Anda di halaman 1dari 22

TERJEMAHAN

ANESTESI UNTUK BEDAH CELAH


BIBIR DAN LANGIT-LANGIT

Pembimbing : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An

Dhiya Asfarina 10 777 029


PENDAHULUAN
Celah bibir dan celah langit-langi adalah salah satu kondisi deformitas
bawaan yang paling umum terjadi. Kerusakan yang terjadi pada wajah
menyebabkan masalah pada feeding, bicara dan perkembangan gigi dan
juga memiliki konsekuensi psikososial yang signifikan.

Tindakan bedah bertujuan untuk mengembalikan bentuk dan fungsi, dan


teknik-teknik modern dapat menutupi deformitas yang ada.

Permasalahan penanganan jalan napas, yang terkait dengan abnormalitas


dan usia pasien yang masih muda memberikan tantangan tersendiri dalam
bidang anestesi.
KLASIFIKASI & ANATOMI
Celah bibir adalah celah yang terjadi pada satu (unilateral) atau kedua
(bilateral) sisi bibir bagian atas.

Celah bibir komplit terjadi disepanjang bibir hingga ke dalam lubang


hidung. Celah bibir inkomplit termasuk indentasi kecil hingga deformitas yang
lebar dengan jaringan penghubung yang sempit di antara kedua celah.

Celah langit-langit adalah celah yang terjadi pada satu (unilateral) atau
kedua (bilateral) sisi palatum mole yang dapat memanjang hingga palatum
durum.

Celah langit-langit komplit melibatkan kedua palate primer dan sekunder


sedangkan celah langit-langit inkomplit hanya berdampak pada palate
sekunder saja.
INSIDEN
Dunia insidensi celah bibir dan langit-langit adalah 1 : 7800 kelahiran
Inggris terjadi pada kira-kira 1000 bayi setiap tahunnya

Jumlah insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit sangat
dipengaruhi oleh ras.

Celah bibir dan langit-langit lebih banyak terjadi pada bayi laki-laki.
Sebaliknya celah langit-langit tersendiri (isolated) lebih umum terjadi pada
bayi perempuan.
ETIOLOGI
Penyebab celah bibir dan langit-langit belum dapat diketahui namun sepertinya
bersifat multifaktor yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan

Celah bibir dan langit-langit bersifat turunan; orang tua yang menderita celah
bibir dan langit-langit memiliki kemungkinan anak celah bibir dan langit-langit
dengan persentase 3-5%, dan jika memiliki anak celah bibir dan langit-langit
maka kemungkinan memiliki anak celah bibir dan langit-langit berikutnya
sebesar 20-40%.

Beberapa kasus celah bibir dan langit-langit terjadi akibat obstruksi mekanis.
Perkembangan mandibula yang terganggu dapat menghambat penurunan
lidah, hal ini menyebabkan obstruksi penyatuan palatal shelves. Paparan
teratogen yang terkait dengan celah bibir dan langit-langit meliputi konsumsi
alkohol dan merokok selama kehamilan, antikonvulsan (phenytoin,
benzodiazepine), salisilat dan kortison. Konsumsi asam folat 400mcg/hari dapat
mencegah celah bibir dan langit-langit.
Celah bibir dan langit-langit dikaitkan dengan lebih dari 200 sindrom atau
sequences dan beberapa diantaranya memiliki dampak anestesi yang
signifikan. Anak-anak dengan celah bibir dan langit-langit dapat
mengalami beberapa abnormalitas tanpa sindrom yang jelas.

Abnormalitas kraniofasial adalah yang paling umum, diikuti oleh


abnormalitas CNS seperti retardasi mental dan kejang, penyakit jantung
bawaan, serta deformitas ginjal dan abdomen
BEDAH REKONSTRUKSI
Celah bibir umumnya direkonstruksi antara usia 6 hingga 12 minggu namun
terdapat peningkatan tren untuk melakukan operasi pada periode
neonatal. Selain itu populer dikalangan orang tua, karena memiliki
manfaat positif terhadap masalah kelainan bernapas saat tidur, dan juga
memberikan hasil estetika yang lebih baik dan dapat mendorong
penyatuan.

Celah langit-langit biasanya direkonstruksi pada usia lebih tua, antara 3


hingga 9 bulan, melalui satu atau dua tahapan operasi untuk mendorong
perkembangan bicara yang normal dan mengurangi regurgitasi nasal.
ANESTESI UNTUK CELAH BIBIR DAN
LANGIT-LANGIT
PENILAIAN PRA OPERASI
Manajemen jalan napas
Beberapa sindrom menyebabkan kesulitan intubasi. Pada pasien non-
sindrom kesulitan laringoskopi dan intubasi berkaitan erat dengan
retrognathia dan celah langit-langit bilateral (akibat maksila yang
menonjol). Masalah akan muncul lebih sedikit seiring bertambahnya usia
pasien dan jarang terjadi pada pasien yang berusia diatas 5 tahun.

Pasien yang pernah menjalani rekonstruksi celah bibir dan langit-langit


sebelumnya lebih sering mengalami kesulitan jalan napas.

Intubasi nasal dapat dilakukan kecuali pada pasien dengan riwayat


faringoplasti dimana seharusnya dihindari.
Laryngeal mask airway (LMA) telah digunakan secara luas pada anak-
anak yang pernah menjalani rekonstruksi sebelumnya tanpa laporan
adanya efek terbalik dan tidak disarankan rotasi saat insersi.

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)


Rhinorrhoea kronis sering terjadi pada anak celah bibir dan langit-
langit akibat refluks makanan kedalam area nasal dan sering muncul
bersamaan dengan ISPA yang tampak dan tidak jarang berulang.
Operasi rekonstruksi dapat menurunkan rhinorrhoea dan ISPA sehingga
risiko anestesi dan komplikasi respirasi paska operasi dapat seimbang
dengan manfaat pembedahan.
Risiko komplikasi paska operasi meningkat seiring dengan tingkat
keparahan deformitas. Bayi yang menderita celah bibir dan langit-
langit bilateral memiliki risiko komplikasi paska operasi yang lebih tinggi
(9%) dibandingkan dengan bayi yang menderita celah bibir saja atau
celah bibir dan langit-langit unilateral (2 dan 3%, sesuai urutan),
bahkan meskipun penilaian klinis pra operasi tidak mengindikasikan
adanya infeksi.

Obstruksi jalan napas kronis


Mendengkur, apnea selama waktu pemberian makanan atau waktu
makan yang lama dapat mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas
kronis. Anak yang lebih tua dan dewasa dapat mengalami hipoksia
kronis, hipertrofi ventrikel kanan dan cor pulmonal.
Pasien-pasien ini lebih sensitif terhadap obat-obat sedasi dan memiliki
peningkatan risiko obstruksi jalan napas saat induksi dan paska operasi.
Jika diduga terdapat keterlibatan jantung maka harus dilakukan EKG
dan ECHO dan pemantauan paska operasi dengan lebih seksama.

Nutrisi dan hidrasi


Cacat akibat celah bibir dan langit-langit menyebabkan bayi sulit untuk
menciptakan penutupan yang rapat saat menghisap. Kesulitan saat
pemberian asi/makanan dan tindakan operasi harus dihindari pada
anak dengan gizi buruk atau dehidrasi. Anemia nutrisional atau
fisiologis dapat terjadi (pada usia 9 minggu.
Premedikasi
Obat bius dapat memicu obstruksi jalan napas dan harus dihindari.
Atropine (20mcg/kg secara intramuskular 30 menit pra operasi atau
10-20mcg/kg intravena saat induksi) adalah drying agent yang efektif
dan lebih disarankan ketika diantisipasi adanya kesulitan intubasi atau
perencanaan anestesi dengan eter atau ketamine.
MANAJEMEN INTRA OPERATIF
Rekonstruksi celah langit-langit pada orang dewasa dan anak yang lebih tua
dapat dilakukan dengan infiltrasi anestesi lokal dan bius sadar misalnya
diazepam 0,05-0,1 mg/kg. Pasien selain ini membutuhkan anestesi umum.
Induksi
Secara umum, pilihlah teknik yang dapat mempertahankan ventilasi
spontan. Induksi gas dengan agen volatil (misal sevoflurane, halothane)
didalam oksigen;

Ketamine diberikan melalui intramuskular (10-12,5mg/kg) atau intravena


(1-2mg/kg) adalah alternatif lain

Induksi intravena standar misalnya propofol 4-6mg/kg dan thiopentone 3-


5mg/kg sesuai bagi anak berusia lebih tua dan dewasa tanpa antisipasi
adanya kesulitan jalan napas.
Jarang terjadi kesulitan dalam ventilasi masker namun jika terjadi maka pilihan
yang ada meliputi jalan napas melalui hidung atau oropharyngeal, laryngeal
mask airway atau memposisikan pasien secara lateral. Manuver ini dapat
menghasilkan anestesi yang dalam untuk memungkinkan intubasi

Intubasi endotrakeal dapat dilakukan dengan anestesi inhalasi yang dalam atau
menggunakan relaksan otot misalnya suxamethonium 2mg/kg atau agen non-
depolarisasi.

LMA telah digunakan dan sukses menghasilkan rekonstruksi celah bibir dan langit-
langit pada anak dimana tindakan intubasi tidak mungkin dilakukan. LMA
cenderung lebih tebal dan kurang aman daripada tabung endotrakea sehingga
tidak disarankan untuk dipakai secara rutin.
Alternatif lain endoskopi pada anak dapat digunakan untuk
mengenalkan tabung preloaded langsung melalui LMA.

Intubasi tidak selalu diperlukan. Pada anak berusia diatas 1 tahun,


rekonstruksi celah bibir rutin telah dilakukan hanya dengan
menggunakan ketamine, atropine dan infiltrasi anestesi lokal. Hal ini
membutuhkan pengalaman yang banyak dan kerjasama antara ahli
anestesi dan ahli bedah namun dapat berguna pada lingkungan
dengan sumber daya terbatas.
Pemeliharaan
Pemeliharaan sering dilakukan dengan pilihan agen inhalasi. Halothane
hanya boleh digunakan jika oksigen tersedia karena adanya risiko aritmia.
Eter menghalangi penggunaan alat diatermi karena risiko meledak.

Dosis bolus ketamin intravena dapat diberikan untuk pemeliharaan


(0,25mg/kg). Ketamine menghasilkan anestesi disosiatif dan memiliki
keuntungan dalam pemeliharaan respirasi dan refleks batuk. Namun,
dibutuhkan pengalaman untuk menitrasi dosis ketamin dengan benar,
terutama pada bayi atau anak kecil, dan terdapat kerugian berupa
hipersaliva dan emergence phenomena.

Operasi biasanya berjalan selama 1-2 jam. Meskipun jarang dilakukan


transfusi darah, rekonstruksi celah langit-langit memiliki potensi untuk
kehilangan darah yang signifikan
Defisit cairan dan kehilangan cairan intra operatif diganti dengan
kristaloid dan sebuah dosis tunggal antibiotik intravena misalnya
augmentin

Infiltrasi anestetik lokal oleh ahli bedah lebih direkomendasikan yaitu 1%


lidocaine dengan adrenalin 1:200.000. Agen ini memberikan analgesi
intra operatif, menurunkan kehilangan darah dan meningkatkan area
bedah. Dosis adrenalin harus dibatasi sebanyak 5 mcg/kg jika
menggunakan halothane.

Parasetamol (acetaminophen) dapat diberikan melalui oral sebagai


premedikasi (20 mg/kg) atau rektal setelah induksi (30-40 mg/kg).
Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) adalah analgesik yang efektif dan
sebagian besar ahli anestesi meresepkan obat ini pada bayi usia lebih dari 6
bulan. Namun obat ini dapat meningkatkan risiko pendarahan paska operasi
oleh karenanya beberapa menganjurkan penundaan pemberian hingga 12
jam paska operasi.

Untuk rekonstruksi celah bibir, agen-agen short acting seperti fentanil 1-2
mcg/kg sudah mencukupi sedangkan untuk tindakan rekonstruksi celah bibir
yang lebih menyakitkan penggunaan agen longer acting lebih tepat seperti
morfin 0,05-0,1 mg/kg.

Penggunaan opioid pada neonatal dan bayi memunculkan kekhawatiran yang


wajar mengenai sedasi paska operasi, depresi respirasi dan gangguan jalan
napas dikemudian hari..
Ekstubasi dan perawatan paska operasi
Risiko yang paling nyata akibat obstruksi jalan napas paska operasi
kemungkinan besar terjadi pada pasien anak yang memiliki masalah
jalan napas pra operasi.

Throat pack harus diambil diakhir operasi dan orofaring diperiksa untuk
mencari adanya gumpalan darah dan mengecek hemostasis. Jika telah
menggunakan relaksan non-depolarisasi maka relaksan tersebut harus
saling berlawanan (antagonis).

Pemantauan seksama selama 12-24 jam memungkinkan deteksi awal


adanya obstruksi jalan napas atau pendarahan paska operasi. Sebagai
tambahan risiko obstruksi jalan napas atas mekanis, kontrol pernapasan
dapat berubah saat operasi berlangsung akibat perbedaan bentuk
jalan napas pasien dan perubahan dalam pola pernapasan yang
terkait dengannya.
Anak mungkin kehilangan selera makan sehingga pemberian cairan
intravena harus diteruskan hingga konsumsi cairan yang cukup tercapai.

Analgesia paska operasi termasuk opioid diberikan dalam bentuk bolus


intravena, lanjutkan pemberian infusi atau analgesia terkontrol oleh
perawat sesuai dengan protokol yang dijalankan di lingkungan kerja,
serta pemberian rutin parasetamol dan NSAID (selama lebih dari 6
bulan).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai