Anda di halaman 1dari 46

Journal Reading

“Pleural ultrasonography versus chest radiography for


the diagnosis of pneumothorax: review of the literature
and meta-analysis”
Saadah Alrajab, Asser M Youssef, Nuri I Akkus and Gloria Caldito

BY : MONICA ROLY VONITA / 42150017


Introduction
 Pemeriksaan USG  aman, mudah dan cepat.
 Penemuan baru  USG efektif digunakan untuk mendiagnosa penyakit
pada paru (ex: pneumothorax)
 Penelitian Litchenstein et al  tanda diagnosa yang kuat pada
pemeriksaan USG untuk mendiagnosa pneumothorax selain pada
pemeriksaan foto rontgen dada.
 Namun hingga saat ini USG masih jarang digunakan untuk mendiagnosa
keadaan patolgi paru.
 British thoracic society guidelines  "Penggunaan USG pada praktek
rumah sakit untuk mendiagnosa pneumothorax masih sangat terbatas
dibandingkan dengan ketersediaan foto rontgen dada dan juga adanya
data yang bertentangan dari laporan yang diterbitkan”
 2 Study meta analisis pertama (Alrajhi K 2012, Ding W 2011) 
pemeriksaan USG thorax merupakan pemeriksaan yang mendekati
sempurna dengan sensitivitas dan spesifitas yg sangat tinggi

 Tujuan  Menambahkan informasi berharga untuk literatur dalam bidang


ini yang mana dapat mendukung penerapan USG photo thorax dalam
praktek klinik sehari-hari  melakukan meta analisi dengan akurat,
menggunakan arikel yang berkualitas
PLEURAL USG
 Sering dilakukan pada critical care (ICU)  bedside
 Hasil pemeriksaan USG toraks yang baik tergantung pada keterampilan dan pe
ngalaman operator (pemeriksa) juga didukung oleh alat yang baik

 Indikasi :
 Membedakan efusi pleura atau penebalan pleura
 Mendeteksi efusi pleura dan pemandu untuk punksi terutama efusi yan
g minimal dan terlokalisir
 Membedakan efusi pleura dan kelumpuhan diafragma, dilihat dari gam
baran radiologi meragukan
 Menentukan pneumotoraks terutama dalam keadaan gawat darurat dan
peralatan radiologi tidak tersedia atau masih menunggu lama hasil radi
ologi
 Menilai invasi tumor ke pleura atau dinding dada dan memandu biopsi
jarum untuk tumor
 Mengevaluasi pasien dengan pleuritis yang sangat nyeri
 Gambaran dinding dada normal terdiri dari lapisan jaringan lunak, otot da
n fascia adalah echogenic.
 Tulang rusuk digambarkan seperti garis echogenic diatas lapisan jaringan
lunak, otot dan
 Pleura parietal digambarkan seperti dua garis echogenic dibawah tulang r
usuk.
Aplikasi klinis USG toraks
 Kelainan Pleura
 Efusi pleura tampak seperti lapisan hipoechoic diantara pleura parietal dan visceral.
 Gerakan bagian paru yang atelektasis dapat terlihat melalui cairan pleura.
 Efusi pleura paling baik terlihat dari dinding luar dada dibelakang linea midaksilaris
pada posisi terlentang dengan probe mengarah ke atas.
 Gambaran efusi pleura dapat dilihat pada gambar Transudat dan eksudat terlihat an
echoic atau hypoechoic.
 Efusi pleura dengan echogenicity merata tampak seperti badai salju umumnya men
andakan empiema yang mengandung protein atau sisa jaringan
 Penebalan pleura, empiema dan pelebaran pleura digambarkan hypoechoic. Efusi ga
nas, lesi metastasis atau mesotelioma umumnya terlihat hypoechoic
 Penumothorax
 Udara terlokalisir dalam kavum pleura paling bagus terlihat pada posisi
terlentang dengan posisi probe dipegang tegak lurus di dinding anterio
r dada.
 Kedalaman pneumotoraks tidak dapat diukur.
 Pneumotoraks umumnya didiagnosis dengan tidak terdapat tanda gera
kan normal pleura viseral dan parietal seperti ekor komet dan terdapat
gambaran gema yang berlebihan.
Tanda khas pneumothorax pada pemeriksaan USG:

 Absence of lung sliding: This is a sign of pneumothorax. If lung sliding is prese


nt, pneumothorax can be ruled out.
 Absence of B-lines: Although this is not specific for pneumothorax, the presen
ce of B-lines rules out a pneumothorax. B-lines with absent lung sliding may be
seen in lower lobe consolidations. Absent B-lines with lung sliding present may
be seen in emphysema or hyperinflated lung states.
 The lung point: Since the air in the pleural space moves anterior and the lung
collapses to a dependent position posteriorly, there is a point, usually in the lat
eral regions where the lung and air may be visualized in the same view.
 B-mode (brightness mode)  B Mode memberikan display brigthness modulasi dimana terdapa
t perubahan brightness titik untuk tiap echo yang diterima oleh tranduser.
 M-mode (Time Motion Mode)  organ dengan komposisi gelap dan terang disertai gerakan ses
uai dengan objekUntuk objek bergerak dan probe bergerak (Contoh: scanning jantung).
Absent lung sliding on M-mode in a patient with a pneumothorax. Notice the
absence of T lines (the lung pulse)
Pleural line --> menunjukan permukaan paru yang ta
mpak sebagai garis echogenic, lung slide (+)
There is no movement of the pleural line along the thoracic wall.
The result is an absent lung sliding. Absent lung sliding is a basic and initial
step for the pneumothorax diagnosis
B-line (panah)  garis vertical hiperecoik
B-mode

Seashore sign
Pleural line  tipis, hiperechoic, hori
sontal line menyebrangi anak panah

M-mode
Pneumothorax  stratosphere/barcode
sign (Tidak adanya tanda seashore diba
wah garis pleura dengan beberapa gari
s horizontal yang mengindikasikan pne
umothorax)
Barcode sign  seashore sign (-)
Lung point  area chest wall dimana lun
g sliding (-)

Ini adalah daerah di mana udara intra-ple


ura (pneumotoraks) berakhir
Dan pleural connection (seashore sign) m
ulai terlihat
Matrials and Methods
Study design and data extraction

 Review literatur dan meta-analisa  pada artikel yang sudah dipublish


yang mengevalusai akurasi diagnosa dari USG dibandingkan dengan fo
to x-ray thorax

 Original literature berbahasa inggris (hingga tahun 2013)  medline, e


mbase dan perpustakaan cochrane

 Membagi artikel menjadi 3 pencarian terpisah  December 2011, May


2012, and March 2013
Studies inclusion criteria

(a) Original prospective blinded study yang membandingkan pemeriksaan USG da


n foto x-ray thorax untuk diagnosa pneumothorax

(b) membandingkan kedua pemeriksaan tersebut dengan salah satu pemeriksaan


gold standar, yaitu ct-scan dada

(c) mengindari studi yang memasukan populasi penyakit (populasi yang diketahui
penumothorax)

(d) mendiskripsikan kriteria diagnosa untuk pneumothorax dalam USG dengan det
ail yang jelas

(e) memenuhi standar kualitas, yang dinilain denagn 14 item Quality Assesment of
Diagnostic Accuracy Studies (QUADAS2)
Review process
Data synthesis

 Mengolah data asli  memasukan dalam tabel 2x2

 Kriteria  true positif (TP), false positive (FP), False negaive (FN) dan true negativ
e (TN)

 Mengevaluasi semua kemungkinan penyebab dari heterogenitas dan mengkelomp


okan secara bertingkat :

 Operator

 Usg yang digunakan

 Subject study (trauma dan nonrauma), tanda dalam USG yang dinilai se
rta kemungkinan sumber bias

 Jenis sampling ( consecutive dibandingan convenience sampling)


Data analysis

 Diasumsikan bahwa USG dan CXR mempunyai perbedaan akurat ketika diaplikasikan ke pop
ulasi pasien yang berbeda dengan operator yang berbeda pula.

 Untuk alasan tersebut, kami menggunakan random effect model dalam meta-analisis untu
k mengumpulkan sensitivitas dan spesifitas dengan koresponding confidence intervals/interv
al kepercayaan (CIs) 95%.

 Data lain  diagnostik odds ratio (DOR) dan receiver operative curve (ROCs) juga diperoleh.

 Software  Meta-DiSc version 1.4 software dan Review Manager 5.2 ( Untuk mengaskses ku
alitas dan faktor reisko bias).
 Untuk menjelaskan pengamatan heterogenitas, kami melakukan meta-regresi dan
analisa subgroup, sebagaimana berlaku, menggunakan semua kovariat.

 Meta-regresi adalah analisa regresi efek dari kovariat dalam hubungan satu sama l
ain dalam level study. Pengaruh ukuran dijelaskan sebagai diagnostik odds ratio (
DOR) dan relative diagnostik odds ratio (RDOR) dalam kaitannya dengan variabel
dependen.

 Untuk membandingkan perkiraan parameter kinerja (sensitivitas, spesivitas atau D


OR) untuk pemeriksaan diagnostik yang berbeda pada tingkat 5%, digunakan aka
n conviden interval 95% untuk estimasi parameter tes diagnosa yang dibandingka
n.
Results

Spesitifitas untuk CXR adalah 39.8% (95% CI, 29.4 to 50.3) dan spesifitas
99.3% (95% CI, 98.4 to 100)
Sensitivitas untuk USG 78.6% (95% CI, 68.1 to 98.1) dan Spesifitas 98.4% (95
% CI, 97.3 to 99.5)
DOR USG adalah 279.31 (95% CI, 106.29 to 733.94) dan untuk CXR 87.1
9 (95% CI, 33.44 to 229.34)
 Area under the curve (AUC) untuk USG dan x-ray thorax adalah 0,98 (SE 0.000
65) dan 0.959 (SE 0.014).
 Hasil penelitian ini menunjukan heterogenitas yang tinggi, seperti pada meta-a
nalisis sebelumnya.

 Foto thorax  consecutive sample = (RDOR 6.77; 95% CI, 1.53 to 29.93; P = 0.0
17) dan trauma (RDOR = 27.42; 95% CI, 5.36 to 140.31; P = 0.0013)  hasil yan
g signifikan berbeda, dengan DOR yang lebih tinggi untuk consecutive sample
dan trauma sample

 Subgroup analisis menunjukan peningkatan pada sesitivitas pada consecutive s


ample 49.7% (95% CI, 33.0 to 66.3).

 Sebaliknya, pada convenience sample studi, sensitifitas nya signifikan lebih rend
ah pada 32.6% (95% CI, 20.7 to 44.5), sedangkan spesitas sebanding di semua
subgroup.
 USG  trauma (RDOR = 32.87; 95% CI, 2.42 to 447.03; P = 0.018) dan consecuti
ve sampling (RDOR = 21.99; 95% CI, 1.98 to 244.93; P = 0.021)

 consecutive sample studi, sesnsitifitas meningkat hingga 85.3% (95% CI, 68 to 10


0), dimana pada nonconsecutive (convenience) sensitifitas nya menurun hingga 7
3.6% (95% CI, 60.4 to 86.7).

 Studi yang yang mengunakan \inear array probe frekunesi tinggi mempunyai sens
itivitas 82.2% (95% CI, 68.8 to 95.5), dimana yang menggunakan convex array pro
be mempunyai sensitivitas 76% (95% CI, 59.8 to 92.3).

 Emergency physician (dokter emergency) menunjukan performa pemeriksaan US


G dengan sensitivitas lebih baik dibandingkan nonemergency physicians-performe
d USG (82.3% versus 72.8%).
 Pada bagian pembahasan artikel, beberapa kondisi dilaporkan menjadi penyeba
b hasil positif palsu pada USG, termasuk pleural adhesions (perlengketan pleura)
, bullous emphysema dan main stem intubation pada sisi colateral. subkutaneus
empisema dan calcifikasi pleura juga dilaporkan menghambat gelombang USG.

 Waktu penilaian USG, pemeriksaan berkisar <2 menit hingga15 menit.

 Semua studi mengevaluasi time performance test, kecuali satu, waktu USG jauh
lebih singkat dibandingkan dengan waktu foto thorax (mean <5 menit dibandin
gkan 10-15 menit).
Discussion

 Hasil Sensitivitas dari USG dalam studi ini merupakan yang terendah dari 2 analis
a sebelumnya (78.6% versus 88% and 90.9%).

 Dari DOR (diagnostik odds ratio) menunjukan berdasarkan meta analisa sebelumn
ya adalah 3.3 kali lebih tinggi dari hasil kami (993 with 95% CI, 333 to 2,957)

 Menunjukan 3x lebih akurat dibandingkan hasil dari penilitian Lijmer.

 Kedua laporan sensitivitas dan DOR berbeda jauh dari hasil yang ditunjukan pada
penelitian sebelumnya, seperti yang ditunjukan dari laporan confidence interval.
 Penenlitian ini diduga memberikan perkiraan parameter yang lebih baik karena ma
suknya sejumlah penelitian yang berkualitas dan pupulasi pasien yang banyak (1,5
14) dalam analisis.

 Ini yang pertama kalinya untuk membandingkan Ct scan, USG dan CXR dalam sat
u pupulasi dalam skala besar.

 Dari semua data  USG menunjukan lebih unggul dari CXR untuk deteksi pneum
othorax, bahkan setelah dilakukan kontrol untuk kemungkinan heterogenitas ( the l
owest USG subgroup sensitivitas 73.6 %).

 Dengan hasil test positif, pasien yang diperiksa dengan USG mempunyai odds yan
g lebih baik pada diagnosa pneumothorax yang kebih akurat dibandingkan uji pem
eriksaan dengan CXR (DOR, 279.31 versus 87.19).

 Probe linear mempunyai sensitivitas yang lebih baik (82% versus 76%)  dapat le
bih mendeteksi lung sliding
 Dalam penelitian ini, dokter emergency menunjukan performa yang lebih baik pada pemeriksaa
n USG dibandingkan dokter non-emergency (sensitivity, 82.3% versus 72.8%).

 Hal ini mungkin berkaitan dengan pengalaman awal mereka untuk penggunaan USG thorax se
bagai bagian dari the eFAST (Extended Focused Assessment with Sonography for Trauma) yan
g menekananya pentingnya pelatihan dan pengalaman pada test yang hasilnya tergantung dari
operator.

 Kekurangan  tidak menjelaskan beberapa sumber kecil, terutama pada analisa USG, dimana
memiliki beberapa heterogenitas minimal setelah meta-regression (T2= 0,2 additional file 1, eTa
ble S3). Kami tidak melakukan evaluasi pada meta analisa kami untuk bias publik.

 CXR dilakukan dengan posisi supine pada sebagian besar pasien, dan mungkin hal tersebut m
embuat test menjadi diremehkan.

 Pada kasus non trauma, dimana terdapat sebagian besar pasien dengan posisi semierect CXR,
hanya menunjukan kenaikan sensitifitas sebesar 42.3% (95% CI, 14.3 to 70.3).

 Meta analisa sebelumnya, termasuk studi CXR untuk menetralisisr efek posisi pasien, melapork
an sensitivitasnya hanya 52%.
 Sebagian besar penelitian yang dianalisa  merupakan kasus trauma/emergency.

 Karena hasil studi tersebut membandingkan dengan gold standart yaitu ct-scan.

 Perlu dicatat bahwa keparahan trauma tidak diassesmen pada sebagian besar studi tersebut.

 Sample studi berturut-turut (yang menunjukan sensitivitas yang lebih tinggi) mungkin telah
memungkinkan spektrum yang luas dari pasien untuk dimasukan kedalam studi tersebut.

 Selain itu, sebagian penumothorax tidak terdeteksi dengan CXR dan hanya dapat dideteksi d
engan USG dan Ct-scan.

 Dalam satu studi, melaporkan score keparahan cedera (ISS), pneumothorak 8x lebih parah d
engan skor ISS > 16.

 Permasalahan etik  Studi yang membandingkan USG dan CXR dengan Ct-scan pada evalusi
postbronchoscopypneumothorax, akan mengexpose pasien dengan radiasi Ct-scan yang tida
k perlu dan hal tersebut menjadi tidak etis.

 Kekurangan  Faktor penting lain seperti bahaya sebagai konsekuensi dari pemeriksaan (ionisa
si radiasi), presepsi dokter dan keyakinan dari hasil test, serta kemampuan untuk membuat kepu
tusan pengobatan berdasarkan hasil pemeriksaan tidak dibahas
Conclusion
 Meskipun sensitivitas dan DOR (diagnostik odds ratio) lebih rendah dala
m analisi ini, USG tetap jauh lebih sensitif dibandingkan dengan foto ront
gen thorax untuk identifikasi pneumothorax.

 Analisa ini mendukung bukti yang tersedia dalam keunggulan USG diban
dingkan foto rontgen thorax dan memberikan penilaian objectif dari kinerj
a diagnostik dari kedua pemeriksaan pada studi yang sudah dirancang d
engan baik yang dimasukan kedalam meta-analisa penelitian.

 Analisa dalam penelitian ini mendukung beberapa faktor penting yang me


ningkatkan akurasi dari USG pada deteksi dari penumothorax, termasuk
pengalaman operator, populasi pasien dan jenis probe yang digunakan.
This chest X-ray shows a large pneumothorax (P) which is >2 cm depth at the
level of the hilum.
Foto x-ray thorax --> menunjukan pneumothorax apikal (P) yang tidak sampai hilus.
In this video the previously described lung sliding abolition and A-lines are combined. W
hen these 2 signs coexist, the sensitivity and specifity for pneumothorax detection reach
es almost 100%
(Department of Radiology, Hospital Marqués de Valdecilla, Santander, Spain 2013)
A lines are horizontal lines (arrows) that arise from the pleural line (arrowhead) and
are displayed at regular intervals with clinical applications for pneumothorax detection.
B-Line --> kasus pada laki-laki usia 69tahun setelah lung biopsi. Terdapat
gambaran irregular echogenic pleural line, yang muncul terputus-putus k
arena terdapat masa paru pada pleura.
Daftar Pustaka

• Alrajab, Saadah et al. Pleural ultrasonography versus chest radiography for the dia
gnosis of pneumothorax: review of the literature and meta-analysis. 2013. Biomed
Central

• Bacon AK, Paix AD, Williamson JA, Webb RK, Chapman MJ. Crisis management d
uring anaesthesia: pneumothorax. Qual Saf Health Care. 2005;14(3):e18. doi:10.1
136/qshc.2002.004424.

• Kline Jonathan P. et al. Detection of Pneumothorax with Ultrasound. AANA Journal


August 2013 Vol. 81, No. 4 2

Anda mungkin juga menyukai