Anda di halaman 1dari 30

HUKUM PIDANA

MEMAHAMI HUKUM PIDANA

SEJARAH
KUHP berasal kodifikasi hukum Belanda yaitu Staatblad 1915 Nomor
732 yang disebut dengan Wetboek van Strafrecht voor
Nederlandsch-Indie

Politik Hukum KUHP di Indonesia


Setelah Indonesia merdeka, diberlakukan UU Nomor 1 Tahun 1946 yang menghapus
istilah Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan menjadi Wetboek van
Strafrecht yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dinyatakan
berlaku di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan UU Nomor 73 Tahun 1958
TUJUAN

Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi


kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan umum

Berdasarkan fungsinya, tujuan hukum pidana ada 2, yakni:


Fungsi represif untuk penegakan hukum, artinya
Fungsi preventif agar orang tidak melakukan orang yang telah melakukan perbuatan pidana dapat
perbuatan pidana kembali menjadi orang yang lebih baik dan dapat
diterima kembali di masyarakat
PEMBAGIAN HUKUM PIDANA DAN SISTEMATIKA KUHP

Hukum pidana dapat dibedakan dalam:

Hukum pidana obyektif (ius poenale) yaitu mengatur tentang


keharusan dan/atau larangan
Hukum pidana obyektif terdiri dari:
Hukum pidana materiil: aturan yang memuat unsur-unsur
perbuatan yang dapat dihukum dan memuat sanksi
Hukum pidana formil: aturan yang mengatur mengenai
bagaimana prosedur menerapkan pidana materiil
Hukum pidana subyektif (ius puniendi) yaitu hak negara untuk
menghukum seseorang berdasarkan hukum pidana obyektif
Lanjutan

Sistematika KUHP terbagi dalam 3 buku, antara lain:

Buku I tentang aturan umum, yang pengaturannya


sampai dengan Pasal 103 KUHP
Buku II tentang kejahatan, perbuatan pidana yang
berat, yang diatur dalam Pasal 104 488 KUHP
Buku III tentang pelanggaran, merupakan tindak
pidana ringan yang diatur dalam Pasal 489 569
KUHP
CONTOH ISI BUKU I KUHP

Pasal 1 Ayat 1: Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali


berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang
telah ada.

Ini dikenal dengan asas legalitas yang berdasarkan adagium nullum


delictum nulla poena sine praevia lege poenale, artinya tidak ada
suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali berdasarkan aturan
hukum pidana yang ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan
Lanjutan

Pasal 2: Ketentuan pidana dalam perundang-


undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang
yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.

Ini dikenal dengan asas teritorialitas (jurisdiksi


teritorial subyektif) berdasarkan locus delicti
Lanjutan

Pasal 3: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan


Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah
Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air
atau pesawat udara Indonesia.

Ini disebut dengan asas ekstrateritorialitas (perluasan


wilayah)
lanjutan

Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di
luar Indonesia:
1. salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108, 110, 111 bis pada 1e,
127 dan 131;
2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau
bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh
Pemerintah Indonesia;
3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan
suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan calon, tanda dividen
atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu
atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang
pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak
laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal
479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Dalam pasal ini terkandung asas personalitas pasif (perlindungan) bahwa ketentuan hukum pidana
Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara
Lanjutan

Pasal 5
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di
luar Indonesia melakukan: (i) salah satu
kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku
Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud
Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450,
dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh
dan 451, dan (ii) salah satu perbuatan yang oleh
menjadi warga negara sesudah melakukan
suatu ketentuan pidana dalam perundang-
perbuatan.
undangan Indonesia dipandang sebagai
kejahatan, sedangkan menurut perundang-
undangan negara di mana perbuatan dilakukan
diancam dengan pidana.
Lanjutan

Dalam hukum
Pasal 9: internasional ini
Diterapkannya pasal- dikenal dengan hak
pasal 2, 5, 7, dan 8 imunitas atau
dibatasi oleh kekebalan dari wilayah
pengecualian- jurisdiksi negara
pengecualian yang penerima terhadap
diakui dalam hukum orang-orang tertentu
internasional yang dilindungi oleh
hukum internasional
Lanjutan

Pidana Pidana
Pasal 10:
Pokok: Tambahan:
pidana mati pencabutan hak-hak
tertentu;
pidana penjara

perampasan barang-
Pidana terdiri atas: pidana kurungan
barang tertentu;

pidana denda
pengumuman
pidana tutupan putusan hakim.
CONTOH ISI BUKU II KUHP

Pasal 263 Ayat 1: Barang siapa membuat surat palsu atau


memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak,
perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan
sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut
dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan
pidana penjara paling lama enam tahun.
Lanjutan

Pasal 340: Barang siapa dengan sengaja dan


dengan rencana terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 344: Barang siapa merampas nyawa


orang lain atas permintaan orang itu sendiri
yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
Lanjutan

Pasal 242 Ayat 1: Barang siapa


dalam keadaan di mana undang-
undang menentukan supaya
memberi keterangan di atas
sumpah atau mengadakan akibat
hukum kepada keterangan yang
demikian, dengan sengaja memberi
keterangan palsu di atas sumpah,
baik dengan lisan atau tulisan,
secara pribadi maupun oleh
kuasanya yang khusus ditunjuk
untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
CONTOH ISI BUKU III KUHP

Pasal 551: Barang siapa tanpa


wenang, berjalan atau
berkendaraan di atas tanah yang
oleh pemiliknya dengan cara jelas
dilarang memasukinya, diancam
dengan pidana denda paling banyak
dua ratus dua puluh lima rupiah.
PERISTIWA PIDANA

Peristiwa pidana Unsur-unsur tindak


adalah suatu kejadian pidana (Simmons):
yang mengandung Perbuatan manusia (positif
unsur-unsur atau negatif, berbuat atau
perbuatan yang tidak berbuat)
dilarang sehingga Diancam dengan pidana
Melawan hukum
dapat dikenai sanksi
Dilakukan dengan
bagi pelakunya sesuai kesalahan (mens rea)
dengan ketentuan Oleh orang yang mampu
pidana bertanggungjawab
MACAM PERBUATAN PIDANA (DELIK)

Pasal 362 KUHP mengenai


Delik formil adalah delik pencurian, unsur-unsurnya: (i)
yang perumusannya mengambil barang sesuatu, (ii)
yang seluruhnya atau sebagian
dititikberatkan pada milik orang lain, (iii) dengan
maksud hendak memiliki barang
perbuatan yang dilarang itu dengan melawan hukum

Delik materiil adalah


delik yang
perumusannya Pembunuhan, yaitu hilangnya
nyawa seseorang akibat
dititikberatkan pada perbuatan yang dilakukan
akibat yang tidak
dikehendaki (dilarang)
Lanjutan

Delik dolus adalah suatu Delik culpa adalah perbuatan


perbuatan yang dilakukan yang dilakukan secara tidak
dengan sengaja sengaja, karena kealpaan
Pasal 338: Barang siapa Pasal 359: Barang siapa
dengan sengaja merampas karena kesalahannya
nyawa orang lain, diancam (kealpaannya) menyebabkan
karena pembunuhan dengan orang lain mati, diancam
pidana penjara paling lama dengan pidana penjara
lima belas tahun. paling lama lima tahun atau
pidana kurungan paling lama
satu tahun.
Lanjutan

Delik aduan adalah suatu perbuatan yang memerlukan


pengaduan dari orang lain untuk menjadi suatu
perbuatan pidana. Selama tidak ada pengaduan maka
perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana (delik)

Pasal 310 dan


seterusnya juncto Pasal Pasal 284 KUHP tentang
319 KUHP tentang Perzinaan
Penghinaan,
Lanjutan

Delik commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan,


dengan kata lain, berbuat sesuatu yang dilarang, seperti mencuri,
membunuh, menipu, menggelapkan barang dan lainnya

Delik ommissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah,


dengan kata lain, tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan atau yang
diharuskan, seperti Pasal 531 yaitu tidak menolong orang yang memerlukan
pertolongan

Delik commisionis per ommisionen commissa adalah delik berupa


pelanggaran larangan, tetapi dapat dilakukan dengan tidak berbuat sesuatu,
seperti seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi susu,
penjaga palang kereta tidak menutup pintu palang kereta ketika kereta lewat
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

Maksudnya adalah untuk menentukan apakah


Pertanggungjawaban pidana = toerenbaarheid = seseorang terdakwa dapat dianggap
criminal responsibility/liability bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang
terjadi

Jika tindakannya melawan hukum dan yang


bersangkutan mampu bertanggungjawab maka
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana

Kesalahan dapat dilakukan dalam bentuk


kesengajaan atau kealpaan

Perbuatan pidananya ada alasan pembenar


atau pemaaf atau tidak
Lanjutan

Apa itu alasan pembenar dan pemaaf?

Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus


Alasan pembenar adalah alasan yang menghapus kesalahan dari terdakwa, dengan kata lain,
sifat melawan hukum dari perbuatan yang perbuatan terdapat tetap salah (melawan hukum
dilakukan sehingga perbuatannya dianggap benar dan merupakan perbuatan pidana) tetapi terdakwa
tidak dipidana karena dianggap tidak ada kesalahan

Polisi menembak bandit Pelaku kurang waras


UNSUR-UNSUR UNTUK MENENTUKAN PEMIDANAAN

Subyek harus sesuai dengan perumusan UU


PNS, swasta, orang gila atau tentara

Adanya kesalahan
Dolus atau culpa

Perbuatan melawan hukum


Bertentangan dengan hukum yang berlaku, seperti menghilangkan nyawa

Perbuatannya dilarang dan diancam dengan pidana oleh UU


Sesuai dengan pasal-pasal tertentu dalam KUHP

Sesuai dengan tempat, waktu dan keadaan lain yang ditentukan oleh UU
Locus delicti atau ratione temporis
NON COMPOS MENTIS

Pasal 44 KUHP menentukan


tidak dapat
dipertanggungjawabkannya
perbuatan pidana kepada
seseorang yang melakukan
perbuatan pidana, dengan
alasan:

Jiwanya terganggu baik


Cacat dalam pertumbuhan
sementara maupun tetap
(down syndrome)
(gila/kurang waras)
Lanjutan

Usia belum dewasa

Jika belum mencapai usia


tersebut di atas maka akan
Pasal 45 KUHP menetapkan
dijatuhi pidana yang berbeda
batas usia dewasa bagi pelaku
dengan orang dewasa (UU
anak adalah 16 tahun
Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak)
Lanjutan

Daya paksa (overmacht)

Pasal 48 KUHP mengatu mengenai tidak dipidananya seseorang bila


melakukan perbuatan pidana karena disebabkan adanya daya paksa
Daya paksa ada 3 bentuk, yaitu:
Paksaan mutlak orang yang dipaksa tidak dapat berbuat selain
yang diperintahkan kepadanya, baik badaniah maupun rohaniah
contoh: dihipnotis
Paksaan relatif Dalam kondisi ini seakan-akan ada pilihan tetapi
pilihan tersebut merupakan pilihan dari orang yang memaksa
contoh: satpam ditodong senjata untuk menyerahkan sepeda
motor
Lanjutan

Keadaan darurat (noodtoestand)

Kondisi ini seringkali digunakan sebagai dalih untuk dikenai Pasal 48


KUHP yaitu tidak dipidana karena overmacht
Ada dua kepentingan yang bertentangan, yaitu 2 orang terapung
di laut berebut sebilah papan yang hanya cukup untuk satu orang
Ada kepentingan hukum yang bersamaan dengan kewajiban
hukum yang lain yang saling bertentangan, yaitu penjaga rel
kereta tidak menutup palang karena dikejar singa sehingga terjadi
kecelakaan
Ada dua kewajiban hukum yang bertentangan, yaitu seseorang
pada waktu yang sama harus menghadap ke PN di dua kota yang
berbeda
Lanjutan

Pembelaan Paksa (noodweer)

Pembelaan paksa diatur dalam Pasal 49 KUHP dengan


catatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
Adanya serangan yang bersifat melawan hukum saat
itu
Ada pembelaan yang terpaksa dan boleh dilakukan
untuk diri atau kehormatan atau harta benda baik
sendiri maupun orang lain
Noodweer ini sifatnya limitatif (terbatas)
Lanjutan

Tindakan berdasarkan perintah jabatan

Menurut Pasal 51 bahwa tidak dipidana, barang siapa


melakukan suatu tindakan atas perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang untuk itu
Antara pemberi perintah dan penerima perintah harus
ada hubungan dalam rangka perintah jabatan
Posisi pemberi perintah harus lebih lebih tinggi daripada
penerima perintah
Perintah yang diberikan termasuk dalam wilayah
kewenangan jabatannya

Anda mungkin juga menyukai