Anda di halaman 1dari 31

RUMAH SAKIT ISLAM

KENDAL

SEORANG LAKI-LAKI USIA 56 TAHUN


DENGAN PENURUNAN KESADARAN
EC HIPOGLIKEMIA DAN HEPATITIS
KRONIS

PRESENTER : DR. R. PRINDJATI PRAKASA


PENDAMPING : DR. HANIF FURQON
DATA IDENTITAS PASIEN

 Nama : Tn. K
 Umur : 56 tahun
 Jenis Kelamin : Laki - laki
 Alamat : Tamangede 1/1, Gemuh
 No. RM : 00217xxx
 Tanggal Periksa: 12 Desemner 2017
DATA KLINIS PASIEN
ANAMNESIS

 Keluhan Umum : Lemas

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSI Kendal diantar keluarganya,
dengan keluhan utama lemas sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien tidak mau beranjak dari
tempat tidur, BAB tidak sama sekali, BAK warna teh di
tempat tidur, dan tidak mau makan samasekali
sejak 4 hari yang lalu. Pasien masih mau berbicara,
namun bicara ngelantur dan sulit komunikasi sejak 8
jam sebelum masuk rumah sakit. Keringat dingin (+).
Keluarga pasien mengaku baru 1 x seperti ini.
ANAMNESIS

 Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat BAK seperti teh (+)
 Riwayat BAB seperti dempul (+)

 Riwayat Penyakit Keluarga :

 dalam batas normal

 Riwayat Sosial Ekonomi :


 Pasien tidak bekerja ± 6 bulan, dahulu bekerja sebagai tenaga
proyek selama ± 10 tahun. Pasien tinggal sendiri. Biaya hidup
ditanggung pribadi.
 Kesan: sosial ekonomi kurang
PEMERIKSAAN FISIK

 Status Present :
 Keadaan Umum : lemas, dapat mengucapkan kata namun tidak jelas
 Kesadaran : delirium
 Tekanan darah : 100/70mmHg
 Nadi : 104x/menit, reguler.
 Respirasi : 36x/menit
 Suhu : 36,6 C
 SpO2 : 96 %
 GDS : 22mg/dl
 Skala VAS : 0
KEPALA & LEHER

 KEPALA
 Bentuk : Bulat, simetris
 Wajah : Asimetri (-), Parese n.VII (-/-)
 Mata : Konjungtiva palpebra anemis (+/+), mata cekung (-/-),
sklera ikterik (+/+), refleks pupil +/+ Ø 3mm/3mm,
edema periorbita (+/+)
 Hidung : Septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-/-)
 Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), tonsil T1-T1 tenang faring tidak hiperemis

 LEHER
 Bentuk : Simetris
 Trakhea : Di tengah
 KGB : Pembesaran (-)
 JVP : Meningkat (-)
COR

 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak


 Palpasi : iktus cordis teraba di SIC V 2
cm dari linea midclavicula sinistra
 Perkusi : konfigurasi jantung dalam
batas normal
 Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler,
bising (-), gallop (-)
PULMO

 Inspeksi : gerak napas simetris saat statis dan


dinamis
 Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
 Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler (+/+), Suara
rhonki (+/+), suara wheezing (-/-)
ABDOMEN

 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani di seluruh lapang
abdomen (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), lien tak teraba
pembesaran, hepar teraba membesar,
succussion splash (+) kesan ascites
EKSTREMITAS

superior inferior
 Oedema : +/+ +/+
 Sianosis : -/- -/-
 Akral dingin : -/- -/-
 Kekuatan : 5/5/5 5/5/5

DIAGNOSA
Hipoglikemia dengan hepatitis kronis
INISIAL PLAN

Rawat Inap

 Medikamentosa
 Oksigen Nasal 2 lpm
 Bolus D40% 100cc (4 flacon)
 Infus D10% 20 tpm  bila GDS lebih dari 200 mg/dl ganti NaCl 8 tpm
 Pasang DC
 Curcuma 2 x 1 tab

 Non Medikamentosa
 Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit hipoglikemia dan hepatitis
kronis.
HIPOGLIKEMIA
Etiologi...

Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi


hipoglikemia pasa-makan (reaktif), hipoglikemia
puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap.
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan
oleh hiperinsulinisme pencernaan. Hal ini
disebabkan karena pengosongan lambung yang
cepat dengan penyerapan singkat glukosa turun
lebih cepat dibanding insulin. Ketidakseimbangan
insulin-glukosa yang terjadi menyebabkan
hipoglikemia.
Patogenesis

 Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin


dalam tubuh berlebihan. (Post terapi diabetes
mellitus, reaksi antibodi terhadap insulin.
malproduksi insulin akibat tumor pankreas.)
Diagnosa

 Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar


glukosa <50mg/dl (2,8 mmol/L) atau bahkan
<40mg/dl (2,2 mmol/L).
 Gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada
kadar glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L).
 Terapi diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan
bila kadar glukosa plasma kurang dari sama dengan
63 mg/dl (3,5 mmol/L)
Terapi

 Non Medikamentosa
 Jika kadar glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan yang
tepat adalah:
 Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram karbohidrat.
 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.
 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.
 1 cangkir atau 8 ons susu.
 5 atau 6 buah permen.
 1 sendok makan gula atau madu.
 Periksa kembali GDS berkala selama 15 menit dengan
target 70mg/dl, jika masih < 70mg/dl, diberikan
makanan serupa. (Fonseca, 2008).
Terapi

 Medikamentosa
 Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:
 Glukosa Oral.
 Glukosa Intravena.
 Glukagon (SC/IM).
 Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.
 Monitoring

Kadar Glukosa (mg/dL) Terapi Hipoglikemia


< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus 3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus 2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus 1 flakon
Follow up :
1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
1. Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat diberikan 1
flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar glukosa darah 120 mg/dl.
Prognosis

 Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai


glukosa darah, dan waktu onset. Apabila bersifat
simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis
baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan
asimtomatik tanpa segera diberikan oral glucose
(dubia et malam)
HEPATITIS KRONIS
Hepatitis kronis adalah terjadinya peradangan dan
nekrosis hati yang berlangsung minimal 6 bulan

 Berdasarkan penyebab/etiologi
◦ Hepatitis viral kronis: Hepatitis B, B plus D, C dan virus-virus lain
◦ Hepatitis autoimun: tipe 1, 2, dan 3
◦ Hepatitis kronis karena obat-obatan
◦ Hepatitis disebabkan kelainan genetik: penyakit Wilson, def α1
antitripsin
 Berdasarkan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi 3 yaitu:
◦ Hepatitis Kronik Persisten
◦ Hepatitis Kronik Lobular
◦ Hepatitis Kronik Aktif
I. Hepatitis B Kronik

 Pengidap hepatitis B kronik diketahui dengan


terdapatnya HbsAg dalam darah lebih dari 6 bulan.

Patogenesis
 Antigen virus, (HbcAg dan HbeAg) menginfeksi
hepatosit. Hepatosit yang telah terinfeksi menjadi
target untuk lisis oleh limfosit T. Aktivitas interferon
endogen meningkat selama fase awal infeksi virus.
Interferon akan mengaktifkan enzim selular yang
akan menghambat sintesis protein virus dengan cara
degradasi mRNA
Patogenesis

 Pada hepatitis B kronik respons imunologis terhadap


infeksi virus buruk, lisis hepatosit yang terinfeksi
tidak akan terjadi atau hanya ringan. Virus terus
berproliferasi sedangkan faal hati tetap normal
(klinis pasien sehat, dengan HbsAg meningkat tanpa
adanya nekrosis hati)
Terapi

 Tujuan :
 Menekan dan menghilangkan replikasi virus (HbeAg, HBV DNA)
 Kontrol jangka panjang nekroinflamasi dai hepatosit (GPT)
 Mencegah transformasi maligna dari hepatosit (Integrasi HBV DNA
virus ke dalam DNA genom host)

 Pilihan terapi
Interferon
 Injeksi SC selama 16 minggu setiap hari dengan dosis 5 juta unit,
atau 3 kali seminggu dengan dosis 10 juta unit
Nucleoside analogue
 Dosis 100 mg/hari. Penghentian pengobatan jika HbeAg menghilang
atau terjadi serokonversi ke anti Hbe
Imunosupresif/steroid
II. Hepatitis Delta Kronis

 HDV dipercaya menginfeksi sekitar 5% dari pengidap


300 juta HbsAg di dunia, dimana angka tertinggi di
Amerika Selatan dan Afrika. Ditularkan melalui
hubungan sexual, perianal dan narkotika suntik.

 IgM anti HDV atau IgG anti HDV


 HbcAb IgM dilakukan untuk membedakan koinfeksi
(HbcAb IgM positif) dan superinfeksi (HbcAb IgM
negatif)
 HDV RNA.
III. Hepatitis C Kronis

 Prevalensi HCV di Indonesia belum ada data pasti,


namun dari pemeriksaan dilaporkan terdapat 44,8%
HCV RNA (+) ditemukan pada usia tua dan ekonomi
rendah.

Patogenesis
 Pada paparan HCV, reaksi imunologis bersifat humoral
(IgM anti HCV) dan selular (mayor histocompability
dan interferon). Bila sel T sitotoksik mampu
mengeliminasi virus akan terjadi penyembuhan dan
bila gagal akan menjadi hepatitis kronik.
 Dalam jangka waktu 6 bulan ditemukannya HCV RNA
(+), pasien merupakan pengidap hepatitis C
Diagnosis
 Laboratorium
 Anti HCV anti bodi EIA
 Genotip
 HCV RNA kuantitatif; reverse transcriptase PCR lebih sensitif dari DNA
 Pemeriksaan ALT dan AST, bilirubin dan level albumin
 Skrining koinfeksi
 USG hati dan sistem biliar
 Biopsi hati

Terapi
 Terapi kombinasi dengan interferon/ribavirin.
 Lama terapi 6 bulan untuk genotip 2 dan 3 atau genotip 1 dengan beban
virus rendah (<2.000.000 virus ekivalen/ml)
 Lama terapi 12 bulan untuk genotip 1 dan 4 dengan beban virus tinggi
(>2.000.000 virus ekivalen/ml).
 Pemakaian IFN dosis tinggi setiap hari selama 4-6 minggu pertama
IV. Hepatitis Autoimun

 Hepatitis autoimun (HAI) adalah sindroma


heterogen hepatitis kronis yang ditandai dengan
inflamasi dan nekrosis hepatoselular yang
berkelanjutan, cenderung untuk berkembang
menjadi sirosis atau gagal hati. Kejadian HAI lebih
sering pada wanita dibanding laki-laki (4:1).
 Pada HAI agen-agen seperti virus, bakteri, zat kimia,
obat-obatan dan genetik merupakan pencetus
terjadinya proses autoimun.
V. Hepatitis Aktif Kronika Yang Berhub. Dgn Obat

 Keseluruhan gambaran hepatitis aktif kronika dapat


dihubungkan dengan reaksi obat. Obat tersebut
antara lain metildopa, isoniazid, ketokonazole dan
nitrofurantoin.
 Gambaran klinis mencakup ikterus dan
hepatomegali. Kadar globulin dan transaminase
serum meningkat
VI. Penyakit Wilson

 Penyakit yang jarang ini, terutama pada orang muda,


ditandai oleh sirosis hepatis, degenerasi ganglia
basalis otak serta cincin pigmentasi coklat kehijauan
dalam tepi kornea.
 Penyakit ini timbul pada masyarakat yang
mempunyai angka perkawinan antar keluarga yang
tinggi. Prevalensinya sekitar 1 dalam 30.000 dengan
frekuensi pembawanya sekitar 1 dalam 90.
Laboratorium

 Kadar tembaga dan seruloplasmin serum biasanya


berkurang
 Eksresi tembaga urin 24 jam meningkat.

Terapi
 Terapi dimulai dengan 4 x 1,2g d-penisilamin
hidroklorida per hari sebelum makan
 Hindari makanan yang tinggi tembaga (coklat,
kacang, jamur, hati, kerang)
Prognosis

 Penyakit Wilson yang tidak diobati akan progresif


dan fatal. Bahaya terbesar adalah pasien tetap tidak
terdiagnosa dan meninggal tidak diobati.
 Prognosis juga tergantung atas respon terhadap
terapi penisilamin kontinu selama 6 bulan.
 Kematian akibat gagal hati, perdarahan varises
esofagus atau infeksi yang dapat terjadi akibat
ketidakmampuan neurologi.

Anda mungkin juga menyukai