Anda di halaman 1dari 14

STOP STIGMA

&
DISKRIMINASI
ODGJ
LATAR BELAKANG

Masih ada stigmatisasi dan diskriminasi yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ), antara lain dikeluarkan dari sekolah, diberhentikan dari pekerjaan, diceraikan oleh
pasangan, hingga ditelantarkan oleh keluarga, bahkan dipasung, serta dirampas harta
bendanya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa angka kejadian
gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang
Angka kejadian gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang.
Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata 14,3% di antaranya atau sekitar 57.000 orang pernah
atau sedang dipasung. Angka pemasungan di pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%.
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang sangat
penting dan harus mendapat perhatian sungguh-
sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor
Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah,
serta perhatian dari seluruh masyarakat.
PAYUNG HUKUM

UU RI NO 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM


RUMAH TANGGA (pasal 15)
UU RI NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
UU RI NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
THE CONVENTION FOR THE RIGHTS OF PERSON WITH DISABILITIES (CRPD) 2006
UU RI NO 11 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
UU RI NO18 TENTANG KESEHATAN JIWA TAHUN 2014 (pasal 3, pasal 65)
PP RI NO 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU
NARKOTIKA
UU NO 18 TAHUN 2014 TTG
KESEHATAN JIWA
Undang-undang tersebut mengamanatkan tentang:
1) Perlunya peran serta masyarakat dalam melindungi dan memberdayakan
ODGJ dalam bentuk bantuan berupa: tenaga, dana, fasilitas, pengobatan bagi
ODGJ;
2) Perlindungan terhadap tindakan kekerasan, menciptakan lingkungan yang
kondusif, memberikan pelatihan keterampilan; dan
3) Mengawasi penyelenggaran pelayanan di fasilitas yang melayani ODGJ
HARAPAN

seluruh jajaran Pemerintah dan lapisan masyarakat, termasuk tokoh agama,


tokoh adat, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi profesi, dan
dunia usaha dan swasta, dapat mendukung upaya Pemerintah dalam
memberikan pelayanan kesehatan jiwa terbaik kepada Masyarakat.
Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap siapa pun juga harus dihapuskan dari
bumi Indonesia karena bertentangan dengan hak asasi manusia dan berdampak
pada munculnya berbagai masalah sosial, ekonomi, dan keamanan di
masyarakat
Pencegahan dengan deteksi dini saat masuk sekolah (screening siswa baru dr
puskesmas)
Berkoordinasi dengan aparat hukum dan puskesmas bila ada KDRT, narkoba
atau pasung
A. Pemerintah :
1. Pemerintah Pusat melalui TP-KJM mengkoordinasikan kebijakan dan kegiatan di tingkat
nasional.
2. Pemerintah Propinsi,
Dipimpin oleh Gubernur dengan peran aktif dari seluruh instansi terkait upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif keswamas.
Pemda propinsi membentuk dan memfungsikan TP-KJM serta menyediakan sumber
daya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
Dipimpin oleh Bupati/Walikota dengan peran aktif dari seluruh
instansi terkait upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
keswamas.
4. Tingkat Kecamatan
Dipimpin oleh Camat dengan peran aktif dari seluruh instansi terkait
upaya preventif promotif, kuratif dan rehabilitatif keswamas.
Puskesmas sbg Pusat Pembangunan kesehatan di wilayah kec
mengkoordinasikan upaya peningkatan keswamas.
5. Tk Kelurahan/Desa
Lurah / Kepala Desa memegang peran yang
penting dalam pelaksanaan upaya peningkatan
dan pencegahan keswamas di wilayah masing-
masing
Memberdayakan petugas kesehatan yang ada
serta institusi kemasyarakatan untuk
deteksi dini.
6. DPR/DPRD
Membantu peningkatan upaya kesehatan jiwa
masyarakat membuat peraturan /
perundang-undangan yang memihak kepada
Keswamas dan mengalokasikan anggaran
yang memadai
Melakukan pengawasan thd pelaksanaan
program keswamas.
B. Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Non Pemerintah :
1. LSM dan Organisasi Non Pemerintah, memberdayakan
masyarakat, penyuluhan, pelatihan, pemberian
dukungan dan konseling.
2. Tim Penggerak PKK, menghimpun, menggerakkan dan
membina potensi masyarakat dalam upaya kesehatan
jiwa melalui pemberian bimbingan, motivasi dan
fasilitasi.
3. Sektor Swasta/Dunia Usaha, sebagai mitra untuk
mempercepat dan memperluas jangkauan.
4. Tenaga Profesional, Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi, dibutuhkan
perannya untuk perumusan kebijakan, penelitian, evaluasi kegiatan dan
meningkatkan mutu SDM melalui Diklat yang berkelanjutan.
5. Masyarakat Umum. Turut berpartisipasi terutama untuk upaya-upaya promotif
dan preventif serta deteksi dini penderita gangguan jiwa.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai