B. Unsur-Unsur Ketahanan Nasional C. Pendekatan Asta Gatra dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional D. Globalisasi dan Ketahanan Nasional The Map of NKRI Konsep Keamanan Secara etimologis konsep keamanan (security) berasal dari bahasa latin securus (se + cura) yang bermakna terbebas dari bahaya, terbebas dari ketakutan. Kata ini juga bisa bermakna dari gabungan kata se (yang berarti tanpa) dan curus (yang berarti keresahan/uneasiness). Sehingga bila digabungkan kata ini bermakna liberation from uneasiness, or a peacefull situation without any risks or threats. Keamanan Nasional Konsep keamanan nasional mengacu pada situasi atau keadaan di mana unsur-unsur pokok yang membentuk suatu negara seperti kedaulatan, wilayah, penduduk atau warganegara, basis ekonomi, pemerintah dan sistem konstitusi serta nilai-nilai hakiki yang dianutnya terjamin eksistensinya dan dapat menjalankan fungsi sesuai tujuannya tanpa gangguan atau ancaman dari pihak manapun. Sam C. Sarkesian mendefinisi keamanan nasional: the confidence held by the great majority of the nations people that the nation has the military capability and effective policy to prevent its adversaries from effectively using force in preventing the nations pursuit of its national interest. Keamanan Internasional yaitu keamanan yang dilihat sebagai situasi dan kondisi yang ditentukan dalam interaksi aktor-aktor internasional. Fungsi Kekuatan Militer Prestige power di mana suatu negara menunjukkan keunggulan militernya melalui penguasaan teknologi baru dengan daya penghancur yang dapat menggentarkan lawan. Detterent power (kekuatan penangkal), suatu negara meyakinkan lawannya tentang konsekuensi yang akan dihadapi bila melakukan suatu tindakan militer yang tidak dikehendaki. Kekuatan defensive untuk melindungi diri dari kekuatan musuh. Alat pemaksa (Coercive Diplomacy) guna menekan suatu negara agar mengikuti keinginan dari negara yang menekan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu. Dalam hal ini kekuatan militer berfungsi sebagai compellent power. Konsep Keamanan Tradisional dan Non- Tradisional (paska Perang Dingin-mulai 1990-an) Pendekatan keamanan tradisional terkait erat odengan tradisi realisme dan neorealisme. Kaum neorealis beranggapan objek acuan keamanan adalah negara dan struktur sistem internasional yang bersifat anarkis, sehingga meningkatkan kemampuan militernya untuk mengamankan kedaulatannya. Keamanan non-tradisional mengalihkan perhatian dari negara sebagai satu-satunya objek acuan serta memperhitungkan aspek-aspek non militer baik dari segi ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup maupun hak azasi manusia. Isu-isu keamanan yang baru yaitu meningkatnya kejahatan transnasional dalam bentuk perdagangan narkoba, human traficking, penyelundupan senjata, money loundering, terorisme dan sebagainya. Adapun isyu-isyu keamanan dan perdamaian internasional yang akan dipengaruhi oleh konstelasi politik global dan preferensi kekuatan- kekuatan besar seperti yang diuraikan di atas adalah:
Krisis kemanusiaan (humanitarian crisis)
seperti kasus Darfur, Isu pelanggaran HAM berat (seperti Myanmar, Pantai Gading, Iraq, Israel, Bosnia dan juga Timor Leste), Konflik di negara-negara dalam kategori failing states (Somalia, Iraq) Terorisme dan isu clash of civilisation, Konflik antar-negara, dan masalah WMD dan masalah non-traditional security issues Elemen Penting dalam Konsep Keamanan
Pertama, keamanan tidak lagi hanya didominasi oleh
komponen militer semata. Kedua, keamanan merupakan produk dari kebijakan yang dihasilkan beragam aktor (negara maupun non- negara). Ketiga, keamanan merupakan interaksi yang bersifat interdependen yang dihasilkan dari tataran lokal, nasional, regional dan global (multisektor). Keempat, agenda keamanan juga bersifat majemuk. Disarmament (Perlucutan Senjata) Couloumbus & Wolfe (1999: 236)= merupakan istilah yang cukup inklusif yang diartikan sebagai sesuatu yang terkait erat dengan pernyataan tidak sah untuk semua arsenal dan pembangunan-pembangunan militer, larangan terhadap senjata-senjata tersebut demi kepentingan kemanusiaan (human security) dan perang, serta pengimplementasian perjanjian-perjanjian tertentu yang dirancang untuk mencegah kecelakaan yang bisa menimbulkan pecahnya peperangan. Miller (2006: 256-267)= secara absolut menghendaki adanya pemusnahan persenjataan secara global dan pembubaran seluruh angkatan bersenjata serta menghancurkan arsenal strategis yang dimiliki negara Arms Control Arms control berbeda dengan disarmament. Arms control merupakan konsep yang relatif, yang menghendaki pembatasan terhadap jenis-jenis senjata tertentu atau pengurangan tingkat persenjataan. Couloumbus dan Wolfe (1999: 236-237) arms control bisa dibagi menjadi dua macam, yaitu arms reduction (pengurangan senjata) dan arms limitation (pembatasan senjata). Arms reduction (Partially Disarmament)
Mengimplikasikan suatu kesepakatan bersama
mengenai tingkat persenjataan bagi negara-negara yang terlibat, baik dalam skala regional maupun global. Prototipe arms reduction yang bersifat regional seperti yang dicontohkan dalam perjanjian Rush-Bagot 1917 antara AS dan Inggris mengenai demiliterisasi di Great Island. Contoh lainnya, perjanjian larangan senjata nuklir di Amerika Latin 1967, dimana 22 negara di Amerika Tengah dan Selatan berusaha melarang senjata nuklir masuk ke negara mereka. Arms limitation
Mencakup berbagai jenis persetujuan internasional yang didesain untuk
membatasi peperangan dan untuk mencegah pecahnya perang yang disebabkan oleh kecelakaan atau kelalaian. Contoh, instalasi peralatan yang fail-safe yang didesain untuk meledakkan rudal-rudal nuklir di udara yang bisa ditembakkan dengan tidak sengaja, saluran telepon langsung (hot line) agar para decision-maker kunci senantiasa bisa mengadakan kontak langsung pada masa-masa kritis, penundaan percobaan jenis senjata nuklir tertentu, dan perjanjian-perjanjian antara dua atau lebih negara yang melarang penjualan senjata serta pengalihan teknologi militer ke negara-negara Dunia Ketiga (Couloumbus & Wolfe 1999: 237; dan Miller 2006: 224-225, 253-263). Arms limitation juga mencakup peraturan-peraturan hukum internasional konvensional, yang bertujuan membatasi ruang lingkup dan daya hancur peperangan dalam batas-batas yang telah ditentukan doktrin kebutuhan milliter. Contoh, Konferensi Den Haag 1907 yang melarang penembakan proyektil dari balon-balon dan Konvensi Jenewa 1949 mengenai jaminan perlindungan bagi tawanan perang dan prajurit yang terluka (Wagiman 2005: 15-16). konfrensi umum Dewan Kerja Sama Keamanan di Asia Pasifik (CSCAP) 2007 yang diselenggarakan di Jakarta mencontohkan meningkatnya belanja militer di beberapa negara di kawasan Asia Selatan. data yang diungkapkan Center for Arms Control dan Non- Proliferation (2007) menunjukkan pengeluaran dunia untuk militer (US$780 miliar) sangat jauh lebih besar daripada biaya yang diinvestasikan pada bidang kesehatan dan pendidikan. Oleh karena itu, pengendalian senjata akan menemukan titik yang berlawanan bila dihadapkan dengan seberapa besar anggran negara untuk keamanan, militer dan pertahanannya TERIMA KASIH