Anda di halaman 1dari 39

TUBERKULOSIS PARU

DENGAN KOMPLIKASI EFUSI


PLEURA
Untuk coass interna yang mau instant
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberkulosis.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3
terbanyak didunia setelah India dan China
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total
jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan tahun
2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA
(+) sekitar 110/100.000 penduduk.
Perjalanan penyakit dan gejalanya bervariasi
tergantung pada umur dan keadaan penderita
saat terinfeksi.
Pada penderita infeksi primer yang menjadi
progresif dan sakit (3-4% dari yang terinfeksi)
karena penurunan daya tahan tubuh akibat
bertambahnya umur (proses menua),
alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat,
diabetes melitus, dan HIV/AIDS
Gejala umum yang terjadi berupa demam
dan malaise.
Gejala respiratorik yang terjadi berupa
batuk, sesak nafas, nyeri dada.
Gejala sesak nafas timbul jika terjadi
pembesaran nodus limfa pada hilus yang
menekan bronkus, atau terjadi efusi
pleura, ekstensi radang parenkim atau
miliar.
TB bisa menyebabkan komplikasi berupa efusi pleura.
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang
pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain.
Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa
adanya friksi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) :
dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
vokal fremitus menurun
perkusi redup sampai pekak
bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat
dilihat atau diraba pada trakhea.
Pengobatan efusi pleura pada tuberkulosis =
torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura)
Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis bila
jumlah efusi sedikit, asalkan terapi obat anti tuberculosis
diberikan secara adekuat
Tuberkulosis diterapi dengan obat anti tuberkulosis
dengan syarat terus menerus, waktu lama dan
kombinasi obat.
Prognosis TB paru kearah jelek bila ditemukan adanya
kekambuhan, komplikasi ke arah cor-pulmonal, adanya
caviti yang cukup banyak dan adanya diabetes melitus
yang sukar untuk diregulasi.
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki 86 tahun, sudah menikah, pendidikan terakhir sekolah dasar,
pekerjaan petani, suku bolmong masuk rumah sakit pada 17 mei 2010 dengan
keluhan utama : sesak
Sesak dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, namun menghebat sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak bersifat hilang timbul, meningkat saat
beraktivitas dan berkurang saat beristirahat. Sesak pada malam hari saat tidur tidak
pernah dirasakan oleh penderita. Penderita juga merasa lebih nyaman tidur disisi
kanan dan sering kali tidur dengan posisi bersandar setengah duduk.
Batuk juga dialami penderita sejak 2 bulan yang lalu. Batuk berdahak, dahak
berwarna putih.
Nyeri dada dialami penderita jika penderita mengalami batuk.
Demam sumer-sumer sejak 1 bulan terakhir hilang timbul
Keringat malam dialami penderita sudah 1 bulan terakhir
Riwayat minum obat OAT pada tahun 2009 namun tidak tuntas hanya pemakaian
selama 2 minggu.
Nafsu makan penderita menurun sejak satu bulan terakhir
Penurunan berat badan sebanyak 5 Kg dalam sebulan terakhir.
Buang air kecil biasa dan buang air besar biasa.
RPD : diabetes melitus, hipertensi, asam urat, liver. riwayat trauma
sebelumnya disangkal.
Penderita pernah mengkonsumsi obat par sebelumnya.
Riwayat alergi : penderita mengaku tidak pernah minum obat atau
makan makanan yang menyebabkan penderita mengalami gatal-
gatal.
Riwayat penyakit keluarga : penderita mengaku bahwa hanya
penderita yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat pribadi sosial : penderita sering merokok dan berhenti
pada bulan September tahun 2009 karena penyakit ini. Penderita
mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol. Penderita tergolong
orang yang mudah bergaul dengan siapa saja dan penderita
mengaku pernah ada kontak dengan orang yang memiliki riwayat
batuk lama.
KU :sedang kesadaran :CM
T: 120/70 mmHg N: 92 x / mnt, reguler, isi cukup, R: 32 x
/ mnt S: 37,3C,
TB :160 cm BB: 50 kg
keadaan gizi agak kurang (IMT 19,5)
umur menurut dugaan pemeriksa : 80-an
habitus: astenikus mobilisasi: pasif.
Pemeriksaan kulit : warna sawo matang
suhu raba: hangat
lapisan lemak tipis
tidak ada edema.
Pemeriksaan kepala : ekspresi tampak sakit
rambut beruban agak tebal dan tidak mudah dicabut
konjungtiva anemis (-) sklera ikterik (-)
Pemeriksaan telinga : tophi (-) lubang (N) cairan (-)
Pemeriksaan hidung : deviasi (-) sekret(-) perdarahan(-)
Pemeriksaan mulut : bibir sianosis(-) gigi caries (-) faring
hiperemis(-) beslag (-) mukosa basah (+) pembesaran
tonsil (-)
Pemeriksaan leher : pembesaran kelenjar getah bening
(-) trakhea letak ke arah lateral kiri tekanan JVP: 51
cmH2O
Pemeriksaan thoraks : dada kanan lebih
cembung dari dada kiri.
Pemeriksaan jantung :
I : iktus cordis tidak nampak
P: iktus cordis tidak teraba
P: didapatkan batas jantung kiri di ICS V linea
midclavicularis sinistra. batas kanan jantung sulit
dievaluasi
A: M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2
dengan hearth rate kurang lebih 92 kali per
menit, tidak ditemukan bising pada pasien ini.
Pemerisaan paru :
I : simetris pada saat statis dan terlihat paru
kanan tertinggal pada keadaan dinamis
P : stem fremitus menurun disisi kanan setinggi ICS II
P : redup pada paru sebelah kanan setinggi ICS II
A : suara pernapasan menurun di sisi kanan setinggi ICS
II dan (+) disisi kiri. Bunyi ronkhi juga terdengar disisi
kiri dan kanan pada apex paru, bunyi wheezing tidak
ada.
Batas paru hepar sulit dievaluasi.
Pemeriksaan abdomen :
datar, lemas dengan bising usus normal. nyeri
ulu hati(-), hepar dan lien tidak teraba.
ballotemen (-), nyeri ketok CVA (-).
Pemeriksaan kelamin tidak terdapat kelainan.
Pemeriksaan ekstrimitas
kulit telapak tangan dan kaki warna kemerahan,
tidak ada kelainan di jari, CRT <2, akral hangat
dan edema (-).
LED 65 mm/jam GDS 110 mg/dl
hemoglobin 10gr% ureum 31mg/dL
leukosit 13.800 /L kreatinin 1,5 mg/dL
eritrosit 3.540.000 /L asam urat 6,5 mg/dL
trombosit 277.000 /L protein total 7 g/dL
differential count : albumin 3,5 g/dL
basofil : 0% globulin 3,5 g/dL
eosinofil : 1% natrium 130 mEq
batang : 6% kalium 3,5 mEq
Segmen : 60% klorida 106 mEq
Limfosit : 30% SGOT 38, SGPT 19
Monosit : 3%.
kesan blood smear : Urinalisis :
susp. anemia on urobilin normal
chronic disease glukosa (-)
pemeriksaan rontgen bilirubin (-)
thorax : gambaran
efusi pleura kanan keton (-)
eritrosit (-)
protein (-)
nitrit (-)
leukosit (-)
WDx :
susp. TB paru + infeksi sekunder + efusi
pleura dd malignancy + anemia e.c. susp.
chronic disease.
TL :IVFD NaCl 0,9% : D5%= 1:1 20 gtt
per menit,Thorakosentesis, Ceftriaxone
2x1 gram iv, Ambroxol 3x1 tablet.
Pada Thorakosintesis, Kimiawi :
didapatkan hasil : 1000 cc Protein total 4,6 g/dL
cairan LDH 20 U/L
Analisis cairan pleura glukosa 98 mg/dL
makroskopis :
pH 8,0
warna cairan kuning
mikrobiologi :
bekuan (+)
pulasan gram (-)
Uji Rivalta (+)
pulasan BTA (-)
Mikroskopis :
sitologi hanya didapatkan sel
jumlah sel leukosit 50 /L radang dan tidak didapatkan
hitung jenis sel PMN 25%, MN sel ganas
75%
eritrosit 5-6 / LPB P :Sputum BTA 3 porsi.
H T N R S S O A P
2 110/60 88 32 36,8 sesak paru : TB paru + OAT
I :dinamis paru infeksi kategori I
sebelah kanan sekunder +
tertinggal efusi pleura +
P :SF kanan anemia e.c.
ICS IV susp chronic
P :redup disease
disebelah kanan
di ICS IV
A :rh+/+, wh-/-,
SP disisi kiri
ICS IV
BTA 3x (+)

20.00
sesak Thorakos
me entesis
(700 cc)
H T N R S S O A P
7 sesak Thorakosentesis
me (800 cc)

masih Dexamethasone
sesak 1 ampul iv

Hb : 10,4 g/dL,
8 130/80 80 24 36,6 Sesak C : P:batas leukosit : 9000/L
me jantung kanan
eri : 3.410.000/L
ICS IV linea
sternalis Plt : 285.000/L
dextra. PCV : 30,9 %
paru : Ureum: 39 mg/dL
I :dinamis paru Kreat : 1,1 mg/dL
sebelah kanan SGOT: 27
tertinggal SGPT: 19
P :SF kanan Hasil foto thorax
ICS V
menunjukkan
P :redup tampak efusi
disebelah
kanan di ICS V
pleura dextra
setinggi ICS V.
A :rh+/+, wh-/-,
SP disisi kiri
ICS V
H T N R S S O A P
14 Hb: 11,4 g/dL
Leukosit : 9.500/L
Plt : 245.000/L
Eri : 3.830.000/L
PCV: 34,4%
GDS: 91
Ureum: 46 mg/dL
Kreatinin: 1,3 mg/dL
Kolst. ttl: 118 mg/dL
Trigli : 85 mg/dL
Prot total: 7,3 g/dL
Albumin: 3,5 g/dL
Globulin: 3,8 g/d,
Natrium: 141 mEq
Kalium: 3,8 mEq
Clorida :103 mEq
SGOT: 34
SGPT: 19

15 120/70 88 24 36,8 Sesak Rawat jalan


me
PEMBAHASAN
Penularan TB paru terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei di udara.
Tuberkulosis dapat menyebabkan kelainan
yang luas baik paru, ekstra paru maupun
kedua-duanya pada individu yang memiliki
penurunan daya tahan tubuh.
pada penderita infeksi primer yang menjadi
progresif dan sakit memiliki gejala umum
dan gejala respiratorik
Gejala umum berupa demam dan malaise
Gejala respiratorik berupa
1. batuk kering maupun produktif
merupakan gejala yang paling sering
terjadi dan merupakan indikator yang
sensitif untuk penyakit tuberkulosis paru
aktif.
2. Gejala sesak nafas
3. Nyeri dada
4. Hemoptisis
Pada pemeriksaan fisik
Dada cembung
suara nafas bronkial
Amforik
suara nafas melemah
rhonki basah
tanda-tanda penarikan paru, diafragma,
mediastinum.
Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan baktreriologik
radiologi
histopatologi jaringan
uji tuberkulin
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan laboratorium
hemoglobin, leukosit, trombosit, eritrosit,
hematokrit, laju endap darah, hitung jenis,
hapusan darah tepi, dan pemeriksaan
darah lain sesuai kelainan atau komplikasi
yang dicurigai
Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik dapat
dilakukan secara mikroskopik dan biakan.
Bahan pemeriksaan dapat berasal dari
dahak,cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung,
bronchoalveolar lavage (BAL), urin, tinja
dan jaringan biopsi.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar radiologis ialah foto
thorax posisi PA dengan atau tanpa foto
lateral, di mana yang dicurigai sebagai lesi
TB aktif adalah adanya bayangan
berawan atau noduler, kaviti, bercak
milier, dan efusi pleura.
Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi terhadap organ
atau jaringan yang dicurigai TB, di mana
ditemukan adanya tuberkel atau sel
epiteloid menunjang suatu infeksi TB.
Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin pada orang dewasa baru
akan mempunyai makna bila didapatkan
konversi dari uji yang dilakukan satu bulan
sebelumnya atau bila kepositifan dari uji
yang didapat besar atau bula.
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi untuk mengetahui
kadar antibodi dapat dilakukan dengan
metode enzime linked immunosorbent
assay (ELISA), mycodot, dan peroksidase
anti peroksisase (PAP).
Pemeriksaan lainnya
analisa cairan pleura
uji rivalta cairan pleura
PCR
RFLP
LPM
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci
keberhasilan program penanggulangan TB adalah dengan
menerapkan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS)

DOTS mengandung lima komponen yaitu:


1) komitmen pemerintah dalam menjalankan program TB nasional
2) Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3) pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung,
dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4) pengadaan OAT secara berkesinambungan
5) monitring serta pencatatan yang baik.
Pengobatan TB terbagi atas 2 fase yaitu fase
intensif (fase bakterisidal awal atau inisiasi)
selama 2-3 bulan dimana pada fase ini perlu
dilakukan pengawasan ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan obat dan fase selanjutnya
adalah fase lanjutan dengan rentan waktu 4-7
bulan untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah kekambuhan.
Paduan obat OAT terdiri dari obat utama yaitu
rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid dan obat
tambahan seperti Streptomicin, kanamicin, obat
antimikroba golongan kuinolon, golongan
macrolid dan lain-lain.
Evaluasi hasil pengobatan bisa dilakukan
melalui evaluasi klinis, bakteriologik, radiologik,
efek samping obat dan keteraturan minum obat.
Pada pasien ini tergolong kasus TB paru baru karena
putus obat < 4 minggu dengan komplikasi efusi pleura.
Pemilihan untuk pengobatan pasien ini menggunakan
regimen 1 (2 HRZE/4 RHE) karena regimen 1 boleh
diberikan kembali apabila penderita memiliki riwayat
minum OAT tetapi dalam jangka waktu pendek atau
dibawah 1 bulan.
Penanganan lain adalah memperbaiki kondisi
berdasarkan keluhan. Untuk efusi pleuranya dilakukan
thorakosentesis sebanyak 3 kali, dengan indikasi pada
thorakosentesis yang pertama karena efusi > tinggi dari
sela iga III, dan yang kedua dan ketiga atas indikasi
adanya sesak. penggunaan kortikosteroid hanya
diberikan jika ada tanda/gejala meningitis, sesak nafas
berat, tanda/gejala toksik, demam tinggi dan adanya
efusi atau asites.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul dari TB paru adalah:
batuk darah, pneumotoraks, empiema, gagal napas, gagal jantung,
dan efusi pleura. Pada pasien ini didapatkan komplikasi berupa
efusi pleura.

Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural


dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke ronggapleura, menimbukan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC
biasanya unilateral

Prognosis TB paru kearah jelek bila ditemukan adanya


kekambuhan, komplikasi ke arah cor-pulmonal, adanya caviti yang
cukup banyak dan adanya diabetes melitus yang sukar untuk
diregulasi. Pada pasien ini prognosisnya baik karena tidak
ditemukan salah satu dari beberapa kelainan diatas.
Foto Thoraks Masuk
Foto Thoraks kontrol
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai