Anda di halaman 1dari 50

PRE - TES

Nama
DEWI TRIANDRIANI (71160891326)
HENNI JUNIANTI SIREGAR (71160891595)

PENGUJI:
Dr. Lisa Yuliyanti , SpPD
ANEMIA APLASTIK
Adalah suatu kelainan hematologi
dengan gambaran pansitopenia dan
hiposelularitas pada sumsum tulang
belakang, dapat bersifat didapat atau
diturunkan

Insidensi anemia aplastik didapat bervariasi di


seluruh dunia dan berkisar antara 2-6 kasus
per 1 juta penduduk/tahun. Umumnya muncul
pada usia 15-25 tahun, dengan puncak
insidensi kedua yang lebih kecil muncul setelah
usia 60 tahun
KLASIFIKASI berdasarkan etiologi

Acquired Idiopatik (Autoimun) TERC, TERT, TERF 1&2, tin2 susceptibility


mutations
Obat-obat Sulfonamid, kloramfenikol, aspirin,
fenilbutazon, PTU, salicylamide, kuinidin,
karbamazepin, hidantoin, dll
Toksin Benzene, Chlorinated hydrocarbons,
organofosfat
Virus Virus Epstein-Barr, virus hepatitis non-A,
B, C, D, E & G, HIV
PNH

Autoimun/ connective tissue Eosinophilic fascitis, immmmmune


disorders thyroid disease, reumathoid arthritis,
systemic lupus eritematosus
Kehamilan

Herediter Anemia Fanconi, diskeratosis kongenital, shwachman-diamond syndrome.


KLASIFIKASI berdasarkan beratnya penyakit

Anemia aplastik berat Selularitas sumsum tulang <25%

Sitopenia min 2 dari 3 sel -Neutrofil <500/uL


darah -Trombosit <20000/ul
-Retikulosit absolut
<60.000/uL

Anemia aplastik sangat Sama seperti diatas kecuali


berat hitung neutrofil <200/uL

Anemia aplastik tidak Sumsum tulang hiposelular


berat namun sitopenia tidak
memenuhi kriteria berat
Manifestasi Klinis

• ANAMNESA :
– Onset keluhan dapat terjadi perlahan berupa lemah,
dyspnea, fatigue, pusing, adanya perdarahan (ptekie,
epistaksis, perdarahan dari vagina atau lokasi lain.

• PEMERIKSAAN FISIK
– Pasien tampak pucat pada konjungtiva atau
kutaneus, resting tachycardia, perdarahan (ekimosis,
ptekie, perdarahan gusi, purpura).
• PEMERIKSAAN PENUNJANG
– Normositik normokrom, makrositik
– Darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, tidak
terdapat sel abnormal pada hitung jenis leukosit
– Hitung retikulosit : rendah (<1%)
– Serologi virus (hepatitis)
– Aspirasi dan biopsi sumsum tulang : terdapat spicules
yang kosong, terisi lemak, dan sel hematopoietik yang
sedikit. Limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast
mungkin prominen.
– MRI : membedakan lemak pada sumsum tulang dengan
sel hematopoietic, mengestimasi densitas sel
hematopoietik pada sumsum tulang, dan membedakan
anemia aplastik dengan leukimia mielogenik hipoplasia
PENATALAKSANAAN

• Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau TST


dengan faktor-faktor seperti usia, kondisi umum, adanya donor yang
cocok, infeksi aktif atau beban transfusi yang harus dipertimbangkan
– Menghentikan obat-obatan yang diduga sebagai faktor pencetus
– Tranfusi PRC sesuai indikasi
– Menghindari dan mengatasi infeksi  antibiotik spektrum luas
– Kortikosteroid :Prednison 1-2mg/kgBB/hari atau metilprednison 1
mg/kgBB
– Androgen :Metenolol asetat 2-3mg/kgBB/hari, maksimal diberikan
selama 3 bulan atau nandrolone decanoate 400 mg IM/minggu
– Imunosuportif : Siklosporin 10-12 mg/kg/hari selama 4-6 bulan
atau ATG 15-40 mg/kgBB/hari iv selama 4-10 hari
– Terpai kombinasi untuk anemia aplastik berat : ATG 40
mg/kgBB/hari untuk 4 hari, siklosporin 10-12 mg/kgBB/hari untuk
6 bulan dan metilprednisolon 1 mg/kg/hari untuk 2 minggu.
KRITERIA RESPON

• Menurut European Bone Marrow


Transplantation ;
– Remisi komplit : Bebas transfusi, Granulosit
sekurang-kurangnya 2000/mm3, dan trombosit
sekurang-kurangnya 100.000/mm3
– Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi,
granulosit di bawah 200/mm3 , dan trombosit
dibawah 100.000mm3
– Refrakter : Tidak ada perbaikan.
PROGNOSIS

• Jumlah neutrofil <200/uL mempunyai respon yang


rendah terhadap imunoterapi.
• TSt dapat menyembuhkan pada 80% kasus pasien
<20 tahun, &0% pada 20-40 tahun, dan 50% pada
>40 tahun.
• Pada pasien yang mendapat siklosporin sebelum
transplantasi, resiko menjadi kanker sebesar 11%
• Dalam 10 tahun anemia aplastik dapat
berkembang menjadi PNH dan sindrom
mielodiplastik pada pasien yang mendapat
imunosupresi dan dengan angka relaps sebesar
35% dalam 7 tahun.
POLISITEMIA VERA
Adalah kelainan sistem hemopoiesis yang
merupakan bagian dari penyakit mieloproilferatif
yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah
dan volume sel darah merah (eritrosit) diatas
ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah,
tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan
trombosit.

Disebut polisitemia vera bila Biasanya mengenai pasien berumur


sebagian populasi eritrosit 40 – 60 tahun, dengan rasio
berasal dari suatu klon sel perbandingan perempuan dan laki-
induk darah yang abnormal laki adalah 2:1 dan dilaporkan
dimana tidak membutuhkan insidensi polisitemia vera sebesar
eritropoietin untuk proses 2,3//100.000 populasi dalam setahun.
pematangannya
GEJALA KLINIS

• Sangat minimal dan asimtomatik. Dapat berupa sakit kepala,


telinga berdenging, mudah lelah, gangguan daya ingat, sulit
AWAL bernafas, hipertensi, gangguan penglihatan, dll.

• Sebagai penyakit progresif, pasien dengan polisitemia vera


mengalami perdarahan dan trombosis
AKHIR

• Pada fase ini terjadi kegagalan sumsum tulang dan pasien


menjadi anemia berat, kebutuhan tranfusi meningkat, liver
SPLENOMEGALI dan limpa membesar.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Eritrosit dan hemtokrit : meningkat


• Leukosit : neutrofilia absolut, basofilia (pada kasus tak
terkontrol)
• Trombosit : meningkat pada sebagian pasien mencapai
1000x109/liter
• Leukosit alkalin fosfat : meningkat pada 70%
• B12 serum : meningkat karena peningkatan
pemecahan leukosit
• Hiperurisemia : timbul sebagai akibat mielopoiesis
hiperproliferasi
• Eritropoietin plasma : normal atau rendah
• Saturasi oksigen arteri : <63 mmHg
• Bone marrow : hiperselular, tidak adanya cadangan besi
DIAGNOSA

Menurut International Polycythemia Study


Group, diagnosa polisitemia dapat ditegakkan jika
memenuhi kriteria a. A1+A2+A3 atau b. A1+A2+ 2
kategori B
Kategori A Kategori B

• Meningkatnya massa sel • Trombosit >400.000/mL


darah merah diukur dengan • Luokosit >12.000/mL
krom radioaktif. Pria ≥ • NAP score >100
36mL/kg, perempuan ≥ 32
• Kadar vit B12 >900 pg/mL
mL/kg
dan atau UB12BC dalam
• Saturasi oksigen arterial 92% serum >2200pg/mL
• Splenomegali
PENATALAKSANAAN

• Prinsip Pengobatan :
– Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan
mengontrol eritropoiesis dengan flebotomi.
– Menghindari pembedahan elektif pada fase
eritrositik/polisitemia yang belum terkontrol
– Menghindari pengobatan berlebihan
– Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik, dan ber efek
sterilisasi pada pasien usia muda
– Mengontrol panmielois dengan dosis tertentu fosfor
radioaktif atau kemoterapi sitostatika pada pasien >40 tahun
bila didapatkan :
• Trombositosis persisten >800.000/mL
• Leukositosis progresif
• Splenomegali simtomatik
• Gejala sistemik yang tidak terkontrol.
MEDIA PENGOBATAN

FLEBOTOMI Bertujuan mempertahankan Indikasi  terutama pada


semua pasien pada
hematokrit ≤42% pada perempuan, ≤ 47%
permulaan penyakit dan
pada pria untuk mencegah timbulnya pada pasien yang masih usia
hiperviskositas dan penurunan shear rate. subur

PROSEDUR :
• Permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan
dengan blood donor collection set standart/2 hari.
• Pada pasien dengan >55 ahun atau dengan peyakit
vaskular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya
boleh dilakukan dengan prinsip hipovolemikm yaitu
mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan
cairan pengganti plasma setiap kali, untuk mencegah
timbulnya bahaya iskemia serebral karena ipovolemi.
• Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500cc
darah.
FOSFOR RADIOAKTIF PROSEDUR :
• Pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2
secara iv, bila peroral dosis dinaikkan 25%.
• Selanjutnya apabila setelah 3-4 minggu pemberian pertama :
•Mendapatkan hasil, re-evaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi jarang
dibutuhkan.
• Tidak mendapat hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan
25% dari dosis pertama dan diberikan sekitar 10-12
minggu setelah dosisi pertama.
INDIKASI :
• Hanya untuk polisitemia vera
KEMOTERAPI SITOSTATIKA  • Flebotomi sebagai pemeliharaan
Bertujuan sebagai sitoreduksi. dibutuhkan >2 kali sebulan.
• Trombositosis yang terbukti menimbulkan
trombosis
• Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi
dengan antihistamin.
CARA PEMBERIAN : • Splenomegali simtomatik/mengancam
• Hidroksiurea dengan dosis 800-1200 ruptura limpa
mg/m2/hari atau diberikan 2x sehari
dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali, jika
telah tercapai target dapat dilanjutkan
dengan pemberian intermitten untuk
pemeliharaan.
• Chlorambucil dengan dosis induksi 0,1-
0,2 mg/kgBB selama 3-6 minggu dan
dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4
minggu.
• Busulfan 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8
mg/m2/hari, jika telah tercapai target
dapat dilanjutkan dengan pemberian
intermitten untuk pemeliharaan
KEMOTERAPI BIOLOGI (SITOKIN)  Bertujuan
untuk mengontrol trombositemia, produk
biologi yang digunakan adalah interferon a
terutama pada keadaan trombositemia yang
tidak dapat di kontrol, dosis yang dianjurkan 2
juta Iu/m2/s.c atau im 3 kali seminggu.

PENGOBATAN SUPORTIF :
• Hiperurisemia diobati dengan alupurnol 100-600 mg/hari oral
pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan
fungsi ginjal.
• Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antihistamin, jika
diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran UV rang A
• Gatritis/ ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor
H2
• Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari Quinazolin
disebutkan juga dapat menekan trombopoiesis.
KOMPLIKASI

Trombosis pad avena hepatik terjadi pada 10%


dari 140 pasien, stroke iskemik, TIA, perdarahan,
mielofibrosis, peningkatan asam urat sekitar 10%
berkembang menjadi gout, peningkatan risiko ulkus
peptikum, infark miokard, dan emboli paru.
PROGNOSA

Angka harapan hidup setelah terdiagnosis tanpa


diobati yaitu 1,5 – 3 tahun, sedangkan dengan
pengobatan >10 tahun. Pasien yang diterapi dengan
flebotomi mempunyai angka harapan hidup 13,9 tahun
dan 8,9 tahun pada pasien yang diterapi dengan
klorambusil. Kematian terjadi paling banyak karena
trombosis, leukimia akut dan keganasan lain.
HIPERSPLENISME

Adalah suatu keadaan dimana :


a. Anemia, leukopenia, trombositopenia atau
kombinasinya.
b. Normal atau hiperselular sumsum tulang
c. Pembesaran limpa
d. Klinis membaik bila dilakukan pengangkatan
limpa.
ETIOLOGI

Proses Inflamasi

• Akut : Tifoid, sepsis, abses limpa, endokarditis


bakterial subakut.
• Kronik : TB, Sifilis, Rheumatoid arthritis, malaria,dll.

Bendungan splenomegali

• Sirosis hati, trombosis, stenosis, gagal jantung.

Hiperplasia splenomegali

• Anemia hemolitik murni, trombositopenia purpura,


polisitemia vera, dll.
Infiltratif splenomegalli

•Penyakit gaucher, amiloidosis,


diabetik lipemia, gargoilisme

Kista dan neoplasma

•Kista limfa, kista palsu,


hematoma, leukimia, penyakit
hodgkin’s, metastasis keganasan.
GEJALA KLINIS

• Nyeri perut  pembesaran limpa dan


peregangan kapsul lmpa
• Gejala klinis lainnya tergantung penyakit yang
mendasari pembesaran limpa.
• Hasil pemeriksaan laboratorium, selain anemia,
leukopenia, trombosutopenia, atau
kombinasinya dan ditambah gejala-gejala dari
penyakit sekundernya.
PENGOBATAN

• Hipersplenisme primer  splenektomi yang


paling utama, dilakukan bila pemeriksaan
sumsum tulang normal atau hiperselular.
• Hipersplenisme sekunder  tergantung dengan
penyakit penyebabnya.
RISIKO

• Pengangkatan limpa dapat menyebabkan


terjadinya infeksi bakteri atau sepsis terutama 1
sampai 3 tahun setelah operasi. Setelah
pengangkatan limpa terjadi kenaikan cepat
jumlah trombosit yang disertai jumlah eritrosit.
ANEMIA HEMOLITIK

Anemia hemolitik adalah suatu keadaan


anemia yang terjadi oleh karena
meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit
yang diikuti dengan ketidakmampuan dari
sumsum tulang dalam memproduksi sel
eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh
terhadap berkurangnya sel eritrosit.
ETIOLOGI

Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang


peranan penting untuk terjadinya anemia hemolitik yaitu:
1. Faktor Intrinsik (Intra Korpuskuler).
Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu: a)
Kelainan membran, b) Kelainan molekul hemoglobin, c)
Kelainan salah satu enzim yang berperan dalam metabolisme
sel eritrosit.
2. Kelainan Faktor Ekstrinsik (Ekstra Korpuskuler)
Biasanya merupakan kelainan yang didapat (acquired) dan
selalu disebabkan oleh faktor imun dan non imun. Bila
eritrosit normal ditransfusikan pada pasien ini, maka
penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat,
sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra
korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel
eritrosit akan normal.
KLASIFIKASI
1. Anemia Hemolitik Bawaan
a. Kelainan pada Membran Sel Eritrosit
b. Defisiensi Enzim Glikolitik Eritrosit
c. Kelainan Metabolisme Nukleotida Eritrosit
d. Defisiensi dari Enzim yang terlibat dalam Metabolisme
Pentose Phosphate Pathway dan Glutatione
e. Kelaianan Sintesis dan Struktur Hemoglobin
2. Anemia Hemolitik Didapat
a. Immuno-hemolytic Anemia
b. Anemia Hemolitik Mikroangiopatik dan Traumatik
c. Infektious .
d. Zat Kimia, Obat dan Racun Bisa
e. Defisiensi Vit.E pada Newborn
MANIFESTASI KLINIS

Kelainan fisik diagnostik yang umumnya


didapat adalah berupa adanya :
- anemia,
- ikterus
- pembesaran limpa (splenomegali)
LABORATORIUM
Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya
proses eritropoesis dalam sumsum tulang diantaranya yaitu:
1. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya:
- Retikulositosis ( polikromatopilik, stipling )
- Makrositosis
- Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai
Mean Corpuscular Volume (MCV) > 96 fl.
- Eritroblastosis
- Leukositosis dan trombositosis
2. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia
3. Ferrokinetik :
- Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT )
- Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT )
4. Biokimiawi darah :
- Meningkatnya kreatin eritrosit
- Meningkatnya aktivitas dari enzim eritrosit tertentu diantaranya
yaitu: urophorphyrin syntese,hexokinase, SGOT
DIAGNOSA

Untuk menegakkan diagnostik anemia hemolitik dan penyebabnya


maka kita harus berpatokan pada dua keadaan yang berbeda yaitu:
1. Menentukan ada tidaknya anemia hemolitik
2. Menentukan penyebab spesifik dari anemia hemolitik

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya.


Bila karena reaksi toksik-imunologik yang didapat diberikan adalah
kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan
splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-
obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid
PROGNOSIS

Prognosis jangka panjang pada pasien


penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering
kali dapat mengontrol penyakit ini atau paling
tidak memperbaikinya
THALASEMIA
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang
diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok
hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam
atau dekat gen globin.
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang
diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu
dari empat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk
sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah
rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan
terjadilah anemi
KLASIFIKASI

Secara molekuler thalassemia dibedakan atas :


 Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai )
 Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai )
 Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai  dan 
yang letak gennya diduga berdekatan)
 Thalassemia  (gangguan pembentukan rantai )

Secara klinis dibagi dalam 3 golongan, yaitu :


 Thalassemia mayor (bentuk homozygot)
 Thalassemia intermedia
 Thalassemia minor (biasanya tidak memberikan gejala
klinis)
PATOGENESIS

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang


disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi gen globin. Pada thalasemia mutasi gen globin ini
dapat menimbulkan perubahan kecepatan sintesis (rate of
synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu,
dengan akibat menurunnya atau tidak diproduksinya rantai
globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya
mutasi gen globin pada clusters gen α atau β berupa
bentuk delesi atau non delesi. Walaupun telah lebih dari
dua ratus mutasi gen thalasemia yang telah diidentifikasi,
tidak jarang pada analisis DNA thalasemia belum dapat
ditentukan jenis mutasi gennya. Hal inilah yang merupakan
kendala terapi gen thalasemia.
GEJALA KLINIS

a. Thalasemia β Minor
Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan
spenomegali ditemukan sedikit pada penderita.

b. Thalasemia β Mayor
Biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan sampai
dengan 2 tahun dengan klinis anemia berat, bila anak
tersebut tidak diobati dengan hipertransfusi akan
terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus,
perubahan tulang yang nyata karena rongga sumsum
tulang mengalami ekspansi akibat hiperplasia eritroid
yang ekstrim.
c. Thalasemia β Intermedia
Gambaran klinik bervariasi dari bentuk
ringan, walaupun anemia sedang, sampai
dengan anemia berat yang tidak dapat
mentoleransi aktivitas berat dan fraktur
patologik.
d. Thalasemia α
Sindrom ini menunjukkan tampilan klinis
normal, anemia ringan dengan peningkatan
eritrosit yang mikrositik hipokrom.
LABORATORIUM

1. Thalasemia β Minor
- anemia hemolitik ringan (asimtomatik)
- HB 10-13 g% dengan jumlah eritrosit normal atau
sedikit meninggi.
- Darah tepi menunjukka gambaran mikrositik
Hipokrom, poikilositosis.
- sumsum tulang menunjukkan hiperplasia eritroid
ringan sampai sedang.
- umumnya kadar HBA tinggi (3,5-8%)
- kadar HBF bbiasanya antar 1-5%.
2. Thalasemia β Mayor
- Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g%.
- Eritrosit hipokrom.
- Pada darah tepi ditemukan eritrosit stippled dan
banyak sel eritosit bernukleus.
- MCV antara 50-60 fL
- sel darah merah khas berukuran besar dan sangat
tipis.
- hitung retikulosit berkisar 1%-8%.
- besi serum sangat meningkat tetapi TIBC normal
atau sedikit meningkat.
- ferritin serum biasanya meningkat.
3. Thalasemia β Intermedia
- Morfologi darah tepi menyerupai thalasemia
mayor
- elektroforesis Hb dapat menunjukkan HbF 2-
100%, HbA sampai 7% dan HbA 0-80%.

4. Thalasemia α
Tidak ditemukan kelainan hematologis.
PENATALAKSANAAN

a. Transfusi
Pengobatan paling umum pada penderita
Thalasemia adalah transfusi komponen sel darah
merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah
merah sehat bagi penderita. Transfusi darah yang
teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan
hemoglobin penderita diatas 10 g/dL setiap saat. Hal
ini biasanya membutuhkan 2–3 unit tiap 4–6
minggu.21 Keadaan ini akan mengurangi kegiatan
hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang
dan juga mengurangi absorbsi Fe di traktus digestivus,
serta dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita.
b. Medikamentosa.
Pemberian ironchelatingagent(desferoxamine)
diberikan setelah kadar feritin serum sudah
mencapai 1000mg/l atau saturasi transferin lebih
dari 50%, atau sekitar 10–20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25–50 mg/kg berat
badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8–12 jam dengan minimal selama 5 hari
berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
ANEMIA PENYAKIT KRONIS
Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia
derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat:
infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit
neoplastik yang telah berlangsung 1–2 bulan dan
tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin.
Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan
metabolisme besi, sehingga terjadi hipoferemia dan
penumpukan besi di makrofag.
ETIOLOGI & PATOGENESIS

1. Pemendekan massa hidup eritrosit


Diduga anaemia yang terjadi merupakan bagian dari stress hematologi, dimana
terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi,
inflamasi atau kanker. Sitokin tersebut menyebabkan sekuestrasi makrofag
sehingga mengikat lebih banyak zat besi , meningkatkan detruksi eritrosit di limpa,
menekan produksi eritropoietin di ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang
inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang

2 Penghancuran eritrosit
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa masa hidup eritrosit pada sekitar 20-30%
pasien. Defek ini terjadi di ekstrakorpuskular, karena bila eritrosit pasien
ditransfusikan ke resipien normal , maka dapat hidup normal. Aktivasi makrofag
oleh sitokin menyebabkan peningkatan daya fagosistosis makrofag dan sebagai
bagian dari filter limpa kurang toleran terhadap perubahan ataukerusakan minor
dari eritrosit.

3. Produksi Eritrosit
Ganguan metabolisme zat besi. Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi
cukup menujjukkan adanya ganguan metabolism zat besi pada penyakit kronis. Hal
ini memberikan konsep bahwa anemia disebabkan karena penurunan kemampuan
Fe dalam sintesis Hb. Penelitian akhir menunjukkan parameter Fe yang tergangu
mungkin lebih penting untuk diagnosis daripada pathogenesis anemia tersebut
GEJALA KLINIS

Karena anemia yang terjadi umumnya


derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya
tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena
kadar Hb sekitar 7-11 g/dL umumnya
asimtomatik
Pada pemeriksaan fisik umumnya hanya
dijumpai konjungtiva yang pucat tanpa kelainan
yang khas dari anemia jenis ini dan diagnosis
biasanya tergantung dari hasil pemeriksaan
laboratorium.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Anemia umumnya adalah normokrom-


normositer, meskipun banyak pasien
mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC
< 31 g/dl dan beberapa mempunyai sel
mikrositer dengan MCV <80 fL. Nilai retikulosit
absolut dalam batas normal atau sedikit
meningkat. Perubahan pada leukosit dan
trombosit tidak konsisten, tergantung dari
penyakit dasarnya.
Penurunan Fe serum (hipoferemia).
DIAGNOSA & DIAGNOSA BANDING

a. Diagnosis
Meskipun banyak pasien dengan infeksi kronik,
inflamasi dan keganasan menderita anemia,
anemia tersebut disebut anemia pada penyakit
kronis hanya jika anemia sedang, selularitas
sumsum tulang normal, kadar besi serum dan TIBC
rendah, kadar besi dalam makrofag dalam sumsum
tulang normal atau meningkat, serta feritin serum
yang meningkat.
b. Diagnosis Banding
Beberapa penyebab anemia berikut ini merupakan
diagnosis banding atau mengaburkan diagnosis
anemia pada penyakit kronis :
- Anemia delusional
- Drug Induced marrow suppression atau drug
induced hemolysis
- Perdarahan kronis
- Thalasemia minor
- Gangguan ginjal
- Metastasis pada sumsum tulang
PENATALAKSANAAN

• Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini,


sehingga pengobatan ditujukan kepada penyakit
kronik penyebabnya.
• Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah
mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa
pilihan utuk mengobati anemia jenis ini .
a. Transfusi
Merupakan pilhan pada kasus-kasus yang disertai
ganguan hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti
pada kadar berpa kita harus member transfusi
b. Preparat besi
c. Eritropoietin
Data menunjukkan bahwa pemberian eritropoeitin
bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada
pasien anemi akibat kanker,gagal ginjal, myeloma
multiple, arthritis rheumathoid dan pasien HIV. Selain
dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya ,
pemberian eritropoietin mempunyai beberapa
keuntungan yaitu mempunyai efek anti inflamasi
dengan cara menekan produksi TNF-α dan interferon ¥.

Anda mungkin juga menyukai