Anda di halaman 1dari 40

Journal reading

Emergency Cricothyrotomy Perfomed


By Surgical Airway-nave Medical
Personnel
Frdric Heymans, M.D., Georg Feigl, M.D., Stephan Graber, M.D., Delphine S. Courvoisier, Ph.D.,
Kerstin M. Weber, M.D., Pavel Dulguerov, M.D.

Krikotirotomi Emergensi Yang Dilakukan Oleh Personil


Medis Yang Awam Dalam Bedah Saluran Nafas
SEBUAH PENELITIAN RANDOMISASI CROSSOVER PADA KADAVER
DENGAN MEMBANDINGKAN TIGA TEKNIK YANG SERING
DIGUNAKAN

Presented by Eka darmayanti widodo

Pembimbing dr. Albinus Cobis Sp.An, M.Kes


Latar Belakang
Apabila prosedur konvensional untuk mendapatkan ventilasi efektif dan
pengembalian pernapasan spontan gagal, maka pembuatan jalan napas
secara pembedahan merupakan pilihan terakhir.
Sebagian besar dokter memiliki pengalaman yang terbatas dalam melakukan
krikotirotomi, dan belum jelas metode apa yang harus diajarkan untuk prosedur
penyelamat nyawa ini.
Tujuan penelitian:
Untuk membandingkan kinerja tenaga medis, dalam membuat jalan napas
darurat secara pembedahan pada kadaver menggunakan tiga teknik
krikotirotomi yang umum digunakan.
Metode
Dua puluh mahasiswa, tanpa pengetahuan teknik bedah saluran napas
sebelumnya, dipilih secara acak dari kelas mereka.
Setelah pelatihan, mereka melakukan krikotomi dengan tiga teknik
(bedah, Melker, dan QuickTrach II) dengan urutan acak pada 60
kadaver yang biometriknya sebanding.
Waktu menyelesaikan prosedur, angka keberhasilan, dan jumlah
komplikasi dicatat dengan seksama.
Sukses apabila penempatan kanula dalam trakea dilakukan secara
benar dalam waktu 3 menit.
Hasil
Tingkat keberhasilan adalah 95, 55, dan 50% untuk teknik bedah,
QuickTrach, dan Melker (P = 0,025).
Mayoritas kegagalan karena salah penempatan cannula (15 dari 20).
Pada subjek yang berhasil, waktu prosedur 94 35s pada kelompok
bedah, 77 34s pada kelompok QuickTrach II, dan 149 24s pada
kelompok Melker (P <0,001).
Komplikasi juga ditemukan pada subjek yang berhasil. Tidak ada
parameter biometrik kadaver berkorelasi dengan tingkat keberhasilan
prosedur.
Kesimpulan
Tenaga medis dapat membuat cricothyrotomy darurat secara efisien
dan aman dengan teknik bedah dibanding dua teknik lainnya yang
umum digunakan.
Apa Yang Sudah Kita Ketahui Tentang Topik Ini
Krikotirotomi emergensi direkomendasikan pada banyak pedoman manajemen saluran
napas ketika terjadi situasi tidak dapat diventilasi, tidak dapat diintubasi
Apakah krikotirotomi sebaiknya dilakukan secara bedah atau nonbedah masih menjadi
topik hangat

Apa Hal Baru Yang Diberitahu Artikel Ini


Penelitian randomisasi crossover prospektif ini membandingkan angka keberhasilan dan
komplikasi dari tiga teknik krikotirotomi berbeda yang dilakukan oleh 20 personil medis
yang awam tentang bedah saluran napas pada 60 cadaver
Pendahuluan
Setiap dokter pernah berhadapan dengan situasi darurat berupa
gangguan jalan napas.
Karena intubasi merupakan manajemen airway standar, ada juga
keadaan yang tidak memperbolehkan intubasi, atau situasi yang tidak bisa
diventilasi.
Meskipun banyak alat intubasi telah dikembangkan dalam dua dekade
terakhir, beberapa pasien perlu akses jalan napas melalui leher yang
disebut surgical airway.
Tracheotomy membuat akses ke
saluran napas dibawah kartilago krikoid
serta invasif sehingga diperuntukkan bagi
ahli bedah.
Dalam situasi emergency, akses jalan
napas harus diberikan melalui antara kulit
leher anterior dan jalan napas. Secara
anatomis, daerah paling aman adalah
ligamen krikotiroid, dan prosedur ini
disebut Krikotirotomi.
Sebuah studi meta-analisis menyimpulkan bahwa cricothyrotomy memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi 90%, sementara cricothyrotomy nonsurgical memiliki tingkat
keberhasilan rendah (65%).
Aspek cricothyrotomy emergency bertentangan dengan mayoritas prosedur bedah,
tindakan tidak dapat diajarkan dalam situasi sesungguhnya
Sebagian besar mahasiswa kedokteran hanya belajar teori tanpa praktik; Prosedur ini
jarang dilakukan pada hewan (perbedaan anatomi);

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efisiensi dan keselamatan
menggunakan 3 teknik yang sering digunakan untuk cricothyrotomy (Melker set, set
QuickTrach II, teknik bedah) ketika dilakukan pada kadaver oleh tenaga medis yang
masih awam.
Bahan dan metode

Guna menilai praktik kedokteran saat ini dimana krikotirotom


jarang sekali dilakukan, subyek yang digunakan adalah
mahasiswa kedokteran yang tidak memiliki pengetahuan
sebelumnya tentang bedah saluran napas.
Subyek melakukan tiga teknik krikotirotomi dalam urutan acak,
dan oleh sebab itu penelitian ini bisa dianggap sebagai sebuah
penelitian randomisasi crossover.
subyek
Subyek merupakan mahasiswa kedokteran dengan
pengetahuan anatomi yang cukup tetapi tanpa pengalaman
bedah atau medis sebelumnya.
Subyek merupakan Mahasiswa kedokteran tahun keempat
(dari 6 tahun) dari Universitas Graz (Graz, Austria) dipilih secara
acak dari semua mahasiswa di kelas.
Tidak ada informasi yang diberikan mengenai eksperimen
prosedur terkait saluran napas sebelumnya. Beberapa
menolak untuk berpartisipasi dan beberapa tidak dapat hadir
pada hari eksperimen.
pelatihan
Pertama-tama subyek diberikan presentasi verbal dengan bantuan visual
sekitar 80 menit.
Presentasi menjelaskan tujuan penelitian, mengulas anatomi yang relevan,
dan mencontohkan masing-masing teknik dengan skema, gambar, dan
video. Masing-masing teknik krikotirotomi diperbolehkan dengan kisaran
waktu yang sama dalam presentasi sekitar 20 menit.
Setelah tanya jawab, salah satu penulis mencontohkan prosedur individual
pada tiga grup subyek yang lebih kecil dan masing-masing subyek
diperbolehkan untuk menyentuh, melakukan, dan bertanya mengenai aspek
apapun tentang teknik dan prosedur.
Keseluruhan proses memakan waktu sekitar 2 jam.
Teknik bedah
Teknik Melker (Cook Medical, USA), berdasarkan teknik Seldinger yang
populer, dilakukan dengan urutan berikut:
(1) insisi pada kulit;
(2) tusukan jarum pada ligamen krikotrakhea;
(3) lokalisasi saluran napas dengan mengaspirasi gelembung udara dalam
suntikan terisi air;
(4) menempatkan kawat pemandu melalui jarum kedalam trakhea;
(5) mencabut suntikan;
(6) melebarkan jalan dengan kateter yang ditaruh pada kawat pemandu;
(7) memasukkan kanula ventilasi kedalam trakhea. Ujung dilator yang berbentuk
kerucut disesuaikan dengan lubang kanula dengan tujuan untuk membuka jalan
melalui jaringan dengan membuat ujung tepinya kaku dan untuk mencegah
cedera dengan menumpulkan tepi kanula yang relatif tajam.
Alat QuickTrach (VBM, Medizintechnik GmbH, Jerman) terbuat dari
jarum inseri mirip trokar solid yang diatasnya ditaruh kanula ventilasi.
Keseluruhan sistem dimasukkan bersamaan dalam satu gerakan ke dalam
lumen trakhea, diikuti dengan pencabutan jarum, meninggalkan kanula di
tempat definitifnya.
Instruksi penggunaan QuickTrach II mengkhususkan bahwa tidak diperlukan
adanya insisi kulit sebelum memasukkan, karena ujung pemotong yang
sangat tajam dan trokar berbentuk kerucut lancip
Teknik bedah terdiri dari insisi kulit vertikal dan jaringan subkutan.
Ligamen krikotiroid kemudian diraba dengan jari pada luka ini, dan dilakukan
insisi horizontal pad aligamen krikotiroid. Jika ligamen krikotiroid dapat
dengan mudah diraba lewat kulit yang intak, diperbolehkan melakukan insisi
horizontal transfixing tunggal.
Ujung jari masuk kedalam lumen trakhea untuk melebarkan, memperkirakan
ukuran jalan, dan membantu menempatkan kait kedalam lumen trakhea.
Kait digunakan untuk menangkap dan menarik kartilagi krikoid ke anterior
dan inferior.
Kanula bersungkup Shiley 4-LPC (Covidien, USA) kemudian dimasukkan
kedalam lumen trakhea, dilanjutkan dengan menarik kait.
Instrumen bedah yang tersedia untuk penelitian hanya sebatas skalpel,
sebuah kait, dan kanula.
Palpasi di tempat-tempat penting seperti tonjolan superior
laring (Adams Apple)kartilago krikoid, dan ligamen krikotiroid
perlu dilakukan sebelum memulai prosedur.
Untuk masing-masing teknik, subyek diajarkan untuk menjaga
kepala kadaver pada posisi hiperekstensi dengan satu
tangan setidaknya saat langkah kritis prosedur.
kanula
Untuk menghindari bias dari penelitian sebelumnya,9 digunakan kanula
dengan ukuran yang relatis sama:
1) Diameter luarnya 9,4 mm untuk Shiley 4-LPC (teknik bedah),
2) Diameter luar 8,2 mm untuk kanula pada teknik Melker, dan
3) Diameter luar 7,6 mm untuk kanula QuickTrach.

Masing-masing Kanula dilengkapi cuffed (dengan penguncian) karena


kinerjanya lebih baik dibanding kanul tanpa cuffed
Persiapan kadaver
Enam puluh kadaver manusia dengan kepala, leher, dan torso intak dipilih
secara acak oleh salah satu penulis (Dr. Feigl). Semua kadaver diawetkan
dengan metode Thiel. Metode pengawetan ini membuatnya seperti kondisi
hidup dan optimal.
Untuk masing-masing kadaver, dilakukan penilaian praoperasi berikut: lingkar
leher di tingkat kartilago krikoid, jarak sternomental, jarak tiromental, dan juga
kemungkinan untuk mempalpasi ligamen krikotiroid.
Berdasarkan lingkar leher, kadaver dibagi menjadi dua grup: besar dan kurus.
Masing-masing kadaver hanya dipakai sekali, sehingga masing-masing
prosedur dilakukan pada leher yang intak.
Masing-masing subyek mendapat tiga kadaver dari grup yang memiliki lingkar
leher yang sama.
randomisasi
Randomisasi diproses secara terpisah pada masing-masing grup
kadaver (30 kadaver dibagi menjadi besar dan kurus). Subyek juga
dipilih secara acak untuk masuk ke salah satu grup kadaver.
Kemudian, masing-masing kadaver dipilih secara acak untuk
dilakukan satu prosedur; yang terakhir, urutan eksekusi tiga teknik
berbeda per subyek juga dipilih secara acak.
Prosedur randomisasi dilakukan dengan randomisasi online oleh
salah satu penulis (Dr. Graber)
Prosedur randomisasi dibagi menjadi 20 penanda S1
sampai S10 (untuk kadaver kecil) dan B1 sampai B10 (untuk
kadaver besar).
Penanda tersebut ditulis pada kertas, yang dilipat dan
ditaruh pada wadah buram. Sebelum memulai eksperimen,
masing-masing subyek mengambil satu kartu. Untuk masing-
masing penanda, nomor dan urutan kadaver sudah
ditentukan, dan juga urutan prosedur.
Identitas kadaver untuk masing-masing dari tiga sesi
dirahasiakan sampai dimulainya prosedur, ketika masing-
masing subyek diarahkan ke kadaver yang dimaksud.
Variabel hasil
Ujung cannula ditempatkan dalam lumen trakea dalam waktu 3 menit.
Waktu melakukan prosedur diukur dengan menggunakan stopwatch mulai
dari pembukaan pelindung kepala, leher, dan dada hingga penyisipan kanul,
menurut subjek.
3 menit merupakan waktu maksimum sebelum terjadi lesi akibat hipoksia.
Faktor stres juga termasuk sehingga membolehkan subjek melanjutkan
prosedur hingga 6 menit
Pada akhir prosedur, posisi kanula dalam trakea dinilai dengan endoskopi
fleksibel dimasukkan melalui lumen cannula. Pada kasus-kasus yang
meragukan, direct laringoskopi dengan pisau intubasi, bersamaan endoskopi
subglottic digunakan.Kegagalan bila durasi lebih dari yang ditetapkan dan
salah penempatan kanul.
Kanul cricothyrotomy kemudian dicabut. Luka, trakea, dan
laring yang lebih diperiksa menggunakan endoskopi fleksibel
dan rigid. Terakhir, palpasi laring mengevaluasi fraktur tulang
rawan yang mungkin tidak terdeteksi. Jika meragukan, sayatan
leher diperpanjang dan laring dibedah.
Evaluasi komplikasi dilakukan oleh dua penulis (Drs. Heymans
dan Dulguerov), tanpa memandang teknik cricothyrotomy
yang digunakan.
3 prosedur cricothyrotomy dan evaluasi nya berlangsung
sekitar 1 jam dan dilakukan di Departemen Anatomi, Universitas
Graz.
Kuesioner preferensi
Setelah presentasi teknik bedah dan setelah menyelesaikan
eksperimen, subyek mengisi sebuah kuesioner yang berisi
preferensi subyektif dari masing-masing teknik dan
kepercayaan diri mereka dalam melakukan prosedur di situasi
yang sesungguhnya.
Analisis statistik
Kami memakai angka keberhasilan krikotirotomi untuk menghitung ukuran sampel.
Karena tidak tersedianya taksiran angka keberhasilan untuk krikotirotomi emergensi
dengan bedah saluran napas oleh subyek awam, digunakan perbedaan angka
keberhasilan krikotirotomi dari teknik akses saluran napas pada pasien diluar rumah
sakit yang telah terpublikasi.
Untuk error 0,05 dan kekuatan 80%, didapatkan ukuran sampel 15 orang per grup
dengan menggunakan G*Power
untuk perbandingan proporsi multigrup dengan menggunakan statistik 2.
Ukuran sampel dinaikkan menjadi 20 orang per grup dengan alasan potensi
pengunduran diri dan tidak menyelesaikan eksperimen
Proporsi keberhasilan antar teknik juga dibandingkan dengan
menggunakan persamaan penaksiran generalisasi tetapi dengan
logit link.
Karena teknik dan urutan eksekusi dirandomisasi, semua model
hanya memasukkan teknik sebagai prediktor (tanpa penyesuaian).
Nilai P untuk perbedaan signifikan diatur pada 0,05 dan memakai
uji bilateral. Analisis dikerjakan dengan paket perangkat lunak IBM
SPSS versi 22 (International Bussines Machines Corporation, USA).
Hasil
20 subyek yang berpartisipasi dalam penelitian (10 pria dan 10 wanita) berusia
antara 22 dan 28 tahun (rata-rata usia 24,6 tahun). Mereka direkrut pada
Desember 2013 dan tidak ada yang hilang atau dieksklusikan setelah randomisasi;
tidak ada masalah follow-up yang dihadapi sejak eksperimen dilaksanakan dalam
satu hari.
Leher dengan perimeter antara 28 dah 34,9 cm membentuk grup pertama
dengan sebutan leher kurus
Antara 35 dan 48 cm, membentuk grup leher besar.
Ligamen krikotiroid mudha dipalpasi pada 51 kadaver, sulit dinilai pada 5 kadaver,
dan tak dapat dipalpasi pada 4 kadaver.
Sembilan puluh lima persen (19 dari 20) teknik bedah berhasil
dilakukan, dibandingkan dengan 55% (11 dari 20) untuk grup
QuickTrach II dan 50% (10 dari 20) untuk grup Melker (P = 0,025).
Mayoritas kegagalan disebabkan oleh salah menempatkan
kanula dan bukannya waktu, kecuali untuk teknik Melker
Pada prosedur yang berhasil, rata-rata waktu prosedur adalah
94+35 detik di grup bedah, 77+34 detik di grup QuickTrach II, dan
149+24 detik di grup Melker.
Pada grup yang berhasil, hanya terjadi satu komplikasi di grup bedah dan
Melker: dinding trakhea posterior superfisial terluka;
Di grup QuickTrachII, dijumpai tiga luka superfisial pada dinding trakhea posterior,
sedangkan pada satu kasus, dijumpai perforasi esofagus. Kegagalan terjadi
karena kanula ditempatkan diluar trakhea: satu kanula di grup bedah
dimasukkan kedalam esofagus;
Di grup QuickTrach II, empat kanula masuk ke jaringan lunak pretrakhea, dua di
esofagus, dan satu masuk laring kedalam laring supraglotis;
Di grup Melker, tiga kanula masuk ke jairngan lunak pretrakhea: satu di esofagus
dan dua masuk laring kedalam laring supraglotis.
Empat ligamen krikotiroid tidak terpalpasi: tiga di grup bedah dan satu di
grup QuickTrach II. Dari tiga yang masuk di grup bedah, semua prosedur
berhasil dilakukan, sedangkan satu dari grup QuickTrach II mengalami
kegagalan karena salah jalan di jaringan pretrakhea.
Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk angka keberhasilan antara
grup leher kurus dan leher besar berdasarkan teknik krikotirotomi dan
juga tidak ada pengukuran leher apapun yang berkorelasi dengan
keberhasilan krikotirotomi.
Meskipun preferensi pretest sepertinya terbagi antara QuickTrach II dan
teknik bedah, mayoritas preferensi posttest lebih menyukai teknik bedah (P
< 0,001).
pembahasan
Keadaan tidak dapat diintubasi, tidak dapat diventilasi
sepertinya terjadi pada 1 dari 25.000 prosedur bedah elektif
dan 1 dari 150 intubasi emergensi.
Karena perbaikan algoritma manajemen saluran napas, alat
intubasi, dan blokade neuromuskuler, kebutuhan untuk bedah
saluran napas semakin menurun, sehingga memunculkan
pertanyaan untuk pelatihan yang sesuai, bahkan untuk dokter
IGD.
Survey terbaru dari residen IGD yang sudah lulus menemukan
bahwa hanya 22% yang pernah melakukan krikotirotomi pada
pasien.
Meskipun angka keberhasilan personil yang sangat terlatih untuk krikotirotomi
masih tinggi (diatas 90%),
Satu-satunya penelitian kadaver dengan desain yang mirip dengan punya kami
dengan subyeknya adalah personil medis yang tak berpengalaman, membuktikan
bahwa teknik krikotirotomi dilakukan dengan lebih baik daripada teknik
perkutaneus.
Kemungkinan, teknik bedah lebih mudah diadaptasi dan dimaklumi karena 70%
dokter anestesi terlatih juga mengalami kesulitan dalam menunjuk tempat yang
tepat untuk tusukan krikotirotomi perkutaneus.
Keengganan penggunaan skapel harus dihindari.
Berbagai macam perangkat cricothyrotomy telah dikembangkan karena
beberapa percaya bahwa teknik less invasive dapat digunakan oleh
nonbedah.
Mahasiswa kedokteran yang tidak terlatih menujukkan kinerja inferior dalam
teknik pembedahan. Karena jarang melakukan cricothyrotomy oleh mayoritas
dokter, penulis meyakini penelitiannya mewakili pengetahuan dan kompetensi
tenaga medis.
Oleh sebab itu, kami merekomendasikan bahwa teknik krikotomi perkutaneus
harus diganti dengan skalpel atau teknik krikotomi bedah.
Meskipun teknik yang menggunakan perangkat komersial seperti Melker dan
QuickTrach sepertinya terstandarisasi, masih ada variasi seperti apa tepatnya
teknik bedah itu.
Setelah palpasi kulit yang intak pada struktur yang relevan (langkah 1),
Perlu dilakukan insisi kulit garis tengah vertikal (langkah 2)
Karena cara ini dapat diperluas ke atas atau kebawah jika penempatan tidak
tepat dan karena pembuluh darah di garis tengah sedikit. Meskipun jarang
disarankan, kami merekomendasikan palpasi jari lewat jaringan subkutan
(langkah 3)
Dan bahkan di trakhea sebagai panduan, sebagai disektor, dan sebagai
dilator; palpasi jari bisa mendeteksi perdarahan dan memandu ke arah
ligamen dengan lebih baik, menjadi mata dokter bedah selama
krikotirotomi. Insisi horizontal pada aspek bawah ligamen krikotrakhea
(langkah 4) bertujuan untuk melepaskan tekanan dan membantu
dalam membuka. Kait membantu menjaga kulit dan trakhea tetap terbuka.

Traksi kaudal (langkah 5) direkomendasikan karena kartilago krikoid


lebih resisten dan bertujuan untuk mencegah cedera laring. Kami tidak
memakai dilator, forsep, atau retraktor selama eksperimen ini.

Yang terakhir, kanula bersungkup dimasukkan (langkah 6).


Beberapa kekurangan dari penelitian ini bisa diprediksi adalah.
Pertama, meskipun anatomi kadaver manusia membuat
eksperimen ini lebih realistis, cara ini masih belum mewakili situasi
yang sesungguhnya, khususnya terkait perdarahan dan faktor stress
lain.
Tetapi perdarahan dapat diminimasliasi jika teknik palpasi dilakukan
pada krikotirotomi bedah.
Stress menjadi faktor utama saat tindakan krikotirotomi pada pasien
hidup.
Kedua, efek pelatihan (kurva pembelajaran) terhadap hasil belum ditelaah
dalam penelitian ini: jika kami telah membuktikan bahwa personil medis yang
tidak terlatih sebaiknya disarankan untuk melakukan krikotirotomi bedah, belum
jelas apakah dengan repetisi prosedur hasilnya akan berbeda,
Pertanyaan yang berkaitan adalah krikotirotomi yang seperti apa yang harus
dilatihkan pada personil medis (dokter bedah, dokter anestesi, dokter IGD, atau
paramedis).
Penelitian kadaver sebelumnya membuktikan kemampuan yang sama untuk
krikotirotomi bedah dan teknik Melker oleh dokter di perawatan intensif dan IGD
Dan oleh sebab itu kami cenderung merekomendasikan krikotirotomi
bedah untuk semua personil medis.
Kesimpulannya, hasil kami mengindikasikan bahwa personil
medis yang awam dengan teknik bedah saluran napas melakukan
bedah saluran napas dengan lebih efisien ketika mengerjakan
krikotiroidotomi bedah.
Karena mayoritas dokter jarang melakukan pembukaan saluran
napas emergensi, temuan kami mungkin dapat diterapkan kepada
mereka.
Apakah krikotirotomi bedah masih lebih superior pada personil medis
yang sangat terlatih masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai