Penebangan Liar
Pencurian Kayu
Perambahan Hutan
Perladangan Liar
Pengembalaan Liar
ILLEGAL LOGGING
• Ileggal logging atau pembalakan liar berdasarkan Inpres No.5 Tahun 2011, tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu illegal (Illegal Logging) dan Peredaran Hasil hutan
Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan taman Nasional Tanjung Puting, adalah
penebangan kayu dikawasan hutan dengan tidak sah.
• Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo, illegal logging merupakan penebangan kayu
secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa
pencurian kayu didalam kawasan hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau
pemegang ijin melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam
perizinan.
• Jadi bisa disimpulkan bahwa illegal logging adalah praktek penebangan hutan kayu
yang tidak sah dan tidak memiliki izin yang sah dari pemerintah setempat.
KASUS – KASUS ILLEGAL LOGGING
Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari
hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar
hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.
Kasus illegal loggin di Indonesia sendiri banyak terjadi di Pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan
merupakan provinsi yang memiliki hutan terbanyak di Indonesia bahkan dunia. Maka dari itu Kalimantan disebut-
sebut sebagai paru-paru dunia.
Para aktor intelektual di balik praktek Illegal logging di Indonesia merupakan penjahat berkerah putih
yang sepertinya tidak pernah terjerat oleh hukum. Mereka terdiri dari para pengusaha kayu (cukong kayu) dibantu
oleh aparat militer dan polisi, pejabat pemerintah dan politisi yang korup, mafia peradilan, sampai sidikat
penyelundupan internasional yang melakukan segala upaya untuk mengeksploitasi seluruh sumber daya hutan
yang ada di Indonesia. Mereka sangat sukar untuk diadili karena mereka mampu membeli peradilan dengan uang
hasil dari Illegal logging.
KASUS – KASUS ILLEGAL LOGGING
Kasus terbesar pembalakan liar di Indonesia terjadi di kawasan hutan lindung Gunung
Tambora dengan volume penebangan diperkirakan mencapai 1.000 meter kubik lebih itu
diduga menyalah gunakan SKAU kayu. Terkait dengan praktik pembalakan liar itu jajaran Dinas
Kehutanan NTB telah menyita 5 truk memuat 52 meter kubik kayu di Desa Beriungin Jaya dan 3
truk membuat 30 hingga 33 meter kubik yang diduga ditebang di kawasan hutan lindung Gunung
Tambora. Jenis kayu yang ditebang di kawasan hutan lindung Tambora tersebut didominasi oleh
jenis Rajumas (duabanga mollucana) berdiameter satu sampai dua meter lebih yang usianya lebih
dari 100 tahun. Satu batang bisa mencapai 50 hingga 60 meter kubik. Praktik pembalakan liar di
kawasan hutan lindung Gunung Tambora, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat diduga
melibatkan oknum pengusaha yang memberikan modal dan peralatan untuk menebang kayu
KASUS – KASUS ILLEGAL LOGGING DI KALTENG
• Pada 2010 Pemkab Gunung Mas yang dipimpin Hamid Bintih, menyerahkan izin konsesi Gunung
Mas kepada pihak perusahaan CBID asal Malaysia, yang total kerugian negara mencapai USD 50
juta sampai USD 100 juta. Kerusakan hutan alam primer di kawasan Gunung Mas tercatat
sekitar 17.500 hektar.
• 27 Agustus 2017, Direktorat Polisi Air dan Udara (Polairud) Polda Kalteng berhasil menangkap
sebanyak 1.400 kayu gelondongan (log) tanpda izin dari hasil pembalakan liar yang diduga akan
dikirim keluar daerah melalui sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kalimantan Tengah.
• Di Kabupaten Seruyan pada 12 September 2017 ditemukan 2.266 potong atau 96 kubik ulin
yang akhirnya disita aparat di tiga tempat kejadian. Yang berawal ditemukan 261 potong ulin
berbentuk balok dengan panjang 4 meter, pada 3 September di TKP kedua disita 1.100
tumpukan ulin atau sekitar 50 meter kubik. Di TKP ketiga pada 7 September ditemukan lagi
tumpukan ulin sebanyak 1.200 potong.
TAKUT
BINGUNG
DIBURU MATII
BANJIR DAN LONGSOR
PEMANASAN GLOBAL
UPAYA MENGURANGI AKTIFITAS ILLEGAL
• Pemberlakuan kembali hak ulayat atas hutan secara lebih jelas
• Peningkatan penyadaran masyarakat dengan sistem komunikasi yang sesuai dengan
karakteristiuk sosial, ekonomi dan budaya.
• Pengukuhan dan penentuan kembali batas hutan negara secara lebih jelas dan kuat status
hukumnya.
• Budidaya tanaman dan ternak yang intensif dan ramah lingkungan(dengan penerapan tenologi
budidaya untuk meningkatkan produksi tanpa memperluas lahan dan pengembalaan di luar
kandang dan sistem)
• Penerapan sistem pertanian terpadu ramah lingkungan, Agrosilvopastura (kombinasi tanaman
tahunan, tanaman semusim dan ternak)
• Peningkatan SDM petugas dan Fasilitas pengamanan
• Sertifikasi kepemilikan lahan penduduk
• Penegakan hukum