Anda di halaman 1dari 22

Uji Chi Square

Hendra Dhermawan S., SKM, M. Epid


Seringkali dalam suatu penelitian, kita menemui data yang
tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka
pengukuran (data numerik).
Sebaliknya justru yang kita jumpai adalah data hasil dari
menghitung jumlah pengamatan yang diklasifikasikan atas
beberapa katagori.
Data seperti ini disebut data katagorik, misalnya jenis kelamin
yang mempunyai katagori: laki-laki dan perempuan; status
merokok yang mempunyai katagori; perokok berat, perokok
ringan dan tidak merokok.
Dalam penelitian kesehatan seringkali peneliti perlu
melakukan analisis hubungan variabel katagorik dengan
variabel katagorik.
Analisis ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua
atau lebih kelompok sampel.
Uji statistik yang digunakan untuk menjawab kasus tersbut
adalah UJI KAI KUADRAT (CHI SQUARE).
Misalnya ingin diketahui hubungan jenis pekerjaan dengan
perilaku menyusui ibu, apakah ada perbedaan proporsi
kejadian menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan
ibu yang tidak bekerja.
Dari contoh terlihat bahwa variabel jenis pekerjaan
(bekerja/tidak bekerja) merupakan variabel katagorik, dan
variabel perilaku menyusui (eksklusif/non eksklusif) juga
merupakan variabel katagorik.
Sebelum berlanjut lebih dalam tentang kai kuadrat terlebih
dahulu kita pahami dengan benar apa itu variabel katagorik.
Suatu variabel disebut katagorik bila isi variabel tersebut
terbentuk dari hasil klasifikasi/penggolongan, misalnya
variabel jenis kelamin, jenis pekerjaan, golongan darah,
pendidikan.
Di lain pihakvariabel numerik (misalnya berat badan, umur dll)
dapat masuk/dapat menjadi variabel katagorik bila variabel
tersebut sudah mengalami pengelompokan.
Misalkan kita ambil satu contoh variabel berat badan, berat
badan bila nilainya masih riil (50 kg, 63 kg dst) maka masih
termasuk variabel numerik, namun bila sudah dilakukan
pengelompokan menjadi <50 kg (kurus), 50-60 kg (sedang)
dan > 60 (gemuk) maka variabel tersebut sudah berjenis
katagorik.
Tujuan
Prinsip Dasar Uji Chi Square
Proses pengujian kai kuadrat adalah membandingkan
frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan
(ekspektasi).
Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan
sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna
(signifikan).
Sebaliknya, bila nilai frekuensi observasi dan nilai frekuensi
harapan berbeda, maka dikatakan ada perbedaan yang
bermakna (signifikan).
Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji kai kuadrat,
peneliti harus menggabungkan katagori-katagori yang
berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan
dari sel-sel tersebut
penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang
lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 4 dsb.
Penggabungan ini tentunya diharapkan tidak sampai
membuat datanya kehilangan makna.
Uji Kai Kuadrat dapat digunakan untuk menguji :

Uji 2 untuk ada tidaknya hubungan antara dua variabel


(Independency test).
Uji 2 untuk homogenitas antar- sub kelompok (Homogenity
test).
Uji 2 untuk Bentuk Distribusi (Goodness of Fit)
Pembuktian dengan uji kai kuadrat dengan
menggunakan formula :
Syarat :
Semua pengamatan dilakukan dengan independen (data yang
1 tidak bergantung dengan data yang lain)
Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E)
kurang dari 1.
Sel-sel dan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi
20% dari total sel
Besar sampel sebaiknya > 40
(Cochran, 1954)
Untuk tabel 2x2 :
Tidak boleh ada 1 sel yang mempunyai nilai harapan lebih
kecil dari 5 (lima).
Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji kai kuadrat,
peneliti harus menggabungkan katagori-katagori yang
berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan
dari sel-sel tersebut
penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang
lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 4 dsb.
Penggabungan ini tentunya diharapkan tidak sampai
membuat datanya kehilangan makna.
Khusus untuk tabel 2x2 hal ini tidak dapat dilakukan,
maka solusinya adalah melakukan uji Fisher Exact
atau Koreksi Yates
Contoh Soal :
Survei kepuasan pelayanan di RS X, kemudian dilakukan
wawancara dengan mengambil sampel sebanyak 150 pasien
yang terdiri 80 pasien askes dan 70 pasien umum. Hasil
wawancara ternyata pada pasien askes hanya ada 30 pasien
yang mengaku puas. Sedangkan pada pasien umum ada
sebanyak 55 pasien yang puas. Berdasarkan hasil survei ini :
a. Hitung tingkat kepuasaan pada pasien askes maupun pasien
umum
b. Buktikan apakah ada perbedaan tingkat kepuasaan
pelayanan antara pasien askes dan umum.
Contoh soal :
Penelitian terhadap 150 orang pengunjung
suatu rumah sakit yang diambil secra
random.dan diukur pengetahuan mereka
terhadap HIV/AIDs
Dari 150 orang ini 35 orang pendidikan tinggi,
50 pendidikan menengah dan sisanya
berpendidikan rendah
Pengetahuan dibagi menjadi 3 kategori, Baik,
Sedang dan Kurang
Dari 35 orang yang berpendidikan tinggi 20
mempunyai pengtahuan baik, 10 sedang
sisanya kurang
Dari 50 orang yang berpendidikan menengah
mempunyai pengetahuan baik 15 orang,
sedang 20orang lainnya kurang
Adapun yang berpendidikan rendah 15 orang
pengetahuannya baik, 30 sedang, sisanya
kurang
Data ini akan disusun dalam suatu tabel
kontingensi
Tabel :2
Distribusi responden menurut pendidikan dan pengetahuan

pengt Baik Sedang Kurang Total


pddk
Tinggi 20 1.7 10 14 5 9.3 35
Menengah 15 16.7 20 20 15 13.3 50
Rendah 15 21.6 30 26 20 17.4 65
Totla 50 60 40 150

Df= (3-1)(3-1)=4, jadi hanya 4 sel yang dapat mencari nilai Expected
dengan rumus
Ho: Tidak ada hubungan antara pendidikan dan
pengetahuan. Ha : ada hubungan pendidikan dan
pengetahuan
= 0.05
Uji statistik X2
X2=(20-11,7)2/11,7+(10-14)2/14+ (5-9,3)2/9,3+(15-
16,7)2/16,7+(20-20)2/20+(15-13,3)2/13,3+(15-
21,6)2/21,6+(30-26)2/26+(20-7,4)2/17,4=12,363df=4
tabel pv<0,05
Keputusan uji Ho ditolak
Kesimpulan, adahubungan pendidikan dengan
pengetahuan
Contoh Soal
Seoarang penelitimelakukan penelitian tentang hubungan
luas ventilasi ruang tidur dengan kejadian TB Paru di
Kelurahan X. Setelah dilakukan pengumpulan data didapatkan
data sebagai berikut : Pada penderita TB Paru, responden
yang luas ventilasi ruang tidurnya <10% dari luas lantai ada 19
responden dan yang 10% dari luas lantainya ada 47
responden. Sedangkan pada yang bukan penderita TB Paru,
responden yang luas ventilasi ruang tidurnya <10% dari luas
lantai ada 5 responden dan yang 10% dari luas lantainya ada
61 responden. Dari data tersebut apakah ada hubungan
antara luas ventilasi ruang tidur dengan kejadian Tb Paru di
Kelurahan X ( = 5%)?

Anda mungkin juga menyukai