi laparatomi Explorasi
Konsul anestesi dengan hasil konsultasi:
Acc tindakan anestesi
Puasakan dari pukul 02.00
Sedia ICU post operasi
Catatan Perjalanan Perioperatif

Keadaaan Pra Bedah


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Puasa : 8 jam
Berat badan : 60 kg
Tekanan darah : 187/101 mmHg
Nadi : 102 kali/ menit
Pernapasan : 24 kali/ menit
SpO2 : 97%
Suhu : Afebris
Status Fisik : ASA III
Anestesi Umum : Posisi supine
Premedikasi :
1. Ondansetron 4 mg Medikasi :

2. Ketorolac 30 mg Fentanyl 70 mcg


Propofol 90 mg
3. Dexamethason 10 mg Rocuronium 70 mg
4. Paracetamol 1 gram Atropine 0,25 mg +
Neostigmin 0,5 mg
5. Sedacum 2 mg
Teknik anestesi : general anesthesia dengan menggunakan Single
Lumen ETT No.7,5
Anestesi dengan : O2 + N2O + Sevoflurane
Pemberian cairan :
Maintenance
BB : 60 kg
10 x 4 = 40
10 x 2 = 20 100 cc/jam
40 x 1 = 40
Puasa
Lama puasa x Maintenance
8 x 100 = 800 cc
Stress Operasi
Operasi besar = 8 cc/KgBB/jam
8 x 60 = 480 cc
1 jam pertama : M + PP + SO
100 + 400 + 480 = 980 cc/jam
1 jam kedua : M + 14 PP + SO
100 + 200 + 480 = 780 cc/jam
Perdarahan : 200 cc
Urine : 30 cc
Total kebutuhan cairan selama operasi
980 + 780 + 200 + 30 = 1990 cc
Kartu Anestesi
Keadaan penderita pasca bedah :
Keadaan umum : Composmentis
Tekanan darah : 138/82 mmHg
Nadi : 98 kali per menit
Respirasi : 22 kali per menit
SpO2 : 98%
Suhu : Afebris

Instruksi pasca bedah :


1. Pasien dipuasakan 2 x 24 jam
2. Observasi TTV tiap 15 menit (TD, HR, RR, Suhu, SpO2)
3. O2 3 lpm via nasal kanul
4. Analgetik bolus: Ketorolac 30 mg/8 jam bolus (terakhir pk 13.15)
5. Analgetik drip dalam futrolit 500 ml (Ketorolac 60 mg + Pethidin 100 mg) 25 tpm
6. Cek Hb, Leukosit, Trombosit post-operasi
7. Kebutuhan cairan 2500 cc/24 jam
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA
Menurut GINA (Global Initiative for Asma) asma didefinisikan sebagai g
angguan inflamasi kronik saluran napas respiratorik dengan banyak sel yang b
erperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, i
nflamasi ini menyebabkan episode wheezing berulang, sesak napas, rasa dada t
ertekan, dan batuk, khususnya malam hari atau dini hari
Pembagian Asma
Ditinjau dari berat ringannya penyakit
Ditinjau Dari Gejala Klinis
Serangan asma ringan : dengan gejala batuk, mengi dan kadang-kadang sesa
k, SaO2 95% udara ruangan, PEFR lebih dari 200 liter per menit, FEV1 lebih
dari 2 liter, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator dan faktor
pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas
normal sehari-hari.
Serangan asma sedang : dengan gejala batuk, mengi dan sesak nafas w
alaupun timbulnya periodik, retraksi interkostal dan suprasternal, SaO 2 92- 9
5% udara ruangan, PEFR antara 80-200 liter per menit, FEV1 antara 1-2 liter, s
esak nafas kadang mengganggu aktivitas normal sehari-hari.
Serangan asma berat : dengan gejala sesak nafas telah mengganggu aktivitas s
ehari- hari secara serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan u
ntuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yang mengancam jiwa yang d
ikenal dengan status asmatikus.
PENANGANAN ANESTESI PREOPERATIF
a. Evaluasi Preoperatif

Riwayat Penyakit
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Rontgen Thorax
Pemeriksaan Fungsi Paru (Spirometri)
Pemeriksaan Analisa gas darah
Fisioterapi dada

b. Pengelolaan Pre Operatif


Manajemen asma
Sympathomimetik atau agonis
Selektif -adrenergik, umumnya diberikan secara inhalasi dan sampai saat ini merupakan
preparat yang paling efektif. Misalnya albuterol(ventolin) 2 puffs atau lebih dengan MDI setiap
3-4 jam atau 0,5mL/2mL salin setiap 4-6 jam
Campuran 1 dan 2 adrenergik termasuk epinefrine (Adrenalin), isoproterenol (Isuprel) dan
isoetharin (Brokosol). Efek samping takikardi dan arithmogenik membahayakan pada penderita
penyakit jantung.
Terbutaline sulfate pemberiannya 0,25 mg SC, dapat diulangi 15 menit, tetapi tidak lebih dari 0,
5 mg dalam 4 jam.
Santin (teofilin)
Premedikasi

1. Sedatif ( Benzodiazepin)
2. Narcotik(Opioid)
3. Anticholinergik
4. H2 antagonis (Cimetidin, Ranitidin)
5. Pada penderita asma intubasi dapat diberikan lidocain 1-1,5 mg/kgBB atau
Fentanyl 1-2 mcg/kgBB
PENANGANAN ANESTESI INTRAOPERATIF

Anestesi Umum

Waktu paling kritis pada pasien asma yang dianestesi adalah selama instr
umentasi jalan napas. Nyeri, stress, emosional atau rangsangan selama anest
esi dangkal dapat menimbulkan bronkospasme. Obat-obatan yang sering dihub
ungkan dengan pelepasan histamin (seperti curare, atracurium, mivacurium, morfi
n, meperidin) harus dicegah atau diberikan dengan sangat lambat jika diguna
kan. Tujuan dari anestesi umum adalah smooth induction dan kedalaman anestes
i disesuaikan dengan stimulasi. Pemilihan agen anestesi tidak sepenting dalam p
encapaian anestesi yang dalam sebelum intubasi dan stimulasi pembeda
han.
Agent Inhalasi
Agent inhalasi anestesi seperti halothan akan menyebabkan bron
kodilatasi dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya bronkospas
me. Halothan berpengaruh pada diameter airway dengan cara me
mblok reflek airway dan efek langsung relaksasi otot polos airway. Iso
fluran dan desfluran dapat pula menimbulkan bronkodilator dengan der
ajat yang setara tetapi harus dinaikkan secara lambat karena sifatnya irit
asi ringan di jalan napas. Sevofluran tidak terlalu berbau (tidak menusu
k) dan memiliki efek bronkodilator serta sifatnya tidak iritasi di jalan na
pas
Obat Induksi Intravena

Untuk induksi anestesi dapat digunakan obat-obat yang mempunyai onset


kerja yang cepat.
Contoh obat induksi yang dapat digunakan adalah thiopenton, propofol, da
n ketamin.
Ketamin dan propofol dapat digunakan untuk mencegah dan mereverse
bronkokonstriksi melalui mekanisme utama penekanan neural dan melalui
penekanan langsung aktivitas otot polos airway.
Muscle Relaxant
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam penggunan mus
cle relaxan adalah memilih agent yang tidak menyebabkan histamine rel
ease. Contohnya bisa dengan menggunakan, contohnya dengan me
nggunakan vecuronium dengan dosis 0,08-0,12 mg/kgBB atau 0,6-
1,0 mg/kgBB recuronium Alternatif lain dapat digunakan muscle rela
xan short acting. Meskipun suksinilkolin dapat menyebabkan pele
pasan histamin tetapi secara umum dapat digunakan dengan aman pad
a kebanyakan pasien asma.
Terapi Bronkospasme Intra Operatif
Bronkospasme pada intraoperatif ditunjukan dengan wheezing, munculnya
penurunan volume tidal ekshalasi atau munculnya suatu kenaikan pelan dar
i gelombang dicapnograf, hal ini dapat diatasi dengan mendalamkan aneste
sinya.
Jika tidak hilang maka perlu dipikirkan hal lain seperti sumbatan tube
endotracheal dari kekakuan, balon yang terlalu keras, intubasi
endobronchial, tarikan aktif karena anestesi dangkal, oedem pulmo atau em
boli dan pneumothorak semua dapat menyebabkan bronkospasme.
Bronkospasme harus ditangani dengan suatu beta adrenergik agonist baik
secara aerosol atau inheler kedalam jalur inspirasi dari sirkuit napas
Penanganan Post Operatif
Pada akhir pembedahan pasien harus bebas wheezing
Antikolinergik dalam reverse dapat diberikan dengan dosis yang tepat
Penanganan nyeri post operatif penting untuk cegah bronkospasme
Masalah yang biasa terjadi pasca bedah adalah penurunan volume paru
akibat anestesi dan pembedahan
Adapun kriteria pasien perlu masuk ICU :
Pasien yang butuh ventilatory support
FEV atau PEV <50%
PCO2 >50 mmHg
PO2 <50 mmHg
Pasien nampak bingung dan lemah
Pasien dengan mayor trauma, multi trauma, luka bakar dengan
gangguan hemodinamik
Pasien yang menjalani mayor surgery
Kesimpulan
Asma adalah satu keadaan klinis yang ditandai dengan episode
berulang penyempitan bronkus yang reversible, biasanya diantara
episode terdapat pernapasan yang lebih normal.
Penilaian terhadap reversibilitas penyakit penting dilakukan evaluasi
pasien dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologi,pemeriksaan AGD dan pemeriksaan tes fungsi
paru-paru.
Pasien dengan riwayat asma frekuen atau kronis perlu dilakukan
pengobatan sampai tercapai kondisi yang optimal untuk dilakukan
operasi atau kondisi dimana gejala -gejala asma sudah minimal.
Pencegahan bronkospasme pada saat operasi penting dilakukan terutam
a pada saat manipulasi jalan napas.
Pemilihan obat-obatan dan tindakan anestesi perlu dipertimbangkan
untuk menghindari penggunaan obat-obatan dan tindakan yang
merangsang terjadinya bronkospasme atau serangan asma.
Rencana tindakan atau obat-obat untuk mengatasi serangan asma atau
bronkospasme harus disiapkan agar jika terjadi serangan bronkospas
me kondisi reversibel dapat tercapai.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai