Ada 5 kewajiban yang harus dipenuhi oleh arsitek professional (kewajiban secara umum, kewajiban kepada
masyarakat, kewajiban pada profesi, kewajiban pada pengguna jasa, kewajiban pada teman sejawat). Tidak
terpenuhinya 5 kewajiban tersebut oleh arsitek dianggap suatu penyimpangan atau pelanggaran kode etik.
Penyimpangan/pelanggaran terhadap kepentingan umum
Penyimpangan/pelanggaran terhadap kepentingan masyarakat
Penyimpangan/pelanggaran terhadap pengguna jasa
Penyimpangan/pelanggaran terhadap profesi
Penyimpangan/pelanggaran terhadap teman sejawat
SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI
Pada dasarnya penyimpangan dari apa yang tertera dalam kode etik dan kaidah dan tatalaku profesi IAI tidak
ada sanksi hukumnya, yang ada adalah sanksi organisasi yaitu berupa teguran lisan, teguran tertulis,
penonaktifan sebagai anggota dan yang paling berat adalah dikeluarkan dari keanggotaan IAI. Sanksi yang di
berikan oleh organisasi (IAI) ini akan berdampak pada profesi dan psikologis bagi anggota yang terkena sanksi ,
bahkan kemungkinan tidak mendapatkan pekerjaan sebagai profesi arsitek, namun apabila pelanggaran ini
menyangkut hukum terkait dengan pelanggaran undang-undang, peraturan pemerintahan dan lain sebagainya
maka penyelesaiannya lewat pengadilan.
LETAK GEOGRAFIS GEDUNG UNIKOM
Luas lahan :
Luas bangunan :
Jumlah lantai : 15 lantai
Jumlah basement : 3 basement
Fungsi bangunan : Sarana pendidikan (kampus)
Fasilitas bangunan : Lab komputer, kelas, studio gambar, auditorium, perpustakaan, parkir basement, ruang
server, kantin, musholla dan lain sebagainya.
PERATURAN DAN STANDAR YANG TIDAK
DIPENUHI OLEH GEDUNG UNIKOM
Peraturan yang tidak dipenuhi,mencangkup peraturan standar maupun peraturan administratif yang dikeluarkan
oleh pemerintah setempat. Adapun peraturan dan standar yaitu bersumber pada :
1. Standar Nasional Indonesia
2. Peraturan Pemerintah (Perpres, Permen, Pergub, Perwalkot, dan lain-lain)
KDB, KLB & GSB
KDB (Kofisien Dasar Bangunan) adalah nilai dalam suatu presentase yang menunjukkan luas tapak yang
dapat dibangun.
KLB (Kofisien Luas Bangunan) merupakan perbandingan antara luas total bangunan dibandingkan dengan
luas lahan.
GSB (Garis Sempadan Bangunan) adalah suatu aturan oleh pemerintah daerah setempat yang mengatur
batasan lahan yang boleh dan tidak boleh dibangun.
KETERANGAN :
1. KDB
2. KLB
3. Tinggi Bangunan
4. Luas (Ha)
PERATURAN PEMERINTAH YANG TIDAK
DIPENUHI PADA GEDUNG UNIKOM
Diketahui :
- Basement
- Sistem Kebakaran
- Tangga Darurat
- Fasilitas Difabel atau Penyandang Disabilitas
- Signage
- Green Building
BASEMENT
Basement adalah sebuah tingkat atau beberapa tingkat dari bangunan yang keseluruhan atau sebagian terletak di bawah
tanah. Basement adalah ruang bawah tanah yang merupakan bagian dari bangunan gedung yang dibuat sebagai tempat
untuk mengoptimalkan penggunaan lahan yang semakin padat dan mahal. Basement pada bangunan gedung biasanya
digunkan sebagai tempat utilitas dan pelataran kendaraan.
BASEMENT
PEDOMAN PERENCANAAN DAN PENGOPERASIAN FASILITAS PARKIR DIREKTORAT BINA SISTEM
LALU LINTAS ANGKUTAN KOTA DAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Untuk lebar ramp satu arah cukup disediakan lebar jalur 3,5 m dan untuk dua
Radius dan lebar ramp kendaraan pada alur sirkulasi gedung
arah sebesar 6,5 m. Untuk radius minimal ramp berbentuk lingkaran helikal
Unikom tidan sesuai dengan standar karena mempunyai
adalah 9,7 m. Radius yang disarankan adalah 10,5 11,5 m/ sedangkan lebar
belokan yang curam saat naik dan turun
jalur pada ramp helikal adalah 4,2- 5,4 m.
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 26/PRT/M/2008
Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan
sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem
proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya
kebakaran.
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
(SNI 03-1735- 2000)
Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.
Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan
penggunaan bahan dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan berdasarkan tingkat
ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap bukaan.
Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian
kebakaran baik manual ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang
kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus.
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 26/PRT/M/2008
PERSYARATAN TEKNIS SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN
Gedung unikom hanya mempunyai 1 tangga kebakaran Pada peraturan mentri pekerjaan umum, bangunan yang memiliki luas
yang terletak didekat lift lantai lebih dari 2000m2 minimal mempunyai 2 tangga kebakaran. Luas
lantai bangunan unikom adalah 2057
SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
(SNI 03-1735- 2000)
TATA CARA PERENCANAAN AKSES BANGUNAN DAN AKSES LINGKUNGAN UNTUK PENCEGAHAN
BAHAYA KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG.
Pada bangunan unikom ini akses untuk penyelamatan dan akses Pada SNI 03-1735- 2000 bangunan gedung mempunyai standar
pemadam kebakaran tidak sesuai standar yang ditentukan komponen saf kebakaran
FASILITAS DIFABEL ATAU PENYANDANG DISABILITAS
Menurut WHO (World Health Organization), difabel adalah suatu kehilangan atau ketidaknormalan baik itu yang
bersifat fisiologis, psikologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis.
Menurut Konveksi Hak Penyandang Disabilitas/CRPD, disabilitas adalah ketidakseimbangan interaksi antara kondisi
biologis dan lingkungan sosial.
FASILITAS DIFABEL ATAU PENYANDANG DISABILITAS
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016, Tentang Penyandang Disabilitas
Standar Aksesibilitas Bangunan Gedung, Fasilitas dan Lingkungan bagi Penyandang Disabilitas
Standar aksesibilitas bangunan gedung, fasilitas dan lingkungan termasuk detil ukuran dan penerapannya diatur melalui
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006.
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas dan lansia guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi:
- Ukuran dasar ruang - Ram - Wastafel
- Jalur pedestrian - Tangga - Telepon
- Jalur pemandu - Lift - Perlengkapan dan Peralatan Kontrol
- Area parkir - Lift tangga - Perabot
- Pintu - Toilet - Rambu dan Marka
Prinsipnya setiap bangunan gedung, fasilitas dan lingkungan wajib memenuhi 4 azas fasilitas dan aksesibilitas, yaitu:
- Keselamatan
- Kemudahan
- Kegunaan
- Kemandirian
RAMP
Ramp merupakan alternatif rute/jalan yang di pakai sebagai akses penyandang bagi orang cacat, lansia, dan
orang-orang yang tidak bisa menggunakan tangga sehingga mudah untuk naik ketempat yang lebih tinggi.
LANTAI RAMP
Berikut ini contoh penutup lantai yang dipakai pada lantai ramp, baik di dalam maupun di luar bangunan :
Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai dari masuk melewati pintu lift, gerakan memutar,
menjangkau panel tombol dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih minimal ruang lift adalah 140cm x 140cm.
Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) menerus pada ketiga sisinya.
TOILET
Toilet umum adalah sebuah ruangan yang dirancang khusus lengkapd engan kloset, persedian air bersih dan perlengkapan
lain yang bersih, aman, dan higienis. Dimana masyarakat di tempat-tempat domestik, komersial maupun publik dapat
membuang hajat serta memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis lainnya
Pasal 36
1.) Penyediaan fasilitas sarana parkir sepeda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b,
diperhitungkan dengan perbandingan setiap 25 (dua
puluh lima) parkir mobil wajib menyediakan paling
sedikit 1 (satu) tempat parkir sepeda.
Pasal 27
Sistem ventilasi mekanis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 huruf a, digunakan jika ventilasi
alami tidak memungkinkan
Dalam hal ventilasi mekanis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan pada daerah
perimeter, maka harus disediakan jendela yang
dapat dibuka dengan luasan paling sedikit 5%
Tidak ada ventilasi mekanis, yaitu berupa jendela untuk (lima perseratus) dari luas ruangan tersebut.
sirkulasi udara
KESIMPULAN
Suatu rancangan yang baik dan benar akan dapat berdiri kokoh jika mentaati
peraturan yang telah berlaku di daerah tersebut. Disamping itu terdapat peran
penting seorang arsitek yang harus mentaati kode etik yang sudah ditentukan oleh
profesi tersebut. Karena, suatu rancangan seorang arsitek akan berdampak pada
kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan disekitarnya. Jangan sampai
rancangan yang telah dibuat oleh arsitek itu menjadi preseden yang tidak sesuai
dengan standar dan peraturan yang ada.