Anda di halaman 1dari 61

DI SUSUN OLEH :

Nathanie
l Mukhamad
Verdiawa Nanda F
n Alfani
Putri
L Ahmad
Fikry
Nugraha
Puspita
Andrianit Muhammad
a Rafli
KEBUDAYAAN
Ulos (Sumatera Utara)
Keseluruhan sistem
gagasan, tindakan,
dan hasil karya
manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik
diri manusia dengan
belajar
2
Pengertian

Menurut
Menurut
Para
Bahasa
Ahli
Menurut
Bahasa
Ulos atau sering juga
disebut kain
ulos adalah salah satu
busana khas Indonesia.
Ulos secara turun
temurun dikembangkan
oleh masyarakat Batak,
Sumatera utara. Dari
bahasa asalnya, ulos
berarti kain.
Menurut Para Tokoh

J.C. Vergouwen seorang pakar


hukum Batak mengatakan, ulos
adalah sejenis pakaian yang
berbentuk selembar kain. Kain
ini ditenun oleh wanita Batak
dengan pelbagai pola. Menenun
kain seperti ini memerlukan
pengkoordinasian yang lihai dari
sejumlah besar benang menjadi
sepotong kain utuh yang
digunakan untuk melindungi
tubuh.

J.C. Vergouwen
Ciri-ciri Historis

Perwujudan nilai

Geografis
Historis
Ulos adalah kain tenun khas Batak
berbentuk selendang. Benda sakral ini
merupakan simbol restu, kasih sayang dan
persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang
berbunyi: Ijuk pangihot ni hodong, Ulos
pangihot ni holong", yang artinya jika ijuk adalah
pengikat pelepah pada batangnya maka ulos
adalah pengikat kasih sayang antara sesama.
Dahulu nenek moyang suku Batak
adalah manusia-manusia gunung, demikian
sebutan yang disematkan sejarah pada mereka.
Hal ini disebabkan kebiasaan mereka tinggal
dan berladang di kawasan pegunungan.
Dengan mendiami dataran tinggi berarti mereka
harus siap berperang melawan dinginnya cuaca
yang menusuk tulang. Dari sinilah sejarah ulos
bermula.
Pada awalnya nenek moyang
mereka mengandalkan sinar matahari
dan api sebagai tameng melawan rasa
dingin. Masalah kecil timbul ketika
mereka menyadari bahwa matahari tidak
bisa diperintah sesuai dengan keinginan
manusia. Pada siang hari awan dan
mendung sering kali bersikap tidak
bersahabat.

Sedang pada malam hari rasa


dingin semakin menjadi-jadi dan api
sebagai pilihan kedua ternyata tidak
begitu praktis digunakan waktu tidur
karena resikonya tinggi. Akhirnya, karena
dipaksa oleh kebutuhan yang mendesak
akhirnya nenek moyang mereka berpikir
keras mencari alternatif lain yang lebih
praktis. Maka lahirlah ulos sebagai
produk budaya asli suku Batak.
Setelah mulai dikenal, ulos makin digemari karena praktis
Lambat laun ulos menjadi kebutuhan primer, karena bisa juga
dijadikan bahan pakaian yang indah dengan motif-motif yang menarik. Ulos
lalu memiliki arti lebih penting ketika ia mulai dipakai oleh tetua-tetua adat
dan para pemimpin kampung dalam pertemuan-pertemuan adat resmi.
Ditambah lagi dengan kebiasaan para leluhur suku Batak yang selalu
memilih ulos untuk dijadikan hadiah atau pemberian kepada orang-orang
yang mereka sayangi.
Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang "non
Batak". Pemberian ini bisa diartikan sebagai penghormatan dan
kasih sayang kepada penerima ulos. Misalnya pemberian ulos
kepada Presiden atau Pejabat negara, selalu diiringi oleh doa dan
harapan semoga dalam menjalankan tugas-tugas ia selalu dalam
kehangatan dan penuh kasih sayang kepada rakyat dan orang-orang
yang dipimpinnya.
Geografis

Ulos, bagi masyarakat Batak, Sumatera Utara turun temurun


berarti selimut yang menghangatkan tubuh serta melindungi diri
dari terpaan udara dingin. Udara dingin di sekitar Danau Toba
mengharuskan masyarakat Danau Toba mencari sumber yang
dapat member panas kepada manusia, yaitu matahari, api, dan
Ulos. .
Perwujudan
Nilai-Nilai Tertentu
Ulos Antakantak

Ulos ini dipakai sebagai


selendang orang tua untuk
melayat orang yang
meninggal, selain itu ulos
tersebut juga dipakai
sebagai kain yang dililit
pada waktu
acara manortor (menari).
Ulos Bintang
Maratur

Ulos ini merupakan Ulos yang


paling banyak kegunaannya
di dalam acara-acara adat
Batak Toba, beberapa
diantaranya yakni: Kepada
anak yang memasuki rumah
baru, acara selamatan Hamil
7 Bulan yang diberikan oleh
pihak hulahula kepada
anaknya.
Ulos Bolean

Ulos ini biasanya di pakai sebagai selendang


pada acara-acara kedukaan.
Ulos Mangiring

Ulos ini dipakai sebagai


selendang, Talitali, juga Ulos ini di
berikan kepada anak cucu yang
baru lahir terutama anak pertama
yang memiliki maksud dan tujuan
sekaligus sebagai Simbol
besarnya keinginan agar si anak
yang lahir baru kelak di iringi
kelahiran anak yang seterusnya,
Ulos ini juga dapat dipergunakan
sebagai Parompa (alat gendong)
untuk anak.
Ulos Padang Ursa

Ulos ini dipakai sebagai Talitali


dan Selendang.
Ulos Pinuncaan

Ulos ini terdiri dari lima bagian yang ditenun


secara terpisah yang kemudian di satukan
dengan rapi hingga menjadi bentuk satu
Ulos. Kegunaannya antara lain: keperluan
acara-acara duka cita maupun suka cita,
pesta perkawinan atau upacara adat di pakai
oleh suhut sihabolonon/ Hasuhuton (tuan
rumah), Ulos Passamot pada acara
Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh
Orang tua pengantin perempuan (Hulahula)
kepada ke dua orang tua pengantin dari
pihak laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda
bahwa mereka telah sah menjadi saudara
dekat.
Ulos Ragi Hotang

Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin


yang sedang melaksanakan pesta adat yang di
sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos
Hela memiliki makna bahwa orang tua
pengantin perempuan telah menyetujui putrinya
di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang
telah di sebut sebagai Hela (menantu).
Pemberian ulos ini selalu di sertai dengan
memberikan mandar Hela (Sarung Menantu)
yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut
tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang
laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai
orang tua. Dan sarung tersebut di pakai dan di
bawa untuk kegiatan-kegiatan adat.
Ulos Sibolang
Rasta Pamontari

Ulos ini di pakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada zaman
sekarang, Ulos Sibolang bisa di katakan sebagai simbol duka cita, yang
di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tetapi
belum punya cucu), dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda
dan Duda dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri
dan kepada perempuan yang di tinggal mati oleh suaminya.
Ulos Si bunga
Umbasang

Secara umum ulos ini hanya


berfungsi dan dipakai sebagai
Selendang bagi para ibu-ibu
sewaktu mengikuti
pelaksanaan segala jenis
acara adat-istiadat yang
kehadirannya sebatas
undangan biasa yang di sebut
sebagai Panoropi (yang
meramaikan) .
Ulos Sitolu Tuho

Ulos ini difungsikan atau di pakai


sebagai ikat kepala atau selendang.
Ulos Suri-suri
Ganjang

Ulos ini di pakai sebagai Hande-


hande (selendang) pada waktu
margondang (menari dengan
alunanan musik Batak) dan juga
di pergunakan oleh
pihak Hulahula (orang tua dari
pihak istri)
untuk manggabei (memberikan
berkat) kepada pihak borunya
(keturunannya) karena itu
disebut juga Ulos
gabegabe (berkat).
Ulos Simarinjam sisi

Dipakai dan di fungsikan


sebagai kain, dan juga di
lengkapi dengan Ulos
Pinunca yang di sandang
dengan perlengkapan adat
Batak
sebagai Panjoloani (mendah
ului di depan). Yang
memakai ulos ini adalah satu
orang yang berada paling
depan.
Ulos Ragi Pakko

Pada zaman dahulu di pakai


sebagai selimut bagi keluarga
yang berasal dari golongan
keluarga kaya, dan itu jugalah
apabila nanti setelah tua dan
meninggal akan di saput (di
selimutkan, dibentangkan
kepada jasad) dengan ulos yang
pakai Ragi di tambah Ulos
lainnya yang di sebut Ragi
Pakko karena memang
warnanya hitam seperti Pakko.
Ulos Tumtuman

Dipakai sebagai
talitali yang bermotif
dan di pakai oleh
anak yang
menunjukkan bahwa
yang bersangkutan
adalah anak pertama
dari hasuhutan (tuan
rumah).
Ulos Tutur-Tutur

Ulos ini dipakai sebagai talitali (ikat kepala) dan


sebagai Handehande (selendang) yang diberikan
oleh orang tua kepada anak-anaknya
(keturunannya).
Wujud Kebudayaan
Gagasan (Wujud Ideal)

Gagasan awal terciptanya ulos adalah


dahulu nenek moyang suku Batak adalah
manusia-manusia gunung, demikian
sebutan yang disematkan sejarah pada
mereka. Hal ini disebabkan kebiasaan
mereka tinggal dan berladang di kawasan
pegunungan. Dengan mendiami dataran
tinggi berarti mereka harus siap berperang
melawan dinginnya cuaca yang menusuk
tulang. Karena dipaksa oleh kebutuhan
yang mendesak akhirnya nenek moyang
mereka berpikir keras mencari alternatif lain
yang lebih praktis. Maka lahirlah ulos
sebagai produk budaya asli suku Batak.
Artefak

Wujud nyata atau konkret dari


kebudayaan adat batak yang masih
dapat kita lihat sampai saat ini adalah
berbagai jenis ulos, Secara garis besar
ada dua bahan yang digunakan dalam
pembutan ulos yaitu : bahan pembuat
Gambir atau Buah bit kain dan bahan pewarna, Bahan
pembuat kain adalah benang yang
terbuat dari kapas, sedangkan bahan
pewarnanya adalah kulit kayu,
rerumputan, akar-akaran, lumpur, dan
dedaunan.
1
Pembuatan benang
Proses pemintalan kapas sudah
Karya (Perilaku)

dikenal masyarakat batak dulu yang


disebut mamipis dengan alat yang
dinamai sorha. Sebelumnya kapas
dibebe untuk mengembangkan
dalam mempermudah pemintal
membentuk keseragaman
ukuran. Seorang memintal dan
seorang memutar sorha. Kemudian
sorha ini disederhanakan dengan
mengadopsi teknologi yang dibawa
oleh Jepang semasa penjajahan.
Sorha yang lebih modern dapat
melakukan pemintalan dengan
tenaga satu orang.
2
Pewarnaan
Ulos adalah sehelai kain tenunan yang
dirangkai menggunakan motif khusus yang
disebut gatip Ulos itu terbuat dari benang,
benang dipintal dari kapas. Benang awalnya
berwarna putih, dan untuk mendapatkan
warna merah disebut manubar dan untuk
mendapatkan warna hitam disebut mansop.
Bahan pewarna ulos terbuat dari bahan
daundaunan berbagai jenis yang
dipermentasi sehingga menjadi warna yang
dikehendaki. Bahan tambahan pewarnaan
dari proses permentasi ini disebut Itom
yang pada era tahun 60 an masih ada
ditemukan dipasaran toba. Orang yang
melakukan pewarnaan benang ini disebut
parsigira
3
Unggas.
Unggas adalah proses pencerahan
benang. Pada umumnya benang yang
selesai ditubar atau disop, warnanya
agak kusam. Benang ini diunggas untuk
lebih memberikan kesan lebih
cemerlang. Orang yang melakukan
pekerjaan ini disebut pangunggas
dengan peralatan pangunggasan.
Benang dilumuri dengan nasi yang
dilumerkan kemudian digosok dengan
kuas bulat dari ijuk. Nasi yang
dilumerkan itu biasanta disebut indahan
ni bonang. Benang yang sudah
diunggas sifatnya agak kenyal dan
semakin terurai setelah dijemur dibawah
sinar matahari terik.
4
Ani
Benang yang sudah selesai diunggas
selanjutnya memasuki proses
penguntaian yang disebut mangani.
Namun untuk mempermudah mangani,
benang sebelumnya dihuhul digulung
dalam bentuk bola. Alat yang dibutuhkan
adalah anian yang terditi dari sepotong
balok kayu yang diatasnya ditancapkan
tongkat pendek sesuai ukuran ulos yang
dikehendaki. Dalam proses ini,
kepiawaian pangani sangat menentukan
keindahan ulos sesuai ukuran dan
perhitungan jumlah untaian benang
menurut komposisi warna.
6
Tonun
Tonun (tenun)
adalah proses
pembentukan
benang yang sudah
diani menjadi
sehelai ulos. Mereka
ini yang lajim disebut
partonun
7
Sirat
Proses terakhir
menjadikan ulos yang
utuh adalah manirat.
Orang yang melakukan
pekerjaan ini disebut
panirat. Sirat adalah
hiasan pengikat rambu
ulos. Biasanya dibentuk
dengan motif gorga.
Pasar Balige
Sistem Religi

Sistem Organisasi

Unsur IPTEK

Bahasa

Kesenian

Mata Pencaharian
Sistem Religi
Ulos menjadi keyakinan
si pemberi akan rahmat
dan berkat Tuhan Yang
Maha Esa
Sebagai doa dan
ucapan berkat pada
saudara penerima ulos
Sebagai patokan dalam
memberi ulos
Kearifan Lokal
Keyakinan
Tata aturan
Kasih sayang
Menurut adat yang berkembang
dalam masyarakat setiap orang
batak akan menerima tiga macam
ulos dalam hidupnya, yaitu :

1. Sewaktu lahir (Ulos Parompa


atau Ulos Paralo-Alo tondi)
2. Pada waktu menikah (Marjabu
atau hela); dan
3. Pada saat meninggal dunia
(Ulos Saput)

Oleh karena itu setiap orang pasti


akan mendapatkan ketiganya,
maka ulos ini juga disebut na
marsintuhu (Ulos Keharusan)
Sewaktu lahir (Ulos Parompa atau
Ulos Paralo-Alo tondi)
Pada waktu menikah
(Marjabu atau hela)
Pada saat meninggal dunia
(Ulos Saput)
Sistem Organisasi
Dalam Pesta Perkawinan
1. Mula mula yang memberikan ulos
Di wilayah Toba misalnya yang adalah orangtua pengantin perempuan.
berhak memberikan ulos ialah : 2. Baru disusul oleh pihak tulang pengantin
perempuan, termasuk tulang rorobot.
3. Kemudian menyusul pihak dongan
1. Pihak Hula Hula (Mertua, sabutuha dari orangtua pengantin
Tulang, Bona Tulang, Bona ni perempuan yang dalam hal ini disebut
ari dan Tulang rorobot). paidua (pamarai).
4. Kemudian disusul oleh pariban yaitu
2. Pihak Dongan Tubu (Ayah,
boru hula-hula (orang tua pengantin
Saudara ayah, Kakek dan perempuan).
saudara pengantin dalam 5. Baru yang terakhir adalah tulang
kedudukan yang lebih tinggi pengantin laki-laki, setelah kepadanya
diberikan bahagian dari sinamot yang
dalam urutan kekeluargaan).
diterima parboru dari par anak, dari
3. Pihak pariban (dalam urutan jumlah yang disepakati sebanyak 2/3
lebih tinggi dalam urutan dari pihak par boru dan 1/3 dari par
kekeluargaan). anak.
Sistem Pengetahuan
Mangulosi adalah suatu
kegiatan adat yang sangat
penting bagi orang batak.
Dalam setiap kegiatan seperti
upacara pernikahan,
kelahiran, dan dukacita ulos
selalu menjadi bagian adat
yang selalu di ikut sertakan.
Ada 3 sumber kehangatan
yang di yakini moyang orang
batak yaitu : matahari, api
dan ulos.
IPTEK
ATBM
HASIL PRODUKSI
DISTRIBUSI HASIL
PRODUKSI

PASAR FASHION SHOW

Toko Oleh-Oleh
Bahasa
Sebenarnya didalam kain Ulos itu sendiri mengandung bahasa
yang tersirat untuk disampaikan kepada siapapun yang memakai
ataupun menerima ulos tersebut. Ulos akan memiliki arti bagi
siapapun yang percaya dan memaknai arti itu sendiri. Misalnya
Orang Batak percaya dan memaknai bahwa Ulos Mangiring
merupakan simbol bagi seorang anak yang baru lahir, agar kelak
ia bisa di iringi kelahiran anak yang seterusnya.
Mata Pencaharian
Pada awalnya Ulos hanya digunakan
sebagai alat atau kain yang digunakan
oleh para leluhur suku batak untuk
menutupi tubuh mereka dari cuaca
dingin, namun seiring dengan
perkembangan zaman, dan kecanggihan
teknologi manusia mulai berfikir secara
kritis dan berinovasi menjadikan Ulos
sebagai salah satu alat untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka, dengan
perkembangan zaman ulos tidak hanya
menjadi benda sakral bagi orang-orang
batak saja namun menjadi komersil
dengan terciptanya trend atau fashion
yang berbahan dasar ulos yang dapat
digunakan oleh siapa saja,serta souvenir
bagi turis asing,
Pada perkembangannya juga Ulos tidak hanya
menjadi alat mata pencaharian bagi suku batak
khususnya yang terletak di Sumatera Utara, Namun
kini siapa saja dapat menjadikan Ulos sebagai mata
pencahariannya. Contohnya : Didaerah Sumatera
Barat
Sumber : Internet dan Buku Modul
Agama Kristen Kelas XI

Anda mungkin juga menyukai