Osteonecrosis in Systemic Lupus Erythematosus: An Early, Frequent, and Not Always Symptomatic Complication Paola Caramaschi, Domenico Biasi, Ilaria Dal Forno, and Silvano Adami I. OSTEONEKROSIS o Osteonekrosis adalah gejala klinis yang ditandai dengan kematian sumsum tulang dan tulang trabekular akibat adanya gangguan suplai darah di arteri. o Osteonekrosis dibedakan menjadi 3 : 1. osteonekrosis post traumatik 2. osteonekrosis atraumatik 3. Osteonekrosis idiopatik o Osteonekrosis sering menyerang pada tulang panjang, terutama pada caput femoris, bagian distal dari os tibia, dan caput humeri o Tidak jarang juga osteonekrosis menyerang tulang pipih, seperti sternum, talus, dan tulang belakang o Osteonekrosis sering melibatkan lebih dari satu bagian tulang. Pernah ada laporan yang menyebutkan osteonekrosis menyerang hingga 12 bagian tulang. o Saat osteonekrosis ditemukan pada penderita SLE, skrining perlu dilakukan untuk melihat apakah ada lesi pada bagian tulang lainnya o Gejala klinis dari Osteonekrosis tidak khas. Pada osteonekrosis yang minimal, tidak ditemukan nyeri sama sekali. o Maka terkadang sangat sulit menentukan diagnosis osteonekrosis . o Tetapi dengan semakin berkembangnya zaman, MRI bisa menjadi Gold Standart dari penegakkan diagnosis osteonekrosis Karena MRI bisa mendeteksi osteonekrosis pada tahap awal. o Dalam berbagai penelitian, Prevalensi gejala klinis osteonekrosis pada penderita SLE hanya sekitar 2,1 30% o Tetapi ketika menggunakan pemeriksaan MRI, prevalensi kejadian osteonekrosis meningkat menjadi 44 % II. Manifestasi muskuloskeletal pada penderita SLE o SLE adalah penyakit autoimun yang menyerang setiap organ dan jaringan sekitarnya. o SLE ditandai dengan gambaran klinis yang sangat bervariasi antara satu pasien dengan pasien lainnya. o Manifestasi klinis pada tulang seperti osteoporosis dan osteonekrosis tidak berhubungan dengan patofisiologi autoimun pada penyakit SLE o Etiologi osteoporosis dan osteonekrosis sendiri bersifat multifaktorial: seperti pengobatan kortikosteroid, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan obat kemoterapi o Peradangan kronis juga dapat menyebabkan osteoporosis melalui peningkatan produksi TNF, sitokin yang memengaruhi pematangan dan aktivitas osteoklas. III. Faktor Faktor yang mempengaruhi kejadian osteonekrosis pada penderita SLE o Penggunaan terapi kortikosteroid merupakan faktor risiko utama pengembangan osteonekrosis pada SLE o Penelitian T. Shigemura et al pada tahun 2011 , mempelajari mengenai Insidensi kejadian osteonekrosis terkait dengan penggunaan terapi kortikosteroid di antara penyakit-penyakit mendasar lainnya. o Dari hasil penelitian tersebut terdapat kesimpulan bahwa pasien SLE memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena osteonekrosis dibandingkan penyakit autoimun atau sistemik lainnya dengan OR 2,6. o Penelitian lainnya yang dilakukan di Jepang pada tahun 2005, dengan jumlah data sebesar 1502 di dapatkan hasil bahwa SLE menjadi factor resiko pertama terjadinya osteonecrosis yang diinsuksi pengobatan cortikosteroid.Hasil penelitannya sebagai berikut. o SLE (31,2 %) o Sindroma Nefrotik (6,3%) o polymyositis/dermatomyositis, thrombocytopenic purpura, asma bronkial (<4%) o Rheumatoid arthritis (<1%) o Gangguan vaskular, metabolisme lipid yang berubah, kelainan hemostatik, dan trombofilia akibat antibody antifosfolipid telah dianggap sebagai faktor risiko tambahan untuk kejadian osteonekrosis pada SLE. III. Tatalaksana Osteonekrosis pada SLE
o Pengobatan osteonekrosis pada pasien SLE mirip dengan
osteonekrosis karena penyebab lainnya. Tujuan pengobatan lesi osteonekrotik adalah menjaga keutuhan sendi dengan mencegah hancurnya tulang. o Bila osteonekrosis terjadi kurang dari 10% dari caput femoralis atau kurang dari 1/3 weight bearing Hasilnya biasanya baik dan perawatan bedah tidak diperlukan. o Pengobatan hanya berupa pengobatan konservatif seperti analgetik dan penyangga tubuh o Terapi pembedahan seperti : + Warfarin Kontrol 1. teknik Core decompression Simtomatik 4,8 % 14 % 2.Asimtomatik Free vascularised21 bular % grafting 33 % 3. Pemasangan Protesa o Strategi preventif untuk gejala osteonekrosis pada pasien SLE yang membutuhkan dosis kortikosteroid tinggi masih jarang diteliti. o Suatu penelitian dengan sampel 60 pasien SLE yang baru didiagnosis dan diberikan obat dengan 40 mg prednisolon setiap hari diberi dua perlakuan, satu kelompok diberi antikoagulan (warfarin), dan satu kelompok lainnya sebagai control. Warfarin diberikan bersama dengan terapi kortikosteroid. o Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa sample yang diberi warfarin mengalami osteonecrosis simtomatik o Strategi preventif untuk gejala osteonekrosis pada pasien SLE yang membutuhkan dosis kortikosteroid tinggi masih jarang diteliti. o Suatu penelitian dengan sampel 60 pasien SLE yang baru didiagnosis dan diberikan obat dengan 40 mg prednisolon setiap hari diberi dua perlakuan, satu kelompok diberi antikoagulan (warfarin), dan satu kelompok lainnya sebagai control. Warfarin diberikan bersama dengan terapi kortikosteroid. o Hasil Penelitian + Warfarin Kontrol Simtomatik 4,8 % 14 % Asimtomatik 21 % 33 % o Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik, hasil yang diamati menunjukkan bahwa diperlukan penelitian yang lebih besar untuk memastikan keefektifan terapi antikoagulan untuk mencegah osteonekrosis pada pasien SLE. III. Kesimpulan
o Osteonekrosis sering merupakan komplikasi dari SLE,
biasanya terjadi segera setelah inisiasi terapi kortikosteroid pada dosis tinggi atau, setelah meningkatkan dosis kortikosteroid o Komplikasi mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap kemampuan fungsional dan mungkin pada beberapa kasus diperlukan penggantian sendi secara total. o Osteonekrosis asimtomatik sekarang bisa diidentifikasi dengan MRI. Dengan menggunakan teknik ini, kejadian osteonekrosis pada pasien SLE bisa diidentifikasi secara dini. o Osteonekrosis tidak akan berkembang jika dosis kortikosteroid di pertahankan rendah dan diberikan pengobatan preventif seperti warfarin.