"Buku ini tentang Finlandia dan tentang bagaimana rakyat Finlandia
mengubah sistem pendidikan mereka dari biasa-biasa saja pada 1980-an menjadi salah satu model kehebatan di masa sekarang." Sesungguhnya, dari segi pemahaman teoretis, apa yang menjadi kelebihan sistem pendidikan di Finlandia juga sudah menjadi concern banyak pihak yang merupakan stake holders dunia pendidikan kita. Hanya saja, tak seperti di Finlandia yang di dalamnya pemahaman-pemahaman tersebut sudah diwujudkan dalam praktik-praktik yang konkret, di negeri kita hal itu lebih banyak masih berkutat di tingkat pemahaman tanpa upaya yang serius untuk mewujudkannya di tingkat praktik. Bahkan, tak jarang masih ada pandangan-pandangan yang skeptis terhadap upaya-upaya pembaruan pendidikan yang dicoba diterapkan sebisanya.
* Ketua Yayasan Jaringan Sekolah Lazuardi Global Islamic School
Jika kita pelajari dan perbandingkan, sesungguhnya yang menjadi latar belakang pembaruan kurikulum yang melahirkan Kurikulum 2013 memiliki banyak paralelisme dengan model Finlandia Kurikulum 2013 yang diperkenalkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih mendapatkan penerimaan yang berbeda-beda. Sebagiannya disebabkan perbedaan paham, kalau bukan kekurangpahaman, pedagogis sebagian kritikusnya. Pendekatan Tematik Terpadu yang diterapkan atas kurikulum SD, yang mengambil bahan- bahan ajar berbasis aktivitas (act based), juga belum sepenuhnya dipahami. Padahal, pendekatan ini diambil untuk mengubah orientasi kurikulum nasional dari cenderung pada penanaman kemampuan akademik berbaris teori dan hafalan (rote memorization), ke orientasi keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi (high order thinking skills), kreativitas, mendorong siswa menemukan sendiri pengetahuan yang dibutuhkannya {engagement), kemandirian, kerja sama, serta kemampuan dasar siswa (aptitude) dan sikap/perilaku (attitude) melalui pembelajaran yang bersifat kontekstual, hands on (praktik), dan sejalan dengan pola berpikir sintetik siswa (khususnya siswa SD). Kemampuan-kemampuan yang disebut terakhir ini sesungguhnya menentukan, bukan saja keterampilan orang dalam meraih kesejahteraan batin lewat berbagai keterampilan lunak (soft skills), belakangan biasa disebut sebagai 21st century skills 'yang Kesuksesan dalam bidang-bidang yang terkait sains dan teknologi itu sebetulnya merupakan hasil alami dari kuatnya dasar- dasar soft skills tersebut. Sebaliknya, manusia-manusia yang 'tinggi kemampuan akademik berbasis rote memorization hanya akan menonjol sebagai pekerja-pekerja dari proyek-proyek yang dirancang dan dikendalikan oleh manusia- manusia dengan soft skills yang tinggi tersebut. Finlandia tak menerapkan sistem tes terstandartisasi (standardized test) yang bersifat seragam secara nasional seperti UN di Indonesia. Tes dilakukan oleh sekolah, meski sampel soal-soalnya bisa saja disediakan pemerintah. Jadi, siswa benar-benar dibebaskan dalam berkonsentrasi pada belajar dan berkreasi serta mengembangkan rasa ingin tahu, tanpa perasaan terancam dan tertekan oleh tes-tes semacam ini. Kepercayaan, trust antara pemerintah, lembaga pendidikan, orangtua, dan siswa sendiri benar-benar digalakkan. Sehingga, berkembang prakarsa-prakarsa lokal yang luar biasa. Sebagai kelanjutan dari adanya kepercayaan pemerintah kepada sekolah, maka, sebaliknya dari menggonta-ganti kebijakan yang terkait dengan pendidikan (“ganti menteri ganti kurikulum”), pemerintah lebih banyak menyerahkan kepada sekolah untuk menyesuaikan berbagai aspek pendidikan dengan perkembangan zaman. guru adalah profesi yang tinggi statusnya, seperti dokter reformasi sekolah = sedikit tes ter- standarkan; otonomi di setiap sekolah; riset adalah fokus penting ketika belajar untuk mengajar; dan kepemimpinan yang memancar dari guru-guru itu sendiri.
Senior Scholar, Stanford University
1960-an peluncuran Sputnik oleh Rusia Berlomba mengembangkan inovasi sains dan matematika di sekolah-sekolah Amerika Serikat memperketat belajar siswa di sekolah, memperluas dampak tes terstandartkan, dan menambah total per tahun jam pelajaran sekolah Pada abad ke-21 Amerika Serikat menganjurkan pengajaran keterampilan, persyaratan kurikulum yang lebih keras, standar nasional yang sama, tes yang lebih banyak, peningkatan kompetisi di antara guru dan sekolah, dan kerja lebih keras untuk semua orang Tapi dalam seperempat abad terakhir, standar dan kinerja guru-guru dan sekolah-sekolah Amerika tetap saja ajek menurun dalam berbagai kaji-banding Kepala Pendidikan Thomas More Brennan Chair di Lynch School of Education, Boston College menurut definisi Einstein: tetap mengulang- ulang melakukan hal yang sama sembari mengharapkan hasil yang berbeda. Paksaan, tekanan, rasa malu, intervensi dari atas, pasar, kompetisi, standardisasi, tes, jalur mudah dan cepat menjadi guru, penutupan sekolah gagal, pemecatan guru dan kepala sekolah yang tidak efektif, dan awal segar dengan guru-guru muda dan sekolah- sekolah baru Strategi Obama: menyelamatkan sekitar 5.000 sekolah berkinerja terburuk di seluruh negeri, menghapus pembatasan pendirian sekolah berbantuan (charter school), dan memperkenalkan tindakan-tindakan seperti pengaitan penghasilan dengan kinerja guna mengangkat kualitas guru akan berakhir dengan kegagalan (Fullan, 2010) Menurut Fullan, strategi ini tidak memberi perhatian kepada penumbuhan kapasitas pimpinan dan guru untuk melakukan perbaikan bersama-sama atau sebagai sebuah sistem sudah mengembangkan dan memiliki visi sendiri tentang perubahan pendidikan dan sosial yang terhubung dengar: sifat inklusif dan kreativitas, bukannya meminjam visi terstandarkan yang dikembangkan di tempat lain mengandalkan guru berkualitas tinggi yang terlatih baik, dengan kualifikasi akademis yang baik dan gelar master, yang tertarik kepada profesinya karena daya tarik misi sosial dan sifat otonom serta tersedianya dukungan dibandingkan dengan strategi percepatan dengan pelatihan singkat dan pergantian guru yang tinggi yang dikembangkan di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat; memiliki strategi pendidikan khusus inklusif yang hampir separuh siswanya akan pernah menerima suatu bentuk bantuan pendidikan khusus sebelum menyelesaikan sembilan tahun bersekolah, bukannya strategi pendidikan khusus dengan identifikasi legal, penempatan dan pelabelan individu yang disukai negara-negara Anglo-Amerika sudah menumbuhkan kapasitas guru untuk secara kolektif bertanggung jawab atas pengembangan kurikulum dan asesmen diagnostik bersama-sama ketimbang menyampaikan kurikulum yang sudah ditentukan dan mempersiapkan siswa untuk tes terstandarkan yang dibuat pemerintah pusat; dan membuat kaitan antara reformasi pendidikan dengan pe-ngembangan secara kreatif daya saing ekonomi dan juga penumbuhan kohesi sosial, sifat inklusif, dan komunitas bersama di dalam masyarakat yang lebih luas Sepanjang sepuluh tahun ke depan, sekitar 1,2 miliar pemuda 15-30 tahunan akan memasuki dunia kerja. Dan, dengan apa yang kita miliki sekarang, sekitar 300 juta erang akan mendapat pekerjaan. Apa yang akan kita tawarkan kepada para pemuda lainnya, sekitar 1 miliar jumlahnya? Saya pikir, inilah salah satu tantangan terbesar jika kita ingin menggapai pembangunan yang damai dan harapan bagi para pemuda ini. —Martti Ahtisaari (Presiden Finlandia, 1994- 2000, dan pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian) sistem pendidikan dihadapkan pada tantangan ganda: bagaimana mengubah sekolah sehingga siswa-siswanya dapat mempelajari pengetahuan dan keterampilan jenis baru yang dituntut dalam dunia pengetahuan yang senantiasa berubah liar, serta bagaimana membuat pembelajaran baru itu mungkin bagi semua orang muda tanpa memandang kondisi sosial ekonomi mereka. Indikator internasional menunjukkan bahwa Finlandia adalah salah satu negara yang memiliki warga negara paling terdidik di dunia, menyediakan kesempatan pendidikan secara egaliter, dan menggunakan sumber daya secara efisien. Di awal dekade 1990-an, Dr. Vilho Hirvi, Direktur Jenderal Badan Pendidikan Nasional ketika itu, mengatakan bahwa “sebuah bangsa terdidik tidak bisa diciptakan dengan paksaan”. Dia mengakui bahwa suara guru dan siswa harus didengar, dan bahwa gerakan maju itu disebut kolaborasi aktif. Guru dan siswa sama-sama bersikeras menuntut lebih banyak keleluasaan dan kebebasan dalam menentukan bagaimana merancang pembelajaran, apa yang dipelajari, dan kapan mempelajarinya. “Kita menciptakan kultur pendidikan baru dan tidak ada langkah mundur,” Landasan bagi kultur baru ini adalah penyemaian rasa saling percaya antara otoritas pendidikan dan sekolah. Pada awal dekade 1990-an, pendidikan di Finlandia tidak memiliki keistimewaan, kecuali untuk membaca karena siswa-siswa Finlandia lebih baik daripada kebanyakan rekan sebaya mereka di negara-negara lain Pelajaran dari Finlandia menyegarkan karena menyimpang dari gagasan yang lazim disajikan dalam buku atau jurnal pengembangan pendidikan. Lebih jauh, pelajaran ini me-nunjukkan bahwa perbaikan sistemik sungguh mungkin asalkan kebijakan dan strategi dirancang dengan cara cerdas dan berkelanjutan. Selain sangat menjanjikan, pelajaran itu menuntut kesabaran. Di zaman serbainstan ini, pendidikan menuntut cara pandang (mindset) yang lain. Mereformasi sekolah adalah proses yang kompleks dan panjang. Tergesa-gesa berarti merusak proses. memperbaiki sumber daya guru, membatasi tes pada siswa sampai batas minimum yang diperlukan, menempatkan tanggung jawab dan kepercayaan di atas akuntabilitas, menyerahkan kepemimpinan pada level sekolah dan distrik kepada tenaga profesional pendidikan. Pertama, Finlandia memiliki sistem pendidikan yang unik karena ia telah bergerak maju dari biasa-biasa saja menjadi sebuah model kontemporer untuk sistem pendidikan dan “pemain hebat” dalam tiga dekade terakhir. Finlandia juga spesial karena bersamaan dengan itu ia berhasil membuat sistem pendidikan sehingga siswa belajar dengan baik dan pendidikan yang berkeadilan telah menghasilkan variasi kecil dalam kinerja siswa di antara sekolah-sekolah di berbagai bagian negeri. Status internasional yang langka ini dicapai dengan menggunakan sumber daya finansial yang wajar dan dengan usaha lebih sedikit daripada yang dikeluarkan negara-negara lain dalam upaya reformasi mereka. Kedua, karena kemajuan yang terbukti ajek ini, Finlandia menunjukkan bahwa ada cara lain membangun sistem pendidikan yang tampil baik dengan menggunakan solusi yang berbeda dengan kebijakan pendidikan yang dikendalikan pasar. Cara perubahan Finlandia, sebagaimana dijelaskan oleh Andy Hargreaves dan Dennis Shirley dalam The Fourth Way, mengandung rasa saling percaya, profesionalisme, dan tanggung jawab bersama (Hargreaves dan Shirley, 2009). Sesungguhnyalah, Finlandia adalah contoh negara yang melakukan perubahan pendidikan tanpa adanya pengawasan sekolah, kurikulum standar, penilaian bertarahan tinggi pada siswa, akuntabilitas berbasis tes, dan mentalitas berlomba-lomba menjadi juara. Ketiga, Finlandia dapat menawarkan cara berpikir alternatif untuk menemukan solusi bagi masalah- masalah kronis pendidikan di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris (misalnya tingkat putus sekolah yang tinggi, guru berhenti mengajar terlalu awal, dan pendidikan khusus yang tidak memadai) serta bagi kebutuhan yang meningkat untuk melakukan reformasi pendidikan di tempat-tempat lain (seperti melibatkan siswa dalam pembelajaran, menarik bakat-bakat muda pada keguruan, dan menetapkan kebijakan sektor publik yang holistik). Pendekatan Finlandia dalam mengurangi siswa putus sekolah, meningkatkan profesionalisme guru, mengimplementasikan akuntabilitas cerdas dan penilaian siswa di sekolah, serta memperbaiki pembelajaran matematika, sains, dan literasi dapat memberikan inspirasi kepada sistem persekolahan lain yang mencari jalan keberhasilan. Keempat, Finlandia juga secara internasional berkinerja tinggi dalam perdagangan, teknologi, pembangunan berkelanjutan, pemerintahan yang baik, dan kesejahteraan, sehingga memunculkan pertanyaan menarik tentang saling keterkaitan antara pendidikan dengan sektor-sektor kemasyarakatan lainnya. Tampaknya, sektor kebijakan publik lainnya, seperti kesehatan dan tenaga kerja juga berperan dalam pengembangan dan perubahan pendidikan jangka panjang. Di Finlandia, hal yang sama juga benar untuk kesenjangan pendapatan, mobilitas sosial, dan kepercayaan di dalam masyarakat Finlandia