1.Pph Badan Iai 2016 Revisi 2
1.Pph Badan Iai 2016 Revisi 2
Subjek Pajak
Objek Pajak
Pembukuan
Penghitungan Pajak
Page 2
SUBJEK PAJAK
Page 3
PPh dikenakan terhadap.? (Pasal 1 UU PPh)
Diterima/Diperoleh
Subjek Pajak Penghasilan
dalam Tahun Pajak
Page 4
Subjek Pajak Pasal 2 (1) UU PPh
Orang Pribadi
Badan
Page 5
SUBYEK PAJAK PPh BADAN
Page 6
Subjek Pajak Pasal 2 ayat (2) UU KUP
Subjek Pajak
Subjek Pajak Luar
Dalam Negeri
Negeri (SPLN)
(SPDN)
Page 7
SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
Pasal 2 ayat (3) UU PPh
Page 8
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
Pasal 2 ayat (4)
YANG MENJALANKAN
USAHA ATAU KEGIATAN
MELALUI
BUT DI INDONESIA
Page 9
BENTUK USAHA
TETAP
Pasal 2 ayat (5)
UNTUK MENJALANKAN
USAHA ATAU KEGIATAN
Puspenpa 2000
Page 10 DI INDONESIA 10
BUT dapat berupa:
Page 11
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
Pasal 2A ayat (1),(2),(3),(4) dan (5)
SPDN SPLN
BADAN BUT
MULAI : MULAI :
SAAT DIDIRIKAN / SAAT MELAKUKAN
BERKEDUDUKAN USAHA/KEGIATAN
DI INDONESIA MELALUI BUT DI
INDONESIA
BERAKHIR :
SAAT DIBUBARKAN ATAU BERAKHIR :
TIDAK LAGI SAAT TDK LAGI MENJALANKAN
BERKEDUDUKAN DI USAHA/KEGIATAN MELALUI BUT
INDONESIA. DI INDONESIA.
Page 12 12
Tidak Termasuk Subjek Pajak Badan
Organisasi-
Kantor Perwakilan
organisasi
Negara Asing
Internasional
Indonesia menjadi anggota
organisasi tersebut
Tidak menjalankan usaha,
kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada
Pemerintah yang dananya berasal
dari iuran anggota
Page 13
OBJEK PAJAK
Page 14
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)
PENGHASILAN
Page 15
Klasifikasi Penghasilan
Penghasilan
Page 16
PENGHASILAN MENURUT PAJAK DAN PELAPORANNYA
DALAM SPT TAHUNAN PPh
Penghasilan
(income/revenue)
Sesuai UU Tidak
Sesuai UU
over under
Page 17
Dikenai Tarif Umum Pasal 17
Psl 4/1
Page 18
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (1)
Laba usaha
Page 19
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (2)
Page 20
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (3)
Page 21
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (4)
Premi asuransi
Page 22
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (5)
Page 23
Dikenai Pajak Bersifat Final
Page 24
Konsekuensi Pengenaan PPh Final
CASE : SEWA
treatment
biaya-biaya
terkait tidak
dapat menjadi
pengurang
pajak yang
dibayar tidak
dapat
dikreditkan
penghasilan tidak
dihitung kembali
pada saat
penghitungan
pajak akhir tahun
Page 25
Dikecualikan dari Objek Pajak
Page 26
Dikecualikan dari Objek Pajak (1)
harta hibahan
warisan
Page 27
Contoh
Tuan A ingin menambah modalnya di PT X
dengan menyerahkan sebuah gudang . Nilai sisa
buku fiskal gudang sebelum penyerahaan adalah
Rp. 500 jt. sedangkan harga pasarnya Rp. 1
miliar. Maka PT. X Mencatat setoran modal
berupa gudang dari Tuan A sebesar Rp. 1 Miliar.
Sedangkan Tuan A mengakui keuntungan
pengalihan harta sebesar harga pasar gudang
(Rp. 1 miliar ) dikurangi NSBF-nya (Rp. 500 jt ) =
sebesar Rp.500 juta
Page 28
Dikecualikan dari Objek Pajak (2)
Page 29
Dikecualikan dari Objek Pajak (3)
Page 30
Dikecualikan dari Objek Pajak (4)
Page 31
Ilustrasi HIBAH:
Tidak ada hubungan usaha, kepemilikan
sesuai Ps.4 ayat 3 UU PPh
Page 32
PEMBUKUAN
Page 33
Pembukuan menurut UU Pajak (Pasal 28 UU KUP)
Page 34
PENGERTIAN PEMBUKUAN
Pasal 1 angka 26 UU KUP
MELIPUTI
Harta
Kewajiban
Modal
Penghasilan dan Biaya
Harga Perolehan dan Penyerahan Barang/Jasa
Koreksi Fiskal
over under
Page 38
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL
Page 39
Apa Yang Dapat diSusutkan/Diamortisasi ?
Aktiva Tetap:
harta perusahaan yang dimiliki untuk menciptakan
penghasilan dan mempunyai masa manfaat (umur ekonomis)
lebih dari satu tahun. Terhadap aktiva ini diperkenankan
untuk dilakukan alokasi pembebanan biaya melalui
penyusutan dan dibebankan sebagai pengurang penghasilan
bruto.
Page 40
Harga Perolehan (1)
Jumlah yang
sesungguhnya
dikeluarkan untuk Hubungan Berelasi:
mendapatkan harta Jumlah yang
yang bersangkutan seharusnya dikeluarkan
(harga pasar wajar)
Page 41
Harga Perolehan (2)
Page 42
Contoh :
Tuan A ingin mesin yang dimilikinya ditukar
dengan mobil yang dimiliki Tuan B. Harga pasar
mesin tersebut Rp. 5.000.000 dengan Nilai buku
fiskal (NSBF) Rp. 1.000.000. Mobil Tuan B sendiri
memiliki harga pasar Rp. 6.000.000 dengan NSBF
Rp. 3.000.000. Berapa keuntungan/kerugian
yang didapat dari transaksi tersebut ?
Page 43
Metode Penyusutan
Bukan Bangunan
Page 44
Klasifikasi Aktiva Tetap
Bangunan
Tidak Permanen (10 th)
Aktiva Tetap
I (4 th)
II (8 th)
Bukan Bangunan
III (16 th)
1. BUKAN
BANGUNAN
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %
2. BANGUNAN
- PERMANEN 20 THN 5 % -
- TDK PERMANEN 10 THN 10 % -
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %
Page 47 47
ILUSTRASI PENYUSUTAN DENGAN METODE SALDO MENURUN
Pada tanggal 5 Juli 2010, PT.ABC membeli sepeda motor untuk operasional
kantor seharga Rp 12.000.000. Menurut akuntansi, estimasi masa maanfaat
menurut manajemen 5 tahun dan disusutkan dengan metode garis lurus. Untuk
perpajakan, WP menyusutan dengan metode saldo menurun.
Harga
Tahun Perolehan Perhitungan Beban Akumulasi Nilai Buku
Penyusutan Fiskal Penyusutan Penyusutan Akhir Tahun
6/12 x 50% x Rp
2010 12,000,000 12.000.000 3,000,000 3,000,000 9,000,000
Page 49
ISU PERPAJAKAN TERKAIT INVENTORY
Page 50
Contoh : AVERAGE
(Penjelasan Pasal 10 ayat (6) UU 36 / 2008
Rp 2,150 Rp 1,075
Page 51
9 + 12 = 21/2 = 10,50 9+12+11,25 = 32,25/3 = 10,75
Contoh : FIFO
(Penjelasan Pasal 10 ayat (6) UU 36/ 2008
MPKP
Page 52
Contoh : LIFO
(Tidak Diperkenankan UU 36 / 2008)
MTKP
Rp 2,325 Rp 900
Page 53
Asumsi Diketahui Sales ,Purchase & Tax 10 %
FIFO, AVERAGE & LIFO
Comparison
Page 54
FIFO, AVERAGE & LIFO
Comparison
Page 56
BIAYA BUNGA
Apabila terdapat penempatan deposito/
tabungan yang dananya langsung/tidak
langsung berasal dari dana pinjaman yang
dibebani bunga, maka
Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya
atau lebih kecil dibanding jumlah rata-rata deposito
atau tabungan, maka bunga atas pinjaman tersebut
seluruhnya tidak dapat dikurangkan sebagai
biaya
Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar
dibanding jumlah rata-rata deposito atau tabungan,
maka bunga atas pinjaman yang boleh
dikurangkan sebagai biaya adalah biaya bunga
atas selisih antara jumlah rata-rata pinjaman
dengan jumlah rata-rata deposito atau tabungan.
Misalnya ;
Jumlah rata-rata pinjaman dalam 1 tahun =Rp 150.000.000,00
Jumlah rata-rata deposito dalam 1 tahun =Rp 40.000.000,00
Bunga pinjaman seluruhnya =Rp 30.000.000,00
Bunga pinjaman yang dapat dikurangkan sebagai biaya
= {(150 juta - 40 juta) / 150 juta} x Rp 30 juta = Rp 22 Juta.
Page 57
Biaya Entertainment
PONSEL
Biaya Pembelian: Penyusutan kelompok I 50%
Biaya Pulsa : Biaya Rutin 50%
KENDARAAN SEDAN
Page 59
Sumbangan (PP 93/2010)
Page 60
Syarat Sumbangan (PP 93/2010)
Page 61
Ketentuan terkait Sumbangan (PP 93/2010)
back
Page 62
PENGHITUNGAN PAJAK
Page 63
PERHITUNGAN PPh TERUTANG
2 KOREKSI POSITIF
KOREKSI NEGATIF
6 PPh TERUTANG
Page 65
Penghasilan Kena Pajak
(dibulatkan ke bawah dalam ribuan Rupiah penuh)
Tarif PPh
=
PPh Terutang
Page 66
TARIF PAJAK
WP BADAN
SINGLE RATE TARIF PAJAK
2009 28%
2010 25%
Peredaran bruto s/d 50 Milyar 50% lebih rendah
Page 67
PPh Terhutang ...................... ?
Page 68
Menghitung PPh Kurang/Lebih bayar
Page 69
PPh Terutang
-
Kredit Pajak + PPh yang
dibayar sendiri
=
PPh Kurang/Lebih Bayar
Page 70
Kredit Pajak
dikreditkan berdasarkan
PPh Psl. 22
bukti pemotongan pajak,
PPh Psl. 23
(bukan PPh Final)
PPh Psl. 24
Page 72
PPh Pasal 23
Page 73
PPh Pasal 24
Page 74
PPh Pasal 24
Pengh. LN
MKPLN = X PPh Terutang
PKP
Page 75
CONTOH PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK:
KREDIT PAJAK :
Page 76 76
PPh Yang Dibayar Sendiri
Page 77
Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 25
Tdk dpt
Dikreditkan maupun
dibiayakan
Page 78
ANGSURAN PPh PASAL 25
Page 79
ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
Pasal 25 ayat (1)
DIKURANGI
Page 80
12 (DUA BELAS) ATAU BANYAKNYA BULAN 80
DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK
CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh 25
Page 81 81
CONTOH PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK:
KREDIT PAJAK :
Page 82 82
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN
BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU
Pasal 25 ayat (6)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
BERWENANG
Page 84
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Penghasilan
Tidak Teratur
Mengingat penghasilan
yang tidak teratur belum
tentu diterima lagi di tahun
berikutnya, maka
penghasilan yang dipakai
sebagai dasar
penghitungan angsuran
PPh Pasal 25 dalam
tahun berikutnya adalah
hanya berdasarkan
penghasilan teratur
Page 85
SPT PPh BADAN
SPT PPh BADAN
Page 86
Setor dan Lapor
Page 87
Format
1771
Page 88