Anda di halaman 1dari 24

URETEROLITHIASIS

KELOMPOK 2
KELAS B
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis),
sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan
diketemukannya batu pada kandung kemih mummi.Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih
mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan
uretra.Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian
turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk
di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine
seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau
batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
DEFINISI
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya
penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau
pada daerah ginjal.Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di
dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi.
Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di
suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh
sebagai pencetus larutan urin.
(Brunner and Suddarth, 2002: 1460).
ETIOLOGI
Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
 Ginjal : Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
 Immobilisasi :Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan
kalsium. Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
 Infeksi : Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi
inti pembentukan batu.
 Kurang minum : Sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
 Pekerjaan : Dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu
dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
 Iklim : Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang
mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.
 Diuretik : Potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.
 Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang
polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi
oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius
bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema.
 Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi,
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
piala ginjal serta ureter proksimal.
 Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil,
demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun
secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjalNyeri
yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
LANJUTAN…………
 Batu di piala ginjal
 Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
 Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
 Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan
pada pria mendekati testis.
 Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area
kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.
 Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan
proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar.
LANJUTAN……..
 Batu yang terjebak di ureter
 Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia.
 Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
 Hematuri akibat aksi abrasi batu.
 Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1
cm.
 Batu yang terjebak di kandung kemih
 Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuri.
 Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih
akan terjadi retensi urine.
ASUHAN KEPERAWATAN
UROLITHIASIS
PENGKAJIAN
Menurut Doenges, Marilym E, (1999) data dasar
pengkajian pasien dengan post operasai ureterolithiasis
dengan perpaduan diagnosa keperawatan Nanda (2005 -
2006) meliputi :
 Data Subyektif :
Apakah pasien mengeluh nyeri
Apakah ada tanda – tanda infeksi
Adakah gangguan atau kerusakan mobilitas fisik
LANJUTAN…..
 Data Obyektif :
Data obyektif pasien post ureterolithiasis meliputi :
Pengkajian tentang nyeri.
Kaji nyeri (PQRST)
P : provokatif : faktor yang memperberat atau memperingan
nyeri
Q : quality : nyeri tajam, tumpul, atau merobek
R : region : daerah perjalanan
S : saverity : skala nyeri, intensitas nyeri
T : time : lamanya nyerI
LANJUTAN……..
 Kaji tingkah laku pasien
Perilaku berhati-hati
Fokus pada diri sendiri
Penyempitan fokus
Menarik diri dari kontak sosial
Perilaku distraksi : merintih, menangis
Koping nyeri : mata sayup, gerak kacau
LANJUTAN………
 Pengkajian tentang risiko infeksi
 Kaji keadaan luka pada pembedahan
 Kaji tanda-tanda infeksi : rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia
 Kaji jahitan , lokasi
 Pengkajian tentang gangguan atau kerusakan mobilitas fisik
 Kaji tingkat kemandirian pasien atau aktivitas toleransi :
makan, bmandi, toileting, memakai alat pakaian
 Kaji sistim musculoskeletal : kekuatan otot, ketegangan otot
 Kaji sistim kardiovaskuler : tekanan darah, nadi
 Kaji postur tubuh : saat tidur atau berbaring, duduk, berdiri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
 Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/ dorongan
kontraksi uretral
 Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situais
kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau uretral
 Kekurangan volume cairan b.d. mual muntah
 Resiko tinggi cidera b.d adanya batu pada saluran kemih
(ginjal
 Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan mengingat salah
interprestasi informasi.
LANJUTAN………
Post Operasi
 Resiko kurang volume cairan b.d haemoragik/ hipovolemik
 Nyeri b. d insisi bedah
 Perubahan eliminasi perkemihan b.d penggunaan kateter
 Resiko infeksi b.d insisi operasi dan pemasangan kateter

INTERVENSI
Pre Operasi
 Nyeri b.d peningkatan frekuensi/ dorongan kontraksi uretral
Intervensi :
 Catat lokasi, lamanya intensitas (0-10) dan penyebaran
 Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan tentang perubahan
kejadian/ karakteristik nyeri
 Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung lingkungan istirahat
 Perhatikan keluhan/ menetapnya nyeri abdomen
 Beri
 kan banyak cairan bila tidak ada mual, lakukan dan pertahankan terapi IV
yang diprogramkan bila mual dan muntah terjadi
 Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan analgesic dan anti emetic
sebelum bergerak bila mungkin
LANJUTAN…….
 Perubahan eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal oleh ureteral
Intervensi :
 Awasi pemasukan dan keluaran serta karakteristik urine
 Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi
 Dorong meningkatkan pemasukan cairan
 Periksa semua urine catat adanya keluaran batu dan kirim ke
laboratorium untuk analisa
 Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat
kesadaran
 Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, elektrolit,
kreatinin
LANJUTAN
 Kekurangan volume cairan b.d mual muantah
Intervensi :
 Awasi intake dan output
 Catat inseden muntah, diare perhatikan karakteristik dan
frekuensi mual muntah dan diare
 Awasi Hb/ Ht, elektrolit
 Berikan cairan IV
 Berikan diet tepat, cairan jernuh, makanan lembut sesuai
toleransi.
LANJUTAN……..
 Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada
saluran kemih (ginjal)
Intervensi :
 Pantau urine berwrna, bau/ tiap 8 jam, masukan dan
haluaran tiap 8 jam , PH urine, TTV setiap 4 jam
 Saring semua urine, observasi terhadap Kristal. Simpan
Kristal untuk dilihat dokter kirim ke laboratorium
 Konsultasi dengan dokter bila pasien sering berkemih, jumlah
urine sedikit dan terus menerus, perubahan urine
 Berikan obat – obatan sesuai program untuk
mempertahankan PH urine tepat
LANJUTAN……
 Kurang pengetahuan b.d. kurang terpajan/ mengingat salah
interprestasi
Intervensi :
 Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi
dalam program pengobatan
 Kaji ulang proses penyakit dan harapan di massa yang datatang
 Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan
 Diskusikan program obat – obatan, hindari obat yang dijual bebas
dan membaca semua label produk/ kandungan dalam makanan
 Mendengar dengan aktif tentang terapi/ perubahan pola hidup
 Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada.
LANJUTAN……
Post Operasi
 Resiko kekurangan volume cairan b.d. haemoragik / hipovolemik
Intervensi
 Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam lapor
dokter
 Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat
mengubah posisi
 Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak
seimbangan
 Kaji tanda – tanda vital, dan turgor kulit, suhu setiap 4 – 8 jam.
LANJUTAN….
 Nyeri b.d insisi bedah
Intervensi :
 Kaji intensitas, sifat, lokasi pencetus dan penghalang factor
nyeri
 Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, ajarkan
teknik relaksasi, bantu pasien memilih posisi yang nyaman
 Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan
 Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua
tangan bila sedang batuk
 Kolaborasi dengan dikter untuk pemberian analgetik
LANJUTAN…..
 Perubahan eliminasi perkemihan b.d pemasnagan alat medic
(kateter)
Intervensi :
 Kaji pola berkemih normal pasien
 Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
 Ukur intake output cairan
 Kaji warna dan bau urine dan nyeri
LANJUTAN…..
 Resiko infeksi b.d insisi bedah dan pemasangan kateter
Intervensi :
 Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam,
kemerahan, bengkak, nyeri tekan dan pus)
 Kaji suhu tiap 4 jam.
 Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi.
 Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan
perawatan luka.

Anda mungkin juga menyukai