Anda di halaman 1dari 67

INFEKSI SSP

Dr. ROEZWIR SpS


BAGIAN SARAF
RS ABDUL MOELOEK
PENDAHULUAN
Infeksi SSP meliputi : Selaput Otak, Jaringan Otak,
dan Medula Spinalis.
Infeksi pada selaput otak = Meningitis

Infeksi pada jaringan otak = Ensefalitis

Infeksi pada medula spinalis = Myelitis

Selaput otak : Arachnoid dan Piamater,


Duramater jarang terkena infeksi.
Meningitis Bakterialis
Disebut juga Meningitis Purulenta.
Bakteri masuk ke ruang Ventrikel dan Sub
Arachnoid sebagian besar melalui aliran darah
dari sumber infeksi di tempat lain misalnya dari
jantung, saluran napas, saluran cerna, dan
infeksi pada sinus, telinga, tulang, atau dari
parenkim otak (abses).
Bakteri juga bisa masuk melalui Fraktur terbuka
tulang tengkorak dan tindakan LP, operasi
bedah saraf.
ETIOLOGI
Hampir semua bakteri patogen bisa
menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat
tapi yang tersering adalah Hemophilus
Influenzae, Neisseria Meningitidis, dan
Streptococcus Pneumoniae.
Pada Neonatus : Escherichia Coli dan
Streptococcus Group B .
Kasus Meningitis Bakterialis dan Tingkat Kematian di 27
Negara Bagian Amerika
Bakteri Jumlah Prosentase (%) Angka Kematian
Hemophilus 6.756 48.3 6.0
Influenzae
Neisseria 2.742 19.6 10.3
Meningitidis
Streptococcus 1.865 13.3 26.3
Pneumoniae
Group B 476 3.4 22.5
Streptococcus
Listeria 265 1.9 28.5
Monocytogenes
Lain-lain 1.043 7.5 33.7
Tidak Dikenal 827 5.9 16.4
Total 13.974 99.9 .
Patogenesis
Bakteri sampai ke SSP sebagian besar melalui aliran
darah.
Kapsul atau dinding sel bakteri mempunyai
kemampuan untuk menempel dan menembus lapisan
pembuluh darah yang membentuk sawar darah otak
(Blood Brain Barier).
Dalam perjalanan menuju SSP bakteri mendapat
perlawanan dari sistem kekebalan tubuh.
Bila sistem kekebalan tubuh menurun, infeksi SSP
lebih mudah terjadi misalnya pada penderita HIV+.
Patologi
Perubahan yang sering terjadi :
Inflamasi hebat pada meningen mulai dari otak
sampai ke medula spinalis
Dilepaskannya mediator inflamasi oleh sel-sel
phagosit dan sel-sel imunoaktif lainnya terutama IL1
dan TNF a yang mengakibatkan inflamasi yang hebat
yang diikuti oleh penebalan dan perlengketan
meningen. Bila proses inflamasi berlanjut akan terjadi
Hydrosephalus selain itu terjadi pengeluaran zat-zat
toksik yang menyebabkan ensephalopati
Meningen sepanjang radiks saraf kranial bisa juga terkena proses
inflamasi dan fibrosis yang menyebabkan jebakan saraf kranial
(N VII dan VIII).
Hemiplegi, Afasia, tanda-tanda kelainan serebeler terjadi karena
arteritis/vaskulitis yang akan diikuti oleh trombogenesis
akhirnya menyebabkan iskemik dan infark dibagian distal.
Gejala Klinis
Demam kadang-kadang disertai menggigil
Sakit kepala, mual dan muntah
Nyeri punggung diikuti oleh kaku kuduk
Kesadaran menurun (delirium sampai koma dalam)
Kejang, Hemiparesis, gangguan saraf kranial adakalanya bisa
terjadi
Pada meningitis meningococcus bisa ditemukan adanya skin rash
hemoragic dan petechiae
kejang sering terjadi pada anak-anak sebagai gejala awal dan tidak
ditemukan defisit neurologis fokal
Laboratorium
Tekanan LCS biasanya antara 20-50cm H2O
Biasanya terjadi leukositosis
Lumbal pungsi : cairan keruh (purulent) sel meningkat
(2000 10000/mm3) kadang-kadang -100/mm3 tapi
juga bisa >20000/mm3 terutama sel PMN
Protein meningkat
Glukosa menurun kadang-kadang <20 mg/dl dengan
kultur 90% bakteri bisa teridentifikasi
Komplikasi
Kejang, kelumpuhan saraf kranial, lesi serebral fokal,
kerusakan medula spinalis dan radiks saraf,
hydrosephalus, infeksi pada bagian tubuh lainnya
misalnya panophthalmitis, arthritis, pericarditis,
endocarditis, myocarditis, pleuritis, orchitis dll.
Pada meningitis meningococcus bisa dijumpai DIC.
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat komplikasi-
komplikasi tersebut jarang ditemukan.
Prognosis
Angka kematian untuk meningitis bakterialis bila tidak diobati dengan tepat
dan cepat masih cukup tinggi berkisar antara 50-90% namun pengobatan
yang cepat dan tepat bisa menurunkan angka kematian menjadi 10% dan
kejadian komplikasi dan sequelae rendah.
Pengobatan dengan sephalosporin generasi ke3 merupakan pilihan utama
karena spektrum antibakteri luas dan dapat menembus sawar darah otak
dengan baik. Dulu diberikan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin dosis
tinggi cukup memadai namun sekarang banyak bakteri yang resisten.
Sebaiknya antibiotik sesuai dengan uji kultur dan resistensi
Meningitis Tuberculosa
Etiologi disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa
Penyakit ini kembali banyak dijumpai tidak hanya pada
anak-anak namun juga pada orang dewasa
Pada orang dengan HIV/AIDS banyak dijumpai
Meningitis TBC sulit diobati dan membutuhkan
waktu yang lama.
Angka kematian cukup tinggi terutama apabila
penderita diobati pada keadaan yang sudah lanjut
terutama pada kasus dimana sudah terjadi resistensi
ganda.
Patogenesis
Meningitis TBC selalu diakibatkan oleh infeksi TBC ditempat
lainnya (paru-paru, kelenjar limfe, sinus nasal, gastrointestinal
dll)
Meningitis terjadi akibat pecahnya Tuberkel kemudian masuk
ke ruang sub arachnoid dan menyebar keseluruh ruang
(Ventricular or SubArachnoid Space) atau hanya pada tempat
tertentu (Sirkum Skripta)
Patologi
Meningen yang membungkus permukaan otak dan
medula spinalis menjadi tebal karena mengalami
fibrosis, tapi proses yang intens terjadi di basal otak
Fibrosis bisa menjerat nervus optikus, pedunkulus
serebral, bagian basal pons dan mesensefalon. Fibrosis
juga terjadi didaerah ventrikel sehingga terjadi
penyumbatan (Hydrosephalus)
Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat mengandung
sel-sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag
serta sel fibroblast
Gejala Klinis
Onset muncul sub akut berupa sakit kepala, muntah,
demam, kemudian pasien jadi ngaco-ngaco
(delirium/iritabel) bisa juga ditemukan adanya
anoreksia, turunnya berat badan, nyeri didaerah perut,
gejala prodromal berlangsung selama 2 minggu sampai
3 bulan.
Kaku kuduk
Kejang merupakan gejala yang sering ditemukan pada
anak-anak
Ubun-ubun besar menonjol (pada bayi)
Kesadaran menurun
Gejala fisik lainnya : ditemukan tanda-tanda rangsang
meningial, kaku kuduk, tanda Brudzinski 1-2 dan tanda
Lasegue dan Kernig, refleks tendo berkurang atau
berlebih
Triasbeamone (apati, refleks pupil menurun, refleks
tendo menurun)terjadi pada fase awal.
Tanda-tanda TIK meninggi termasuk sakit kepala,
kesadaran menurun, dan papilledema
Pada orang dewasa kejang, hemiplegi dan koma terjadi
pada fase lanjut
Diagnosis
Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman
TBC dalam cairan serebrospinal
Pada Lumbal pungsi ditemukan cairan yang jernih atau sedikit
kuning, sel 25-500mm3 terutama limfosit, glukosa 20-40mg/dl,
protein meningkat kadang-kadang sangat tinggi
Pada Kultur LCS jarang ditemukan kuman TBC untuk
membantu menegakkan diagnosa dikembangkan berbagai
macam tes antara lain : DNAPCR, pemeriksaan lain foto
thorax, CT Scan, dan MRI
Pengobatan
Pengobatan dengan menggunakan OAT biasanya kombinasi 4-5
regimen
Waktu oengobatan lebih panjang dari TB paru biasanya sekitar 9
bulan sampai 1 tahun
Lebih sulit karena ditemukan adanya kuman TB yang resisten
dengan banyak obat
Pengobatan alternatif dengan Aminoglikosida dan Golongan
Quinolon
Prognosis
Perjalanan alamiah penyakit sampai timbul kematian 6-8 minggu.
Dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat angka
penyembuhannya mencapai 90%. Keterlambatan dalam
diagnosis dan pengobatan menyebabkan angka kematian menjadi
tinggi
Cerebrospinal Fluid (CSF)
Location
Ventricular system
Subarachnoid space (including cysternal system)

Function
Protect the CNS from mechanical insult (as a cushion)
Maintain the equilibrium of neuronal and glial

Remove the waste products of neuronal metabolism

Determine pulmonary ventilation and

CBF according to its acidity


CSF
Aim of its examination
Diagnostic
Treatment evaluation or follow up

Prognostic

Formation
Rate 0.35 mL/minute ~ 500 mL/day
Formed by :

Choroid plexuses at :

Floor of each lateral ventricles (largest and


most important)
Roofs of the third and fourth ventricles (smaller)

Capillary beds that supply the pia and


arachnoid (smaller)
Ependyma and adjacent glial elements (smaller)
CSF
Formation (ctnd)
A complex process :
Active transport (expenditure of energy)

Passive diffusion

Active transport
Cuboid epithelial cells (in choroid pelxus) secrete Na ion

Positive potential attracts negative ion especially Cl

Many of ionic solutes increase osmotic pressure

Water and other solutes follow in

maintaining osmotic equilibrium

Passive diffusion
Continual diffusion occurs at :
Ependyma and vascular beds
CSF

Dynamic
Total volume of CSF : 75 100 mL
( 15-40 mL at ventricular system)
Rate of production 0.35 mL/min ~ 500 mL/day

Daily turn over 4-5 times

Circulation
Lateral ventricles Monro foramenThird ventricle
Sylvii aqueductFourth ventricle
Luschka and Magendie foramina
Subarachnoid space (cysternal system)
superior and lateral convexity of brain hemispheres
Arachnoid villi
venous sinuses
(venous blood flow)
CSF

Absorption
Mainly at Arachnoid villi (Arachnoid granulation or
Pacchionian bodies)
Others (smaller) : veins and capillary of piamatter

Unidirectional (valve)

Mechanism - Depends on :
Hydrostatic pressure (high to low)

Colloid osmotic pressure (low to high)

Active transport by cells forming

the walls of the arachnoid villi


CSF

Composition

Water
Small amount of protein

Gases in solution (O2 and CO2)


+ +
Na , K , Ca
2+, Mg2+, Cl-, Glucose

A few white cell

Organic constituents
CSF

Normal values
Color Clear, colorless
Pressure 70-200 mmH2O
Cell 0-5/mm3 (lymphocyte or mononuclear cell)
Glucose 45-80 mg%
Protein 5-15 mg% (ventricles)
10-25 mg% (cysternal)
15-45 mg% (lumbar)
-globulin 5-22 % total protein
Osmolaritas 295 mOsmol/L
pH 7.31
Natrium 142-150 mEq/L
Kalium 2.2-3.3 mEq/L
Chloride 120-130 mEq/L
Magnesium 2.7 mEq/L
CO2 25
CSF

Disorders of CSF
Flow disurbance
Accompany other diseases

Flow disturbance
Obstruction occurs in CSF flow in ventricular system or
subarachnoid space
Result in Hydrocephalus

Non-communicating :
Common in children
Caused by aqueduct stenosis, over-growth of foramina
Luschka and Magendie
CSF

Disorders of CSF

Communicating hydrocephalus
Common in adult
Free communicating between ventricles and subarachnoid space
Obstruction at subarachnoid space
Caused by inflammation, subarachnoid bleeding, tumor growth
CSF|LP

LUMBAL PUNCTURE
Indication :
Measure CSF pressure
Obtain sample for cell count, chemical work-up,
bacteriology
Intrathecal treatment/procedure :
spinal anesthesia,
antitumors, antibiotics
Diagnostic procedure : pneumoencephalography,
myelography, scintigraphic cysternography
CSF|LP
Indications:
Suspect meningitis
Suspect encephalitis
Diagnose meningeal carcinomatosis
Diagnose tertiary syphilis
Diagnose meningeal leukemia
Staging of lymphomas;
Follow up therapy for meningitis
Evaluation of dementia
Evaluation for Guillain-Barre
Treat pseudotumor cerebri
Evaluation for multiple sclerosis
R/O subarachnoid hemorrhage (after neg. head CT)
Instillation of drugs, anesthetics, or radiographic media
into CNS
CSF|LP

Technique
Preparation :
Take blood sample for glucose 15 before LP
Explain the procedure to patient
Obtain informed consent
Exclude possibility of increased ICP or
CNS mass lesion (eye exam/ head CT).

Position :
Lateral decubitus in full flexion posture
At the bed side
Small cushion on head or knee (if needed)
CSF|LP

Contraindications:

Infection at intended site of LP


Anticoagulation;
Increased intra-cranial pressure
Severe hemorrhagic diathesis
CNS mass lesion in posterior fossa
Suspect venous sinus occlusion
CSF|LP

Complication

Headache
Backache
Intracranial subdural hematoma
Infection
CSF leak
Herniation
Gangguan Serebral
pada HIV / AIDS
Pendahuluan
Gangguan serebral pada penderita HIV /
AIDS sering terjadi.
Mengenai SSP dan SST
Terjadi akibat infeksi HIV, oportunistik,
atau akibat obat yang digunakan
Kelainan bervariasi dari ringan s/d berat
Mulai berkurang setelah ditemukan obat
obatan yang lebih baik
Gejala klinis yang muncul biasanya hampir sama,
walaupun etiologi berbeda
Etiologi yang sama bisa memunculkan gejala
klinis yang berbeda
Menyebabkan berkurangnya kualitas hidup
penderita
Pada keadaan yang lanjut, bisa berakibat fatal
Patogenesis
HIV masuk ke SSP dan LCS segera setelah
infeksi terjadi
Biasanya menyerang sel monosit dan makrofak,
sel astroglia dan oligodendrosit, sel neuron jarang
terganggu
proses patologis lebih sering disebabkan oleh
reaksi imflamasi
Kerusakan patologi pada awalnya terjadi pada
substansi grisea (Deep Grey Matter) di ikuti oleh
substansi alba dan korteks sel nueron berkurang,
struktur dendritik menjadi lebih sederhana
HIV masuk ke tubuh dan menyerang sel limfosit
multiplikasi sel mati, meyerang sel lainnya
Masuk ke SSP reaksi inflamasi
kerusakan jaringan
Penurunan kekebalan tubuh menyebabkan
reaktivasi agent penyakit yang sebelumnya sudah
ada
Obat obat yang digunakan bisa menyebabkan
terjadinya reaksi alergi yang merusak saraf dan
tidak dapat ditolenrasi oleh penderita
Toksoplasmosis
Serebral
Biasanya terjadi akibat reaktivasi infeksi sebelumnya baik
di SSP maupun ditempat lainnya
Terlihat pada fase lanjut infeksi HIV (CD4 < 200
sel/mm3)
Di AS diperkirakan 3% 10% penderita HIV / AIDS
terinfeksi oleh toksoplasma
Gejala klinis yang muncul (demam, sakit kepala, delirium,
demensia, depresi, gangguan penglihatan, hemiparesis,
ataksia, kejang)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis,
gejala klinis, gambaran CT / MRI, test PCR
Diagnosis definitif ditegakkan dengan
ditemukannya toksoplasma dari cairan LCS atau
Biopsi otak
Pada pemeriksaan CT / MRI bisa ditemukan
abses multipel yang tersebar di kedua hemisfer
Pada 1/3 penderita ditemukan lesi tunggal yang
sering di salah tafsirkan dengan limfoma
Pengobatan : diberikan segera setelah
dicurigai adanya infeksi toksoplasma
Obat yang digunakan kombinasi
sulfadiazin dan pyrimethamine
Bila penderita alergi dengan sulfadiazin
bisa diganti dengan clindamycin, lecoforin
5-10 mg dapat ditambahkan untuk
mencegah depresi sum sum tulang
Kortiko steroid digunakan apabila ada
edema yang luas
90% penderita membaik dalam waktu 14
hari, dilanjutkan dengan pengobatan
maintenance dengan TMP / SMX
Prognosis tergantung pada fase penyakit
(kadar CD4) dan pengobatan pararel
dengan HAART
Pencegahan : menghindari makan daging
mentah atau kurang matang (babi,
kambing, sapi)
Mencuci sampai bersih buah buahan dan
sayuran
Jangan lupa cuci tangan setelah kontak
dengan daging mentah, tanah, dan kucing
Ensefallitis
Cytomegalovirus
Sering menginfeksi orang sehat tanpa gejala klinis
Pada penderita HIV / AIDS dimana kadar sel
CD4 < 50 dapat menyebabkan infeksi yang
serius
20% penderita dengan sel CD4 < 100 mengalami
infeksi CMV diberbagai organ tubuh
Pada Otopsi ditemukan CMV pada 5% 40%
penderita HIV / AIDS dimana sebelumnya tidak
terdiagnosis adanya infeksi CMV
Diagnosis : ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pungsi lumbal, tes PCR, dan CT / MRI
Pada pemeriksaan CT / MRI tidak ditemukan
kelainan spesifik, lesi masa (abses) jarang terjadi
Pengobatan : dapat diberikan ganciclovir dan
foscavir secara tersendiri atau kombinasi
Kadang diperlukan terapi maintenance seumur
hidup
Prognosis ditentukan oleh stadium penyakit HIV
/ AIDS
Cryptococcosis
serebral
Merupakan jenis jamur yang paling sering
menginfeksi SSP penderita HIV / AIDS
Ditemukan jika kadar sel CD4 <
100/mm3
Sama dengan toksoplasma bisa muncul
dalam bentuk meningitis, ensefalitis, SOL
(Cryptococcoma)
Gambaran klinis tidak spesifik, sering
terlambat diobati
Diagnosis : berdasarkan klinis, pungsi lumbal, CT
/ MRI
Pada pemeriksaan CT / MRI bisa ditemukan
adanya inflamasi, abses, hidrosefalus yang
memerlukan tindakan VP shunt
Pengobatan : dapat diberikan amphotericin B
dan bisa dikombinasi dengan flucytosine, bisa
diberikan fluconazole dengan dosis 200 400
mg/hari (oral)
MRI Findings (Panels A, B, and C) and Autopsy
Findings (Panel D).
Histologic and
MRI Findings.
T2-weighted MRI shows left occipital hyperintense white
matter changes with the lesion margin reaching the cortex.
This sliced fixed brain shows multiple isolated or
confluent gray demyelinative foci. Atrophy may be
present. Contributed by Dr Beth Levy, Saint Louis
University School of Medicine, St Louis, Missouri.
Microscopically, multiple demyelinative foci are detected. The
microscopic hallmark of the disease is intranuclear basophilic or
eosinophilic inclusions within the swollen nuclei of oligodendrocytes,
often at the periphery of lesions. Large, occasionally multinucleated
astrocytes with prominent processes are another characteristic feature.
Contributed by Dr Beth Levy, Saint Louis University School of
Medicine, St Louis, Missouri.
Contrast-enhanced
computed tomography
(CT) scan in a patient
with tuberculous
meningitis
demonstrating marked
enhancement in the
basal cistern and
meninges, with
dilatation of the
ventricles.
Petechial hemorrhages in
the subcortical white matter
of the brain as a result of
tuberculous meningitis
associated vasculitis.
T2-weighted magnetic resonance image of a biopsy-
proven, right parietal tuberculoma. Note the low
signal-intensity rim of the lesion and the
surrounding hyperintense vasogenic edema.
T1-weighted gadolinium-enhanced magnetic
resonance image in a patient with multiple
enhancing tuberculomas in both cerebellar
hemispheres.
T1-weighted gadolinium-enhanced magnetic
resonance image in a child with a tuberculous
abscess in the left parietal region. Note the
enhancing thick-walled abscess.
Contrast-enhanced computed tomography
(CT) scan of a child with tuberculous
meningitis demonstrating acute
hydrocephalus and meningeal enhancement.
A, Axial T1-weighted gadolinium-enhanced MR
image. A lesion with an enhancing rim is present in
the left frontal lobe.
B, DW image (b = 1000 s/mm2). The signal intensity
of the core of the lesion is similar to that of
uninvolved white matter.
C, ADC map of a lymphoma lesion in the left frontal
lobe. The outline indicates the ROI within the lesion
used for ADC computation. The core of the lesion
has a mean ADC that is similar to that of normal
white matter (ADC ratio, 1.25).
A, Axial T1-weighted gadolinium-enhanced MR image.
The lesion in the right basal ganglia has an irregular,
enhancing rim.
B, DW image (b = 1000 s/mm2). The core of the
lesion demonstrates unrestricted diffusion.
C, ADC map of a toxoplasmosis lesion in the right
basal ganglia. The outline indicates the ROI within the
lesion used for ADC computation. The core of the
lesion has a mean ADC that is increased relative to that
in normal white matter (ADC ratio, 2.23).

Anda mungkin juga menyukai