Anda di halaman 1dari 21

Pembacaan Jurnal

REZKY FEBY SYARDYANA


1 Asma?
Definisi Asma
Asma merupakan penyakit heterogen, umumnya ditandai dengan inflamasi
saluran napas kronik.
Gejala:
SESAK NAPAS EPISODIK

WEEZING

BATUK

BRONKIOLITIS/PNEUMONIA BERULANG

PERBURUKAN GEJALA PADA MALAM HARI


Patogenesis Asma
• Inflamasi kronik jalan napas  menyebabkan pelepasan mediator yang dapat
mengaktivasi sel target saluran napas sehingga terjadi :
• Bronkokonstriksi
• Kebocoran mikrovaskular
• Edema
• Hipersekresi mukus
• Stimulasi refleks saraf
Saluran napas pasien asma
Pencetus
Hiperreaktif :
(debu, bulu binatang, kapuk, dll) • sangat rentan
• Sangat sensitif
• Mudah goncang/mengkerut
Tidak timbul serangan
Timbul serangan

• Otot saluran napas mengkerut


• Saluran napas menebal/membengkak
• Lendir lebih banyak dan kental/lengket

Bronkus Bronkus
Asma ringan/
Asma berat
sedang
Faktor Resiko terjadinya Asma

Inflamasi

Hiper-reaktif Gangguan aliran


saluran napas udara pernapasan
Faktor resiko
terjadi eksaserbasi
Gejala Asma
(sesak napas, mengi,
dada tertekan, batuk)
Diagnosis Asma

 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
• Radiologi
 Pemeriksaan faal Paru
9
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma dari PDPI dan
(The Indonesia Society of Respirology) Implementasi GINA di Indonesia
Inflamasi Alergi pada Asma
Cut Yulia Indah Sari
2013
PENDAHULUAN
• Asma dan alergi merupakan kondisi umum dengan penyebab yang
heterogen, kompleks dan masih belum diketahui secara jelas
mekanismenya.
• Asma adalah gangguan infl amasi kronik jalan napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Infl amasi kronik tersebut menyebabkan
peningkatan hiperensponsif jalan napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
EPIDEMIOLOGI
• Jumlah penderita asma diseluruh dunia berjumlah sekitar 300 juta orang
dengan angka kematian sebesar 250.000 setiap tahun dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 400 juta orang pada tahun 2025. Penyakit alergi sendiri
merupakan penyebab morbiditas yang luas, mengganggu sekolah dan
produktivitas kerja, menurunkan kualitas hidup serta meningkatkan beban
biaya medis dan non-medis
ALERGI
• Penyakit asma, rinitis alergi dan dermatitis alergi yang juga dikenal dengan “trias
alergi” memiliki hubungan klinis serta biasanya mempunyai riwayat sejak masa
kecil.
• Beberapa studi longitudinal menunjukkan manifestasi atopi yang sudah dimulai
sejak usia kanak-kanak misalnya dermatitis atopi dan alergi makanan yang terjadi
saat bayi akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergi pada saat kanak-
kanak.
• Sekitar 30% anak-anak dengan dermatitis atopi akan berkembang menjadi asma
di kemudian hari dan hampir 66% akan menjadi rinits alergi. Sebagian besar
(sekitar 80%) pasien asma memiliki riwayat rinitis alergi sedangkan sebanyak 19-
38% pasien rinitis alergi biasanya disertai dengan asma.
• Peningkatan prevalensi asma alergi diduga berdasarkan teori hygiene hypothesis,
yaitu makin berkurangnya pajanan infeksi dan endotoksin di awal kehidupan
akibat makin baiknya higiene seseorang dan makin luasnya pemberian
vaksinasi serta penggunaan antibiotika sejak dini akan merangsang sistem
imun yang mengganggu keseimbangan antara Th1 dan Th2 sehingga terjadi
dominasi sel Th2 dibanding sel Th1.
• Sel Th1 dan Th2 memiliki peran yang berlawanan, yaitu untuk melawan
infeksi (Th1) dan pada proses inflamasi alergi (Th2). Faktor lain yang akan
memperkuat respons terhadap Th1 adalah anak-anak yang berasal dari
keluarga besar (memiliki beberapa saudara kandung) sehingga memudahkan
terjadinya penularan penyakit Tuberkulosis (Tb), Campak dan Hepatitis A di
antara keluarga, terpajan pada agen infeksius, endotoksin dan hewan di usia
dini akan menurunkan risiko terjadinya asma
FAKTOR GENETIK DAN LINGKUNGAN
PADA ASMA DAN ALERGI

• Perkembangan penyakit alergi dan asma merupakan hasil interaksi antara


faktor genetik dan lingkungan seperti pajanan terhadap alergen, infeksi dan
polusi udara. Meskipun setiap orang terpajan dengan alergen dan
tersensitisasi terhadap zat tertentu di lingkungan sekitar namun manifestasi
alergi dan asma hanya terjadi pada beberapa orang saja. Hal ini menunjukkan
bahwa ada faktor genetik yang berperan.
• Gen yang pertama kali diidentifi kasi berpengaruh terhadap asma adalah a
disintegrin and metalloprotease 33 (ADAM33) yang berperan dalam
hiperesponsivitas bronkus dan proses remodeling jalan napas.
• Selain faktor risiko genetik dilaporkan juga faktor ras/etnik, jenis kelamin,
perokok aktif maupun pasif, mengkonsumsi produk hewani, hewan
peliharaan anjing maupun kucing, jumlah anggota keluarga, riwayat
perawatan rumah sakit di usia kanakkanak, infeksi pernapasan akibat virus,
pajanan mikroba, vaksinasi, pemakaian antibiotik dan antipiretik, cara
kelahiran saat bayi, pemberian ASI, polusi udara, obesitas, alergen, dan
pajanan di tempat kerja
PATOFISIOLOGI INFLAMASI ALERGI
PADA ASMA

1. Fase Induksi
Proses inflamasi bronkus dan hiperresponsif jalan napas dimulai dari
masuknya alergen ke dalam jalan napas. Sebagian besar antigen akan
dibersihkan oleh pergerakan mukosiliar. Alergen yang dapat melalui
mekanisme pertahanan tersebut akan menembus lapisan epitel dasar dan
akan ditangkap oleh antigenpresenting cell (APC) terutama sel dendritik dan
makrofag alveolar. Alergen tersebut akan dibawa ke kelenjar limfe dan
dipresentasikan ke sel T dan B. Sel Th yang teraktivasi akan menghasilkan
berbagai sitokin.
2. Reaksi asma fase dini
Gejala-gejala ini terjadi pada hitungan menit sejak pajanan awal alergen dan
mencapai puncak dalam 10-15 menit yang dalam keadaan normal akan
membaik dalam 1-3 jam pascapajanan. Proses inflamasi ini pada akhirnya
menyebabkan kontraksi otot polos jalan napas, edema dan meningkatnya
sekresi mukus sehingga terjadi sumbatan jalan napas serta timbul gejala asma
akut seperti hidung tersumbat, bersin, bronkokonstriksi dan kulit kemerahan.
Respons fase dini ini akan menginduksi menurunnya VEP1 sebanyak 25%
3. Reaksi asma fase lanjut
Reaksi asma fase dini yang berlangsung sekitar 4-6 jam berikutnya akan diikuti reaksi
asma fase lanjut yang lebih berat dan lama. Sel-sel inflamasi ini dapat menghasilkan
mediator-mediator inflamasi yang sangat banyak seperti kemokin, sitokin dan
leukotrien yang berpengaruh baik secara langsung terhadap jalan napas maupun
tidak langsung, peningkatan inflamasi jalan napas kronik setelah pajanan alergen
berulang. Hasilnya adalah berupa inflamasi kronik jalan napas yang terus-menerus
mengalami cedera hingga akhirnya menimbulkan perubahan struktural jalan napas
dan akan tampak beberapa tahun berikutnya berupa penurunan VEP1 sebanyak
75%. Perubahan struktur ini secara keseluruhan disebut sebagai proses remodeling
jalan napas
KESIMPULAN
1. Asma dan alergi menyebabkan peningkatan morbiditas, biaya kesehatan, dan
mengganggu produktivitas kerja.
2. Terdapat hubungan antara faktor genetik dan pajanan lingkungan untuk
terjadinya asma dan alergi.
3. Proses infl amasi alergi pada asma terdiri dari fase induksi, reaksi asma fase
dini, dan reaksi asma fase lanjut. Sedangkan proses remodeling jalan napas terjadi
akibat inflamasi yang terjadi kronik dan berulang serta sudah mulai terjadi
pada asma ringan.
TERIMA KASIH
Rezky Feby Syardyana

Anda mungkin juga menyukai