Anda di halaman 1dari 13

DOMINASI

PEMERINTAHAN
KOLONIAL BELANDA
Anggota
Ali Majid Wardana
Ayyathullah Ahmad
Dameria Carolina
Sartika Tinistia
Maulana Ikhsan
L/O/G/O
DOMINASI PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA

Latar Belakang Tanam Paksa

Ketentuan Praktek Penyelewengan Tanam Paksa

Sebab Dilaksanakan Usaha Swasta Dan Diakhiri tanam paksa

Isi dan Makna UU Agraria 1870

Dampak Tanam Paksa

MATERI
Latarbelakang Tanam Paksa
Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda
mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai
peperangan, baik di Negeri Belanda sendiri maupun di
Indonesia sehingga Negeri Belanda harus menanggung
hutang yang sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya
kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat
sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas
pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi
kekosongan kas negara, membayar hutang, dan
membiayai perang. Untuk melaksanakan tugas yang
sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan
kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman Johanes van den Bosch
ekspor. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan ialah
mengerahkan tenaga rakyat jajahan untuk melakukan
penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di
pasaran dunia secara paksa.
Ketentuan Tanam Paksa
Ketentuan pokok Cultuur Stelsel terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) No. 22
Tahun 1834.
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka
menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat
dijual di pasaran Eropa
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh
melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi
pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak.
5. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika
harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan itu
diberikan kepada penduduk
6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan
pemerintah.
7. Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-
pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
8. Pelaksanaan Tanam Paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi.
Peagawai-pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas secara umum.
Penyelewengan Tanam Paksa
Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan suka rela, tetapi dalam
pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan.
2. Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali
tanah tersebut sepertiga, bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam paksa.
Hal itu dimaksudkan antara lain untuk memudahkan pengerjaan, pengairan, dan
pengawasan, pembagian luas tanah untuk tanam paksa dalam tahun 1883.
3. Pengerjaan tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi,
misalnya penanaman nila di daerah Parahyangan, penduduk di daerah Simpur,
misalnya dikerahkan untuk menggarap perkebunan yang letaknya jauh dari desa
mereka. Pengerahan tenaga tersebut dilakukan selama tujuh bulan dan mereka tidak
terurus, sedangkan pertanian mereka sendiri terbengkelai.
4. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa
5. Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan
kepada petani.
6. Kegagalan panen menjadi tanggungjawab petani.
7. Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga paksaan, seperti
yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Sebanyak 34.000 keluarga selama 8 bulan
setiap tahun diharuskan mengerjakan tanaman dagang dengan upah yang sangat
kecil.
Foto Tanampaksa
Sebab dilaksanakan usaha swasta
dan diakhiri tanam paksa
Kritik kaum liberal
Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan telah
berhasil pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria.
Gerakan liberalisme di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha
swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama
kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat
bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan
ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak
swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara,
menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan
serta ketertiban.
UU ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta
menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun,
untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit,
tarum (nila), atau untuk tanaman semusim seperti tebu dan tembakau
dalam bentuk sewa jangka pendek.
Sebab dilaksanakan usaha swasta
dan diakhiri tanam paksa
Kritik kaum humanis
Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU
Agraria, ini mendapat kritik dari para kaum humanis Belanda.
Seorang Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker
mengarang buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya Douwes
Dekker menggunakan nama samaran Multatuli. Dalam buku itu
diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan
pejabat Hindia Belanda.
Seorang anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat
tulisan berjudul Een Eereschuld, yang membeberkan
kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda.
Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit tahun 1899.
Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah
Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah
jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang
menjadi Politik Etis
Sebab dilaksanakan usaha swasta
dan diakhiri tanam paksa
Tanam paksa pada akhirnya dihapus karena banyak
terjadi penyimpangan. Pemerintah mendapat tekanan dari
berbagai pihak yang mengkritik habis-habisan system
ini,dampaknya yang membawa penderitaan bagi rakyat
Indonesia.
Bencana kelaparan yang terjadi di demak dan grobogan
Van Hoevell
Adanya pengurangan lahan produktif akibat pengelolaan
yang kurang memadai
Adanya hama penyerang beberapa tanaman komoditi
Beberapa kritik disampaikan oleh orang belanda sendiri,
seperti Van Hoevell, Douwes Dekker dalam bukunya Max
Havelar, Van De Putte, Pitter Markus, dan L. Vitalis. Mereka
membuka mata dunia tentang dampak dan kekejaman tanam
paksa bagi Negara jajahannya. Akhirnya tahun 1870
pemerintah belanda dengan resmi menghapus system tanam
paksa ini.
Isi dan Makna UU Agraria 1870
Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870 dikeluarkan oleh
parlemen Belanda (Staten Generaal). Tokoh yang berperan melahirkan Undang-undang
ini adalah de Waal, menteri jajahan dan perniagaan ketika itu.
Tujuan Undang-undang:
1. melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa pemodal asing
2. memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk
Indonesia.
3. membuka kesempatan kerja kepada penduduk Indonesia, terutama menjadi buruh
perkebunan.
Isi Undang-undang Agraria tahun 1870
1.Gubernur jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah milik pemerintah. tanah itu
dapat disewakan paling lama 75 tahun.
2.Tanah milik pemerintah antara lain hutan yang belum dibuka, tanah yang berada di
luar wilayah milik desa dan penghuninya, dan tanah milik adat
3.Tanah milik penduduk antara lain semua sawah, ladang, dan sejenisnya yang
dimiliki langsung oleh penduduk desa. Tanah semacam ini boleh disewa oleh
pengusaha swasta selama 5 tahun.
Dampak Tanampaksa

Bagi Belanda

1. Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual


Belanda di pasaran Eropa.
2. Perusahaan pelayaran Belanda yang semula hampir mengalami
kerugian, tetapi pada masa tanam paksa mendapatkan keuntungan.
3. Belanda mendapatan keuntungan yang besar, keuntungantanam
paksa pertama kali pada tahun 1834 sebesar 3 juta gulden, pada
tahun berikutnya rata-rata sekitar 12 sampai 18 juta gulden.
4. Kas belanda yang semula kosong dapat dipenuhi.
5. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
6. Belanda tidak mengalami kesulitan keuangan lagi dan mampu
melunasi utang-utang Indonesia.
7. Menjadikan Amsterdam sebagai pusat perdagangan hasil tanaman
tropis.
Dampak Tanampaksa
Bagi Indonesia
Negatif
1. Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang
berkepanjangan.
2. Beban pajak yang berat.
3. Pertanian, khususnya padi banyak mengalami
kegagalan panen.
4. Kelaparan dan kematian terjadi di mana-mana.
5. Pemaksaan bekerja sewenang-wenang kepada
penduduk pribumi.
6. Jumlah penduduk Indonesia menurun.
Positif
1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-
jenis tanaman baru.
2. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang
yang laku dipasaran ekspor Eropa.
3. Memperkenalkan teknologi multicrops dalam pertanian.
Thank You!

L/O/G/O
Ada Pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai